• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN pengikatan kemuka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN pengikatan kemuka"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN JUDUL

TUGAS PRAKTIKUM ASISTENSI

SURVEI HIDROGRAFI

Laporan Praktikum Pengukuran Simulasi Survei

Hidrografi dengan Pengikatan Kemuka

Wilayah 2 Parkiran Gedung Robotika

Oleh : Kelompok 5

Evasari Aprilia 3513100004 Lilik Widiastuti 3513100009 Deasy Rosyida R 3513100016 Gatot Cakra Wiguna 3513100021 Deni Ratnasari 3513100040 Adib Zaid Nahdi 3513100038 Niqmatul Kurniati 3513100044 Rahmat Budiman 3513100053 Argatyo Prayuda 3513100063 Sri Indah Nur Bayuh 3513100089

Dosen: Khomsin, ST., MT.

Ir. Yuwono, MT Akbar Kurniawan, S.T, M.T

Jurusan Teknik Geomatika

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan “Pengukuran Simulasi Survei Hidrografi dengan Pengikatan Kemuka Wilayah 2 Parkiran Gedung Robotika” dengan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografis.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :

1 Khomsin, ST., MT. Dan Ir. Yuwono, MT selaku dosen pengajar mata kuliah Survey Hidrografi

2 Akbar Kurniawan S.T.,M.T dan selaku dosen responsi mata kuliah Survey Hidrografi Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen pengajar dan responsi mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan. Aamiin.

Surabaya, 22 April 2016

(3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iii DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR TABEL...vi BAB I . PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Tujuan Praktikum...1 1.3 Manfaat...1

1.4 Tempat dan Waktu Pengukuran...2

BAB II DASAR TEORI...3

2.1 Survei Hidrografi...3

2.1.1Tahap-tahap pelaksanaan survey hydrografi ini adalah:...4

2.1.2 Peralatan Survey Hidrograf...8

2.2 Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal...9

2.3 Macam-macam Kesalahan Pengukuran dan Cara Mengatasinya...10

2.3.1 Kesalahan pengukuran karena alat ukur...10

2.3.2 Kesalahan pengukuan karena benda ukur...11

2.3.3 Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur...11

2.3.4 Kesalahan karena faktor lingkungan...13

2.4 Jarak pada Survei dan Pemetaan...14

2.4.1Pengklasifkasian Pengukuran Jarak...15

2.5 Azimuth dan Sudut Jurusan...16

2.6 Pengikatan Kemuka...17

2.6.1 Prosedur Pengikatan Kemuka...19

2.7 Total Station...20

2.7.1 Manfaat Total Station...20

2.7.2 Prinsip Kerja Total Station...21

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM...22

3.1 Waktu Dan Lokasi...22

3.2 Alat dan Bahan...22

3.2.1 Alat...22

(4)

3.3 Pelaksanaan Praktikum...26

3.3.1 Diagram Alir PraktikuM...26

3.3.2 Penjelasan Diagram Alir...27

BAB IV HASIL DAN ANALISA...29

4.1 Hasil...29 4.2 Analisa...31 BAB V SIMPULAN...33 5.1 Simpulan...33 5.2 Saran...33 DAFTAR PUSTAKA...34 LAMPIRAN...35

(5)

DAFTAR GAMBAR

gambar 1: Pengamatan pasang surut...5

gambar 2: Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik...6

gambar 3: Pengukuran dengan menggunakan Side Scan Sonar (SSS)...9

Gambar 4: pengukuran dengan metode Triangulasi, Trilaterasi, Triangulaterasi...10

Gambar 5: penentuan posisi menggunakan metode Poligon, Pengikatan kemuka, Pengikatan kebelakang...10

Gambar 6: Orde jaring kontrol horizontal...10

Gambar 7: Pengukuran Jarak...15

Gambar 8: Prinsip Ikatan Kemuka...18

Gambar 9: Prosedur Pengikatan Kemuka...19

Gambar 10: Bagian Dari Total Station...21

Gambar 11: Total Station...22

Gambar 12: Statif...22

Gambar 13: Payung...22

Gambar 14 : Roll Meter...23

Gambar 15: Kompas...23

Gambar 16: Stopwatch...23

Gambar 17 : Alat Tulis...23

Gambar 18: Laptop...24

Gambar 19: Patok...24

Gambar 20: Mouse...24

Gambar 21 : AutoCAD Land Desktop...24

Gambar 22: Microsoft Exel...25

Gambar 23: Microsoft word...25

Gambar 24: Microsoft Power Point...25

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pembagian tugas pratikum...26 Tabel 2: Koordinat hasil pengukuran pengikatan kemuka dari titik A dan titik B...30 Tabel 3 : Hasil rata-rata koordinat dari titik A dan titik B adalah sebagai berikut...31

(7)

BAB I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada metode penentuan posisi secara horizontal, salah satu metode yang digunakan adalah menggunakan metode pengikatan ke muka. Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri target (rambu ukur/benang, unting– unting) yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut.

Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Metode pengikatan ke muka menggunakan bentuk dasar dari perhitungan sederhana dari segitiga menggunakan aturan rumus sinus dan cosinus. Sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitiganya.

Pada praktikum yang dilakukan saat ini merupakan bentuk simulasi sebelum dilakukannya survey hidrografi dengan memanfaatkan metode pengikatan ke muka dalam menentukan perhitungannya. Dengan metode pengikatan ke muka untuk survey hidrografi dapat dilakukan penentuan posisi kapal yang memanfaatkan pengukuran jarak dan sudut dari dua buah titik yang telah diketahui koordinat atau dua buah titik dari tempat berdirinya alat.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum penentuan posisi adalah:

1. Mahasiswa mampu membuat rencana desain arah, jarak dan sudut dengan alat total station dan stopwatch

2. Mahasiswa mampu mengukur jarak dan sudut pada alat total station 3. Mahasiswa mampu mengolah data hasil pengukuran

4. Mahasiswa mampu mengetahui koordinat hasil pengolahan data hasil pengukuran

5. Mahasiswa mampu menggambar/melakukan plotting hasil koordinat, jarak, dan sudut yang telah dibidik sesuai dengan letak titik dilapangan

