• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EVALUASI MUTU LAYANAN DIKLAT DENGAN ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN EVALUASI MUTU LAYANAN DIKLAT DENGAN ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EVALUASI MUTU LAYANAN DIKLAT DENGAN ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

ROHMATULLOH*

Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral Email: rohmatulloh@diklat.esdm.go.id

Abstrak. Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 pada Badan Diklat ESDM dalam rangka

menjamin mutu layanan diklat agar sesuai dengan harapan pelanggan dan pemangku kepentingan. Suara pelanggan jasa diklat menjadi tahap pertama dan penting bagi manajemen untuk peningkatan kinerja layanan diklat secara berkelanjutan. Kajian evaluasi mutu layanan diklat didiskusikan dalam makalah ini menggunakan teknik analisis quality function deployment (QFD). Model QFD secara sistematik dan komprehensif dikembangkan oleh American Supplier Institute (ASI) terdiri dari empat tahap yaitu rumah mutu, penyebaran komponen mutu, perencanaan proses, dan perencanaan produksi. Selanjutnya beberapa peneliti menggunakan metode ini dengan sedikit perubahan untuk menyelesaikan masalah bisnis di bidang jasa. Pendekatan QFD tiga tahap diajukan dalam makalah ini dengan ilustrasi melalui sebuah contoh kasus sederhana yaitu penyelenggaraan diklat bidang ESDM. Tiga tahap terdiri dari evaluasi proses, penyebaran mutu layanan, dan disain komponen layanan. Hasil kajian menunjukkan bahwa QFD menyajikan peta yang komprehensif untuk mengevaluasi mutu layanan diklat secara rinci dan jelas khususnya pada tahap kedua dan ketiga. Teknik ini dapat digunakan sebagai media baku komunikasi tim evaluasi lintas bidang dalam organisasi.

Kata kunci: Quality function deployment, mutu layanan, pendidikan dan pelatihan Pendahuluan

Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral (Badan Diklat ESDM) merupakan lembaga pemerintah penyelenggara jasa layanan diklat bidang ESDM. Badan Diklat ESDM setiap tahun menyelenggarakan berbagai judul diklat bidang minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, geologi, ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi, dan tambang bawah tanah. Berdasarkan data penyelenggaraan diklat selama lima tahun terakhir (2008–2012), Badan Diklat ESDM telah menyelenggarakan sebanyak 2.048 diklat dengan tingkat pertumbuhan diklat sebesar 21,3%. Jumlah peserta yang telah mengikuti diklat dalam kurun waktu tersebut sebanyak 47.772 orang yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan luar negeri dengan tingkat pertumbuhan peserta diklat sebesar 27,73%[1]. Melihat kecenderungan meningktanya jumlah penyelenggaraan dan peserta diklat di berbagai bidang, manajemen Badan Diklat ESDM berkomitmen meningkatkan mutu layanan diklat setiap tahun guna mencapai hasil yang optimal agar menghasilkan lulusan diklat yang berkompeten.

Komitmen manajemen salah satunya dengan menerapkan akreditasi lembaga layanan diklat sesuai sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001:2008 . Penerapan SMM ISO 9001:2008 pada setiap unit satuan kerja ditargetkan terlaksana pada tahun 2013 bertujuan untuk menjamin proses layanan diklat yang sesuai standar dan persyaratan mutu dari waktu ke waktu secara konsisten. Peserta diklat merupakan salah satu pelanggaan yang masuk ke dalam komponen penting penerapan SMM 9001:2008 berperan dalam memberi masukan dan keluhan dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan diklat. Saran dan keluhan pelanggan diklat menjadi bahan evaluasi bagi manajemen dalam sebuah rapat tinjauan manajemen untuk mendapatkan gambaran sejauhmana keberhasilan program diklat yang telah dilaksanakan. Suara pelanggan pengguna jasa diklat selanjutnya di analisis dan diterjemahkan ke dalam proses teknis internal lembaga untuk dijadikan dasar manajemen mengambil keputusan perbaikan proses layanan diklat.

