• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gurindam Duabelas: Raja Ali Haji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gurindam Duabelas: Raja Ali Haji"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Gurindam Duabelas: Raja Ali

Haji

GURINDAM DUA BELAS karya: Raja Ali Haji Satu

Ini Gurindam pasal yang pertama:

Barang siapa tiada memegang agama,

Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa mengenal yang empat,

Maka ia itulah orang yang ma’rifat Barang siapa mengenal Allah,

Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah. Barang siapa mengenal diri,

Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri. Barang siapa mengenal dunia,

Tahulah ia barang yang teperdaya. Barang siapa mengenal akhirat, Tahulah ia dunia mudarat.

Dua

Ini Gurindam pasal yang kedua:

Barang siapa mengenal yang tersebut, Tahulah ia makna takut.

Barang siapa meninggalkan sembahyang, Seperti rumah tiada bertiang.

Barang siapa meninggalkan puasa, Tidaklah mendapat dua termasa. Barang siapa meninggalkan zakat, Tiadalah hartanya beroleh berkat. Barang siapa meninggalkan haji,

(2)

Tiadalah ia menyempurnakan janji.

Tiga

Ini Gurindam pasal yang ketiga:

Apabila terpelihara mata, Sedikitlah cita-cita.

Apabila terpelihara kuping,

Khabar yang jahat tiadaiah damping. Apabila terpelihara lidah,

Niscaya dapat daripadanya paedah.

Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan, Daripada segala berat dan ringan.

Apabila perut terlalu penuh,

Keluarlah fi’il yang tiada senonoh. Anggota tengah hendaklah ingat,

Di situlah banyak orang yang hilang semangat Hendaklah peliharakan kaki,

Daripada berjaian yang membawa rugi.

Empat

Ini Gurindam pasal yang keempat:

Hati itu kerajaan di daiam tubuh,

Jikalau zalim segala anggotapun rubuh. Apabila dengki sudah bertanah,

Datanglah daripadanya beberapa anak panah. Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,

Di situlah banyak orang yang tergelincir. Pekerjaan marah jangan dibela,

Nanti hilang akal di kepala. Jika sedikitpun berbuat bohong,

Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung. Tanda orang yang amat celaka,

Aib dirinya tiada ia sangka. Bakhil jangan diberi singgah, Itulah perampok yang amat gagah.

(3)

Barang siapa yang sudah besar,

Janganlah kelakuannya membuat kasar. Barang siapa perkataan kotor,

Mulutnya itu umpama ketor. Di mana tahu salah diri,

Jika tidak orang lain yang berperi.

Lima

Ini Gurindam pasal yang kelima:

Jika hendak mengenai orang berbangsa, Lihat kepada budi dan bahasa,

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia, Sangat memeliharakan yang sia-sia.

Jika hendak mengenal orang mulia, Lihatlah kepada kelakuan dia.

Jika hendak mengenal orang yang berilmu, Bertanya dan belajar tiadalah jemu.

Jika hendak mengenal orang yang berakal, Di dalam dunia mengambil bekal.

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai, Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Enam

Ini Gurindam pasal yang keenam:

Cahari olehmu akan sahabat, Yang boleh dijadikan obat. Cahari olehmu akan guru,

Yang boleh tahukan tiap seteru. Cahari olehmu akan isteri,

Yang boleh dimenyerahkan diri. Cahari olehmu akan kawan,

Pilih segala orang yang setiawan. Cahari olehmu akan ‘abdi,

(4)

Tujuh

Ini Gurindam pasal yang ketujuh:

Apabila banyak berkata-kata, Di situlah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan suka, Itulah landa hampirkan duka.

Apabila kita kurang siasat,

Itulah tanda pekerjaan hendak sesat. Apabila anak tidak dilatih,

Jika besar bapanya letih. Apabila banyak mencela orang, Itulah tanda dirinya kurang. Apabila orang yang banyak tidur, Sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan khabar, Menerimanya itu hendaklah sabar. Apabila menengar akan aduan,

Membicarakannya itu hendaklah cemburuan. Apabila perkataan yang lemah-lembut, Lekaslah segala orang mengikut.