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum penentuan posisi adalah: 1. Mahasiswa mengetahui cara membidik suatu titik

(8)

3. Mahasiswa dapat menggambarkan koordinat titik yang dibidik

1.4 Tempat dan Waktu Pengukuran

Tempat Pelaksanaan : Parkiran Robotika Wilayah 2 Hari/Tanggal Pelaksanaan: Kamis, 21 April 2016

(9)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Survei Hidrografi

Hidrografi (atau geodesi kelautan menurut pandangan awam) adalah ilmu tentang pemetaan laut dan pesisir. Hidrografi menurut International Hydrographic Organization (IHO) adalah ilmu tentang pengukuran dan penggambaran parameter-parameter yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan geografisnya dengan daratan, serta karakteristik-karakteristik dan dinamika-dinamika lautan. Secara etimologi, Hidrografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “hidro” yang berarti air dan “grafi” yang berarti menulis, hidrografi artinya gambaran permukaan bumi yang digenangi air.

Survey hidrografi menurut sekelompok Ahli dari PBB tahun 1979

Hidrografi adalah suatu ilmu yang melakukan pengukuran, menguraikan, dan mengembangkan tentang:

1. Sifat-sifat dan Konfigurasi dasar laut yang dihasilkan oleh kegiatan survey bathimetrik, geologi dan geofisika.

2. Hubungan geografis (antara laut, perairan) dengan daratan terdekat yang dihasilkan dengan kegiatan positioning _ Garis pantai.

3. Sifat dan dinamika air laut, yang dihasilkan lewat pengukuran/pengamatan pasang surut, arus laut, gelombang dan sifat fisik air laut.

Definisi Ilmu Hidrografi Lama (tradisional), tahun 1960: Hanya terbatas pada pengertian survey dan pemetaan batimetrik, disertai penentuan posisi yang berkaitan dengan pemetaan batimetri itu sendiri. Dari Definisi Tersebut ,Ahli Hidrografi,Ahli Oceanografi,Ahli Geofisika,Ahli Geologi mengelompokkan kegiatan hidrografi kedalam 3 kegiatan,yaitu:

1. Pantai (coastal)

Pengembangan Pelabuhan, masalah erosi pantai, penggunaan jasa pelabuhan, pemeliharaan keamanan lalulintas pelayaran pantai (coastal waters)

2. Lepas Pantai (offshore)

Pengadaan data dan informasi hidrografis sbg. Kelanjutan dari zone pantai (coastalzone) s/d kedalaman 200m, pertambangan sumber daya alam mineral termasuk hidrokarbon (crude oil) dan pengadaan data dan informasi utk. Manajemen perikanan 3. Lautan Bebas (oceanic)

(10)

2.1.1 Tahap-tahap pelaksanaan survey hydrografi ini adalah:

a. Survey pendahuluan

Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di lokasi survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan survey. Adapun langkah dalam survey pendahuluan yang akan dilakukan sesuai dengan spesifkasi teknis adalah sebagai berikut :

1. Identifkasi tugu / BM (Benchmark) referensi yang akan dipakai acuan dalam pekerjaan adalah tugu orde 1 atau 2 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal dan BPN.

2. Identifkasi lokasi stasiun pasang surut terdekat ke lokasi survey.

3. Identifkasi dan pemilihan lokasi-lokasi rencana pemasangan tugu (BM) dan stasiun pasut disekitar lokasi survey.

4. Penentuan lokasi awal dimana pengukuran sounding akan dimulai.

5. Mengisi formulir survey serta membuat deskripsi informasi pencapaian lokasi titik BM dan stasiun pasut yang ada maupun rencana, serta informasi-informasi lainnya yang dianggap penting.

b. Penyediaan titik kontrol horizontal

Penentuan jaring kontrol horizontal bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi kegiatan pekerjaan selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu diikatkan pada titik tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang ditetapkan tahun 1996 dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional WGS-84.

c. Pengamatan pasang surut

Fonomena pasang surut laut didefnisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu. Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrograf perlu ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.

(11)

Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.

gambar 1: Pengamatan pasang surut

Dari gambar di atas diperoleh hubungan sebagai berikut : rt= (Tt-Ho+Zo)

Dengan :

rt = besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada –t

Tt = kedudukan pengukuran laut sebenarnya pada waktu –t Ho = keadaan permukaan laut rata-rata

Zo = kedalaman muka surutan di bawah MSL

d. Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik

Pada teknologi ini satu receiver GPS akan dipasang pada titik kontrol darat dengan ketelitian tinggi yang terikat dengan titik tetap bakosurtanal dan akan berfungsi sebagai Referensi_Station sedangkan receiver lainnya dipasang di kapal survey dan berfungsi sebagai Rover_Station. Pengamatan absolut posisioning di titik Referensi Station akan menghasilkan koordinat baru yang berbeda dengan koordinat fx nya. Besarnya perbedaan nilai ini dinamakan sebagai koreksi differensial dan dihitung untuk tiap signal satelit. Melalui gelombang UHF data link dalam format standarRCTM-104 koreksi ini dikirimkan setiap saat dari Referensi Station ke Rover Station melalui antena defferensial untuk kemudian di aplikasikan pada tiap signal satelit yang diterima oleh Rover Station. Dengan cara ini maka secara real time nilai koordinat Rover akan dapat ditentukan dengan ketelitian

(12)

yang optimal (cm sd. submeter ) untuk penentuan posisi pada pekerjaan-pekerjaan hydrograf.

gambar 2: Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik

e. Penentuan garis pantai

Penentuan posisi garis pantai adalah penentuan posisi tanda permukaan air laut tertinggi (High Water Mark) di pantai. Pada daerah yang cukup terbuka, pengukuran dilakukan menggunakan GPS dengan metode stop and go dan untuk daerah yang relatif tertutup oleh tumbuhan (hutan bakau) pengukuran dilakukan menggunakan total station.