Quality function deployment (QFD) merupakan metode yang cukup populer digunakan

untuk menganalisis harapan pelanggan secara langsung terhadap proses bisnis internal perusahaan melalui penyebaran fungsi mutu atau dikenal dengan matriks rumah mutu. Konsep QFD awalnya dikembangkan pada industri di Jepang tahun 1966 oleh Yoji Akao dan pada tahun 1983 mulai diperkenalkan di Amerika Serikat sampai akhirnya tersebar ke seluruh negara. Fungsi QFD juga meluas tidak hanya sebagai alat analisis harapan       

*

(2)

pelanggan untuk pengembangan produk, melainkan berfungsi untuk disain, rencana dan evaluasi, pengambilan keputusan, kerekayasaan, manajemen, dan lainnya[2;3]. Pendekatan QFD telah diperluas menjadi lebih sistematik dan komprehensif dengan beberapa tahap analisis yaitu menghubungkan rumah mutu dengan matriks lainnya sehingga diperoleh gambaran yang lebih rinci untuk dasar pengambilan keputusan tim pengembangan produk atau jasa. Pendekatan ini telah digunakan oleh American Suplier Institute (ASI) yang

dilakukan pada industri manufaktur terdiri dari empat tahap yaitu matirks perencanaan produk atau rumah mutu, matriks penyebaran komponen produk, matriks perencanaan proses, dan matriks perencanaan produksi. Model ini kemudian populer dengan sebutan model Clausing atau model ASI[2;4].

Pendekatan empat tahap ini banyak menjadi acuan peneliti untuk melakukan modifikasi disesuaikan dengan konteks penerapan dan kebutuhannya pada industri lain. Ioannou et al.

(2007) melakukan penelitian pengembangan situs penjualan online (e-retailing) berdasarkan

kebutuhan pelanggan pengunjung situs penjualan online dan disebar ke dalam tiga tahap

yaitu website characteristics, design attributes, dan design variables[5]. Gonzales et al.

(2004) dalam penelitiannya menganalisis kepuasan pelanggan pada layanan perbankan

online (e-banking). Tiga pendekatan QFD yaitu planning matrix, critical matrix, dan action

plan matrix[6].

Tujuan makalah ini adalah membuat model evaluasi harapan pelanggan pengguna jasa layanan diklat dengan pendekatan QFD tiga tahap. Contoh penerapannya menggunakan ilustrasi kasus sederhana yaitu layanan diklat bidang ESDM.

Metodologi

Kajian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh ASI dan dimodifikasi Ioannou

et al. (2007) dan Gonzales et al. (2004) menjadi tiga tahap. Tiga tahapan QFD teridiri dari

penyebaran harapan pelanggan pengguna jasa layanan diklat ke dalam karekteristik proses layanan diklat, karakteristik proses disebar ke dalam karakterisitk layanan, dan karakterisitik layanan disebar ke dalam karakteristik kompononen layanan. Rumah mutu yang dibangun pada tahap awal di sebar ke dalam matriks tahap kedua yaitu evaluasi layanan dan matriks tahap ketiga yaitu evalausi komponen layanan untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci bagi tim evaluasi pengembangan layanan diklat dalam mengambil keputusan (Gambar 1).

Gambar 2 Tahapan evaluasi layanan diklat Contoh Kasus

Tahap I : Matriks Evaluasi Proses

Tahap ini tim evaluai mengidentifikasi atribut suara pelanggan dan diterjemahkan ke dalam karakteristik proses bisnis internal serta di analisis menggunakan matriks perencanaan, matriks hubungan, dan matriks keterkaitan antar karakteristik (atap rumah). Bangunan awal rumah mutu hasil penggabungan matriks disajikan pada Gambar 2.

Ruang suara pelanggan menyajikan hasil identifikasi atribut harapan pelanggan pengguna jasa layanan diklat yaitu judul dan materi diklat bermutu (A1), ketepatan waktu

(3)

penyelenggaraan diklat (A2), layanan informasi diklat akurat dan terbaru (A3), dan sarana dan prasarana diklat memadai (A4). Hasil analisis matriks perencanaan diketahui bahwa sebanyak 56% dari keseluruhan harapan pelanggan menginginkan sarana dan prasarana diklat yang memadai (0,31) dan ketepatan waktu penyelenggaraan diklat (0,25) sebagai prioritas penting pengguna jasa diklat.