Apabila perkataan yang amat kasar, Lekaslah orang sekalian gusar. Apabila pekerjaan yang amat benar, Tidak boleh orang berbuat honar.

Delapan

Ini Gurindam pasal yang kedelapan:

Barang siapa khianat akan dirinya, Apalagi kepada lainnya.

Kepada dirinya ia aniaya,

Orang itu jangan engkau percaya. Lidah yang suka membenarkan dirinya, Daripada yang lain dapat kesalahannya. Daripada memuji diri hendaklah sabar,

(5)

Biar dan pada orang datangnya khabar. Orang yang suka menampakkan jasa,

Setengah daripada syirik mengaku kuasa. Kejahatan diri sembunyikan,

Kebaikan diri diamkan.

Keaiban orang jangan dibuka, Keaiban diri hendaklah sangka.

Sembilan

Ini Gurindam pasal yang kesembilan:

Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan, Bukannya manusia yaituiah syaitan.

Kejahatan seorang perempuan tua, Itulah iblis punya penggawa. Kepada segaia hamba-hamba raja, Di situlah syaitan tempatnya manja. Kebanyakan orang yang muda-muda, Di situlah syaitan tempat bergoda.

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan, Di situlah syaitan punya jamuan.

Adapun orang tua yang hemat, Syaitan tak suka membuat sahabat Jika orang muda kuat berguru, Dengan syaitan jadi berseteru.

Sepuluh

Ini Gurindam pasal yang kesepuluh:

Dengan bapa jangan durhaka, Supaya Allah tidak murka. Dengan ibu hendaklah hormat, Supaya badan dapat selamat. Dengan anak janganlah lalai,

Supaya boleh naik ke tengah balai. Dengan kawan hendaklah adil,

(6)

Supaya tangannya jadi kapil.

Sebelas

Ini Gurindam pasal yang kesebelas:

Hendaklah berjasa, Kepada yang sebangsa. Hendaklah jadi kepala, Buang perangai yang cela. Hendaklah memegang amanat, Buanglah khianat. Hendak marah, Dahulukan hujjah. Hendak dimalui, Jangan memalui. Hendak ramai, Murahkan perangai. Duabelas

Ini Gurindam pasal yang kedua belas:

Raja mufakat dengan menteri, Seperti kebun berpagarkan duri. Betul hati kepada raja,

Tanda jadi sebarang kerja. Hukum ‘adil atas rakyat, Tanda raja beroleh ‘inayat. Kasihkan orang yang berilmu, Tanda rahmat atas dirimu.

Hormat akan orang yang pandai, Tanda mengenal kasa dan cindai. Ingatkan dirinya mati,

Itulah asal berbuat bakti. Akhirat itu terlalu nyata, Kepada hati yang tidak buta.

(7)

Timun Emas: Si Cantik melawan

Raksasa

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.

Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.

“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.

(8)

cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.

Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.

Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.

Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri. Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

(9)

Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira. Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.

Makam Sunan Gunung Jati,

Cirebon

Kota Cirebon merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang cukup terkenal berkat adanya makam Syarif Hidayatullah, seorang mubaligh, pemimpin spiritual, dan sufi yang juga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Peristirahatan terakhir Sunan Gunung Jati dan keluarganya ini disebut dengan nama Wukir Sapta Rengga. Makam ini terdiri dari sembilan tingkat, dan pada tingkat kesembilan inilah Sunan Gunung Jati dimakamkan. Sedangkan tingkat kedelapan ke bawah adalah makam keluarga dan para keturunannya, baik keturunan yang dari Kraton Kanoman maupun keturunan dari Kraton Kasepuhan.

