• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Penguasaan Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Penguasaan Bahasa Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari

Model Pembelajaran Kooperatif dan

Penguasaan Bahasa Indonesia

Suhar

1

& Muh. Syarwa Sangila

2

(1 & 2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika pada Jurusan PMIPA FKIP Universitas Halu Oleo email: suhar_fakipmat@yahoo.com)

Abstrak : Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial bertujuan mempelajari (1) perbedaan hasil belajar matematika menurut level penguasaan bahasa Indonesia dengan syarat model pembelajaran kooperatif, (2) perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut penguasaan bahasa Indonesia (Bj) dengan syarat khusus model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia. Hasil analisis berdasarkan Statistik Uji-t

melalui analisis varian dua jalur dalam menguji hipotesis perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika mempunyai perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: Pembelajaran Jigsaw, Think Talk Write (TTW), Student Team Achivement Divisions (STAD), Penguasaan bahasa Indonesia

PENDAHULUAN

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada individu-individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Proses pembelajaran merupakan salah satu bagian dalam pendidikan yang melibatkan guru atau pendidik dengan siswa atau peserta didik dimana dalam proses pelaksanaannya kedua unsur tersebut harus saling bekerja sama dalam mencapai hasil yang maksimal. Proses pembelajaran umumnya dilakukan oleh banyak guru sekarang ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum. Dalam artian sebagian besar pembelajaran diberikan secara monoton dengan model pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran konsep yang bersifat hafalan dan didominasi oleh guru tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia.

Keberhasilan pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi harapan semua pihak khususnya guru matematika. Dalam proses pembelajaran melibatkan berbagai macam kegiatan yang harus dilakukan, terutama jika menginginkan hasil yang optimal. Salah satu cara yang dapat dipakai agar mendapatkan hasil optimal seperti yang diinginkan adalah memberi tekanan dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan belajar terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran (Mulyono, 2003). Hal ini dapat dilaksanakan dengan memilih salah satu

(2)

model pembelajaran yang tepat. Karena pemilihan model pembelajaran yang tepat pada hakikatnya merupakan salah satu upaya dalam mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan keterlibatan aktif antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu, pada kurikulum sebelumnya atau KBK menekankan bahwa belajar matematika tidak sekedar learning to know (belajar untuk mengetahui), melainkan harus ditingkatkan meliputi learning to do (belajar untuk mengerjakan), learning to be (belajar untuk menjadi),

hinggalearning to live together (belajar untuk bekerja sama)(Suyitno, 2004:6).

Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki/meningkatkan perilaku yang sudah ada. Perubahan tingkah laku yang ditimbulkan oleh belajar dapat berupa perilaku yang baik (positif) atau perilaku yang buruk (negatif)(Alisuf, 1995:35). Berdasarkan pendapat Suyitno, pengajaran matematika perlu diperbarui, dimana siswa diberikan porsi lebih banyak dibandingkan dengan guru, bahkan siswa harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompokkecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2010:202). Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan sesuatu yang aneh dalam cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning, seperti yang di jelaskan Abdulhak (2001) bahwa “pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara pelajar itu sendiri”(Rusman, 2003:203). Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dimaksudkan agar siswa benar-benar menerima ilmu dari pengalaman belajar bersama teman-temannya baik yang sudah dikatakan cakap maupun yang masih dikatakan lemah dalam memahami konsep atau materi pelajaran. Salah satu ciri dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya pembagian kelompok belajar yang diarahkan untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai suatu konsep yang diajarkan.Kenyataan menunjukkan bahwa, penggunaan model mengajar yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan cenderung menghasilkan hasil belajar siswa kurang optimal. Penyebab lain rendahnya hasil belajar siswa adalah bahwa perencanaan dan implementasi pembelajaran yang dilakukan oleh para guru matematika tampaknya masih dilandasi dengan metode transfer informasi.

Dewasa ini, banyak tipe (pendekatan) model pembelajaran kooperatif yang telah diterapkan di kelas-kelas dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika, diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,model pembelajaran kooperatif tipeThink Talk Write (TTW) dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions).

Pemikiran dasar dari teknik Jigsaw adalah pemberian kesempatan kepada siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta di ajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dari proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan (Supriyadi, 2000:3). Peserta didik tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain (Anonim, 2011:159). Model ini, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerja sama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Keunggulan koperatif tipe

(3)

Jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Meningkatkan bekerja sama secara koperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan(Alex, 2008).

Model pembelajaran lain yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). Kooperatif tipe TTW ini, peserta didik didorong untuk berpikir, berbicara, dan selanjutnya menuliskan berkenaan dengan suatu topik yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik serta membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik diharapkan untuk menulis (Nikmatul, 2012). Sintaks dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah: (1) Menginformasikan materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) Mengingatkan kembali teknik pembelajaran dengan strategi TTW serta tugas-tugas dan aktivitas siswa Guru membagi Lembar Aktivitas Siswa kepada siswa, (3) Siswa secara individu diminta untuk menangkan ide-idenya mengenai kemungkinan jawaban dan atau langkah penyelesaian atas permasalahan yang diberikan serta hal-hal apa saja yang diketahui dan atau belum diketahui yang ditulis dalam bentuk catatan kecil yang akan menjadi bahan untuk melakukan diskusi kelompok (think), (4) Siswa mendiskusikan hasil catatannya (saling menukar ide) agar diperoleh kespakatan-kesepakatan kelompok (talk), (5) Secara individu, siswa menuliskan senua jawaban atas permasalahan yang diberikan secara lengkap, jelas dan mudah dibaca (write), (6) Beberapa perwakilan kelompok dipilih secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, sedangkan kelompok yang tidak terpilih memberikan tanggapan atau pendapatnya (Halmaheri, 2004:22).