Harapan pelanggan selanjutnya diterjemahkan ke dalam karakteristik proses internal yaitu :

B1 : Penyusunan kebijakan teknis diklat meliputi penyusunan pedoman diklat unggulan, bahan ajar/modul berbasis kompetensi.

B2 : Penyusunan rencana dan program diklat dilakukan melalui proses analisis kebutuhan diklat dan sinkronisasi antar pemangku kepentingan dengan mengakomodasi isu-isu strategis pengembangan SDM. Penyusunan rencana dan program diklat dilakukan sebanyak tiga kali penyesuaian pada saat penyusunan rencana indikatif, sementara, dan definitif.

B3 : Penyelenggaraan diklat menggunakan sarana dan prasarana sesuai standar mutu dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) yang dapat diikuti sesuai dengan kapasitas peserta setiap angkatan. Pada umumnya per angkatan diklat maksimal sebanyak 20 peserta dari aparatur, industri, dan masyarakat berdasarkan judul dan peruntukannya.

B4 : Administrasi penyelenggaraan diklat dilakukan pada saat sebelum, pelaksanaan, dan sesudah penyelenggaraan diklat agar diklat dapat terselenggara sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. Kegiatan administrasi harus rapi, tertib, dan terdokumentasi sesuai prosedur baku dalam rangka menghasilkan lulusan peserta diklat yang kompeten.

B5 : Pemantauan dan evaluasi diklat dilaksanakan untuk memperoleh gambaran keberhasilan dan kekurangan terhadap program diklat yang diselenggarakan. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan langsung pada saat diklat dan setelah diklat, serta evaluasi secara keseluruhan diklat. Hasil pemantauan dan evaluasi sangat berguna untuk masukan penyusunan kebijakan teknis diklat dan penyusunan rencana dan program diklat pada tahun akan datang.

Gambar 2 Tahap I – Matriks rumah mutu atau evaluasi proses

Prioritas perbaikan berdasarkan hasil perhitungan variabel hubungan antara harapan pelanggan dan perbaikan proses internal diperoleh nilai kotribusi terbesar yaitu penyelenggaraan diklat menggunakan sarana dan prasarana bermutu dan memenuhi SPM (0,27), administrasi penyelenggaraan diklat (0,23) dan penyusunan rencana dan program diklat (0,19). Ketiga proses ini memberikan kontribusi dalam pemenuhan harapan pelanggan sebesar 70%.

(4)

Evaluasi karakteristik proses terhadap target yang telah ditetapkan menunjukkan bahwa penyusunan rencana dan program diklat, dan pemantauan dan evaluasi diklat telah sesuai target kinerja (O). Adapun target penyelenggaraan diklat, penyusunan kebijakan teknis diklat, dan administrasi penyelenggaraan diklat harus terus ditingkatkan (↑). Semakin banyak capaian yang melampaui target yang telah ditetapkan, maka kinerjanya semakin baik. Hasil analisis bagian atap rumah mutu menunjukkan bahwa penyusunan kebijakan teknis memiliki keterkaitan kuat positif dengan penyusunan rencana dan program diklat, dan pemantauan dan evaluasi diklat. Artinya peningkatan kinerja dalam penyusunan kebijakan teknis memberi dampak terhadap peningkatan kinerja penyusunan rencana dan program diklat, dan pemantauan dan evaluasi diklat. Peningkatan kinerja pemantauan dan evaluasi diklat juga memberi dampak positif kembali pada peningkatan kinerja penyusunan kebijakan teknis yang diberi simbol dengan panah dua arah (↔).

Tahap II : Matriks Penyebaran Layanan

Evaluasi karakteristik proses yang memiliki kontribusi terbesar pada tahap I selanjutnya disebar ke dalam karakteristik layanan penyelenggaraan diklat sebagai berikut (Gambar 3): C1 : Analisis kebutuhan diklat (AKD) bertujuan mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan dijadikan dasar dalam penyusunan program diklat prioritas pada tahun akan datang. AKD melibatkan pemangku kepentingan sebagai pengguna jasa diklat. AKD bermanfaat untuk mendisain program diklat yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mempersempit kesenjangan kompetensi SDM.

