• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa 1. Pengertian Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa

Menurut Schiffman (dalam Barata, 2007), intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Menurut Chaplin (dalam Kartono,2006) intensi didefinisikan sebagai maksud, keinginan guna mencapai satu tujuan. Menurut Corsini (dalam Deliani, 2012), The Dictionary of Psychology mendefinisikan intensi sebagai suatu keputusan untuk berperilaku secara tertentu. Dalam referensi lainnya, Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010), mengemukakan definisi intensi yaitu indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Menurut Ajzen (2005), intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana (the planned behavior theory) yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan. Intensi merefleksikan kesediaan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku tertentu. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Berdasarkan uraian di atas, maka intensi adalah suatu kecenderungan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

Assael (dalam Haryanto & Nurani, 2010) mendefinisikan intensi membeli sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau

(2)

mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Howard dan Sheth (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Menurut Anoraga (dalam Permana & Haryanto, 2014), intensi pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan transaksi pembelian atas produk tertentu yang dibutuhkan konsumen. Intensi pembelian juga dapat diartikan sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli merek yang paling disukai. Setelah konsumen melakukan evaluasi terhadap beberapa merek, pada akhirnya pilihan akan tertuju pada satu merek yang paling sesuai dengan keinginan konsumen (Dharmmesta & Handoko dalam Permana & Haryanto, 2014).

Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan intensi membeli sebagai intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu guna memiliki, membuang, dan menggunakan produk. Infosino (dalam Sun & Morwitz, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kesediaan individu untuk membayar dan kemungkinan individu untuk membeli suatu produk. Sehingga, pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui kecenderungan konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang (Barata, 2007). Jadi, intensi membeli adalah kecenderungan

(3)

konsumen untuk membeli produk dengan merek tertentu setelah konsumen menyimpan dan mengevaluasi informasi yang relevan tentang produk tersebut.

Smartphone (Telepon pintar) adalah telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi, kadang-kadang dengan fungsi yang menyerupai komputer (Elcom dalam Perdana, 2015). Samsung adalah salah satu merek smartphone yang ada di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa intensi membeli smartphone samsung pada mahasiswa adalah kecenderungan mahasiswa untuk membeli smartphone merek samsung setelah menyimpan dan mengevalusi informasi yang relevan tentang smarthone samsung.

2. Aspek-Aspek Intensi Membeli

Theory of planned behavior Ajzen merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (Ajzen, 2005). Fokus utama dari teori planned behavior adalah intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu. Theory of planned behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia biasanya berperilaku dengan cara yang bijaksana, seseorang akan mempertimbangkan informasi yang tersedia, baik secara implisit maupun eksplisit untuk mempertimbangkan dampak dari perilaku yang dilakukan. Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari 3 determinan dasar yang tergambar dalam bagan dibawah ini.

(4)

Gambar 1. Theory Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa terdapat 3 determinan intensi berperilaku dari Ajzen (2005) yang dapat dijadikan sebagai aspek intensi membeli, yaitu sebagai berikut:

a. Sikap konsumen terhadap perilaku membeli (attitude toward buying behavior)

Evaluasi seseorang tentang suatu benda berasal dari keyakinan orang tersebut tentang benda itu. Menurut teori perilaku berencana, sikap seseorang terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan tentang konsekuensi dari perilaku tersebut dan evaluasi dari hasil terkait dengan perilaku. Seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila individu yakin perilaku membeli yang dilakukan akan menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut memiliki sikap yang

Sikap Terhadap Perilaku Norma Subjektif Kontrol Perilaku Intensi Perilaku

(5)

positif terhadap perilaku membeli, begitupun sebaliknya saat individu yakin perilaku membeli yang dilakukan akan menghasilkan outcome yang negatif, maka individu tersebut memiliki sikap yang negatif terhadap perilaku membeli.

b. Norma subjektif terhadap perilaku membeli (subjective norm toward buying behavior)

