• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora) DI PERSAWAHAN JORONG KOTO TINGGI KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora) DI PERSAWAHAN JORONG KOTO TINGGI KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN ABSTRACT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora) DI

PERSAWAHAN JORONG KOTO TINGGI KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN

Marvi Putri Fransiska1, Nurhadi2, Fachrul Reza2

¹Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat ²Dosen Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

marviputri@gmail.com ABSTRACT

Paddy frog (Fejervarya cancrivora) are vertebrate animals whose natural habitatis in the rice fields. Environmental conditions that continue to suffer damage lead to loss of natural habitat of paddy frog, thus causing reduced populations of paddy frog. In relation to that conducted research on the population density ofpaddy frog (Fejervarya cancrivora) in the rice field Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan and also measuring factor of environmental chemistry physics. The type of this research was Deskriptive research using transect line along 100 m consisting of 10 plot measuring 10 x 10 m systematic arranged. Sampling done with two observations of dark weater and bright weather. Based on the research that has been done on Rice field in Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan can be concluded that the population density of paddy frog (Fejervarya cancrivora)was 0,47 individuals/m2 and environmental chemical physick at study sites were in optimal

range for paddy frog life.

Keywords: Paddy Frog, Rice Field, Population

PENDAHULUAN

Katak sawah merupakan salah satu hewan vertebrata dari kelas Amphibia yang habitat alaminya di persawahan. Katak sawah (Fejervarya cancrivora) dikenal dengan nama lain Rana cancrivora (Iskandar, 1998).Katak sawah dapat hidup di hutan primer hingga area persawahan. Di hutan primer jenis ini sedikit dijumpai, akan tetapi berlimpah di persawahan(Kurniati,

2016).Salah satu ciri dari katak sawah yaitu terdapat bintil–bintil memanjang paralel dengan sumbu tubuh, terdapat satu bintil metatarsal dalam, selaput selalu melampaui bintil subartikular terakhir jari-jari ke 3 dan ke 5.Tekstur kulit kasar, ukuran tubuh biasanya sekitar 100 mm tetapi dapat mencapai 120 mm(Kusrini, 2013).

Banyakfaktor yang dapat menjadi penyebab menurunnya populasi katak di alam.Ancaman utama (90%)

(2)

2

terhadap populasi katak adalah kerusakan habitat.Beberapa jenis amfibi sensitif terhadap fragmentasi hutan karena mempunyai kemampuan penyebaran yang terbatas. Perubahan habitat hutan seperti adanya pembalakan liar atau aktifitas lainnya dapat mengurangi kemampuan satu jenis untuk bertahan hidup (Rahman, 2009).

Kondisi lingkungan yang terus mengalami kerusakan menyebabkan hilangnya habitat alami katak sawah. Hal tersebut menyebabkan populasi katak sawahakan berkurang(Satyawan, 2000).Beberapa penelitian tentang kepadatan populasi katak sawah telah dilakukan, diantaranya Saputra (2014) melaporkan menemukan sebanyak 403 individu katak sawah dengan kepadatan 1,01 individu/m2di

persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat. Yeni (2014) melaporkan menemukan katak sawah sebanyak 55 individu dengan kepadatan0,55 individu/m2di persawahan Bungo

Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan.Kemudian Kurniati & Eko (2016) melaporkan kepadatan kodok Fejervarya cancrivora di persawahan daerah

Kabupaten Kerawang, Jawa Barat Pada Tahun 2016 yaitu untuk persawahan berair sedikit sampai kering(1)anakan atau jevenil adalah 0,33 individu/m2, (2)pra-dewasa

adalah 0,04 individu/m2, (3) dewasa

adalah 0,005 individu/m2. Populasi untuk persawahan berair banyak yaitu (1) anakan adalah 0,89 individu/m2, (2) pra-dewasa adalah 0,08 individu/m2, (3) dewasa adalah 0,01 individu/m2.