C2 : Sosialisasi dan sinkronisasi program dan kegiatan diklat dilaksanakan bersama pemangku kepentingan seperti instansi pemerintah pusat dan daerah, industri, dan masyarakat penguna jasa diklat sektor ESDM. Kegiatan ini minimal dilakukan minimal sebanyak satu kali sebelum program diklat ditetapkan.

C3 : Ruang dan peralatan kelas yang akan digunakan untuk penyampaian teori dan praktikum. Maksimum pemanfaatan ruang dan peralatan kelas sebanyak 210 hari dalam setahun dilengkapi perangkat audio visual dan alat-alat belajar mengajar. Tata letak ruang dan peralatan kelas disesuaikan dengan metode penyampaian materi diklat.

C4 : Layanan perpustakaan yang dilengkapi dengan koleksi buku-buku, majalah, jurnal dan bahan audio visual untuk menunjang pembelajaran di ruang kelas. Layanan perpustakaan ditargetkan dapat dikunjungi sebanyak 1.235 orang dalam setahun.

C5 : Fasilitas wisma untuk penginapan peserta diklat selama mengikuti diklat di kampus yang dilengkapi dengan fasilitas layanan lainnya seperti olahraga, tempat ibadah, dan kafetaria. Layanan wisma dalam setahun dapat dimanfaatkan sebanyak 247 hari.

C6 : Penetapan calon widyaiswara (WI) sesuai dengan mata pelajaran. Penyelenggara diklat menginventarisir dan mencocokkan data WI yang memiliki kompetensi dan tingkatannya sesuai dengan mata pelajaran yang akan diselenggarakan. Mata pelajaran mengacu pada struktur kurikulum yang dibutuhkan untuk peningkatan kompetensi SDM. Misalnya untuk diklat penyusunan peta kawasan pertambangan maka kurikulum dan mata diklat yang diajukan adalah peraturan perundang-undangan menyangkut tata ruang dan kawasan pertambangan, karakteristik pertambangan, struktur dan pola ruang wilayah, dan pembuatan peta kawasan pertambangan[7]. WI berasal dari WI internal lembaga maupun dari luar lembaga seperti dari perguruan tinggi maupun pakar praktisi yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya.

C7 : Seleksi calon peserta diklat oleh tim seleksi peserta diklat. Seleksi calon peserta dilakukan dengan memeriksa persyaratan yang telah ditetapkan tim. Rekrutmen calon peserta untuk setiap angkatan maksimal sebanyak 20 orang.

C8 : Menyiapkan bahan ajar dan modul untuk diberikan kepada seluruh peserta diklat. Bahan ajar yang disusun oleh WI merupakan panduan bagi peserta agar tercipta kondisi yang memungkinkan peserta untuk belajar dengan baik.

C9 : Memantau sikap dan partisipasi peserta selama kegiatan belajar di kelas, aktifitas harian di asrama, dan aktifitas diskusi dan penyusunan rencana aksi perorangan. Selain sikap dan keaktifan, penyelenggara juga memantau tingkat kehadiran peserta selama mengikuti diklat di mana target kehadirannya harus di atas 95%.

C10 : Rekap hasil penilaian peserta untuk menentukan kelulusan peserta dalam mengikuti diklat. Kriteria penilaian meliputi aspek sikap dan perilaku dengan bobot 30% dan aspek penguasaan materi atau akademis dengan bobot 70%. Sedangkan rekap hasil penilaian WI terdiri dari 12 unsur penilaian yaitu pencapaian tujuan instruksional, sistematika penyajian, kemampuan menyajikan atau memfasilitasi program diklat, ketepatan waktu dan kehadiran,

(5)

penggunaan metode dan sarana diklat, sikap dan perilaku, cara menjawab pertanyaan, penggunaan bahasa, pemberian motivasi kepada peserta, penguasaan materi, kerapihan berpakaian, dan kerjasama antar WI.