Norma subjektif diasumsikan sebagai fungsi dari keyakinan bahwa individu tertentu dari kelompok menyetujui atau menolak untuk melakukan suatu perilaku, atau bahwa referent sosial sendiri terlibat atau tidak terlibat di dalamnya. Aspek ini berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku membeli, dan adanya motivasi untuk melakukan perilaku membeli pada suatu norma subjektif produk, maka hal ini akan menyebabkan individu tersebut memiliki yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk.

c. Kontrol perilaku terhadap perilaku membeli (perceived behavioral control toward buying behavior)

Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk

(6)

melakukan suatu perilaku. Dalam hal ini, contoh dari faktor-faktor yang memfasilitasi adalah misalnya adanya uang yang dapat digunakan individu untuk membeli suatu produk. Contoh lainnya adalah adanya transportasi dan waktu yang memungkinkan individu untuk membeli suatu produk. Contoh faktor-faktor yang menghalangi individu untuk membeli suatu produk adalah tidak adanya dana, waktu dan habisnya suatu produk yang ingin dibeli seseorang.

Menurut Busler (dalam Irvan, 2013), intensi berperilaku mempunyai 3 dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur intensi membeli seorang konsumen. 3 dimensi tersebut adalah:

a. Likely yaitu rencana pembelian konsumen terhadap suatu produk. b. Definitely would yang mengacu pada kepastian konsumen dalam suatu

produk.

c. Probable yang mengacu pada kemungkinan konsumen dalam membeli suatu produk.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari intensi membeli menurut Ajzen (2005) dan Busler (dalam Irvan, 2013) adalah sikap konsumen, norma subjektif, kontrol perilaku, likely, definitely would, dan probable.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih aspek intensi membeli dari Ajzen (2005) untuk membuat alat ukur intensi membeli smartphone Samsung karena menurut Balady (dalam Sahara dkk, 2013), untuk mengukur intensi pembelian dapat digunakan Theory of Planned Behavior (TPB) dari Ajzen. Intention dan

(7)

behavior dalam TPB adalah fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Selain itu, dalam penelitian sebelumnya tentang pengaruh intensi membeli terhadap citra merek (Auda, 2009) juga menggunakan aspek intensi membeli citra merek dari Ajzen sebagai acuan untuk mengukur intensi membeli konsumen. Aspek intensi membeli dari Ajzen juga lebih mudah dipahami oleh peneliti daripada aspek intensi membeli dari Busler.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Membeli

Menurut Kotler & Susanto (2000), intensi membeli merupakan bagian dari perilaku membeli sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli kurang lebih sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku membeli. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli yaitu:

a. Faktor budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling meluas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Faktor budaya terdiri dari:

1) Budaya (Culture)

Budaya adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Kotler menyatakan bahwa sebagian perilaku manusia adalah dipelajari. Anak yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat akan mempelajari seperangkat nilai dasar, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui sebuah proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga penting lainnya.

(8)

2) Sub budaya

Setiap budaya terdiri dari sub-sub budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi anggotanya yang lebih spesifik. Sub budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan daerah geografis.

3) Kelas sosial

Kelas sosial adalah bagian yang relatif homogen dan tetap dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hirarkis dan para anggotanya menganut nilai, minat dan perilaku yang mirip. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, perilaku dalam berbusana, cara bicara, rekreasi dan lain-lainya.

b. Faktor Sosial

Perilaku seorang konsumen akan dipengaruhi oleh faktor sosial diantaranya sebagai berikut:

1) Kelompok acuan

Banyak kelompok mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang.

2) Keluarga

Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh. Orientasi keluarga terdiri dari orang tua, bahkan jika

(9)

pembeli sudah tidak berinteraksi lagi dengan orang tuanya, pengaruh orang tua terhadap perilaku si pembeli bisa saja tetap signifikan.

3) Peran dan status

Peran dan status merupakan posisi seseorang dalam suatu kelompok. Suatu peran terdiri dari kegiatan-kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh seseorang dan setiap peran membawa status. Seseorang akan memilih produk yang mengkomunikasikan peran dan statusnya dalam masyarakat.

c. Pribadi

Perilaku pembelian juga dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya adalah:

1) Usia dan siklus hidup keluarga

Seseorang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya dimana setiap kegiatan konsumsinya dipengaruhi oleh siklus hidup keluarga.