Ada 3(tiga) kriteria dalam penetapan garis pantai untuk acuan pengukuran yaitu :

1. Untuk daerah pantai yang landai maka garis pantai ditetapkan sebagai posisi air pada kondisi pasang tertinggi.

2. Untuk daerah pantai yang mempunyai hutan bakau garis pantai ditetapkan pada ujung terluar dari hutan bakau tersebut.

3. Untuk daerah pantai berbentuk tebing garis pantai diambil pada garis batas tebing tersebut.

Kerapatan pengukuran untuk garis pantai adalah maksimum 50 m untuk pantai yang relatif lurus (teratur) dan lebih rapat untuk bentuk garis pantai yang tidak teratur. Selain posisi, keterangan mengenai kondisi pantai juga merupakan hal penting yang akan direkam. Pengolahan data dilakukan dengan cara post processing dan selanjutnya data posisi dan keterangan obyek akan menjadi input pada proses penggambaran fnal.

(13)

f. Pemrosesan data

Tahap pengolahan data merupakan bagian terintegrasi dari rangkaian pekerjaan survey hydrograf secara keseluruhan dengan tujuan untuk mendapatkan data kedalaman yang benar. Beberapa koreksi yang harus dilakukan pada data hasil ukuran kedalaman terjadi akibat kesalahan-kesalahan sebagai berikut:

1. Kesalahan akibat gerakan kapal (sattlement dan squat) 2. Kesalahan akibat draft tranduser

3. Kesalahan akibat perubahan kecepatan gelombang suara, dan 4. Kesalahan lainnya yang perlu untuk diperhitungkan.

Selain itu angka kedalaman juga harus diredusir kepada suatu bidang acuan kedalaman yaitu Low Water Spring (LWS) (tergantung penetapan). Hubungan matematika koreksi-koreksi di atas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Do = Du + Dkgs D1 = Do + Dsss D2 = D1 + Dsr Dimana :

Du = bacaan kedalaman yang diperoleh dari pengukuran Do = kedalaman suatu titik tegak lurus dibawah tranduser D1 = kedalaman suatu titik terhadap permukaan laut D2 = kedalaman suatu titik terhadap muka surutan Dkgs = koreksi kecepatan gelombang suara

Dsss = koreksi sarat tranduser Dsr = koreksi surutan

g. Koreksi surutan

Koreksi surutan diberikan untuk mereduksi seluruh data ukuran kedalaman kedalam suatu bidang acuan yang disebut Chart Datum yang mana dalam hal ini didefnisikan sebagai Low Water Spring (LWS). Besarnya nilai koreksi surutan ini diperoleh dari hasil analisa pasut seperti dijelaskan di atas.

Dengan menggunakan perangkat lunak Hypack, pemberian koreksi syarat tranduser, sattlement dan squat serta pengaruh perbedaan kecepatan gelombang suara secara otomatis dikerjakan

(14)

pada waktu pelaksanaan pengukuran di lapangan, sehingga data ukuran yang diperoleh sudah terbebas dari pengaruh kesalahan-kesalahan tersebut. Jadi pada tahap pemrosesan, data-data yang diperoleh tinggal direduksi ke bidang acuan kedalaman/chart datum.Setelah data hasil ukuran kedalaman dikoreksi kemudian data-data tersebut yaitu data posisi dan waktu akan disimpan kedalam format ASCII dengan format : Bujur, Lintang, Kedalaman(m) dan Waktu.

h. Penyajian data

Setelah semua data lapangan selesai diolah dan sudah dalam bentuk digital dengan format B,L,H,T (bujur, lintang, kedalaman, waktu) kemudian di eksport ke dalam format drawing menggunakan LDD. Data gambar pertama yang akan tempil adalah berupa point, deskripsi, elevasi dan no.point yang tersimpan dalam layer berbeda. Kemudian dengan menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada dalam software tersebut kita akan melakukan fltering, surfacing, conturing dan interpolasi. Produk akhir dari prosesing ini akan diperoleh peta bathimetri digital dalam format DWG/DXF yang kemudian akan dicetak dengan skala yang diinginkan. Unsur-unsur yang akan disajikan pada peta batimetri tersebut meliputi :

1. Angka kedalaman dengan kerapatan 1 cm pada skala peta 2. Kontur kedalaman

3. Garis pantai dan sungai 4. Tanda atau sarana navigasi 5. Informasi dasar laut, dll

Sistem proyeksi yang dipakai pada pembuatan peta batimetri ini menggunakan sistem Transver Mercator (TM) dengan datum WGS 84, sedangkan sistem koordinat grid yang akan dipakai adalah UTM (Easting, Norting, Kedalaman) maupun Geodetik (Lintang, Bujur, Kedalaman).

2.1.2 Peralatan Survey Hidrografi

a. Echosounder

Untuk pemetaan dasar laut, Sistem Echosounder berkas banyak akan lebih sering digunakan di masa mendatang, sebagai pelengkap dari Singlebeam Echosounder yang telah banyak digunakan pada

(15)

beberapa akademik. Multibeam sonar/Echosounder memberikan kerapatan titik-titik kedalaman yang lebih tinggi dibanding Singlebeam Echosounder, jangkauan spasi lajur pemeruman yang lebih jauh ,dimana semua faktor tersebut tentunya dapat menunuikan waktu dan biaya survei.

b. Sidescanesonar (sss)

Side Scan Sonar mempunyai kemampuan menggandakan (menduplikasikan) beam yang diarahkan pada satu sisi ke sisi lainnya. Sehingga kita bias melihat ke kedua sisi, memetakan semua area penelitian secara efektif dan menghemat waktu penelitian. SSS menggunakan Narrow beam pada bidang horizontal untuk mendapatkan resolusi tinggi di sepanjang lintasan dasar laut (Klien Associates Inc, 1985).

