• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Kesehatan Masyarakat Pesisir Pantai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembangunan Kesehatan Masyarakat Pesisir Pantai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT DI WILAYAH

PESISIR PANTAI

( Wilayah Kepulauan Seribu, Makassar dan Maluku Tenggara Barat) Disusun untuk memnuhi tugas mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Kesehatan

Dosen pengampu : Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes

Disusun oleh : Afifah Fikriani Oktavia

6411412219

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setingi-tingginya. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Sasaran pokok dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 adalah : (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpenci, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan masyarakat adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat dan berperilaku hidup sehat serta memiliki akses untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.

Indonesia terletak sangat strategis, yaitu daerah tropis, diapit oleh dua benua dan dua samudra. Letak yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai

(3)

negara yang kaya akan sumber daya alam khususnya pesisir. Daerah pesisis adalah jalur tanah darat/kering yang berdampingan dengan laut, dimana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang serta bagian laut dan sebaliknya (Putri, 2011).

Menurut Nafsiah (2015), masyarakat pesisir termasuk nelayan memiliki risiko kesehatan yang tinggi sehingga perlu diberikan perhatian khusus dalam upaya pembangunan kesehatan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, ada 67,87 juta jiwa yang bekerja di sektor informal, dan sekitar 30 persen diantaranya adalah nelayan.

Data hasil penelitian Kementerian Kesehatan pada 2006 mengenai penyakit dan kecelakaan yang terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, menyebutkan bahwa sejumlah nelayan di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat menderita nyeri persendian (57,5 persen) dan gangguan pendengaran ringan sampai ketulian (11,3 persen). Sedangkan, nelayan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mengalami kasus barotrauma (41,37 persen) dan penyakit dekompresi yang biasa menyerang penyelam (6,91 persen). Barotrauma adalah kerusakan jaringan tubuh karena perbedaan tekanan tubuh dan air sedangkan dekompresi didefinisikan sebagai suatu keadaan medis dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf.

Sedangkan menurut Riza Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, saat ini kondisi pelayanan kesehatn masyarakat nelayan khususnya yang berada di Indonesia Timur sangat memprihatinkan. Peningkatan kesehatan masyarakat pesisir harus benar-benar dilakukan dan menyentuh apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.

(4)

1. Bagaimanakah pembangunan kesehatan di wilayah pesisir Kepulauan Seribu? 2. Bagaimanakah pembangunan kesehatan di wilayah pesisir Makassar?

3. Bagaimanakah pembangunan kesehatan di wilayah pesisir Maluku Tenggara Barat?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pembangunan kesehatan yang ada di wilayah pesisir Kepulauan Seribu.

2. Untuk mengetahui pembangunan kesehatan yang ada di wilayah pesisir Makassar.

3. Untuk mengetahui pembangunan kesehatan yang ada di wilayah pesisir Maluku Tenggara Barat.

(5)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pembangunan Kesehatan di Kepulauan Seribu

2.1.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu

Kepulauan seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 diantaranya yang dihuni penduduk. Wilayah Kepulauan Seribu sebelumnya berstatus sebagai kecamatan, namun pada tahun 2001 ststusnya berubah menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sesuai dengan ketetapan hukum yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2001.

2.1.2 Pembangunan Kesehatan di Kepulauan Seribu

Salah satu masalah dalam pembangunan kesehatan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu kawasan di Kepualauan Seribu yang masih rendah dalam ber PHBS adalah pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Berdsarkan penelitian yang dilakukan oleh Kasnodihardjo (2009) dari 210 sampel rumah tangga sebesar 33,1% yang tidak merokok artinya belum semua anggota masyarakat dapat meninggalkan kebiasaan merokok. Demikian pula dengan perilaku menggosok gigi, hanya 48,5% yang melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat masih rendah.