Di makam ini terdapat pasir malela yang berasal dari Mekkah yang dibawa langsung oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri

(10)

Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran. Karena proses pengambilan pasir dari Mekkah itu membutuhkan perjuangan yang cukup berat, maka pengunjung dan juru kunci yang akan keluar dari kompleks makam ini harus membersihkan kakinya terlebih dahulu, agar pasir tidak terbawa keluar kompleks walau hanya sedikit. Larangan tersebut merupakan instruksi langsung dari Pangeran Cakrabuana sendiri.

Makam yang menempati lahan seluas 4 hektar ini merupakan obyek w i s a t a z i a r a h y a n g b a n y a k d i k u n j u n g i o l e h p a r a wisatawan/peziarah baik dari Cirebon maupun kota-kota sekitarnya. Kedatangan para peziarah itu biasanya berlangsung pada waktu-waktu tertentu seperti Jumat Kliwon, peringatan maulud Nabi Muhammad SAW, ritual Grebeg Syawal, ritual Grebeg Rayagung, dan ritual pencucian jimat.

Keistimewaan

Bangunan makam Sunan Gunung Jati memiliki gaya arsitektur yang unik, yaitu kombinasi gaya arsitektur Jawa, Arab, dan Cina. Arsitektur Jawa terdapat pada atap bangunan yang berbentuk limasan. Arsitektur Cina tampak pada desain interior dinding makam yang penuh dengan hiasan keramik dan porselin. Selain menempel pada dinding makam, benda-benda antik tersebut juga terpajang di sepanjang jalan makam. Semua benda itu sudah berusia ratusan tahun, namun kondisinya masih terawat. Benda-benda tersebut dibawa oleh istri Sunan Gunung Jati, Nyi Mas Ratu Rara Sumandeng dari Cina sekitar abad ke-13 M. Sedangkan arsitektur Timur Tengah terletak pada hiasan kaligrafi yang terukir indah pada dinding dan bangunan makam itu.

Keunikan lainnya tampak pada adanya sembilan pintu makam yang tersusun bertingkat. Masing-masing pintu tersebut mempunyai nama yang berbeda-beda, secara berurutan dapat disebut sebagai berikut: pintu gapura, pintu krapyak, pintu pasujudan, pintu ratnakomala, pintu jinem, pintu rararoga, pintu kaca, pintu bacem, dan pintu kesembilan bernama pintu teratai. Semua pengunjung hanya boleh memasuki sampai pintu ke lima saja.

(11)

Sebab pintu ke enam sampai ke sembilan hanya diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati sendiri.

Kompleks makam ini juga dilengkapi dengan dua buah ruangan yang disebut dengan Balaimangu Majapahit dan Balaimangu Padjadjaran. Balaimangu Majapahit merupakan bangunan yang dibuat oleh Kerajaan Majapahit untuk dihadiahkan kepada Sunan Gunung Jati sewaktu ia menikah dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari salah seorang pembesar Majapahit yang bernama Ki Ageng Tepasan. Sedangkan Balaimangu Padjadjaran merupakan bangunan yang dibuat oleh Prabu Siliwangi untuk dihadiahkan kepada Syarif Hidayatullah sewaktu ia dinobatkan sebagai Sultan Kesultanan Pakungwati (kesultanan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kesultanan Cirebon).

Selain terkenal dengan arsitektur bangunannya yang unik, obyek wisata ziarah makam Sunan Gunung Jati ini juga terkenal dengan berbagai macam ritualnya, yaitu ritual Grebeg Syawal, Grebeg Rayagung, dan pencucian jimat. Grebeg Syawal ialah tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap hari ke 7 di bulan Syawal, untuk mengenang dan melestarikan tradisi Sultan Cirebon dan keluarganya yang berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati setiap bulan itu. Sedangkan Grebeg Rayagung ialah kunjungan masyakat setempat ke makam yang diadakan setiap hari raya Iduladha. Selain itu, terdapat juga ritual tahunan pada hari ke-20 di bulan Ramadhan, tradisi itu disebut “pencucian jimat” dan benda-benda pusaka (gamelan dan seperangkat alat pandai besi) yang merupakan benda peninggalan Sunan Gunung Jati. Tradisi ini dilaksakan setelah shalat shubuh, bertujuan untuk memperingati Nuzulul Qur‘an yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan

Lokasi

Makam Sunan Gunung Jati terletak di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat, Indonesia.