2) Pekerjaan

Pekerjaan seseorang juga dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Sebuah perusahaan dapat mengkhususkan produknya unruk kelompok pekerjaan tertentu.

3) Keadaan ekonomi

Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi meliputi pendapatan, tabungan,

(10)

kekayaan, hutang, kekuatan untuk meminjam, dan pendirian terhadap belanja dan menabung.

4) Gaya hidup

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diungkapkan dalam kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup melukiskan “keseluruhan orang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. 5) Kepribadian dan konsep diri

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Banyak pemasar menggunakan konsep yang berhubungan dengan kepribadian dan konsep diri (citra diri) seseorang.

d. Psikologis

Perilaku pembelian konsumen juga dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis, yaitu:

1) Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada setiap waktu tertentu. Suatu kebutuhan menjadi suatu motif bila telah mencapai intensitas yang cukup. Suatu motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang cukup untuk mendorong seseorang untuk bertindak.

(11)

2) Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi tidak hanya tergantung pada stimuli fisik tetapi juga stimuli yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan indvidu tersebut. Menurut Keller (2013), citra merek adalah persepsi konsumen tentang merek yang merupakan refleksi asosiasi merek yang tersimpan dalam memori.

3) Pengetahuan

Ahli teori pengetahuan mengatakan bahwa pengetahuan seseorang dihasilkan melalui suatu proses yang saling mempengaruhi dari dorongan, stimuli, petunjuk, tanggapan, dan penguatan. Teori pengetahuan mengajarkan pemasar bahwa pemasar dapat menciptakan permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang memotivasinya, dan memberikan pengutan yang positif.

4) Kepercayaan dan sikap pendirian

Melalui bertindak dan belajar, orang-orang memperoleh kepercayaan dan pendirian. Hal-hal ini kemudian mempengaruhi perilaku pembelian seorang konsumen.

(12)

Menurut Ajzen (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan membeli yang dapat digunakan juga sebagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intensi membeli pada konsumen yaitu :

a. Faktor Individu

Faktor individu terdiri dari lima kategori yaitu sebagai berikut : 1) Sikap

Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Intensi membeli dipengaruhi secara kuat oleh sikap terhadap suatu produk.

2) Kepribadian

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang dapat mempengaruhi intensi membelinya.

3) Nilai

Intensi membeli konsumen juga dipengaruhi oleh nilai. Perbedaan nilai yang dianut oleh tiap konsumen akan menyebabkan adanya perbedaan intensi membeli.

4) Emosi

Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi.

5) Intelegensi

(13)

b. Faktor Sosial

Selain faktor individu, faktor sosial juga mempengaruhi intensi membeli, yaitu:

1) Usia dan Jenis Kelamin

Perbedaan umur dan jenis kelamin seseorang akan mempengaruhi intensi membeli individu tersebut.

2) Ras dan Etnis

Ras dan etnis adalah bagian dari budaya. Perilaku seseorang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, keinginan dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula.

3) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi intensi membeli konsumen.

4) Pendapatan

Keadaan ekonomi seseorang juga akan mempengaruhi pilihan produk yang akan dibelinya. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan, tabungan dan aset, hutang, dan sikap terhadap membelanjakan uang atau menabung.

5) Agama

Agama dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi seseorang.

(14)

c. Faktor Informasi 1) Pengalaman

Salah satu aspek dalam intensi membeli adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku.

2) Pengetahuan

Pengetahuan juga berperan dalam intensi membeli konsumen. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam memori dan meliputi aturan-aturan yang luas mengenai ketersediaan dan karakteristik dari suatu produk, dimana membeli suatu produk dan bagaimana menggunakan suatu produk.