Model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar yang lain adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions). Model STAD merupakan salah satu pendekatan pembelajaran motivasional yang diyakini mampu meningkatkan motivasi maupun hasil siswa dalam belajar. Dalam STAD siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut (Adelluckyy, 2010). Metode ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan pembelajaran, dapat membantu guru untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa.Adapun sintaks pembelajatan kooperatif tipe STAD adalah (1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (2) Menyajikan informasi, (3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, (4) Membimbing kelompok belajar dalam belajar (5) Evaluasi, (6) Memberikan penghargaan (Trianto, 2009:71).

Adapun kelebihan model ini adalah (1) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (3) dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (4) dapat mengidentifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain, (5) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti. Selain kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki kekurangan, antara lain: (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya, sehingga siswa akan sedikit ramai, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam

(4)

pembelajaran kooperatif tipe STAD ini harus lengkap, (3) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak waktu.

Selain itu, kemampuan berbahasa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa termasuk hasil belajar matematikanya. Salah satu kelemahan yang dihadapi peserta didik di semua jenjang dan jenis pendidikan ialah kemampuan berbahasa, termasuk dalam bahasa Indonesia apalagi dalam bahasa asing. Matematika dan bahasa merupakan ilmu yang berbeda dan berdiri sendiri. Namun, bahasa dan matematika memiliki kaitan yang sangat erat. Matematika sangat ditunjang oleh bahasa dan begitu juga sebaliknya. Bahasa matematika yang sebagian besar mangandung unsur logika dan simbol-simbol harus dijelaskan oleh bahasa agar dipahami oleh siswa. Kelemahan berbahasa yang dialami siswa dapat terjadi pada kemampuan menerima dan memberikan informasi secara cepat dan tepat. Kelemahan mendengar terlihat pada kemampuan menyimak informasi yang disampaikan guru secara lisan dalam proses pembelajaran. Sementara itu, untuk beberapa istilah/ungkapan matematika

(mathematical terms), memang perlu penjelasan karena untuk hal ini lebih kepada bagaimana mengkomunikasikan makna ungkapan itu tidak secara simbolik saja

tetapi juga secara deskriptif-naratif, sehingga komunikasi melalui bahasa Indonesia menjadi suatu kebutuhan (Kurniawan, 2010).

METODE

Penelitian Eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial dilaksanakan di SMP Negeri 10 Kendari pada semester ganjil Tahun Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 6 kelas pararel dengan jumlah siswa 211 orang sebagai populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik, yaitu cluster random samplingdan simple random sampling. Teknik cluster random samplingdilakukan pada saat random kelas dengan tujuan untuk mendapatkan 3 (tiga) kelas penelitian, yaitu dua kelas sebagai unit eksperimen dan satu kelas berikutnya sebagai kelas kontrol. Sementara teknik simple random sampling

dilakukan pada saat random individu dengan sampel penelitian dari ketiga kelas berjumlah 90 orang yang diambil berdasarkan penguasaan bahasa Indonesia, Gambaran sampel yang terambil berdasarkan jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap kelompok (sel), ditunjukkan dalam Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1

Desain Jumlah Sampel dalam Penelitian Eksperimen di SMP Negeri 10 Kendari A B Jumlah orang B=1 (Bhs.Ind. di atas rerata) B=2 (Bhs.Ind. di bawah rerata A=1 (Jigsaw) 15 15 30 A=2 (TTW) 15 15 30 A=3 (STAD) 15 15 30 Jumlah 45 45 90

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: (1) variabel bebas yang terdiri dari model pembelajaran kooperatif (faktor Aidengan i=1, 2, 3), dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawsebagai A=1, model pembelajaran kooperatif tipe TTW sebagai A=2, model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(5)

sebagai A=3. Penguasaan bahasa Indonesia (faktor Bj dengan j=1, 2), dimana penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata sebagai B=1 dan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata sebagai B=2; (2) variabel terikat yaitu hasil belajar matematika. Penelitian ini menggunakan cara Randomized Control Group Design (Djaali, 2009:3) dengan gambaran sebagai berikut :

R E T O1 R K • O2

Keterangan: R =random; E = eksperimen; T = true eksperimen; K = kontrol; Ok= Observasi, k= 1, 2 (O1= tes yang diberikan pada kelas eksperimen dan O2= tes yang diberikan pada kelas control) Agung (1992:88)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen penelitian berupa lembar monitoring dan tes hasil belajar matematika berbentuk tes uraian. Monitoring dilakukan pada setiap pertemuan yaitu sebanyak enam kali pertemuan. Hasilnya dipergunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas/partisipasi guru dan siswa. Untuk instrumen hasil belajar matematika terdiri dari: (1) definisi konseptual, (2) definisi operasional, (3) kisi-kisi dan (4) soal uraian. Instrumen hasil belajar matematika ini diambil setelah selesai proses belajar mengajar selama 6 kali pertemuan.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat program siap pakai, yaitu SPSS/PC ver. 16.0 dan EViews-7. Hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian eksperimen ini terdiri dari (1) analisis validitas dan reliabilitas, (2) Analisis perilaku berkarakter, (3) Analisis deskriptif dan (4) analisis inferensial. Hasil analisis validitas berdasarkan penilaian panelis dilakukan peneliti dengan memberikan konsep instrumen yang telah disusun kepada 20 orang panelis, di validasi dan dipilih 10 butir soal yang valid. Selanjutnya dilakukan analisis reliabilitas terhadap instrumen hasil belajar matematika yang valid, hal ini dilakukan untuk melihat apakah instrumen tersebut memiliki kualitas yang baik dan dapat dipakai sebagai alat ukur untuk dapat mengukur hasil belajar matematika siswa. Kemudian dilakukan analisis penilaian perilaku berkarakter dimaksudkan untuk menilai karakter siswa yang meliputi aspek-aspek berikut, yaitu dapat dipercaya, menghargai, bertanggung jawab secara individu, bertanggung jawab secara sosial, adil dan peduli. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran karakteristik variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat dilihat melalui skor rerata dari masing-masing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan penguasaan bahasa Indonesia. Selanjutnya melalkukan analisis inferensial yang dipakai untuk menguji hipotesis perbedaan perlakuan antara Jigsaw dan TTW dengan STAD. Analisis untuk menguji hipotesis antara semua variabel bebas. Analisis inferensial untuk menguji hipotesis dengan memakai paket program EViews dengan formula sebagai berikut:

Yi=∑ ( ) + ,

di mana: Yi menyatakan nilai/skor pengamatan variabel respon ke-I; C(k) menyatakan parameter model atau koefisien variabel bebas Xk; Xk menyatakan nilai/skor variabel bebas

µi menyatakan suku kesalahan random dari model dengan asumsi mempunyai distribusi normal standar yang identik dan independent (NII) dengan E(µ)=0 dan Var(µ)= σ2atau ~ NII(0,σ2), suatu konstanta untuk semua i=1,2,3, … n… Agung (2006:88) Untuk menguji sejumlah hipotesis tersebut

(6)

menggunakan formula (i) AC[(A,Y)|B=j] = π1j –π2j untuk setiap j= 1, 2; (ii) AC[(A,Y)|A=i] = π1i – π2i untuk setiap i= 1, 2 & 3; dan (iii) Difference in Differences (DID) = (π11–π12) – (π21– π22); ... Agung (2011:166).

HASIL

Hasil analisis kombinasi faktor interaksi antara Ai (i=1,2,3) dan Bj (j=1,2) hasil belajar matematika sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2

Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Menurut Kombinasi Antara Faktor Model Pembelajaran Kooperatif (Ai) dan Penguasaan

Bahasa Indonesia (Bj)

Hasil analisis kombinasi faktor interaksi antara Ai dan Bj yakni antara perlakuan model pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia terhadap hasil belajar matematika ditunjukkan dalam Tabel 2 di atas. Kombinasi antara perlakuan dengan level sebagai ditunjukkan dalam tersebut ternyata faktor interaksi (A=2, B=1) = 53,26667 yakni kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rerata (B=1) merupakan kombinasi dengan skor teringgi, semetara skor terrendah adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A-1) dan tipe STAD (A=3) dengan level penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata (B=1) dan di bawah rerata (B=2) dengan skor 36,3333.

Selanjutnya untuk mempelajari perbedaan rerata hasil belajar matematika berdasarkan kombinasi faktor interaksi Ai dan Bj berdasarkan statistik Uji-t untuk semua kelompok kombinasi perlakuan semuanya dengan nilai-p < α=0,05 yakni kominasi faktor interaksi faktor (A=1,B=1), dengan nilai-p=0,0000, faktor (A=1,B=2) dengan nilai-nilai-p=0,0000, faktor (A=2,B=1) dengan nilai-p = 0,0000, faktor (A=2,B=2) dengan nilai-p=0,0000, faktor (A=3,B=1) dengan nilai-p = 0,0000, dan kombinasi faktor interaksi faktor (A=3,B=2) juga dengan nilai-p =0,0000. Artinya perbedaan hasil belajar matematika yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, tipe TTW dan tipe STAD

mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap kontrol.

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 17:45

Sample: 1 90; Included observation 90

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

A=1,B=1 36.73333 4.385595 8.375907 0.0000 A=1,B=2 30.73333 4.385595 7.007792 0.0000 A=2,B=1 53.26667 4.385595 12.14583 0.0000 A=2,B=2 43.80000 4.385595 9.987243 0.0000 A=3,B=1 40.00000 4.385595 9.120770 0.0000 A=3,B=2 36.73333 4.385595 8.375907 0.0000

R-squared 0.155458 Mean dependent var 40.21111

Adjusted R-squared 0.105187 S.D. dependent var 17.95594

S.E. of regression 16.98533 Akaike info criterion 8.566918

Sum squared resid 24234.13 Schwarz criterion 8.733572

Log likelihood -379.5113 Hannan-Quinn criter. 8.634123

(7)

Sebelum melakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis tertentu yang diperlukan terlebih dahulu dilakukan pengujian kesamaan varian melalui Metode Bartlett, Levene dan Brown-Forsythedengan kriteria jika nilai-p lebih besar (>) dari nilai α=0,05maka Ho diterima. Karena berdasarkan nilai pada Tabel 3 tersebut Ho diterima maka dengan demikian hasil analisis menunjukkan bahwa untuk ketiga metode tersebut menerima hipotesis nol (Ho) yang mempunyai pengertian bahwa data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi suku kesalahan random yang mempunyai varian yang sama.