Sedangkan untuk kondisi sanitasi lingkungan masih cukup memadai. Berbagai sarana sanitasi lingkungan yang tersedia cukup baik karena sebagian besar telah tersedia sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, rumah dilengkapi dengan lubnag ventilai yang memadai, hunian tidak padat dan rumah umumnya susah tidak berlantai tanah. Namun untuk kepemilikan jamban hanya 57,1%.hal ini mencerminkan bahwa sebagian masyarakat Kepulauan Seribu belum menaruh nilai tinggi terhadap keberadaan jamban dalam keluarga. Jamban

(6)

belum merupakan kebutuhan primer harus diutamakan. Selain itu, boleh jadi masih ada alternatif lain yang lebih mudah dan praktis untuk buang air besar seperti di sekitar pantai.

2.2 Pembangunan Kesehatan di pesisir Makassar 2.2.1 Gambaran Umum Kota Makassar

Secara geografis kota Makassar terletak di Pesisir Pantai Barat bagian selatan Sulawesi pada titik koordinat 119°24’17’38” Bujur Timur dan 5°8’6’19” Lintang Selatan. Secara administratif Kota Makassar mempunyai batas-batas wilayah yaitu Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa, Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Maros, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar. Topografi pada umumnya berupa daerah pantai. Letak ketinggian Kota Makassar berkisar 0,5 – 10 meter dari permukaan laut.

Penduduk Kota Makassar pada tahun 2010 sebesar 1.339.374 jiwa yang tersebar di 14 kecamatan. Namun persebaran tersebut tidak merata, hal tersebut disebabkan karena konsentrasi penduduk berbeda pada tiap kecamatan, serta kebijakan pemerintah tentang penetapan lokasi pembangunan rumah pemukiman penduduk dan lokasi untuk pengembangan kawasan industri.

2.2.2 Pembangunan Kesehatan di Kota Makassar

Salah satu capaian program pembangunan kesehatan di Kota Makasar yaitu jumlah Angka Kematian Ibu. Menurut data dari Profil Kesehatan Kota Makassar tahun 2013, jumlah AKI di Kota Makassar yaitu 16,27/1000 penduduk. Beberapa program untuk mendukung penurunan AKI di Kota Makassar antara lain melalui pelatihan dan sosialisasi PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission), sosialisasi dan pembinaan persalinan yang aman dan IMD

(7)

(Inisisasi Menyusui Dini) bagi kader, sosialisasi kesehatan reproduksi, pembinaan kader GSI (Gerakan Sayang Ibu) dan Anak serta kegiatan pertemuan audit maternal perinatal. Dalam upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak juga telah dilakukan langkah untuk memecahkan berbagai masalah terkait diantaranya kerjasama melakukan pendampingan kegiatan kinerja USAID. Pendampingan ini difokuskan pada bagaimana persalinan aman, IMD dan ASI ekslusif dilaksanakan terhadap penguatan pada katalisator aktif masyarakat.

Keberhasilan yang lainnya yaitu perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Pada tahun 2013 dari sejumlah 256.835 rumah tangga yang dipantau terdapat sebanyak 187.215 (72,89%) rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 72,41%. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Keberhasilan upaya promotif-preventif dari Instansi terkait di Kota Makassar b. 2. Tingginya kesadaran masyarakat dalam menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, hal ini sejalan dengan tingginya IPM Kota makassar dibandingkan Kab/Kota lain Di Sulsel, bahkan secara nasional Makassar menempati urutan ke-8.

3. Data yang diperoleh merupakan data sarana (Facilitated Based) yang hanya didapatkan dari Sarana Pelayanan Kesehatan yang ada. Karenanya diperlukan upaya pengumpulan data yang lebih akurat dan bersumber langsung dari masyarakat (CommunityBased).

4. Data tersebut belum sepenuhnya dianggap dapat menggambarkan kenyataan yang ada mengingat jumlah RT yang dipantau masih jauh lebih kecil dari jumlah RT yang ada di Kota Makassar.