Side Scan Sonar (SSS) dapat dipasang pada lunas kapal atau ditarik di belakang kapal. Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat pada gambar . Pada gambar tersebut terlihat bahwa SSS mentransmisikan pulsa akustik secara menyamping terhadap arah perambatan. Dasar laut dan objek merefleksikan kembali (backscatter) gelombang suara pada system sonar. Instrumen SSS mendekati objek tiga dimensi dan menampilkan objek tersebut dalam bentuk citra dua dimensi. Oleh karena itu, SSS tidak hanya menampilkan objek, melainkan juga bayangan objek tersebut. Pembentukan objek bayangan SSS di ilusrasikan pada gambar.Keterangan pada gambar adalah sebagai berikut. (1) nilai kedalaman dari lintasan akustik, (2) sudut beam vertikal, (3) jarak akustik maksimum, (4) lebar sapuan lintasan dasar laut, (5) jarak SSS dengan permukaan air, (6) jarak pemisah antara port channel dan starboard channel, (7) lebar beam horizontal, (8) panjang bayangan akustik yang disesuaikan dengan tinggi target, (A) area sebelum pengambilan frst bottom (pada daerah ini tidak ada suara yang dihamburkan dan ditandai dengan warna hitam), (B) dan (F) tekstur dasar laut, (C) sudut objek yang bersifat sangat memantulkan dengan intensitas yang paling terang, (D) objek yang memantulkan dan (E)

(16)

bayangan dari target akustik (tidak ada pantulan disini).

gambar 3: Pengukuran dengan menggunakan Side Scan Sonar (SSS)

2.2 Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal

Survey untuk penentuan posisi dari suatu jaringan titik di permukaan bumi, dapat dilakukan secara terestris maupun ekstra-terestris. Pada survey dengan metode terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap target atau objek yang terletak di permukaan bumi. Dalam hal ini, metode-metode penentuan posisi terestris yang umum digunakan saat ini adalah metode poligon, metode pengikatan ke muka (intersection), metode pengikatan ke belakang (resection), atau kombinasi antara metode-metode tersebut.

Perlu juga dicatat di sini bahwa ada beberapa lagi metode penentuan posisi terestris, seperti triangulasi, trilaterasi, dan triangulaterasi. Tapi metode-metode ini sudah tidak banyak lagi digunakan, terutama setelah adanya metode penentuan posisi yang berbasiskan satelit.

(17)

Gambar 5: penentuan posisi menggunakan metode Poligon, Pengikatan kemuka, Pengikatan kebelakang.

Gambar 6: Orde jaring kontrol horizontal

2.3 Macam-macam Kesalahan Pengukuran dan Cara Mengatasinya

2.3.1 Kesalahan pengukuran karena alat ukur

Ada bermacam-macam sifat alat ukur. Kalau sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya.

2.3.2 Kesalahan pengukuan karena benda ukur

Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya

(18)

bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.

2.3.3 Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur

Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang digunakan.

a. Kesalahan Karena Kondisi Manusia

(19)

pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.

b. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan

Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.

Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.

c. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur

Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si

(20)

pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya.

Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:

Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana memeliharanya.

2.3.4 Kesalahan karena faktor lingkungan

Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.

(21)

Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan. Kesalahan dalam pengukuran dapat juga digolongkan menjadi kesalahan umum, kesalahan sistematis, kesalahan acak dan kesalahan serius. Berikut akan kita bahas macam-macam kesalahan tersebut.

a. Kesalahan Umum

Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang ketika mengukur termasuk dalam kesalahan umum. Kesalahan umum yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengamat. Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengamat kurang terampil dalam menggunakan instrumen, posisi mata saat membaca skala yang tidak benar, dan kekeliruan dalam membaca skala.

b. Kesalahan Sistematis

Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen disebut kesalahan sistematis. Kesalahan sistematis menyebabkan semua hasil data salah dengan suatu kemiripan. Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:

1. Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya. 2. Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya

penyesuaian pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat.

3. Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.

(22)

a. Standardisasi prosedur b. Standardisasi bahan c. Kalibrasi instrument d. Kesalahan Acak

Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak menentu bisa menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya, fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat pengukuran e/m (perbandingan muatan dan massa elektron). Fluktuasi (naik turun) kecil ini bisa disebabkan oleh adanya gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan baterai, dan kebisingan (noise) elektronik yang besifat acak dan sukar dikendalikan.

e. Kesalahan serius (Gross error)

Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagen yang digunakan, peralatan yang memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil yang jelas, tingkat mampu ulang yang sangat rendah dan lain lain.

2.4 Jarak pada Survei dan Pemetaan

Pengukuran jarak adalah penentuan jarak antara, dua titik di permukaan bumi,biasanya yang digunakan adalah jarakhorizontalnya atau pekerjaan pengukuranantara dua buah titik baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilaksanakan secara, serentak atau dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu jarak horizontal dan jarak miring.

Jarak horizontal adalah jarak yang apabiladiukur maka perbedaan tingginya adalah 0.Sedangkan jarak miring adalah hasilpengukurannya melibatkan kemiringan.Perlu Anda ketahui bahwa jarak yang dapatdigambarkan secara langsung pada petaadalah jarah horizontal, bukan jarak miring. Oleh karena itu, jarak horizontal AB yang akan digambarkan pada peta.

(23)

Gambar 7: Pengukuran Jarak

Cara pengukuran jarak horizontal yang sederhana pada daerah miring adalah sebagai berikut. Untuk jarak pendek dilakukan dengan merentangkan pita dan menggunakan waterpass sehingga mendekati horizontal. Untuk jarak yang panjang dilakukan secara bertahap.

Untuk daerah datar, pengukuran jarak tidak mengalami masalah. Namun ada kalanya pada daerah yang datar terdapat hambatan.Hambatan ini terutama terjadi pada daerah datar yang memiliki garis ukur yang panjang, yaitu adanya obyek penghalang seperti sungai atau kolam. Membuat garis tegak lurus terhadap garis ukur pada titik A sehingga diperoleh garis AC. Menempatkan titik D tepat ditengah-tengah AC. Kemudian menarik garis dari B ke D hingga di bawahtitik C. Kemudian membuat garis tegak lurus ke bawah terhadap garis AC dari titik C,sehingga terjadi perpotongan (titik E).

Jarak antara dua buah titik di bidang datar (2 dimensi) dapat diketahui dengan caraakar dari pertambahan selisih kuadran absisdengan selisih kuadrat ordinat kedua titiktersebut. Tahap-tahap Pengukuran Jarakdan Arah Berikut ini, adalah tahap-tahapyang harus Anda lakukan dalam memetakan suatu wilayah dengan alat bantu meteran dan kompas.