(12)

Akses

Makam Sunan Gunung Jati berjarak kurang lebih 6 km ke arah utara dari Kota Cirebon. Untuk menuju lokasi makam ini pengunjung dapat menggunakan kendaran pribadi (mobil) atau naik angkutan umum (bus) dari Terminal Cirebon. Dari terminal ini, pengunjung naik bus jurusan Cirebon—Indramayu dan turun di lokasi. Perjalanan dari Cirebon menuju lokasi makam ini biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit.

Harga Tiket

Memasuki obyek wisata ziarah makam Sunan Gunung Jati ini tidak dipungut biaya. Namun, para pengunjung dapat menyumbang dana seikhlasnya pada kotak sumbangan yang terletak di setiap pintu masuk kompleks makam itu.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Di area makam Sunan Gunung Jati terdapat fasilitas seperti penginapan, warung makan, masjid, pendopo, Paseban Besar (pendopo tempat penerimaan tamu), Paseban Soko (tempat untuk bermusyawarah), parkir luas, dan alun-alun. Di lokasi ini juga terdapat pedagang kaki lima, kios cendramata, kios buah-buahan, dan lain-lain.

Soto Lamongan: Enak kalau

pakai Koya

Bicara menu soto pasti tidak asing lagi dengan yang namanya soto lamongan jawa timur. Masakan yang satu ini banyak di jumpai hampir di setiap daerah. Ini tak terlepas dari masyarakat lamongan yang sangat berjiwa perantauan dan

(13)

berdagang.

Warga lamongan yang merantau dan berbisnis kuliner banyak yang menjual soto khas mereka yaitu soto lamongan. Sehingga kuliner yang satu ini cukup populer dan memiliki penggemar tersendiri. Citarasanya yang khas mampu membuat penikmatnya merasa ketagihan. Sehingga tak jarang yang ingin mencoba membuatnya sendiri sebagai hidangan keluarga. Apakah sulit membuat soto lamongan ini? jawabannya tentu saja tergantung masing-masing individu. Namun secara garis besar bagi anda yang sudah biasa memasak bisa dikatakan tidak sulit sama sekali. Mari kita bahas resepnya.

BAHAN DASAR SOTO LAMONGAN

1 Kg ayam, boleh ayam potong namun lebih enak lagi ayam kampung.

5 butir telur ayam yang nantinyan di rebut dan di potong-potong.

2 ½ liter air untuk kuah 6 Lmbr daun jeruk

1 Btng Serai di memarkan Garam dan Gula sesuai selera

BUMBU HALUS SOTO LAMONGAN

10 Siung bawang merah. 6 Siung bawang putih. 4 Butir kemiri

2 Cm jahe 2 2 Cm kunyit

BAHAN PELENGKAP RESEP SOTO LAMONGAN ASLI

2 – 3 Bungkus mie soun dan di seduh dengan air panas. 1/4 Kol putih dipotong tipis.

(14)

2 Btng seledri. 2 Bh tomat merah.

Bawang goreng secukupnya Sambal cabe dan tomat. Koya ikan atau udang

LANGKAH-LANGKAH CARA MEMBUAT SOTO

LAMONGAN ASLI

Rebus daging ayam yang sudah disiapkan tadi hingga 1.

mendidih dan menghasilkan kuah berkaldu. Ambil ayamnya untuk di goreng namun jangan buang kuahnya.