Tabel 3

Hasil Analisis Kesamaan Varians Faktor A dan B Terhadap Respon Univariat Y

Untuk menguji hipotesis penelitian tentang perbedaan rerata sel yang diperhatikan dengan rerata sel lainnya dan hipotesis perbedaan dan dalam perbedaan rerata sel atas perlakuan model pembelajaran kooperatif dengan level penguasaan bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Hipotesis-1 dengan pernyataan: “Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan penguasaan bahasa Indonesia (Bj) mempunyai perbedaan yang signifikan”. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut. H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = C(5) = C(6) vs H1: Bukan H0

Tabel 4

Hasil Analisis Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Aidan BjSecara Bersama-sama (Simultan)

Wald Test: Equation: EQ02

Test Statistic Value df Probability

F-statistic 86.64589 (6, 84) 0.0000

Chi-square 519.8754 6 0.0000

Null Hypothesis: C(1)=C(2)=C(3)=C(4)=C(5)=C(6)=0 Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) 36.73333 4.385595 C(2) 30.73333 4.385595 C(3) 53.26667 4.385595 C(4) 43.80000 4.385595 C(5) 40.00000 4.385595 C(6) 36.73333 4.385595

Test for Equality of Variances of Y Categorized by values of B and A Date: 12/19/12 Time: 17:57 Sample: 1 90

Included observations: 90

Method df Value Probability

Bartlett 5 5.310072 0.3792

Levene (5, 84) 0.855607 0.5145

(8)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test dengan menggunakan statistik Uji-F pada Tabel 4 di atas diperoleh F-statistic = 86,64589 df = (6,84) dan nilai-p = 0,0000 < α = 0,05. Dengan demikian H0 ditolak. Ditolaknya H0dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan level penguasaan bahasa Indonesia mempunyai perbedaan yang signifikan.

Hipotesis-2 dengan pernyataan “secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan penguasaan bahasa Indinesia di bawah rerata dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hipotesis statistiknya adalah:H0:C(1)-C(2)0 vs H1:C(1)-C(2 )>0.

Tabel 5

Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(2)] dengan Syarat A1

Berdasarkan hasil analisis Wald Testpada Tabel 5, dengan menggunakan statistik Uji-t diperoleh thitung atau t-statistic = 0,967404 df = 84 dengan p-value/2 = 0,3361/2 = 0,16805 > α = 0,05 maka H0 diterima. Diterimanya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia diatas rerata lebih rendah dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw.

Hipotesis-3 dengan pernyataan “secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe TTW. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah H0:C(3)-C(4 )0 vs H1: C(3)-C(4 ) >0.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 6 berikut dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik= 1,526348 db=84, nilai p/2 = 0,1307/2 = 0,06535 > ∝ =0,05 maka H0diterima. Dengan diterima H0 dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata lebih rendah dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata dengan syarat model pembelajaran kooperatif TTW.

Wald Test: Equation: EQ02

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 0.967404 84 0.3361

F-statistic 0.935870 (1, 84) 0.3361

Chi-square 0.935870 1 0.3333

Null Hypothesis: C(1)=C(2) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

(9)

Tabel 6

Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(4)] dengan Syarat A2

Hipotesis-4 dengan pernyataan “secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah:H0: C(5)-C(6 )0 vs H1: C(5)-C(6 ) >0

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik = 0,526698 db=84, nilai p/2 = 0,5998/2 = 0,2999 > ∝=0,05 maka H0 diterima. Dengan diterima H0 dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata lebih rendah dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak mempunyai perbedaaan yang signifikan.

Tabel 7

Hasil Pengujian hipotesis [C(5) – C(6)] dengan Syarat A3

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 1.526348 84 0.1307

F-statistic 2.329739 (1, 84) 0.1307

Chi-square 2.329739 1 0.1269

Null Hypothesis: C(3)=C(4) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(4) 9.466667 6.202167

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 0.526698 84 0.5998

F-statistic 0.277410 (1, 84) 0.5998

Chi-square 0.277410 1 0.5984

Null Hypothesis: C(5)=C(6) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(5) - C(6) 3.266667 6.202167

(10)

Hipotesis-5 dengan pernyataan “rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD dengan syarat untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah:H0:C(1)-C(5 ) =0 vs H1:C(1)-C(5 )0

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 8, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik = -0,526698 db=84, nilai p = 0,5998 > =0,05 maka H0 diterima. Dengan diterima H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (A=1) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata (B=1) tidak mempunyai perbedaan yang signifikan.

Tabel 8

Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1

Hipotesis-6 dengan pernyataan “rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata (B=1) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0:C(3)-C(5 )=0 vs H1: C(3)-C(5 )0

Tabel 9

Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -0.526698 84 0.5998

F-statistic 0.277410 (1, 84) 0.5998

Chi-square 0.277410 1 0.5984

Null Hypothesis: C(1)=C(5) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(5) -3.266667 6.202167

Restrictions are linear in coefficients.

Wald Test Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 2.139037 84 0.0353

F-statistic 4.575480 (1, 84) 0.0353

Chi-square 4.575480 1 0.0324

Null Hypothesis: C(3)=C(5) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

(11)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 9, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik = 2,139037 db=84, nilai p = 0,0353 < =0,05 maka H0 ditolak. Dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata (B=1) mempunyai perbedaan yang signifikan.

Hipotesis-7 dengan pernyataan “rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata (B=2) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0:C(2)-C(6 ) = 0 vs H1: C(2)-C(6 )0

Berdasarkan hasil analisis Wald Testpada Tabel 10, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik = -0,967404 db=84, nilai p = 0,3361 > =0,05 maka H0 diterima. Dengan diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata (B=2) tidak mempunyai perbedaan yang signifikan.

Tabel 10

Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2

Hipotesis-8 dengan pernyataan “rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata (B=2) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0:C(4)-C(6 ) = 0 vs H1: C(4)-C(6 )0.