Gambar 3 Tahap II – Matriks penyebaran layanan

Prioritas perbaikan karakteristik layanan diklat berdasarkan hasil perhitungan penilaian variabel hubungan antara karakteristik proses dan perbaikan layanan diperoleh nilai kotribusi terbesar yaitu ruang dan peralatan kelas (0,202), layanan perpustakaan (0,132), fasilitas wisma (0,120), dan analisis kebutuhan diklat (0,101). Keempat layanan ini memberi sumbangsih terhadap keseluruhan perbaikan proses sebesar 56%. Keempat layanan akan dievaluasi kembali oleh tim evaluasi dengan menterjemahkannya ke dalam karkateristik komponen layanan penyelenggaraan diklat.

Tahap III : Matriks Disain Komponen Layanan

Hasil evaluasi matrik tahap III disajikan seperti pada Gambar 4. Identifikasi karakteristik komponen layanan sebagai berikut :

D1 : Identifikasi kesenjangan kompetensi SDM dilakukan untuk mendapatkan gambaran perbandingan antara kompetensi aktual dengan standar kompetensi jabatan yang ditetapkan instansi berwenang dalam lingkup nasional maupun internasional. Identifikasi ini dapat memberi masukan bagi analis kebutuhan diklat dalam mendisain program diklat baru yang dibutuhkan atau mengembangkan program diklat yang sudah ada agar dapat memberi solusi dalam meningkatkan kinerja organisasi.

D2 – D4 : Penataan ruang dan perlengkapan fasilitas kelas, perpustakaan, dan wisma. Kenyamanan ruang kelas, perpustakaan, dan wisma dapat memberi dampak terhadap proses pelaksanaan diklat baik bagi WI maupun peserta diklat, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Penataan ruang dan perlengkapan fasilitas meliputi :

- Disain tata letak ruang kelas sesuai dengan metode pembelajarannya (D2). Metode pembelajaran konvensional penataan ruang menggunakan model klasik, metode seminar menggunakan tata letak model persegi panjang, dan metode diskusi menggunakan tata letak klaster dengan tiap klaster sebanyak 5-6 orang.

- Penataan keindahan dan kebersihan ruang kelas, perpustakaan dan wisma

menggunakan prinsip 5R yaitu ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin (D3).

- Ventilasi dan tata cahaya khususnya di ruang kelas dan perpustakaan mempunyai pengaruh kuat terhadap aktifitas belajar mengajar (D4). Sistem ventilasi dibuat untuk mengalirkan udara bersih ke dalam ruangan dan mengeluarkan udara kotor ke luar ruang. Ruang kelas dan perpustakan yang baik juga mesti memiliki pencahayaan memadai untuk proses belajar mengajar. Tingkat pencahayaan rata-rata yang direkomendasikan Badan Standardisasi Nasional (SNI 03-6575-2001) untuk ruang kelas sebesar 250 lux dan perpustakaan sebesar 300 lux.

(6)

D5 – D7 : Kenyamanan ruang kelas perlu ditunjang dengan kelengakapan peralatan pengajaran sesuai kebutuhan terdiri dari laptop, proyektor, alat tulis kantor selalu tersedia dan siap digunakan (D5). Sedangkan layanan perpustakaan harus dilengkapi dengan berbagai koleksi buku dan non buku, dan koleksi digital lainnya dalam rangka mendukung kegiatan peserta diklat untuk membuat tugas-tugas mandiri maupun kelompok. Jumlah koleksi kepustakaan disesuaikan dengan judul diklat yang diselenggarakan dan jumlah pengunjung (D6). Untuk meningkatkan kinerja layanan bagi pengunjung perpustakaan dalam mencari informasi ketersediaan koleksi, pada umumnya perpustakaan modern saat ini sudah dilengkapi dengan fasilitas katalog online atau online public access catalogue

(OPAC) yang terhubung dengan jaringan local area networks (LAN) dan wide area networks

(WAN) (D7).