2.4.1 Pengklasifikasian Pengukuran Jarak

a. Pengukuran Jarak Langsung

Pengukuran jarak langsung biasanya menggunakan instrument atau alat ukur jarak langsung, misalnya pita ukur langkah, alat ukur jarak elektronik dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran jarak secara langsung diantaranya adalah : Kayu ukur, Rantaiukur

(24)

1. Jika panjang satu jalur melebihi panjang rantai, maka jalan rantai tersebut ditandai dengan batang penentu yang berwarna terang

2. Jalur-jalur rantai menjangkau daerah-daerah yang penting lainnya. 3. Titik yang diukur saling terlibat

a. Pengukuran jarak tidak langsung

Pengukuran ini biasanya menggunakan instrument ukur jarak tachymetry danmetode optic.Pengukuran jarak tidak langsung ada beberapa macam diantaranya pengukuran jarak dengan kira-kira. Cara ini dapat menggunakan langkah dan menggunakan skala pada peta. Tujuan yang akan dicapai dalam pengukuran jarak adalah membuat garis yang benar-benar lurus sehingga jaraknya dapat diukur dengan pasti.

2.5 Azimuth dan Sudut Jurusan

Azimuth ialah besar sudut antara utara magnetis (nol derajat) dengan titik/sasaran yang kita tuju, azimuth juga sering disebut sudut kompas, perhitungan searah jarum jam. Ada tiga macam azimuth yaitu :

a. Azimuth Sebenarnya, yaitu besar sudutyang dibentuk antara utara sebenarnyadengan titik sasaran;

b. Azimuth Magnetis, yaitu sudut yangdibentuk antara utara kompas dengantitik sasaran;

c. Azimuth Peta, yaitu besar sudut yangdibentuk antara utara peta dengan titiksasaran.Back Azimuth adalah besar sudutkebalikan/kebelakang dari azimuth

Cara menghitungnya adalah bila sudut azimuth lebih dari 180 derajat maka sudut azimuth dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth kurang dari 180 derajat maka sudut azimuth dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth =180 derajat maka back azimuthnya adalah 0 derajat atau 360 derajat. Azimuth adalah suatu sudut yang dimulai dari salah satu ujung jarum magnet dan diakhiri pada ujung objektif garis bidik yang besamya samadengan angka pembacaan. Azimuth suatugaris adalah sudut antara garis meridian darigaris tersebut, diukur searah dengan jarum jam, biasanya dari titik antara garis meridian(dapat pula dari arah selatan). Besarnyasudut

(25)

azimuth antara 0 – 360 derajat.

Arah orientasi merupakan salah satu unsur utama dalam proses pengukuran untuk membuat peta, khususnya peta umum.Pada umumnya setiap peta merniliki arah utama yang ditunjukkan ke arah atas(utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang sering digunakan dalam suatu peta.

a. Utara magnetis, yaitu utara yangmenunjukkan kutub magnetis. b. Utara sebenarnya (utara geografs), atauutara arah meridian.

c. Utara grid, yaitu utara yang berupa garistegak lurus pada garis horizontal dipeta.

Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan ketiga arah utara ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan arah pada peta. Arah utara magnetis merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah dari suatu obyek ketempat obyek lain searah jarum jam disebut sudut arah atau sering disebut azimuth magnetis. Pada peta yang dibuat dengan menggunakan kompas maka perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara magnetis. Contoh: Azimuth Magnetis AB (Az, AB) = 70° Azimuth Magnetis AC (Az, AC) = 310°.

Azimuth dapat diperoleh dengan cara arcustangent dari pembagian selisih absis terhadap selisih ordinat. Besarnya sudut azimuth tersebut berrgantung dari nilai positif atau negatifnya selisih absis atau ordinat

1. Jika selisih absis bernilai positif danselisih ordinatnya bernilai positif makaazimuth berada di kuadran I yangnilainya sama dengan sudut tersebut.

2. Jika selisih absis bernilai positif danselisih ordinat bernilai negatif makaazimuth berada di kuadran II yang nilainya sama dengan 180 dikurangisudut tersebut .

3. Jika selisih absis bernilai negatif danselisih ordinat bernilai negatif makaazimuth berada di kuadran III yangnilainya sama dengan 180 ditambahsudut tersebut.

(26)

4. Jika selisih absis bernialai negative dan selisih ordinat bernilai positif maka azimuth berada di kuadran IV yang nilainya sama dengan 360 dikurangi besar sudut tersebut.

2.6 Pengikatan Kemuka

Pengikatan kemuka adalah suatu metode pengukuran data sari dua buah titik dilapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri target (rambu ukur/benag, unting-unting) yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara kedua titik yang diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk absis terdapat target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperoleh dilapangan.

Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metode ini adalah bentuk segitiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebutharus diketahui untuk menentukan bentukdan besar segitiganya.

Gambar 8: Prinsip Ikatan Kemuka

Pada pengolahan data, kita mencari terlebih dahulu jarak dengan rumus akar dan penjumlahan selisih absis dan selisih ordinat.

dab = xb− xa ¿ yb− ya¿2 ¿ √¿

Azimuth titik A terhadap titik B, kita mencari terlebih dahulu dengan rumus arcus tangen pembgian selisih absis dan ordinat.

Tgn-1 ⍺AB = Xb−Xa

(27)

Azimuth titik A terhadap target kita peroleh dari azimuth basis dikurang sudut alfa. Azimuth titik B terhadap target kita peroleh dari azimuth titik A terhadap titik B ditambahkan 180 dan ditambahkan terhadap sudut beta. Jarak A terhadap target B terhadap target diperoleh dari rumus perbandingan sinus. Jarak A terhadap target sama dengan perbandingan jarak absis dibagi sudut 180° dikurang ⍺ dan β dikalikan dengan sudut ⍺.

 Mencari koordinat P dari titik A Xp = Xa + da. sin ap

Yp = Ya + da.cos ap

 Mencari koordinat C dari titik B Xp = Xb + dbp. sin bp

Yp = Yb + dbp . cos bp

Koordinat target dapat diperoleh dari titik Adan B. Absis target sama dengan jarak Aterhadap target dikalikan dengan sinus azimuth A terhadap target kemudian ditambahkan dengan absis titik A. Ordinat target sama dengan jarak A terhadap target dikalikan dengan cosinus azimuth A terhadap target kemudian ditambahkan dengan ordinat titik A. Absis target sama dengan jarak B terhadap target dikalikan dengan sinus azimuth B terhadap target kemudian ditambahkan dengan absis titik B terhadap target kemudian ditambahkan dengan ordinat titik B. Nilai koordinat target merupakan nilai koordinat yang diperoleh dari titik A dan B.