3) Paparan Media

Paparan media mempengaruhi intensi membeli konsumen pada suatu produk.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli menurut Kotler & Susanto (2000) dan Ajzen (2005) adalah faktor individu, faktor sosial, faktor informasi. faktor budaya, dan psikologis. Dalam penelitian ini, peneliti memilih citra merek sebagai variabel bebas untuk dihubungkan dengan intensi membeli karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Lin (2007) tentang The effect of brand image and product knowledge on purchase intention moderated by price discount, didapatkan hasil bahwa citra merek mempengaruhi intensi pembelian

(15)

suatu produk. Semakin tinggi citra merek suatu produk akan semakin tinggi pula intensi pembelian produk tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa citra merek dapat digunakan untuk memprediksikan intensi membeli.

B. Citra Merek 1. Pengertian Citra Merek

Sebelum menjelaskan pengertian citra merek, maka terlebih dahulu akan dijelaskan arti citra dan merek (brand). Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) disebutkan bahwa citra adalah gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Menurut Kotler & Keller (2009), citra adalah sejumlah keyakinan, ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek.

Setiap produk yang dijual di pasar tentu memiliki merek, dimana merek tersebut sebagai pembeda antara satu produk dengan produk yang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merek adalah tanda yang dikenalkan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dsb) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal. Menurut American Marketing Association (AMA) dalam Keller (2013), “a brand is name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods and services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competition.” Maksudnya, merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari semuanya itu yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi

(16)

barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual untuk untuk membedakannya dari produk atau barang pesaing.

Menurut Keller (2013), citra merek adalah persepsi konsumen tentang merek yang merupakan refleksi asosiasi merek yang tersimpan dalam memori. Citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen (Kotler & Keller, 2009). Surachman (dalam Musay 2013) mendefinisikan citra merek sebagai bagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf, warna, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya. Citra merek juga dapat dikatakan sebagai konsep yang diciptakan konsumen karena alasan subjektif dan emosi pribadinya (Ferrinadewi dalam Musay 2013).

Menurut Kartajaya (dalam Winarto, 2011), citra merek adalah sekumpulan asosiasi yang terbentuk pada benak konsumen. Citra merek adalah bagaimana konsumen mempersepsi merek secara aktual yang merupakan opini yang dibentuk konsumen sebagai interpretasi dari semua yang dilakukan perusahaan (Robinette et al dalam Winarto 2011). Aaker dan Joachimsthaler (dalam Winarto, 2011) berpendapat bahwa citra merek atau brand image merupakan aspek yang sangat penting dari merek. Citra merek adalah identitas termasuk personalitas, simbol, proposisi nilai, brand essence dan posisi merek. Dari beberapa teori yang dikemukakan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa citra merek (brand image) adalah persepsi dan keyakinan

(17)

individu tentang suatu merek sebagai hasil interpretasi semua hal yang telah dilakukan perusahaan yang tersimpan dalam memori konsumen.

2. Komponen-Komponen Citra Merek

Menurut Keller (dalam Malik dkk, 2012), Brand image terdiri dari beberapa komponen-komponen, yaitu:

a. Attributes (Atribut)

Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam produk atau jasa.

1) Product related attributes (atribut produk)

Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu produk yang ditawarkan, dapat berfungsi.

2) Non-product related attributes (atribut non-produk):

Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan. b. Benefits (Manfaat)

Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut.

(18)

1) Functional benefits (Manfaat Fungsional): berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.

2) Experiental benefits (Manfaat Pengalaman): berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori.

3) Symbolic benefits (Manfaat Simbolik): berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion merek karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka.

c. Brand Attitude (Sikap merek)

Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau manfaat tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau manfaat tersebut.