Sedangkan salah satu masalah pembangunan kesehatan di pesisir kota Makassar adalah masalah sanitasi dasar khususnya di wilayah pulau-pulau kecil salah satunya di Pulau Lae-lae. Penduduk di Pulau Lae-Lae masih banyak yang

(8)

buang buang air besar di laut akibat minimnya jamban di pulau, kondisi ini merupakan hal buruk dan jelas akan sangat 3 berpengaruh terhadap kualitas perairan laut yang bersangkutan. Selain itu, sarana pembuangan air limbah rumah tangga yang ada kondisinya tidak memadai, air limbah rumah tangga yang dihasilkan langsung dibuang begitu saja tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber air baik perairan laut maupun air tanah dangkal (sumur), sebab air limbah rumah tangga merupakan air buangan yang dapat berasal dari buangan kamar mandi, aktivitas dapur, cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme patogen dan berbagai senyawa kimia lainnya yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Berdsarkan penelitian yang dilakukan oleh Maghfirah dkk, dari 75 rumah tangga hanya 35 (46,7%) yang memiliki jamban sedangkan yang lainnya buang air besar di laut.

Tingkat pendidikan kepala keluarga di Pulau Lae-Lae paling banyak yaitu tamat sekolah dasa. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang, pendidikan kepala keluarga yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya sanitasi dasar. Tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan. Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik.

Jamban merupakan bagian yang penting dalam kesehatan lingkungan. Berbagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang pernah terjadi disebabkan oleh sanitasi dasar yang tidak mendukung, khususnya dalam pemanfaatan jamban. Kebiasaan masyarakat Pulau LaeLae buang air besar di laut sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, sehingga hal tersebut bukan lagi menjadi hal yang aneh atau dianggap tabu, karena tidak etis. Selain itu alasan membuang air besar di pinggir laut terutama karena memerlukan biaya yang besar untuk membuat jamban terutama yang dilengkapi dengan septic tank dan juga memerlukan lahan yang cukup, sementara kondisi yang ada jarak antar rumah sangat berdekatan.

(9)

2.3 Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat 2.3.1 Gambaran Umum Kabupaten Maluku Tenggara Barat

Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) terletak pada 60 – 8030 Lintang Selatan dan 125045 – 1330 Bujur Timur, pada posisi Provinsi Maluku bagian selatan. Kabupaten ini berbatasan di sebelah timur dengan Laut Arafura, sebelah selatan dengan Laut Timor dan Negara Australia, sebelah barat dengan Kabupaten Maluku Barat Daya (Gugus Pulau Babar dan Sermata), dan sebelah utara dengan Laut Banda. Kabupaten MTB merupakan daerah kepulauan yang meliputi seluruh Kepulauan Tanimbar. Kepulauan ini terbentang kurang lebih 135 mil utara ke selatan, berjarak kurang lebih 300 mil ke tenggara dari ibukota provinsi Maluku (Ambon) dan sekitar 300 mil dari Darwin dan pesisir barat laut Australia.

Luas Kabupaten MTB adalah 52,995.20 km2, yang terdiri dari wilayah daratan seluas 10,102.92 km2 (19.06%) dan wilayah laut seluas 42,892.28 km2 (80.94%). Kabupaten MTB kini memiliki 10 kecamatan, yaitu Kecamatan Tanimbar Selatan, Wertamrian, Wermaktian, Selaru, Tanimbar Utara, Yaru, Wuarlabobar, Nirunmas, dan Molo Maru. Kecamatan kesepuluh, yaitu Kecamatan Molo Maru baru terbentuk tahun 2011, dimekarkan dari Kecamatan Wuarlabobar.

2.3.2 Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Maluku Tenggara Barat mulai cenderung meningkat, akan tetapi belum mencapai standar pelayanan minimal. Salah satu masalah pada pembangunan kesehatan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah tingkat kematian bayi (IMR). Pada tahun 2013 menunjukkan bahwa IMR Kabupaten Maluku Tenggra masih diatas rata-rata IMR Provinsi Maluku yaitu 17,6, sedangkan IMR Provinsi Maluku hanya 8,4. Selain itu kematian neonatal juga meningkat. Penyebab dari kematian neonatal ini adalah BBLR, asfiksia, infeksi, serta penyebab lainnya. Kematian bayi akibat BBLR sangat berkaitan dengan status gizi anak. Hasil data status gizi balita tahun 2009, menunjukkan masih ada presentasi status gizi kurang dan status gizi buruk di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

(10)

Selain itu, derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi ketersiadaan atau akses sarana dan tenaga kesehatan. Di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Rumah sakit hanya berada di kabupaten dan rumah bersalin berada di Larat. Masih terdapat beberapa desa dan anakdesa yang tidak memiliki puskesmas maupun puskesmas pembantu. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan primer dan sekunder masih kurang. Pelayanan kesehatan yang kurang optimal di kepulauan ini juga dipengaruhi oleh terbatasnya tenaga kesehatan. Selain jumlahnya kurang, distribusi tenaga kesehatan pun menjadi permasalahan besar. Umunya tenaga dokter hanya tersedia di ibukota kabupaten dan tidak semua ibukota kecamatan memiliki dokter, sehingga sebagian besar penduduk sangat tergantung pada pelayanan paramedis non dokter bila tersdia atau pada sistem medis tradisional.