Ayam yang sudah di goreng dipotong suwir-suwir tipis 2.

seperlunya sesuai porsi yang akan dibuat.

panaskan wajan dan beri minyak goreng untuk menumis 3.

bumbu halus yang sudah disiapkan tadi. Sekaligus masukan daun jeruk dan serai. Tumis hingga kandungan air pada bumbu berkurang dan bumbu berubah warna serta mengeluarkan bau harum.

Setelah itu masukan tumisan bumbu pada kuah kaldu 4.

rebusan ayam tadi. Tambahkan juga garam dan gula sesuai selera. Jika anda suka dengan MSG (penyedap rasa) bisa menambahkannya.

Aduk kuah hingga merata dan biarkan hingga mendidih. 5.

Sajikan Soto dengan racikan pelengkapnya tadi dengan di 6.

tambah suwiran ayam di atasnya. Siram dengan kuah soto dan sajikan selagi hangat.

(15)

Sriwijaya

Di kala ku merindukan keluhuran dahulu kala Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya Dalam seni kunikmati lagi zaman bahagia

Kuciptakan kembali dari kandungan Sang Maha Kala Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru Tutur sabda Dharmapala Sakyakhirti Dharmakhirti Berkumandang dari puncaknya Seguntang Maha Meru Menaburkan tuntunan suci Gautama Buddha sakti. Borobudur candi pusaka zaman Sriwijaya

Saksi luhur berdiri teguh kokoh sepanjang masa Memahsyurkan Indonesia di tengah Asia

Melambangkan keagungan sejarah Nusa dan Bangsa Taman Sari beserta emas perak Sri Ksetra

Dengarkanlah bualan bagai di Surga Indralaya Taman puji turunan Maharaja Syailendra

Mendengarkan irama lagu Gending Sriwijaya. ——————

At the time I missed the greatness of yore Ask this song singing Kutembangkan Sriwijaya I enjoy art again in happier times

I put myself back on the content of the Maha Kala Sriwijaya with the Supreme Court Dormitory Master Dharmapala said word Sakyakhirti Dharmakhirti Reverberated from peak Seguntang Maha Meru

Gautama Buddha’s guidance sprinkled holy magic. Sriwijaya era heritage Borobudur temple

Sublime witness stand firm sturdy all time Memahsyurkan Indonesia amid Asia

Symbolizes the grandeur and history of Nusa Nation Taman Sari gold along with silver Sri Ksetra

(16)

Parks praised Maharaja derivative Syailendra

Listen to the rhythm of the song Gending Sriwijaya.

http://sahabatbudayaindonesia.com/sahabat/wp-content/uploads/2 016/08/Gending-Sriwijaya.mp3

Banyu Sumurup: Sentra Keris

Yogya

Peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Bukan hanya senjata tradisional namun juga sebuah karya spiritual manusia masa lalu yang masih terjaga sampai saat ini. Keris bisa menjadi simbol tertentu, kewibawaan, kekuatan, kebijaksaan dan kehidupan. Meskipun beragam jenisnya namun keris Jawa khususnya Jogja dan Solo yang paling terkenal. Dalam berbagai ritual spiritual Jawa, khususnya yang masih bersinggungan dengan tradisi keraton, keris tidak pernah ketinggalan. Selain memiliki nilai tertentu juga merupakan pelengkap pakaian tradisional khas Jogja dan Solo.

Sentra Pembuatan Keris di Jogja

Salah satu sentra pembuatan keris di Jogja adalah Desa Banyu Semurup, Imogiri, Bantul. Sebagian besar warga disini memiliki keahlian membuat keris. Namun jangan dibayangkan jika sebuah keris hanya cukup dibuat oleh satu orang saja. Sebuah keris yang utuh memiliki banyak bagian khusus yang dibuat oleh orang yang memiliki keahlian masing-masing. Bagian-bagian keris semacam mendhak, pendhok, warangka, pamor, luk dan lain-lain akan dibuat oleh ahlinya masing-masing kemudian disatukan menjadi satu bagian yang disebut keris.