2.6.1 Prosedur Pengikatan Kemuka

Titik P diikat pada titik A (Xa, Ya) dan B (Xb, Yb), diukur sudut-sudut alfa dan beta yang terletak pada titik A dan titik B. Dicari absis X dan ordinat T titik P. Carilah selalu lebih dahulu sudut jurusan dan jarak yang diperlukan. Koordinat-koordinat titik P akandicari dengan menggunakan koordinat-koordniat titik-titik A dan B sehingga akan didapat dua pasang X dan Y yang harus sama besarnya, kecuali perbedaan kecil antara dua hasil hitungan. Diperlukan lebih dahulu sudut jurusan dan jarak yang

(28)

tentu sebagai dasar hitungan.

Gambar 9: Prosedur Pengikatan Kemuka  Hitungan dengan algoritma

a. Mencari sudut jurusan Diketahui bahwa :

Tg ⍺ab = (Xb – Xa) / (Yb – Ya)

= (Xb – Xa) / sin ⍺ab = (Yb – Ya) / cos ⍺ab

b. Xp dan Yp dicari dari titik A : Diperlukan ⍺ap dan dap

dap / sin β = dab/sin {180° - (⍺ - β)} atau

dap = sin(dab⍺+β) sin β = m sin β maka

Xp = Xa + dap sin ⍺ap Yp = Ya + dap cos ⍺ap

c. Xp dan Yp dicari dari titik B, diperlukan ⍺bp dan dbp

Diketahui bahwa ⍺ba = ⍺ab + 180° karena sudut jurusan dan arah yang berlawanan berselisih 180° selanjtnya dapat dilihat dari gambar bahwa ⍺bp = (⍺ab + β) - 180°. Dengan rumus sinus didalam segitiga ABP didapat

dbp/sin ⍺ = dab/sin {180° - (⍺+β)} atau dbp = msin ⍺

maka dididapatkan Xp = Xb + dbp sin ⍺bp Yp = Yb + dbp cos ⍺bp

(29)

2.7 Total Station

Total station adalah alat ukur sudut dan jarak yang terintegrasi dalam satu unit. Total station juga sudah dilengkapi dengan processor sehingga bisa menghitung jarak datar, koordinat, dan beda tinggi secara langsung tanpa perlu kalkulator lagi. Secara keseluruhan pengertian alat ukur total station adalah alat pengukuran yang mempunyai nilai praktis lebih dan tentu pelaksanaan pengukuran akan lebih cepat selesai.

2.7.1 Manfaat Total Station

1. Alat yang praktis karena peralatan elektronik ukur sudut dan jarak (EDM) menyatu dalam 1 unit

2. Data Dapat disimpan dalam media perekam. Media ini ada yang berupa on board/internal, external (elect feld book) atau berupa card/PCMCIA card sehingga kemungkinan salah cata tidak ada. 3. Mampu melakukan beberapa hitungan jarak datar, beda tinggi

dan sebagainya di dalam alat.

4. Mampu menjalankan program-program survey, misal : orientasi arah, setting out, hitungan luas dan sebagainya. Kemampuan ini tergantung dengan type alat ukur total station.

5. Total station dengan type "high end" dilengkapi dengan motor penggerak dan dilengkapi dengan ATR (Automatic Target Recognition), dan pengenal objek otomatis (prisma)

6. Untuk total station dengan type tertentu mampu mengeliminir kesalahan-kesalahan seperti kolimasi HZ & V, kesalahan diametral, koreksi refraksi, dan sebagainya. Sehingga data yang didapat sangat akurat.

(30)

7. Mempunyai ketelitian dan kecepatan ukur sudut dan jarak jauh lebih baik dari theodolit manual dan meteran terutama untuk pengukuran peta situasi.

8. Total station dilengkapi dengan laser plummet, sangat praktis dan reflector-less EDM ( EDM tanpa reflector)

9. Data secara elektronis dapat dikirim ke PC komputer dan diolah menjadi peta dengan program mapping

2.7.2 Prinsip Kerja Total Station

Alat ukur total station merupakan perangkat elektronik yang dilengkapi dengan piringan horizontal, piringan vertikal, dan komponen pengukur jarak. Dari ketiga primer ini (sudut horizontal, sudut vertikal, dan jarak) bisa didapatkan nilai koordinat X, Y, dan Z serta beda tinggi. Data-data tersebut direkam dalam memori dan selanjutnya bisa ditransfer ke komputer untuk diolah menjadi kontur tanah.

2.8.3 Bagian-bagian dari Total station

(31)

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu Dan Lokasi

Hari/Tanggal : Kamis, 21 April 2016 Pukul : 11:30 – 12.30 WIB

Lokasi : Wilayah 2, Depan Gedung Robotika ITS

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

3.2.1 Alat

1. Total station Topcon 2 buah

Gambar 11: Total Station

2. Statif 2 buah

Gambar 12: Statif

(32)

Gambar 13: Payung

4. Rol meter 2 buah

Gambar 14 : Roll Meter

5. Kompas 1 buah

Gambar 15: Kompas

6. Stopwatch

(33)

7. Alat Tulis

Gambar 17 : Alat Tulis

8. Komputer/Laptop Gambar 18: Laptop 9. Patok Gambar 19: Patok 10. Mouse Gambar 20: Mouse

(34)

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

3.2.2 Bahan

1. AutoCAD Land Desktop 2009

Gambar 21 : AutoCAD Land Desktop

2. Microsoft Exel

Gambar 22: Microsoft Exel

3. Microsoft Word

Gambar 23: Microsoft word 4. Microsoft Power Point

Gambar 24: Microsoft Power Point

3.2.3 Pembagian Tugas

Tabel Pembagian Tugas Praktikum pengikatan kemuka Survei hidrografi kelompok 4

No Nama NRP Tugas

(35)

Mulai Perencanaan jalur Orientasi Lapangan Pengambilan Data Data Pengukuran Pengolahan Data Penyajian Data Koordinat Jalur (X,Y)

Laporan, Peta, Presentasi

alat dan jarak, Membuat Laporan.