Tabel 11

Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2 Wald Test:; Equation Unititled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -0.967404 84 0.3361

F-statistic 0.935870 (1, 84) 0.3361

Chi-square 0.935870 1 0.3333

Null Hypothesis: C(2)=C(6); Null Hypothesis Summary

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(2) - C(6) -6.000000 6.202167

Wald Test: Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 1.139387 84 0.2578

F-statistic 1.298202 (1, 84) 0.2578

Chi-square 1.298202 1 0.2545

Null Hypothesis: C(4)=C(6) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

(12)

Berdasarkan hasil analisis Wald Testpada Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik = 1,139387 db=84, nilai p = 0,2578 > =0,05 maka H0diterima. Dengan diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan model pembelajaran kooperartf tipe STAD (A=3) dengan syarat nilai bahasa Indonesia di bawah rerata (B=2) tidak mempunyai perbedaan yang signifikan.

Hipotesis-9 dengan pernyataan “kesenjangan tipe-1 rerata hasil belajar matematika di tinjau dari penguasaan bahasa Indonesia (B=1)dan (B=2) dengan syarat (A=1) dan penguasaan bahasa Indonesia (B=1)dan (B=2) dengan syarat (A=3) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0:C(1)-C(2)=C(5)-C(6) vs H1: C(1)-C(2)C(5)-C(6)

Tabel 12

Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan Dalam Perbedaan Tipe-1: [C(1) - C(2) - C(5) + C(6)]

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 12 di atas, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh t-statistik = 0,311626 db=84, nilai-p = 0,7561>α=0,05 maka H0 diterima. Dengan diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa kesenjangan tipe-1 rerata hasil belajar matematika di tinjau dari penguasaan bahasa Indonesia (B=1)dan (B=2) dengan syarat (A=1) dibandingkan penguasaan bahasa Indonesia (B=1)dan (B=2) dengan syarat (A=3) tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis-10 dengan pernyataan “kesenjangan tipe-2 rerata hasil belajar matematika di tinjau dari penguasaan bahasa Indonesia (B=1)dan (B=2) dengan syarat (A=2) dibandingkan penguasaan bahasa Indonesia (B=1) dan (B=2) dengan syarat (A=3) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0:C(1)-C(2)=C(5)-C(6) vs H1: C(1)-C(2)C(5)-C(6).

Tabel 13

Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan dalam Perbedaan Tipe-2: [C(3) - C(4) - C(5) + C(6)]

Wald Test: Equation Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 0.311626 84 0.7561

F-statistic 0.097111 (1, 84) 0.7561

Chi-square 0.097111 1 0.7553

Null Hypothesis: C(1)-C(2)-C(5)+C(6)=0; Null Hypo. Summary

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(2) - C(5) + C(6) 2.733333 8.771189

Wald Test:

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 0.706860 84 0.4816

F-statistic 0.499651 (1, 84) 0.4816

Chi-square 0.499651 1 0.4797

Null Hypothesis: C(3)-C(4)-C(5)+C(6)=0 Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

(13)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 11 di atas, dengan menggunakan t-statistic = 1,13987, db=84 dan nilai-p=0,2578 > α=0,05 sehingga Ho

diterima. Dengan diterimanya Ho dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran Kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) dengan syarat/khusus level penguasaan siswa terhadap bahasa Indonesia tidak mempunyai perbedaan yang signifikan.

Hipotesis-11. dengan pernyataan Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rerata, khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), tipe

TTW (A=2) dan tipe STAD (A=3). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan adalah: Ho:

(C(1)+C(3)+C(5)) =(C(2)+C(4)+C(6)) vs C(1)+C(3)+C(5)) >(C(2)+C(4)+C(6)).

Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 14, berikut diperoleh t-staistic = 1,743857, db = 84, nilai-p/2 = 0,0848/2 = 0,0424 <α=0,05

sehingga Ho ditolah. Dengan ditolaknya dapat dismpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rerata, khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Ai (i=1,2,3).

Tabel 14

Hasil Analisis Pengujian Hipotesis Perbedaan Bj (j=1,2) dengan Syarat Ai (i=1,2,3) atau (C(1)+C(3)+C(5))=(C(2)+C(4)+C(6))

Hipotesis-12. dengan pernyataan Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk dengan kemampuan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rerata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan tipe TTW (A=2). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan adalah Ho: C(3)+C(4)=C(1)+C(2) vs H1 : C(3)+C(4)>C(1)+C(2)

Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 15 berikut diperoleh nilai t-statitic = 3,374685 db = 84 nilai-p/2 = 0,0011/2 = 0,0006 < α=0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak. Dengan ditolaknya Ho dapat dismpulkan bahwa signifikan rerata hasil belajar matematika untuk dengan kemampuan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan bahasa

Wald Test: Equation: EQ02

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 1.743857 84 0.0848

F-statistic 3.041039 (1, 84) 0.0848

Chi-square 3.041039 1 0.0812

Null Hypothesis: (C(1)+C(3)+C(5))=(C(2)+C(4)+C(6)) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(2) + C(3) - C(4) + C(5) - C(6) 18.73333 10.74247 Restrictions are linear in coefficients.

(14)

Indonesia di bawah rerata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw (A=1) dan tipe TTW (A=2).