(19)

Menurut Biel (dalam Li, 2011), citra merek (brand image) mempunyai tiga komponen, yaitu :

a. Citra perusahaan (corporate image)

Menurut Li (2011), suatu teori merek menggambarkan bahwa apa yang diketahui konsumen tentang suatu perusahaan dapat mempengaruhi persepsi terhadap produk perusahaan tersebut. Asosiasi kemampuan perusahaan dan asosiasi tanggung jawab sosial perusahaan akan mempengaruhi keyakinan konsumen dan sikap terhadap produk perusahaan tersebut.

b. Citra pemakai (user image)

Menurut Li (2011), citra pemakai mengacu pada apakah kepribadian merek sesuai dengan konsumen. Jika kepribadian merek sesuai dengan konsep diri konsumen, produk kemungkinan akan memperoleh evaluasi tinggi.

c. Citra produk (product image)

Menururt Li (2011), citra produk berkaitan dengan keuntungan yang melekat pada produk yaitu keuntungan simbolik, fungsional, dan pengalaman. Keuntungan tersebut terbukti dapat mempengaruhi preferensi merek, citra produk juga dapat mempengaruhi evaluasi produk.

Dari pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa menurut Keller (dalam Malik dkk, 2012) dan Biel (dalam, Li 2011), Citra Merek (Brand image) terdiri dari komponen-komponen yaitu attributes (atribut), benefits

(20)

(manfaat), dan brand attitude (sikap merek), citra perusahaan (corporate image), citra pemakai (user image), dan citra produk (product image). Penelitian ini menggunakan komponen-komponen citra merek yang mengacu pada teori Keller (dalam Malik dkk, 2012) yaitu attributes (atribut), benefits (manfaat), dan brand attitude (sikap merek) sebagai acuan untuk membuat alat ukur tentang citra merek smartphone Samsung karena menurut peneliti komponen citra merek dari Keller (dalam Malik dkk, 2012), yang paling sesuai untuk mengukur citra merek konsumen terhadap smartphone samsung. Selain itu, komponen citra merek tersebut juga dijadikan dasar dalam penelitian yang dilakukan oleh Bastian (2014) yang berjudul analisa pengaruh citra merek (brand image) dan kepercayaan merek (brand trust) terhadap loyalitas merek (brand loyalty) ades PT. Ades Alfindo Putra Setia.

C. Hubungan Antara Citra Merek Dengan Intensi Membeli Pada Mahasiswa

Menurut Sarwono (1978), mahasiswa merupakan sekelompok masyarakat yang statusnya terikat dengan perguruan tinggi, dan merupakan setiap orang yang resimi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di perguruan tinggi dengan rentang usia 18-30 tahun. Menurut Hurlock (1980), mahasiswa berada pada rentang usia 18-25 tahun yaitu masa transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal. Menurut Papalia (2001), mahasiswa berada pada dalam tahap perkembangan dari remaja menuju dewasa muda/awal. Pada usia ini, perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri,

(21)

lingkungan sosial, serta awal proses pembuatan keputusan untuk memilih karir atau pekerjaan. Mahasiswa sebagai seorang individu selalu mempunyai kebutuhan-kebuthan yang harus dipenuhi mulai dari kebutuhan fisiologis sampai dengan aktualisasi diri. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan tersebut, mahasiswa harus membuat keputusan tentang langkah apa akan dilakukan agar kebutuhannya terpenuhi. Beberapa kebutuhan mahasiswa tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan perilaku membeli.

Seorang individu, dalam konteks ini yaitu mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya akan membeli produk dengan merek tertentu. Sebelum melakukan pembelian, mahasiswa akan mengembangkan suatu pengharapan mengenai suatu produk dimana harapan tersebut merupakan standar kualitas yang akan di bandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya di rasakan konsumen maupun berdasarkan informasi dari lingkungan sekitar. Pengharapan ini akan dilanjutkan dengan keinginan membeli atau intensi membeli (Auda, 2009).

Intensi membeli adalah kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen dalam pembelian (Assael dalam Haryanto dan Nurani, 2009). Menurut Kotler & Susanto (2000) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi intensi membeli, salah satunya yaitu citra merek. Citra merek merupakan persepsi konsumen tentang merek yang merupakan refleksi asosiasi merek yang tersimpan dalam memori (Keller, 2013). Citra merek terdiri dari beberapa komponen yaitu pertama, atribut yang

(22)

terdiri dari atribut produk dan non-produk. Kedua, manfaat yang terdiri dari manfaat fungsional, pengalaman, dan simbolis. Ketiga yaitu sikap merek.