Jorong Koto Tinggi merupakan salah satu Jorong yang terletak di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan. Sebagian besar dari masyarakat setempat mata pencariannya bertani. Jorong Koto Tinggi memiliki areal persawahan seluas 65 Ha. Dalam pemberantasan hama padi petani setempat menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida di sawah mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan karena terbunuhnya organisme non-hama seperti katak sawah, sehingga sedikit ditemukan telur dan berudu katak di sawah (Salikin, 2013).Hasil penelitian menunjukkan bahwa amfibi rentan terhadap senyawa-senyawa seperti

(3)

3

logam berat, produk petroleum, herbisida dan pestisida (Sparling et al. 2000dalam Kusrini 2007).Keberadaan katak sawah juga bisa dijadikan bio-indikator kerusakan lingkungan. Keberadaan jenis-jenis katak yang umum dijumpai pada habitat yang terganggu merupakan indikasi awal bahwa suatu habitat mulai mengalami gangguan (Ario, 2010).

Katak sawah adalah hewan vertebrata yang berperan penting keberadaannya di persawahan yaitu sebagaipemangsa konsumen primer hewan invertebrata seperti serangga (Mistar, 2003). Hal ini dapat mengurangi populasi serangga yang ada di persawahan. Apabila jumlah serangga di persawahan berkurang maka akan menganggu terhadap populasi katak sawah, sehingga terjadi ketidak seimbangan ekosistem. Penurunan populasi katak sawah di alam mengakibatkan keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem terganggu.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kepadatan populasi katak sawah (Fejervarya cancrivora) di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok

Selatandan faktor fisika kimia lingkungan yang mempengaruhi populasi katak sawah

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April 2017 di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan, sedangkan identifikasi sampel langsung dilokasi penelitian.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, senter, batrai, sarung tangan, kertas label, meteran, tangguk, tali rafia, suntik, kapas, karung, botol koleksi, spidol dan alat-alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70% dan 96% untukpembiusan dan pengawetan sampel. Untuk pengukuran faktor lingkungan menggunakan Termometer (pengukuran suhu udara dan suhu air), Termohigrometer (pengukuran kelembaban udara) dan kertas indikator pH air..

Metode penelitianini adalah penelitian Deskriptif dengan menggunakan Line Transek sepanjang 100 m yang terdiri dari 10 plot masing-masing plot berukuran 10 x 10

(4)

4

m yang tersusun secara sistematik.Pemasangan Line transek dengan memotong garis elevansi. Pembuatan line transek dilakukan satu hari sebelum penelitian. Kondisi sawah yang dijadikan ltempat penelitian yaitu sawah yang telah diolah oleh petani dan belum ditanami padi. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua kali pengamatan yaitu pada cuaca gelap dan cuaca terang. Penangkapan katak sawah dilakukan pada malam hari pukul 18.30-23.00 WIB.

Penangkapan katak sawah dilakukan dengan menyinari mata katak menggunakan senter agar buta, sesaat kemudian katak ditangkap menggunakan tangguk dan tangan. Sampel yang telah ditangkap kemudian dimasukan dalam karung yang sudah diberi label menggunakan spidol.Kemudian sampel disortir dan dilakukan pembuisan. Pembiusan sampel dilakukan dengan cara memasukkan katak ke dalam kotak plastik yang sudah berisi kapas dan diberi Klorofom, setelah katak lemas suntikkan alkohol 96% dari belakang kepala sampai masuk ke dalam otak.

Penyuntikan dengan alkohol ini akan membuat katak mati dalam keadaan lemas sehingga bentuk dari spesimen mudah diatur. Kemudian sampel dimasukan kedalam botol koleksi yang sudah sudah berisi alkohol 70 % dan diberi label nomor masing-masing plot.

Pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran faktor lingkungan (suhu air, suhu udara, kelembaban udara dan pH air).

Analisis data bertujuan untuk menghitung kepadatan populasi katak sawah yang ditemukan pada sawah. Dalam penelitian ini dilakukan analisis menggunakan rumus sebagai berikut:

K= Jumlah individu/ Luas areal plot (m2)

(Suin, 2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian tentang kepadatan populasi katak sawah di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

(5)

5

Tabel 1. Jumlah individu katak sawah yang ditemukan di persawahan jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan

Plot

Waktu Pengambilan Sampel

Jumlah Kepadatan Populasi (Individu/m2) Ulangan I Ulangan II I 1 3 4 0,04 II 0 3 3 0,03 III 1 2 3 0.03 IV 2 3 5 0,05 V 1 1 2 0,02 VI 2 0 2 0,02 VII 1 1 2 0,02 VIII 3 5 8 0,08 IX 3 5 8 0,08 X 4 6 10 0,10 Jumlah 18 29 47 0,47

Dari Tabel 1 jumlak katak sawah yang didapatkan yaitu 47 ekor dengan dua kali pengambilan sampel yaitu pada ulangan I dengan keadaan cuaca gelap jumlah katak sawah yang ditemukan lebih banyak yaitu berjumlah 29 ekor sedangkan pada ulangan II dengan keadaan cuaca terang jumlah individu katak sawah yang ditemukan yaitu 18 ekor. Kepadatan populasi total katak sawah yaitu 0,47 individu/m2.

Pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran faktor lingkungan.Parameter fisika dan kimia merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan katak sawah.Pengukuran faktor fisika dan kimia dilakukan pada malam hari pukul 18.30-23.00 WIB selama 15 menit pada saat pengambilan.Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia lingkungan dapat dilihat dari Tabel 2 di bawah ini.

(6)

6

Tabel 2. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia lingkungan di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan

Waktu Pengambilan Sampel Parameter Keadaan Cuaca Suhu air (ºC) Suhu udara (ºC) Kelembaban udara (%) pH Ulangan I 26 27 80 7 Cerah/terang Ulangan II 22 23 90 7 Hujan/gelap

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan dengan pembuatan Line transek sepanjang 100 m yang terdiri dari 10 plot yang berukuran 10 x 10 m dengan dua kali pengamatan yaitu pada cuaca gelap dan cuaca terang didapatkan jumlah individu katak sawah yang ditemukan yaitu sebanyak 47 ekor dengan kepadatan populasi sebesar 0,47 individu/m2. Hasil penelitian ini jauh berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra (2014) mendapatkan jumlah katak sawah sebanyak 403 individu selama dua bulan yaitu pada bulan Agustus sanpai September 2014 dimana pada bulan Agustus ditemukan sebanyak

223 individu dan bulan September sebanyak 180 individu dengan 6 lokasi penelitian.Berbeda pula penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2014) mendapatkan jumlah katak sawah sebanyak 55 individu selamadua minggu dengan 4 kali pengambilan sampel.

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat kepadatan populasi katak sawah paling banyak ditemukan pada plot X yaitu 0,1 individu/m2, hal ini

dikarenakan pada plot X katak sawah yang ditemukan banyak bersembunyi pada rumput-rumput pematang dan ukuran pematang yang besar serta air genangan air pada plot ini sedikitsehingga memudahkan dalam pengambilan sampel. Kepadatan populasi terendah ditemukan pada plot V,VI, dan VII yaitu 0,02

(7)

7

individu/m2, hal ini disebabkan oleh

genangan air sawah yang cukup banyak serta keadaan pematang berukuran kecil dan rumput-rumpatan untuk katak sawah bersembunyi sedikit maka kepadatan katak sawah yang ditemukan sedikit.Saputra (2014) mengatakan rumput-rumputan di pematang sawah dimanfaatkan bagi katak sawah sebagai tempat berlindung mencari makan dan bereproduksi.

Adanya perbedaan dalam perolehan jumlah individu katak sawah yang didapatkan ini juga dipengaruhi oleh luas area, lama waktupenelitian, cuaca dan keadaan sawah. Luas wilayah dalam penelitian ini yaitu 100 m yang terdiri dari 10 plot yang berukuran 10 x 10 m dengan dua kali pengambilan sampel sedangkan luas penelitian Saputra (2014) yaitu 400 m yang berukuran 20 x 20 m dengan 6 lokasi berbeda maka populasi katak sawah yang diapatkan lebih banyak.

Rendahnya kepadatan populasi katak sawah ini juga diduga karena ketersediaan makanan dan aktifitas petani sedangkan faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap

keberadaan katak sawah.Pada waktu pengambilansampel dan jumlah individu katak sawah yang didapatkan masing-masing plot (Tabel 1) diperoleh pada ulangan I dengan keadaan cuaca terang dan langit cerah jumlah individu katak sawah yang didapatkan sebanyak 18 individu. Pada ulangan ke II dengan keadaan cuaca gelap dengan kondisi bulan tertutup awan dan hujan individu katak sawah yang didapatkan lebih banyak yaitu 29 individu.Menurut Kurniati (2016) katak sawah banyak pada persawahan yang selesai dibajak, musim hujan dan bulan gelap sedangkan katak sawah didapatkan dalam jumlah sedikit pada persawahan yang telah ditanami padi, musim kemarau dan bulan terang.

Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 diperoleh suhu udara dilokasi penelitian berkisar antara 22-26ºC dan suhu air berkisar antara 23-27ºC. Katak sawah selalu berasosiasi dengan air untuk bertelur dan berkembang biak. Menurut Priyono (2001) dalam

(8)

8

Saputra (2004) menyatakan bahwa katak sawah bisa hidup sekitar 26-33ºC. Data pH air dilokasi penelitian diperoleh kisaran pH 7 yang menunjukan kondisi air di lokasi penelitian bersifat netral. Payne (1986) dalam Winata (2015) menyatakan bahwa kisaran pH air yang berada di tropis adalah antara 4,3 sampai 7,5.

Kelembaban udara di lokasi penelitian berkisar antara 80-90%. Hal tersebut menunjukan kondisi

kelembaban cukup

tinggi.Kelembaban di lokasi penelitian cukup tinggi hal ini disebabkan keadaan cuaca saat pengambilan sampel. Iskandar (1998) menyatakan Amphibia memerlukan kelembaban yang cukup untuk melindungi diri dari kekeringan pada kulitnya. Karakteristik faktor lingkungan lokasi penelitian ini menunjukan kesesuaian bagi kehidupan katak sawah.

Kepadatan katak sawah juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan.Makanan katak sawah terutama serangga dan hewan invertebrata kecil lainnya.

Penggunaan pestisida oleh petani dalam pemberantasan hama padi dapat menggangu populasi katak sawah. Penggunaan pestisida di sawah mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan karena terbunuhnya organisme non-hama seperti katak, sehingga sedikit ditemukan telur dan berudu katak di sawah (Salikin, 2013).Kemudian Ezemonye dan Ilechie (2007) dalam Sari (2016) menunjukan bahwa Amphibia yang hidup di lahan tercemar pestisida cenderung mengalami gangguan fisiologi dan bahkan menunjukan tingkat kematian yang tinggi.

Pestisida adalah zat senyawa kimia yang beracun.Para petani di Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi sebanyak 2 kali

penyemprotan. Dimana,

penyemprotan dlilakukan pada saat padi berumur 1 bulan dan 2 bulan pada saat padi mulai berbunga. Selain melakukan penyemprotan petani juga melakukan pemberian pupuk kimia pada persemaian

(9)

9

berumur 18 hari sebelum ditanamkan dan saat padi berumur 1 bulan.

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia juga harus segera dikontrol baik takaran maupun rentang penggunaannya.Pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang terus meningkat di negara-negara berkembang juga menjadi ancaman yang besar bagi kelestarian berbagai jenis Amphibia yang hidup di kawasan pertanian dan pemukiman (Mistar, 2003). Penggunaan pestisida dan pupuk kimia di persawahan menyebabkan terganggunya habitat alami katak sawah.Karena seluruh siklus hidup katak sawah dilakukan di persawahan.

Berkurangnya kepadatan populasi katak sawah, menyebabkan ekosistem menjadi tidak seimbang karena katak sawah juga mempunyai potensi yang besar untuk menanggulangi hama serangga (sibernetik) karena pakan utama katak sawah adalah serangga dan larvanya. Selain itu katak sawah juga mempunyai nilai ekonomis dan dapat mendatangkan keuntungan melalui perdagangan, serta banyak fungsi dan manfaat katak sawah.Oleh sebab

itu, kebaradaan katak sawah di alam harus tetap dijaga dan dipertahankan.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang kepadatan populasi katak sawah (Fejervarya cancrivora) di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan, maka dapat disimpulkan yaitu Kepadatan populasi katak sawah (Fejervarya cancrivora) di persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan yaitu 0,47 individu/m2dan faktor fisika kimia lingkungan di lokasi penelitian masih berada kisaran yang optimal untuk mendukung kehidupan katak sawah.

DAFTAR PUSTAKA

Ario. 2010. Panduan Lapangan

Satwa Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango. Conservation International Indonesia. Jakarta.

Kanna,I. 2005. Bullfrog Pembenihan dan Pembesaran – Seri

Budidaya. Kasinius.

Yogyakarta.

Kurniati, H & Eko S. 2016.Kepadatan Kodok Fejervarya cancrivoraDi

(10)

10

Kabupaten Kerawang, Jawa Barat Pada Tahun 2016. Puslitbang BiologiLIPI: Cibinong.