Gambar 4 Tahap III – Matriks disain komponen layanan

Berdasarkan hasil penyebaran pada matriks tahap ketiga, tim evaluasi memperoleh gambaran perbaikan yang lebih rinci untuk perbaikan mutu layanan penyelenggaraan diklat yaitu penataan keindahan dan kebersihan ruang kelas, perpustakaan dan wisma, penanganan ventilasi saluran udara dan tata cahaya, melengkapi peralatan belajar di ruang kelas, dan seterusnya.

Kesimpulan

Pendekatan QFD tiga tahap pada contoh kasus layanan diklat di atas memberikan gambaran bagi tim evaluasi dalam melaksanakan perbaikan mutu layanan penyelenggaraan diklat yang lebih sistematis dan menyeluruh. Atribut yang berhasil diidentifikasi pada tahap sebelumnya kemudian disebar lagi menjadi lebih rinci dan jelas agar perbaikannya dapat menjawab kebutuhan pelanggan penguna jasa diklat. Penanganannya dengan memperhatikan skala prioritas masing-masing atribut yang memiliki dampak besar untuk meningkatkan kinerja organisasi penyelenggara diklat seperti penataan dan peningkatan fasilitas sarana ruang kelas, wisma, dan perpustakaan.

Penggunaan analisis QFD dapat diterapkan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan jasa layanan diklat bidang ESDM dan dapat dijadikan alat komunikasi antara bidang penyelenggaraan diklat dengan bidang lainnya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Bambang Gatot Ariyono, MM - Sekretaris Badan Diklat ESDM dan manajemen yang telah memberikan wawasan dan informasi seputar kebijakan pengembangan SDM sektor ESDM dan bantuan dana untuk mengikuti seminar ini.

(7)

Daftar Pustaka

[1] Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral [Badan Diklat ESDM], 2013, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Badan Diklat ESDM

Tahun 2012, Jakarta : Badan Diklat ESDM.

[2] Cohen L., 1995, Quality Function Deployment, How to Make QFD Work for You,

Massachuttes USA : Addison-Wesley Publishing Company.

[3] Chan L-K., Wu M-L., 2002, Quality function deployment : A literature review. European

Journal of Operational Research, Vol. 143, hal. 463-497.

[4] Hauser R., Clausing D., 1988, The House of Quality. Harvard Business Review,

May-June, hal. 63-73.

[5] Ioannou G., Pramataris K.C., Prastacos G.P., 2004, A Quality Function Deployment Approach to Web Site Development : Application for Electronic Retailing, Les Cahiers

du Management Technologique, Vol. 13, No. 3, hal. 51-66.

[6] Gonzales M.E., Quesada G., Picado F., Eckelman C.A., 2004, Customer satisfaction using QFD : an e-banking case, Managing Service Quality, Vol. 14 No. 4, hal. 317-330.

[7] Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral [Badan Diklat

ESDM], 2012, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Peta Kawasan

Pertambangan, Jakarta : Badan Diklat ESDM.

[8] Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia [LAN RI], 2011, Peraturan Kepala LAN Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan

Gambar

Gambar 2 Tahapan evaluasi layanan diklat
Gambar 2 Tahap I – Matriks rumah mutu atau evaluasi proses
Gambar 3 Tahap II – Matriks penyebaran layanan
Gambar 4 Tahap III – Matriks disain komponen layanan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui standart pelayanan yang sesuai dengan keinginan nasabah serta menyusun prioritas perbaikan kualitas pelayanan yang seharusnya

Sebagai penyedia jasa untuk memberikan pelayanan perbaikan bagi masyarakat, sarana dan prasarana yang lengkap bukan segalanya dalam memenangkan

Pemetaan Kategori Kano Tiap Atribut No Atribut Keinginan Konsumen Kategori Kano Perbaikan 1 Peraturan Mudah Dipahami M Kekurangan : Memperbaiki SOP, membuat

Dari analisa dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kepuasan pelanggan internal akan layanan unit rekam medis, langkah awal yaitu menitik beratkan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui standart pelayanan yang sesuai dengan keinginan nasabah serta menyusun prioritas perbaikan kualitas pelayanan yang seharusnya