(17)

Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Desa banyu Semurup di Imogiri, Bantul. Kebetulan mendapat ajakan sang empu mbah Tonno yang sudah malang melintang didunia perkerisan. Karena waktu yang terbatas, maka kami mengunjungi Pak Harjo, seorang pembuat salah satu bagian keris yaitu pembuat warangka, atas petunjuk dari padepokan angkringan di pinggir jalan.

Bagian-bagian Keris

Warangka adalah sarung keris yang terbuat dari kayu yang berserat dan bertekstur indah. Semakin bagus kayu yang digunakan dan semakin indah tekstur yang dihasilkan maka harganya pun semakin mahal. Mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah harga sebuah warangka. Sebagai seorang ahli membuat warangka, Pak Harjo tahu bagaimana mendapatkan bagian kayu yang bisa menghasilkan serat terbaik. Jika tidak hati-hati dalam memilih maka sekali salah memotong kayu, hilanglah bagian terbaik yang akan dibuat warangka. Proses pembuatannya pun tak semudah yang dibayangkan. Butuh kehati-hatian dan ketelitian serta melalui beberapa proses yang cukup rumit mulai dari pemotongan hingga proses finishing.

Setelah proses pembuatan warangka ini selesai, maka akan disatukan dengan bagian lain yang dibuat oleh orang lain juga maka pada proses akhirnya jadilah sebilah keris. Harganya berkisar mulai dari puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah, tergantung materi yang digunakan dari tiap bagian. Tidak mudah menghafal bagian-bagiannya karena punya nama-nama sendiri serta makna tersendiri yang berjumlah puluhan nama pada satu bagian keris. Mbah Tonno, sang empu dari jaman Majapahit pun ternyata tidak hafal satu-satu nama bagian tersebut.

Jika tertarik untuk belajar dan melihat secara langsung proses pembuatan keris, silakan datang ke Banyu Semurup yang berada di kec. Imogiri, Bantul. Untuk mencapai kesana, searah menuju Makam Raja-raja Imogiri. Pada pertigaan sebelum kearah makam, ambil ke kanan arah Mangunan. Kurang lebih 500m ada pertigaan

(18)

ambil yang ke arah kanan, ada papan penunjuk kecil yang terpasang disisi jalan. Jika mengalami kebingungan, silakan bertanya pada orang yang ditemui sepanjang jalan.

Pandawa Lima (2)

Nasib Pandawa Lima dan Dewi Drupadi agak tertolong dengan campur tangannya tetua Hastinapura Resi Bisma dan Yama Widura. Dewi Drupadi diminta untuk diserahkan kepada Resi Bisma dan diberikan, untuk ini para Kurawa salah sangka dikiranya Resi Bisma ingin menikmati kemenangannya pada hal Dewi Drupadi akan diserahkan kembali kepada Pandawa Lima oleh Resi Bisma.

Atas kekalahan judi para Pandawa Lima, tetua Hastina mengambil kebijaksanaan dan jalan tengah, bahwa Pandawa Lima harus menjalani hukuman pembuangan di hutan selama 12 tahun dan masa penyamaran selama 1 tahun, dalam masa penyamaran apabila salah satu dari Pandawa lima dapat dipergoki, maka mereka semua harus menjalani pembuangan ulang lagi selama 12 tahun, dan masa penyamaran 1 tahun.

Dewi Drupadi-pun mengikuti para Pandawa Lima dalam menjalani hukuman pembuangan, sedangkan Dewi Kunti ibu para Pandawa Lima tetap tinggal Kerajaan Hastinapura. Sebagian Istri dan anak-anaknya Raden Harjuna dititipkan di Kerajaan Cempalaradya, Dewi Wara Subadra dan sebagian lagi istri-istri Raden Harjuna dan anak-anaknya dititipkan di Kerajaan Dwarawati.