Setiap produk pasti mempunyai karakteristiknya masing-masing. Karakteristik produk adalah ciri - ciri khusus atau spesifik dari produk yang berbeda dari pesaing dan dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (Kotler & Keller 2009). Sebuah produk yang memiliki karakteristik yang unik, unggul dan sulit ditiru oleh pesaing akan menciptakan perbedaan produknya dengan produk merek lain yang pada akhirnya akan membawa kepada keunggulan dalam bersaing. Karakteristik produk sendiri dapat terdiri dari warna, kemasan, ukuran, manfaat dan inovasi (Solomon dalam Haryanto & Nurani, 2010). Produk yang mempunyai warna, kemasan, ukuran dan manfaat serta inovasi yang baik akan membuat mahasiswa lebih tertarik untuk membeli produk tersebut. Sedangkan produk yang mempunyai warna, kemasan, ukuran dan manfaat yang biasa saja dan mempunyai kesamaan dengan produk lain akan membuat konsumen kurang tertarik dengan produk tersebut termasuk pada mahasiswa. Ketertarikan mahasiswa terhadap suatu produk akan mempengaruhi sikap mahasiswa pada produk tersebut. Mahasiswa yang tertarik dengan suatu produk akan cenderung membeli produk tersebut. Sebaliknya, mahasiswa yang kurang tertarik akan suatu produk akan membuat mahasiswa tersebut enggan membeli produk tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman maka trend pun ikut berganti, sehingga pemasar harus dapat melakukan inovasi produk sesuai dengan trend

(23)

tersebut. Jika tidak mengikuti trend maka produknya akan dianggap kuno oleh mahasiswa dan sulit untuk merebut hati konsumen yaitu mahasiswa. Jadi dalam menciptakan sebuah produk, pemasar harus memperhatikan karakteristik dari produk tersebut. Karakteristik produk merupakan faktor penting yang sangat diperhatikan oleh konsumen ketika mereka hendak membeli atau mengkonsumsi produk (McNeal dalam Haryanto & Nurani, 2010). Dengan menciptakan karakteristik produk yang unik dan berbeda dengan pesaing dapat mempengaruhi persepsi positif mahasiswa tentang produk tersebut. Persepsi mahasiswa akan suatu produk akan mempengaruhi kencenderungan konsumen untuk membeli produk tersebut. Semakin positif persepsi mahasiswa terhadap produk tersebut, semakin tinggi kecenderungan mahasiswa untuk membeli produk tersebut. Sebaliknya, semakin negatif persepsi mahasiswa akan suatu produk akan membuat kecenderungan mahasiswa untuk membeli produk tersebut semakin rendah.

Atribut merupakan deskripsi tentang fitur-fitur yang ada dalam produk atau jasa baik yang berkaitan dengan fungsi produk maupun yang berhubungan dengan pembelian produk. Atribut terbagi menjadi dua yaitu atribut produk dan atribut non produk. Atribut yang ada dalam suatu produk akan mempengaruhi penilaian konsumen terhadap produk tersebut, dan penilaian tersebut akan mempengaruhi sikap konsumen pada produk tersebut. Mahasiswa memilih sebuah produk, didasari adanya penilaian positif terhadap atributnya. Atribut produk merupakan salah satu alasan yang mempengaruhi mahasiswa dalam melakukan suatu pembelian produk. Semakin atribut suatu produk sesuai

(24)

dengan apa yang diharapkan konsumen, maka akan menimbulkan minat untuk membeli (Rosalia & Parjono, 2014). Jadi, atribut dalam suatu produk akan mempengaruhi sikap dan kontrol perilaku membeli mahasiswa untuk membeli produk tersebut. Persepsi positif pada atribut suatu produk, akan membuat sikap mahasiswa pada produk tersebut menjadi positif pula dan kontrol perilaku membeli produk tersebut akan melemah sehingga mahasiswa akan cenderung membeli produk tersebut. Sebaliknya, Persepsi negatif pada atribut suatu produk, akan membuat sikap mahasiswa pada produk tersebut menjadi negatif positif pula dan kontrol perilaku membeli produk tersebut akan menguat sehingga mahasiswa akan cenderung tidak membeli produk tersebut