Tabel 15

Hasil Analisis Pengujian Hipotesis Perbedaan Bj (j=1,2) dengan Syarat A=1 dan A=2 atau C(3)+C(4)=C(1)+C(2)

PEMBAHASAN

Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor BjDengan Syarat Ai

Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor kemampuan bahasa Indonesia Bj (j = 1 dan 2) dengan syarat model pembelajaran kooperatif Ai(i = 1, 2 dan 3) mempunyai lima hipotesis, yaitu hipotesis 2, 3, 4, 11, dan 12. Dari lima hipotesis yang diajukan tiga hipotesis menerima Ho dan dua hipotesis menolka Ho. Tiga hipotesis yang menerima Ho memberi pengertian bahwa rencana persiapan pembelajaran (RPP berkarakter) yang diterapkan dengan kombinasi perlakuan model pembelajaran kooperatif dapat menyeimbangkan kemampuan kelompok siswa yang kurang senang dengan pelajaran matematika sedikit demi sedikit menjadi senang sehingga kelompok siswa yang pandai relatif sama dengan kelompok siswa yang kurang pandai. Hipoetsis 11 yang membandingkan kelompok siswa dengan level penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata lebih tinggi dengan dibawah rerata khusus model pembelajaran kooperatif Ai ternyata menolka hipotesis nol (Ho), demikian juga terhadap hipotesis 12.

Diterimanya H0 berarti bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, TTW dan STAD sudah dapat menyamakan kemampuan hasil belajar siswa antara siswa dengan penguasan bahasa Indonesia di atas rerata dan di bawah rerata, sehingga perbedaan rerata nilai hasil belajar matematika diantara keduanya relatif tidak signifikan (nyata). Hal ini dapat dilihat dari aspek mean atau rerata hasil belajar matematika untuk kelompok siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata relatif tidak jauh perbedaannya dengan rerata hasil belajar matematika untuk kelompok siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata (lihat Tabel 2). Walaupun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya, tetapi karena perbedaannya kecil sehingga perbedaannya tadi menjadi tidak signifikan atau tidak nyata. Pada kelas Jigsaw, TTW dan STAD, dua kelompok siswa berkemampuan bahasa Indonesia yang berbeda cenderung sudah aktif dalam pembelajaran dikelas. Hal ini dapat

Wald Test: Equation: EQ02

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 3.374685 84 0.0011

F-statistic 11.38850 (1, 84) 0.0011

Chi-square 11.38850 1 0.0007

Null Hypothesis: C(3)+C(4)=C(1)+C(2) Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

-C(1) - C(2) + C(3) + C(4) 29.60000 8.771189

(15)

dilihat dari tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran berkelompok serta kerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok (LKS) yang diberikan. Keterlibatan aktif semua siswa baik itu siswa dengan level nilai di atas rerata dan di bawah rerata pada tiap pembelajaran didalam kelompoknya akan memberikan pemahan konsep lebih terhadap materi yang diajarkan. Konsep matematika yang diserap dengan baik oleh siswa disetiap pertemuan pada akhirnya membantu siswa itu sendiri dalam mengerjakan evaluasi hasil belajar yang diberikan. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan rerata hasil belajar matematika pada kelompok siswa dengan level nilai bahasa Indonesia di atas rerata menjadi relatif tidak berbeda bila dibandingkan dengan kelompok siswa yang memiliki level nilai bahasa Indonesia di bawah rerata, ini dikarenakan kedua kelompok tersebut sudah sama-sama aktif pada pembelajaran di kelas.

Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Ai dengan syarat Bj

Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran kooperatif Ai (i = 1, 2, dan 3) dengan syarat Kemampuan bahasa Indonesa Bj (j=1 dan 2) mempunyai empat hipotesis yang bersesuaian, yaitu hipotesis 5, 6, 7, dan 8. Dari empat hipotesis yang diajukan diperoleh satu hipotesis signifikan dan tiga hipotesis tidak signifikan. Satu hipotesis yang signifikan adalah hipotesis 6, dengan pernyataan sebagai berikut: (i) “secara signifikan, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata mempunyai perbedaan”. Signifikanya hipotesis 6 berarti bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW bila dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan syarat penguasaaan bahasa Indonesia di atas rerata. Signifikannya perbedaan rerata hasil belajar matematika antara kelas eksperimen TTW dibandingkan kelas kontrol STAD diduga akibat penerapan model pembelajaran kooperatif yang sudah efektif pada level kemampuan bahasa di atas rerata. Pada tabel 2 terlihat rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW pada kelas eksperimen mempunyai kecenderungan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas kontrol khusus untuk kelompok siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata. Berdasarkan hasil analisis deskriptif rerata hasil belajar matematika siswa TTW memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 52,26 sedangkan STAD hanya memperoleh rerata nilai hasil belajar matematika sebesar 40,00. Selain itu, signifikannya perbedaan rerata hasil belajar matematika antara dua model pembelajaran yang dibandingkan dapat dilihat dari selisih rerata hasil belajar siswa, yaitu melalui tabel hasil analisis Wald Test pada baris Normalized Restriction (=0) kemudian melihat nilai pada kolom Value. Pada Tabel 9 selisih rerata hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW dan STAD mencapai 13,26, besarnya selisih rerata hasil belajar matematika siswa diantara keduanya menyebabkan perbedaannya relatif signifikan (nyata). Signifikanya perbedaan hasil belajar matematika siswa disebabkan oleh penerapan model pembelajaran kooperatif yang berbeda pada tiga kelas penelitian, dimana ketiga tipe model pembelajaran kooperatif tersebut memiliki perbedaan sintaks-sintaks dalam proses pembelajarannya, sehingga pada akhirnya tiap model akan memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Pada penelitian ini

(16)

memperlihatkan model pembelajaran kooperatif tipe TTW pada kelas eksperimen relatif lebih unggul dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas kontrol.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe TTW ada beberapa prosedur yang harus dipenuhi, diantaranya aktivitas siwa dalam berpikir atau berdiaolog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannnya, sebelum peserta didik menulis apa yang telah didiskusikan.bertamu dan menerima kunjungan dari kelompok lain. Aktifitas berpikir dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika membuat catatan tentang apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau menulis catatan siswa dan mempersatukan ide yang telah disajikan dalam teks bacaan dan menerjemakan kedalam bahasa mereka sendiri. Pada tahap berbicara siswa dapat meningkatkan dan menilai kualitas berpikir karena dapt membantu mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika kemudian menuliskan apa yang telah dipikirkan.