2 Lilik Widiastuti (3513100009) Bertindak sebagai kapal, Membuat laporan 3 Deasy Rosyida

Rahmayunita

(3513100016) Mencatat Data, Mengolah data 4 Gatot Cakra Wiguna (3513100021) Bertindak sebagai kapal,

Membuat laporan 5 Adib Zaid Nahdi (3513100038) Mengolah data plotting,

membuat laporan 6 Deni Ratnasari (3513100040) Memegang Payung, mengukur

tinggi alat dan jarak, Membuat Laporan

7 Niqmatul Kurniati (3513100044) Mengatur waktu, Mengolah data 8 Rakhmat Budiman (3513100053) Membidik objek, Mengolah data

plotting

9 Argatyo Prayuda (3513100063) Membidik objek, membuat laporan

10 Sri Indah Nur Bayuh (3513100089) Mengolah data, Membuat laporan

Tabel 1: Pembagian tugas pratikum

3.3 Pelaksanaan Praktikum 3.3.1 Diagram Alir PraktikuM

(36)

Mulai

Centering Alat

Pengukuran Azimuth dan Backsight

Pengukuran ikatan kemuka tiap 10 detik

Pengukuran jarak A-B dan Tinggi alat

Data Azimuth, Jarak, dan Sudut Horizontal

3.3.2 Penjelasan Diagram Alir

1. Perencanaan jalur

Perencanaan jalur dilakukan sebelum praktikum, dalam perencanaan jalur praktikum ini ditentukan bahwa lokasi praktikum di depan gedung robotika yang berbentuk setengah lingkaran. Setengah lingkaran tersebut dibagi menjadi dua yaitu wilayah 1 dan wilayah 2. Masing-masing wilayah terdapat 4 lajur jalur. Kelompok kami mendapatkan wilayah 2.

2. Orientasi Lapangan

Pada tahap orientasi lapangan, kami mendatangi tempat praktikum yaitu di depan gedung robotika ITS kemudian melakukan survei awal. Kami menentukan dua titik yang digunakan sebagai titik acuan dalam penentuan posisi menggunakan metode ikatan kemuka. Setelah itu, kami melakukan pemasangan patok menggunakan paku payung.

3. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode pengikatan kemuka (intersection). Dalam metode tersebut diperlukan dua alat total station. Data yang diambil yaitu azimuth, jarak, dan sudut horizontal. Berikut adalah diagram alir dalam pengambilan data.

4. Pengolahan Data

(37)

Mulai

Data Pengukuran

Menghitung sudut dalam tiap titik

Menghitung jarak (persamaan sinus)

Menghitung koordinat (X,Y)

Koordinat dari titik A dan B

Selesai

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel. Berikut adalah diagram pengolahan data yang kami lakukan.

5. Penyajian Data

Dalam praktikum ini penyajian yang kami lakukan yaitu dalam bentuk laporan praktikum, peta posisi jalur, dan presentasi.

(38)

BAB IV HASIL DAN ANALISA

4.1 Hasil

Berikut adalah koordinat hasil pengukuran pengikatan kemuka dari titik A dan titik B.

Dari Titik A Dari titik B

Titik Koordinat X (m) Koordinat Y (m) Titik Koordinat X (m) Koordinat Y (m) 0 -8.06395 7.794648 0 -8.06395 7.794648 1 -7.73573 8.181962 1 -7.73573 8.181962 2 -7.51924 10.67004 2 -7.51924 10.67004 3 -7.82374 13.15858 3 -7.82374 13.15858 4 -8.44872 15.50048 4 -8.44872 15.50048 5 -8.02119 17.86869 5 -8.02119 17.86869 6 -8.22193 20.56796 6 -8.22193 20.56796 7 -7.57673 23.38449 7 -7.57673 23.38449 8 -6.56602 26.23005 8 -6.56602 26.23005 9 -6.02715 29.10756 9 -6.02715 29.10756 10 -3.98758 30.94004 10 -3.98758 30.94004 11 -3.3079 34.46115 11 -3.3079 34.46115 12 -2.45058 37.75561 12 -2.45058 37.75561 13 -11.0734 51.13425 13 -11.0734 51.13425 14 -15.5174 52.78831 14 -15.5174 52.78831 15 -6.75817 32.99429 15 -6.75817 32.99429 16 -9.14633 30.48648 16 -9.14633 30.48648 17 -11.8113 28.62057 17 -11.8113 28.62057 18 -12.8312 25.31767 18 -12.8312 25.31767 19 -13.7532 21.06411 19 -13.7532 21.06411 20 -13.4706 16.07028 20 -13.4706 16.07028 21 -14.2651 10.98213 21 -14.2651 10.98213 22 -13.9521 6.351446 22 -13.9521 6.351446 23 -16.7463 5.75729 23 -16.7463 5.75729 24 -18.8832 7.712754 24 -18.8832 7.712754 25 -19.4573 11.59764 25 -19.4573 11.59764 26 -19.6594 15.99386 26 -19.6594 15.99386 27 -19.5164 20.35724 27 -19.5164 20.35724 28 -17.0184 24.61232 28 -17.0184 24.61232 29 -15.3032 29.68756 29 -15.3032 29.68756 30 -13.9525 34.9312 30 -13.9525 34.9312 31 -12.2367 40.38316 31 -12.2367 40.38316 32 -15.9399 45.93459 32 -15.9399 45.93459 33 -18.1359 43.39301 33 -18.1359 43.39301 34 -21.1319 39.41028 34 -21.1319 39.41028

(39)

35 -22.897 34.15718 35 -22.897 34.15718 36 -23.2492 27.47001 36 -23.2492 27.47001 37 -26.33 22.67376 37 -26.33 22.67376 38 -25.942 17.40888 38 -25.942 17.40888 39 -25.5977 11.3957 39 -25.5977 11.3957 40 -24.3816 6.741913 40 -24.3816 6.741913