Selain atribut produk, ada atribut non produk. Atribut produk dapat meliputi informasi tentang harga, kemasan, desain produk, selebriti yang menggunakan produk tersebut, dan sebagainya. Konsumen selalu berpikir membeli produk dengan harga yang murah, kemasan yang sederhana, dan merek yang tidak terlalu terkenal mempunyai resiko yang tinggi karena kualitas dari produk tersebut tidak dapat dipercaya (Gogoi, 2013). Penelitian Herman, dkk (2007) menunjukkan bahwa harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku membeli. Kepuasan konsumen secara langsung dipengaruhi oleh persepsi harga dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh persepsi keadilan harga. Hal tersebut menunjukkan, bahwa persepsi mahasiswa terhadap harga akan mempengaruhi intensi membeli mahasiswa terhadap suatu produk. Persepsi positif pada harga akan meningkatkan kecenderungan mahasiswa untuk membeli suatu produk. Sedangkan, persepsi negatif pada

(25)

harga akan menurunkan kencenderungan mahasiswa untuk membeli suatu produk.

Selain harga, iklan suatu produk juga dapat mempengaruhi intensi membeli konsumen. Iklan merupakan salah satu strategi promosi yang penting untuk menciptakan kesadaran di pikiran konsumen untuk membeli suatu produk. Perusahaan membuat ikatan emosional dengan konsumen melalui iklan. Saat konsumen memberikan perhatian pada suatu iklan merek tertentu, hal tersebut akan menimbulkan perasaan konsumen terhadap merek tersebut. Perasaan yang baik terhadap iklan tersebut akan menimbulkan sikap positif konsumen terhadap produk tersebut (Mirabi dkk, 2015). Menurut Khan, dkk (2013), respon positif terhadap iklan suatu merek akan menambah kesukaan dan evaluasi positif terhadap merek tersebut. Berdasarkan penelitian Mirabi dkk (2015) tentang a study of factors affecting on customers purchase intention didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif antara iklan dengan intensi membeli. Hal tersebut menunjukkan bahwa iklan suatu produk akan mempengaruhi intensi membeli mahasiswa terhadap produk tersebut. Iklan yang dipersepsikan positif akan meningkatkan intensi membeli mahasiswa, sebaliknya iklan yang dipersepsikan negatif akan menurunkan intensi membeli mahasiswa terhadap produk tersebut.

Saat akan membeli suatu produk, konsumen juga akan mengarahkan pada fungsi dan manfaatnya (Kotler & Keller 2009). Mahasiswa akan memilih produk sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang akan diperoleh. Jika suatu produk dengan merek tertentu dirasa mahasiswa sesuai dengan kebutuhannya

(26)

dan mempunyai manfaat seperti yang mahasiswa harapkan, mahasiswa cenderung akan membeli produk merek tersebut saat membutuhkannya. Sedangkan, jika suatu produk dengan merek tertentu dirasa mahasiswa kurang sesuai dengan kebutuhannya dan tidak mempunyai manfaat yang sesuai dengan harapan mahasiswa, mahasiswa cenderung tidak akan memilih produk merek tersebut saat akan membeli suatu produk.

Saat akan membeli suatu produk, konsumen akan membentuk suatu pengharapan tentang manfaat yang akan didapatkannya saat menggunakan produk dengan suatu merek (Kotler & Keller 2009). Jika mahasiswa merasa produk merek tertentu akan memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkannya, mahasiswa akan cenderung memilih merek tersebut saat akan membeli suatu produk. Sedangkan, jika mahasiswa merasa produk merek tertentu tidak akan memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkannya, mahasiswa cenderung tidak akan memilih produk dengan merek tersebut saat akan membeli suatu produk.