Signifikannya hipotesis 6 juga berarti bahwa pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam hal ini TTW belum sepenuhnya efektif, karena masih bisa membedakan rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa khususnya pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelompok siswa di atas rerata memiliki rerata hasil belajar yang relatif lebih rendah dibandingkan dua model pembelajaran lainnya, hal ini diduga karena STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Selain itu pada tahapan model penbelajaran siswa hanya melakukan kegiatan berdiskusi di dalam kelompoknya masing-masing, berbeda dengan TTW yang lebih banyak melakukan kegiatan berdiskusi baik itu dikelompoknya ataupun di kelompok lain. Sehingga kemungkinan siswa tidak aktif pada saat kegiatan diskusi kelompok relatif lebih kecil dibandingkan STAD. Selain itu ini juga diduga akibat kurangnya konstribusi dari siswa berprestasi rendah pada kelompok-kelompok STAD, sehingga siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

Tiga hipotesis yang tidak signifikan adalah hipotesis 5, 7 dan 8, dengan masing-masing pernyataan sebagai berikut: (i) “secara signifikan, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata mempunyai perbedaan”, (ii) “secara signifikan, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata mempunyai perbedaan” dan (iii) “secara signifikan, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata mempunyai perbedaan”. Tidak signifikannya hipotesis 5, 7 dan hipotesis 8 dikarenakan ketiga model pembelajaran kooperatif yang gunakan telah sama-sama efektif dalam pembelajaran pada kelompok dengan level nilai bahasa Indonesia di atas dan di bawah rerata. khususnya model kooperatif tipe Jigsaw. Efektifnya model pembelajaran Jigsaw dapat dilihat dari tidak adanya perbedaan yang terlalu besar pada selisih nilai rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa. Perbedaan selisih rerata hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan STAD pada tabel 10 di atas hanya sebesar 6,00. Kecilnya selisih rerata hasil belajar matematika diantara keduanya menyebabkan perbedaan tersebut menjadi tidak signifikan (nyata) atau tidak berarti.

(17)

Hal ini berati siswa pada level nilai bahasa Inggris di bawah rerata cenderung memiliki rerata hasil belajar matematika yang sama apabila diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD. Selain itu, pemberian materi secara berulang-ulang pada LKS dan LP-01 membuat siswa lebih mudah untuk mengingat dan memahami materi yang diajarkan. Menurut Isjoni, proses mengingat akan lebih bermakna setelah memahami suatu konsep, siswa akan dapat mengingat lebih lama konsep tersebut, karena mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan yang baru.

Perbedaan Dalam Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Bj Dengan Syarat Ai Perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut faktor Bj dengan syarat Ai, merupakan selisih dari selisih hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia (di atas rerata dan di bawah rerata) dengan syarat model pembelajaran kooperatif (Jigsaw, TTW dan STAD). Dalam hipotesis perbedaan dalam perbedaan terdapat dua hipotesis yang bersesuaian, yaitu hipotesis 9 dan 10 dengan masing-masing pernyataaan: (i)“secara signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD” dan (ii)“secara signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata dibandingkan siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Dari dua hipotesis yang diajukan diperoleh kedua hipotesis tersebut menerima H0 yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan. berdasarkan hipotesis dua pihak sebagai mana yang ditunjukkan pada Tabel 12 dan 13 di atas memperlihatkan adanya perbedaan yang tidak signifikan. Tidak signifikannya hipotesis 9 berarti bahwa perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika antara dua model pembelajaran kooperatif, yaitu tipe Jigsaw dan STAD relatif tidak berbeda pada dua kelompok penguasaan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12 dari baris Normalized Restriction kemudian kolom Value diperoleh selisih dari selisih antara keduanya hanya sebesar 2,73. Selisih dari selisih rerata hasil belajar matematika siswa yang tidak begitu besar menandakan perbedaan hasil belajar siswa antara dua kemampuan bahasa dengan dua model pembelajaran kooperatif relatif tidak signifikan (nyata). Sama halnya dengan hipotesis 10, dimana selisih dari selisih anatara TTW dan STAD relatif tidak berbeda pada dua kelompok penguasaan bahasa Indonesia hanya sebesar 6,20 (lihat Tabel 13).

Tidak signifikannya perbedaan dalam perbedaan dikarenakan model kooperatif tipe Jigsaw dan STAD maupun model kooperatif tipe TTW dan STAD telah membuat semua siswa aktif, terutama kelompok siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar diantara keduanya. Siswa selalu berpartisipasi dalam kegiatan berkelompok guna mencari pemecahan masalah yang dihadapi, sehingga konsep matematika yang hendak diberikan guru dapat dipahami dengan baik. Hal ini ditandai oleh kelompok siswa dengan level nilai bahasa Indonesia di bawah rerata pada kelas Jigsaw, TTW dan STAD sudah dapat menyamakan kemampuannya setingkat lebih tinggi diatasnya, sehingga hasil belajarnya pun meningkat. Ini disebabkan karena Jigsaw melibatkan seluruh siswa dalam proses pembelajaran.