Kusrini. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amphibia Jawa Barat. Fakultas Kehutanan IPB & Direktorat Konservasi Dan Keanekaragaman Hayati: Bogor.

Kusrini. 2007. Konservasi Amfibi Di Indonesia: Masalah Global Dan Tantangan. Media Konservasi Vol. XII, No. 2 : 89-95

Iskandar,D.T. 1998. Amphibia Jawa Dan Bali LIPI Seri Panduan Lapangan. Puslitbang LIPI: Bogor

Mistar. 2003. Panduan Lapangan Anfibi Kawasan Ekosistem

Leuser.The Gibbon

Foundation & PILI-NGO Movement: Bogor.

Nurcahyani, N, M. Kanedi dan E.S

Kurniawan. 2009.

Inventarisasi Jenis Anura Di Kawasan Hutan Sekitar Waduk Batutegi, Tanggamus, Lampung.Skripsi Biologi

FMIPA Universitas

Lampung.

Radiopuetro. 1988. Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Rahman, Luthfia Nuraini. 2009. Penurunan Populasi Amfibi Dunia: Apa Penyebab Dan Upaya Pencegahannya.

Jurnal Fakultas Kehutanan IPB.

Salikin, AK. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius

Saputra, D., TR. Setyawati & AH.Yanti.2014. Karakteristik Populasi Katak Sawah (Fejervarya Cancrifora) Di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat.Jurnal Protobiont. 3 (2) : 81 – 86 Sari, Yelvita.,Djong, Hon jong.,

Resti Rahayu. 2016. Gambaran Darah Katak Fejervarya limnocharis di

Lahan Pertanian

yangMenggunakan Pestisida di Sumatera Barat.Biogenesis Jurnal Ilmia Biologi.4 (2) : 115 – 121.

Satyawan, Noah Muada. (2000) Keanekaragaman Jenis Amphibia (Ordo Anura) Di Kawasan Taman Wisata Alam Suranadi–Lombok Barat.SkripsiHMPS Biologi FKIP Unram. Mataram. Soemarno. 2010. Ekosistem Sawah.

http://ekosistemsawah.html.di akses tanggal 5 Januari 2017. Suin. N.M. 2006. Ekologi Hewan

Tanah. Jakarta. BumiAksara Winata, Egi Yhuda. (2015). Jenis–

Jenis Katak (Amphibi: Anura) Di DesaKepenuhan Hulu Kecamatan Kepenuhan Hulu Kabupaten Rokan Hulu Profinsi Riau. Skripsi

(11)

11

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pangaraian.

Yeni, Y.A, M. Wati, A. Lusi Z. (2014). Kepadatan Populasi

Katak Sawah (Rana

Cancrivora Gravenhorst) Yang Ditemukan Di Bungo Pasang Kecamatan Iv Jurai Kabupaten Pesisir Selatan.

Skripsi Program Studi

Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumbar.Padang

Referensi

Dokumen terkait

Dua kunci dalam public relations krisis dan public relations bencana adalah bagaimana memiliki perencanaan terkini dalam menghadapi krisis yang dapat dilaksanakan dan

Dari hasil penelitian pada KWT Mekar Sari di Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan dan pengetahuan anggota KWT Mekar

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Budaya Tudang Sipulung (BTS) Terhadap Hasil

atau Perusahaan yang dikendalikan kepada anggota direksi, dewan Komisaris dan/atau Pemegang Saham utama atau Perseroan, yang selanjutnya sesuai dengan kebijakan Perusahaan dan

Menetapkan : KEPUTUSAN PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN III DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK KEMENTERIAN AGAMA TENTANG PEMBERIAN BANTUAN SUBSIDI UPAH BAGI

Pelaksanaan kegiatan Monev Triwulan IV tahun anggaran 2017 dilaksanakan dalam periode 3 bulan dari bulan Oktober – Desember 2017, yang dilakukan terhadap kegiatan

Berdasarkan data hasil penelitian, maka dapat didiskripsikan hubungan antara pengetahuan ibu balita usia 7-36 bulan tentang ASI Eksklusif dengan kegagalan ibu dalam

Berisi gerakan pelemasan lari keliling lapangan dan evaluasi kegiatan (10menit). Pemanasan dipimpin oleh salah satu seorang siswa, pengajar memperagakan bentuk pembelajaran,