(11)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setingi-tingginya. Pembangunan kesehatan di wilayah pesisir Indonesia masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah.Masih banyak wilayah pesisir dengan pembangunan kesehatan yang belum merata. Pembangunan kesehatan ini akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Jadi apabila pembangunan kesehatan belum maksimal, derajat kesehatan yang baik belum mampu tercapai.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Soselisa, Hermien L, 2011, Masyarakat Pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara Barat ( Laporan untuk Arafura Timor Seas Ecosystem Action Programme), Maluku Tenggara Barat, diakses melalui http://www.atsea-

program.org/publication-1/masyarakat-pesisir-di-kabupaten-maluku-tenggara-barat pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 01.55

Kasnodiharjo dan D.Anwar Musadad, 2009, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang Terkait dengan Higiene Perorangan, Gaya Hidup dan Kondisi Sanitasi Lingkungan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Jakarta, Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.8 No.1, Maret 2009: 886-894 diakses melalui http://download.portalgaruda.org/article.php?article=71648&val=4887 pada tanggal 2 juli 2015 pukul 01.28

Noor, Ariadi, Keadaan Umum Wilayah Kepulauan Seribu, diakses melalui http://www.damandiri.or.id/file/ariadinooripbbab4.pdf pada tanggal 1 juli 2015 pukul 19.27

Kementrian Kesehatan RI, 2013, Risiko Kesehatan Para Nelayan dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan, dipublikasikan pada tanggal 2 Februari 2013 di

www.depkes.go.id diakeses melalui

http://www.depkes.go.id/article/print/2236/risiko-kesehatan-para-nelayan-dalam-upaya-pemenuhan-kebutuhan.html pada tanggal 1juli 2015 pukul 19.37

Irhamiah, Maghfirah, dkk, Kondisi Sanitasi Dasar pada Masyarakat Pulau Lae-Lae Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar, Makassar, dikases melalui http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10682/MAGFIRAH %20IRHAMIAH%20K11110103.pdf?sequence=1 pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 21.50

Dinkes Kota Makassar, 2013, Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2013,

Makassar, diakses melalui

http://dinkeskotamakassar.net/download/718Gabung%20profil%202013.pdf pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 21.35

Referensi

Dokumen terkait

Sekalipun selama meditasi kaki kiri saya sudah menjadi mati rasa karena sakit yang ditahan dan tubuh saya juga sedikit terasa melayang, pada malam kedua di Cibulan

Yang dimasukkan dalam analisis tulisan ini adalah ibu nifas dengan data yang lengkap dalam karakteristik rumah tangga (sosial ekonomi, umur, pendidikan, dan pekerjaan kepala

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelayanan Kesehatan di Unit Pelaksana Teknis Dinas

Analisa Harga Satuan ini hanya dipergunakan ANALISA HARGA SATUAN sebagai dasar/pendekatan dalam PENGHAMPARAN LAPIS TIPIS ASPAL BETON penyusunan DPA dan.. Mengevaluasi

Masyarakat Peneleh terdiri dari orang Jawa, Madura, Bali dan Tionghoa yang memiliki perbedaan budaya dan juga gaya hidup. Sebagian besar penduduk Peneleh bekerja

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran geografi adalah adanya penilaian dari sejumlah siswa bahwa pelajaran tersebut tidak menarik dan

(4) Tarif layanan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal, tarif layanan pelatihan auditor halal clan penyelia halal, clan tarif l_ayanan sertifikasi kompetensi auditor

1. 2) Jumlah Anggota setiap Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah Komisi di DPRD. 3) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)