Dalam masa menjalani hukum pembuangan, Raden Harjuna dan Bima memanfaatkan wak tunya untuk memperdalam ilmunya dan mencari senjata pusaka. Bima bertemu dengan Anoman saudara tunggal Bayu yang mengajarkan berbagai ilmu kesaktian kepadanya.

Setelah Pandawa Lima menyelesaikan masa pembuangan 12 tahun lamanya, kemudian menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata. Puntadewa menyamar sebagai ahli sejarah dan tatanegara

(19)

dengan nama Wijakangka, Bima sebagai Jagal/penyembelih hewan dengan nama Jagal Abilawa, Harjuna sebagai guru tari yang kebanci-bancian dengan nama Kandhi Wrahatmala, Nakula dan Sadewa sebagai pelatih dan pemelihara kuda dengan nama Darmagranti dan Tantripala. Dewi Drupadi menjadi dayang istana dengan nama Sailandri atau Salindri.

Disaat hari penyamaran Pandawa Lima berakhir terjadilah penyerbuan Hastinapura dengan sekutu-kutunya ke Kerajaan Wirata. Para Pandawa Lima tidak dapat tinggal diam ketika melihat kejadian penyerbuan yang telah mengganggu ketenangan dan ketentraman Kerajaan Wirata tempat mereka menyamar selama ini.

Dengan ikutnya Pandawa turun kemedan perang, akibatnya para Sata Kurawa mengetahui penyamaran Pandawa Lima. Maka ketika diada kan perundingan untuk memulihkan hak Pandawa Lima atas Kerajaan Amarta dan setengah Kerajaan Hastina, ditolak oleh Kurawa dengan alasan penyamarannya telah dipergoki, karena itu Pandawa harus menjalani ulang kembali masa hukumannya 12 tahun dalam pembuangan dan 1 tahun masa penyamaran.

Menurut perhitungan tetua Hastina, Pandawa Lima telah menjalani masa hukuman dengan sempurna, karena itu mereka harus dikembalikan hak-haknya termasuk setengahnya Kerajaan Hastinapura, namun hal demikian ditolak oleh Kurawa. Meskipun Pandawa Lima dalam perundingan diwakili oleh Prabu Kresna sebagai duta Pandawa Lima.

Karena perundingan damai mengalami kegagalan, maka pecahlah pertempuran utk mem-perjuangkan haknya, kemudian dikenal dengan kisah “MAHABHARATA”, masa pertempurannya selama 18 hari, berakhir dengan kemenangan Pandawa Lima, tetapi semua putra Pandawa Lima gugur dimedan perang di Tegal Kurusetra. Yudistira dikenal sebagai sosok suci tanpa dosa, sedangkan Bima dan Raden Harjuna dikenal sebagai sosok yang telah mencapai kesempurnaan diri, mengetahui sejatinya urip/hidup. Bima waktu itu diperintah oleh Resi Druna untuk mencari air suci, maksudnya untuk mence lakakan Bima, tetapi sebaliknya Bima bertemu dengan Dewa Ruci yang memberi wejangan tentang

(20)

ilmu kasampurnan hidup, Raden Harjuna memperoleh wejangan ilmu Hasta Brata dari Panembahan Kesawasidhi di Puncak gunung Suwelagiri Pertapaan Kutharunggu. Hasta Brata merupakan ilmu spiritual setingkat dengan air suci yang diperoleh Bima untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Dihari tuanya, Pandawa Lima dengan sadar merupakan hari-hari utk menyongsong saat ke-matian, setelah menobatkan Parikesit cucu Ra-den Harjuna sebagai Raja Hastinapura, beberapa tahun kemudian Pandawa Lima mendaki kepun cak Gunung Himalaya, termasuk Dewi Drupadi untuk menyongsong kematian, diikuti oleh anjing berbulu putih.