(18)

Maksudnya dalam penerapan Jigsawsetiap siswa mempunyai tanggung jawab pada masing-masing soal yang diberikan dalam pembentukan kelompok dalam hal ini LKS. Sehingga seluruh siswa bisa memahami materi yang diberikan pada saat proses pembelajaran matematika berlangsung sedangkan pada model pembelajaran Kooperatif tipe TTW ini, peserta didik didorong untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik serta membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik diharapkan untuk menulis.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara empiris rerata hasil belajar matematika khusus perlakuan antara model pembelajaran kooperatif dan penguasaan bahasa Indonesia relatif memiliki perbedaan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, rerata hasil belajar matematika tertinggi diperoleh kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dengan Penguasaan Bahasa Indonesia di atas rerata (B=1) dengan rerata 53,26667, sedangkan rerata hasil belajar matematika model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (A=1) dengan Penguasaan Bahasa Indonesia di bawah rerata (B=2) adalah memiliki rerata yang terendah 30,73333.

2. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor Bjdengan syarat model pembelajaran kooperatif

Ai. secara signifikan, rerata hasil belajar matematika siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas

rerata tidak lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan di bawah rerata baik pada kelas Jigsaw, TTW maupun STAD.

3. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor Ai dengan syarat penguasaan bahasa Indonesia Bj. Secara signifikan rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif TTW bila dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD denganpenguasaan bahasa Indonesia di atas rerata memiliki perbedaan yang signifikan,sedangkanrerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif Jigsaw bila dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD denganpenguasaan bahasa Indonesia di atas rerata tidak memiliki perbedaan yang signifikan Sama halnya untuk kelompok siswa penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata menurut model yang sama tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

4. Perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut faktor Bj dengan syarat Ai, merupakan selisih dari selisih hasil belajar matematika menurut penguasaan bahasa Indonesia dengan syarat model pembelajaran kooperatif. Perbedaan dalam perbedaan tipe-1, yaitu rerata hasil belajar matematika ditinjau dari siswa dengan penguasaanbahasa Indonesia di atas rerata dan di bawah rerata dengan syarat berturut-turut model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Demikian pula, untuk perbedaan dalam perbedaan tipe 2, yaitu rerata hasil belajar matematika ditinjau dari siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata dan di bawah rerata dengan syarat berturut-turut model pembelajaran kooperatif tipeTTW dan STAD mempunyai tidak perbedaan yang signifikan.

5. Dari hasil temuan pada penelitian ini, dengan penguasaan bahasa Indonesia di atas rerata ternyata model pembelajaran kooperatif yang relatif lebih efektif adalah TTW begitu pula untuk siswa dengan penguasaan bahasa Indonesia di bawah rerata model pembelajaran kooperatif yang relatif lebih efektif adalah TTW.

(19)

Saran

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Model pembelajaran kooperatif tipeTTW dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

2. Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, guru sebaiknya melakukan perencanaan yang matang dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,.TTW maupun STAD sebaiknya guru menyiapkan lembar monitoring untuk melihat keterlaksanaan model pembelajaran yang digunakan.

DAFTAR RUJUKAN

Adelluckyy. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif. Diakses tanggal 21 Desember 2010 dari http://adelluckyy.student.fkip.uns.ac.id/k-u-l-i-a-h/s-b-m/model-pembelajaran-kooperatif/ Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Sosial Pengertian dan Pemakaian Praktis Ed.1. (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama).

Agung I Gusti Ngurah. 2010. Cross Section And Experimental Data Analysis Using EViews. (Singapur: John Wiley & (Asia) Pte. Ltd.).

Anonim. 2011. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.FKIP UNHALU. Alisuf sabri. 1996. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya).

Alex King. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. http://Ipotes.wordpress.com/ Djaali. 1986. Disain Eksperimen dan Analisisnya.Ujung Pandang: BPLP.

Halmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Strategi Think-Talk-Write (TTW) dalam Kelompok Kecil (Studi Eksperimen di SMPN 3 Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau). (Bandung: Tesis pada FMIPA UPI) Tidak dipublikasi.

Hendygoblog. 2009. Perbandingan Penerapan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pencapaian Tujuan Kognitif pada Siswa. Diakses tanggal 21 Desember 2011 dari http://hendygoblog.blogspot.com/2009/07/perbandingan-penerapan-pembelajaran.html

Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta : PT. Rineka Cipta Nikmatul Maula. 2012. Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW). (http:// maulanikmatul.

blogspot.com/ 2012/01/ model-pembelajaran-think-talk-write-ttw.html, diakses 15 Desember 2012).

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: FMIPA UNNES. Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini adalah “bagaimana cara komunikasi antar budaya dalam proses adaptasi warga asing (kaum expatriate) dengan masyarakat lokal di Kota

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik abrasi dan pengaruhnya terhadap masyarakat di Pesisir Semarang Barat, untuk mengetahui faktor-faktor

Kerjasama BKTI-PII/BKSTI/ISTMI akan melakukan : Assessment terhadap Program Studi Teknik Industri dengan menggunakan evaluasi Badan Akreditasasi Nasional Perguruan

Grafik kecepatan aktual dengan kecepatan referensi memiliki sedikit perbedaan dimana pada grafik kecepatan aktual terjadi osilasi hal ini disebabkan karena nilai

Modul PAC (Programmable Automation Controller) adalah sebuah modul pengontrol terprogram yang bekerja close loop yang terdiri dari enam buah modul dengan fungsi

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pelaksanaan promosi jabatan terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PTPN V Pekanbaru, maka pada bab ini

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan motivasi belajar matematika tinggi akan mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan

Perhitungan debit banjir maksimum rancangan Qp dapat dilakukan setelah semua parameter input yang diperlukan terpenuhi. Perhitungan debit banjir maksimum dirancang dengan