Setelah seseorang menggunakan suatu produk, pasti konsumen akan melakukan evaluasi tentang produk tersebut, apakah produk tersebut menguntungkan atau tidak. Manfaat yang dirasakan oleh konsumen saat memakai suatu produk akan mempengaruhi sikap konsumen dan juga norma subjektif konsumen terhadap produk tersebut (Kotler & Keller 2009). Saat mahasiswa menggunakan suatu produk dan merasa memperoleh manfaat dari penggunaan produk tersebut pasti mahasiswa akan memberikan sikap positif pada produk tersebut dan akan menimbulkan kepercayaan bahwa orang-orang

(27)

disekitarnya akan mendukungnya dengan membeli produk tersebut sehingga saat mahasiswa membutuhkan produk tersebut lagi, konsumen akan menjadikan merek tersebut sebagai pilihan pertama sebagai bahan pertimbangan untuk dibeli.

Sikap konsumen terhadap merek bisa positif maupun negatif. Menurut Ikhsan & Ishak (2005), dalam beberapa hal konsumen lebih mempertimbangkan merek dari pada produk pada saat melakukan pembelian. Hal ini disebabkan karena merek tersebut telah memiliki persepsi yang baik dibenak konsumen. Oleh sebab itu, citra merek yang positif akan disikapi positif oleh mahasiswa dengan timbulnya intensi membeli produk tersebut. Apabila mahasiswa meyakini akan adanya nilai positif dari suatu merek ataupun perusahaan, maka mahasiswa akan menjadikan merek tersebut sebagai pertimbangan pertama saat akan membeli produk tersebut. Sebaliknya ketika citra merek dinilai negatif, maka mahasiswa pun tidak akan menjadikan merek tersebut menjadi pertimbangan pertama saat akan membeli produk tersebut.

Menurut Seock (2003), semakin positif sikap seorang konsumen terhadap suatu toko atau merek, semakin tinggi pula intensi membeli konsumen terjadi. Citra merek yang positif bisa diasosiasikan dengan kepercayaan konsumen terhadap nilai merek yang positif. Citra merek yang positif akan menjadikan produk merek tersebut menjadi pertimbangan pertama saat seseorang membutuhkan barang tersebut dan ingin membeli barang tersebut. Juga berfungsi untuk mempengaruhi minat konsumen terhadap promosi merek

(28)

di masa yang akan datang dan jaminan kekebalan konsumen terhadap aktivitas promosi dari merek pesaing (Schiffman dan Kanuk, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Lin (2007) tentang The effect of brand image and product knowledge on purchase intention moderated by price discount dan penelitian yang dilakukan oleh Auda (2009) tentang pengaruh citra merek terhadap intensi membeli, didapatkan hasil bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian suatu produk. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara citra merek dengan intensi membeli pada mahasiswa.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara citra merek dengan intensi membeli smartphone Samsung pada mahasiswa. Semakin positif citra merek smartphone samsung maka semakin tinggi intensi membeli smartphone samsung pada mahasiswa, sebaliknya semakin negatif citra merek smartphone samsung maka semakin rendah intensi membeli smartphone samsung mahasiswa.

Gambar

Gambar 1. Theory Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Referensi

Dokumen terkait

ABC (inisial), supplier ini memberikan potongan pembelian dalam jumlah banyak, sehingga keberadaan supplier malah menjadi segi yang cukup mendukung proses bisnis

Perilaku merokok adalah perilaku yang telah umum di jumpai.Perilaku merokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hai ini

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran* Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar Teknik Bentuk Instrumen Contoh

Selain ayah mengajarkan tentang pendidikan kesehatan reproduksi sejak anak usia dini, ayah telah menjelaskan tentang bagaimana caranya mandi besar (83%), ayah

Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulakan tujuan dari supervisi pendidikan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan cara memberikan

[r]

Meneliti pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran, sehingga harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian ini biasanya dinamakan instrumen

BIDANG DATA, INFORMASI PELAYANAN UMUM, & PENGADUAN DAN BIDANG PENGOLAHAN & PENERBITAN PERIZINAN & NON PERIZINAN NAMA SOP : Pelayanan Surat Tanda Daftar Industri