Tabel 2: Koordinat hasil pengukuran pengikatan kemuka dari titik A dan titik B. Hasil rata-rata koordinat dari titik A dan titik B adalah sebagai berikut:

Titik Koordinat X (m) Koordinat Y (m) 0 -8.06395 7.794648 1 -7.73573 8.181962 2 -7.51924 10.67004 3 -7.82374 13.15858 4 -8.44872 15.50048 5 -8.02119 17.86869 6 -8.22193 20.56796 7 -7.57673 23.38449 8 -6.56602 26.23005 9 -6.02715 29.10756 10 -3.98758 30.94004 11 -3.3079 34.46115 12 -2.45058 37.75561 13 -11.0734 51.13425 14 -15.5174 52.78831 15 -6.75817 32.99429 16 -9.14633 30.48648 17 -11.8113 28.62057 18 -12.8312 25.31767 19 -13.7532 21.06411 20 -13.4706 16.07028 21 -14.2651 10.98213 22 -13.9521 6.351446 23 -16.7463 5.75729 24 -18.8832 7.712754 25 -19.4573 11.59764 26 -19.6594 15.99386 27 -19.5164 20.35724 28 -17.0184 24.61232 29 -15.3032 29.68756 30 -13.9525 34.9312 31 -12.2367 40.38316 32 -15.9399 45.93459 33 -18.1359 43.39301

(40)

34 -21.1319 39.41028 35 -22.897 34.15718 36 -23.2492 27.47001 37 -26.33 22.67376 38 -25.942 17.40888 39 -25.5977 11.3957 40 -24.3816 6.741913

Tabel 3 : Hasil rata-rata koordinat dari titik A dan titik B adalah sebagai berikut Berikut adalah plot jalur hasil pengukuran lapangan

Gambar 25: Hasil plot jalur hasil pengukuran lapangan

4.2 Analisa

Analisis dari praktikum pengukuran pengikatan kemuka adalah sebagai berikut: 1. Hasil perhitungan koordinat dari titik A dan titik B memiliki selisih sebesar 0 meter.

Sehingga, hasil rata-rata dari koordinat titik A dan titik B memiliki hasil yang sama dengan hasil koordinat awal.

2. Hasil plot jalur pengukuran di AutoCAD tidak sesuai dengan jalur yang direncanakan. Pada jalur yang di plot memiliki spasi kurang lebih 5 meter, sedangkan spasi pada jalur rencana awal memiliki spasi 4.6 meter dan 7 meter.

(41)

32 m

Sketsa jalur rencana pengukuran awal Karena beberapa sebab, antara lain:

a. Membidik target yang bergerak.

b. Pengunci horisontal tidak dikunci saat melakukan pencatatan.

c. Waktu pencatatan antara alat di titik A dan titik B tidak selalu bersamaan, Sehingga, hasil bacaan sudut menjadi tidak akurat.

4.6 m 7.2 m m 4.6 m

(42)

BAB V SIMPULAN 5.1 Simpulan

 Sistem koordinat regional (lokal) negara Nigeria adalah ellipsoid dengan Minna Datum berdasarkan Clarke 1880.

 Sistem geosentris dari Nigeria adalah ellipsoid WGS84.

 Nigeria menggunakan sistem proyeksi Nigeria Transverse Mercator (NTM).

 Sistem proyeksi NTM memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan UTM.

 Untuk mentransformasikan koordinat NTM ke UTM dapat dilakukan dengan menggunakan suatu model matematika sederhana

5.2 Saran

 Pemilihan dan koordinasi sistem koordinat untuk kualitas dan generalisasi produksi peta, pembaharuan dan revisi peta harus dilakukan.

 Transformasi koordinat dari NTM ke UTM harap dilakukan dengan cermat sehingga tidak terjadi kekeliruan koordinat.

 Untuk kemudahan dan ketelitian, penulis menyarankan membuat program komputer yang dapat mentransformasikan koordinat NTM ke UTM secara otomotis.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Frick , Heinz. 1984. Ilmu dan alat ukur tanah. Kanisius . Yogyakarta .

Gayo, M. Y. 1992. Pengukuran topografi dan teknik pemetaan . PT Pradnya paramita. Jakarta

Irvine, w. 1995. Penyigihan untuk kontruksi . Edisi kedua. Bandung. ITB Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu ukur tanah. Yogyakarta . Kanisius.

Muda Iskandar. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan. Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan : Jakarta.

Basuki Slamet. 2014. Ilmu Ukur Tanah. UGM Press

http://zaihooiz.blogspot.co.id/2012/05/survey-hidrografi.html diakses pada tanggal 21 April 2016 pukul 16.00 WIB

http://share.its.ac.id/pluginfile.php/40441/mod_resource/content/2/3.2.1%20Kerangka %20Kontrol%20Horisontal.pdf diakses pada tanggal 21 April pukul 16.00 WIB http://ridhoafri.blogspot.co.id/2014/06/kesalahan-dalam-pengukuran.html diakses pada tanggal 21 April pukul 16.00 WIB

(44)

LAMPIRAN DOKUMENTASI

(45)

Gambar

gambar  1: Pengamatan pasang surut
gambar  2: Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik
Gambar  4: pengukuran dengan metode Triangulasi, Trilaterasi, Triangulaterasi
Gambar  5: penentuan posisi menggunakan metode Poligon, Pengikatan kemuka, Pengikatan kebelakang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 10 Rancangan penelitian Mulai Pengukuran jarak sumber kebisingan ke objek Pengukuran kebisingan Penentuan titik pengukuran Kebisingan lingkungan Penentuan

Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri

Dari data hasil pengukuran jarak dan sudut antar tiap titik fitur antropolognya maka dilakukan proses pencarian jarak dan sudut tersebut dengan menggunakan

Proses pengukuran panjang jalan untuk penentuan titik-titik surveyor... Survey volume

Menurut Wongsotjitro, (1980) arti melakukan pengukuran yaitu menentukan unsur-unsur (Jarak dan sudut) titik yang ada di suatu daerah dalam jumlah yang cukup, sehingga daerah

Pengukuran posisi dapat menggunakan metode pengikatan kemuka yang mana data. diperoleh dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik

• Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri

Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi.. Untuk