Pertama kali yang dijemput oleh Batara Ya-madipati (Dewa penjemput nyawa) adalah Dewi Drupadi, dinilai paling banyak dosanya diban -dingkan dengan kelima suaminya yakni Panda wa Lima. Pertama karena dihati kecilnya ia lebih mencintai Raden Harjuna dari pada dengan suami lain-lainnya. Kedua karena Dewi Drupadi bermulut tajam, kata-katanya sering melukai hati orang lain, diantaranya adalah Narpati Basukarna (Adipati Karna), Prabu Duryudhana, Resi Druna/ Drona, Dursasana dan Jayadrata, terluka hatinya karena ucapan-ucapan Dewi Drupadi.

Berikutnya giliran Sadewa yang dijemput oleh Batara Yamadipati, karena sering meremehkan atau memandang rendah orang lain termasuk kakak kakaknya meskipun hanya didalam hati saja dan tidak pernah diucapkan. Sadewa mempunyai ilmu / aji Pranawa Jati yang dapat mengetahui kejadian yang akan datang dan mengingat kejadian-kejadian masa lalu yang pernah dialami. Setelah Sadewa giliran berikutnya kemudian adalah Nakula yang dijemput oleh Batara Ya-madipati, karena meskipun diam sebenarnya di-dalam hatinya Nakula selalu iri dan dengki kepada saudara-saudaranya terutama dengan Sadewa.

Giliran berikutnya setelah Nakula adalah Raden Harjuna yang dijemput oleh Batara Yama dipati, karena didalam hati kecilnya Raden Har-juna terlalu bangga dengan ketampanan yang dimilikinya dan merasa paling dibutuhkan atau pa-ling penting dibanding dengan saudara-saudaranya.

(21)

Bima giliran berikutnya dijemput oleh Bata ra Yamadipati, karena dinilai sering tidak dapat menahan nafsu amarahnya. Yudistira tidak dijemput oleh Batara Yama-dipati dan tidak menemui ajalnya, ia berjalan sampai didepan pintu Syurga dan dijemput oleh Batara Indra, diajak untuk masuk syurga tetapi anjingnya dilarang masuk. Yudistira menolak masuk syurga jika anjingnya tidak diperbolehkan masuk syurga, karena Yudistira menganggap Dewa tidak menghargai suatu kesetiaan. Maka sebaiknya hamba tidak usah masuk kesyurga jika anjing yang menunjukkan kesetiaannya dilarang masuk syurga.

Atas ucapan Yudistira yang menghargai ke setiaan, seketika itu juga anjing putih yang selalu menyertai perjalanan Pandawa Lima dengan setianya sejak dari Istana Hastinapura sampai kepintu syurga, berubah wujudnya menjadi Batara Darma, jelmaan ayahnya Yudistira yang sebenarnya .

Kisah berakhir hidupnya para Putra Pandu, mengandung suatu petunjuk, bahwa Allah Maha Mengetahui segala-galanya, meskipun hanya didalam hati dan tidak pernah dikeluarkan atau dinyatakan kepada orang lain, Allah sudah mengetahui kebaikan atau kebathilan itu.

Jalan hidup dan pegangan hidup para Putra Pandu yang kemudian dikenal dengan Pandawa Lima, tidak dapat dilepaskan dari punakawan Semar dan anak-anaknya yang tidak lain dari jelmaan Dewa Ismaya yang selalu memberi petunjuk dan bimbingan serta nasehat kepada para Putra Pandu.

Nama-nama atau sebutan orang tua laki-laki selalu disertakan dalam memberi nama putra-putranya, seperti Pandawa Lima adalah keturunan Pan yaitu Pandu. Kurawa adalah keturunan Kuru, Drupadi adalah keturunan Drupada, Madrim adalah keturunan Raja Mandra dst.

Yudistira dalam pewayangan adalah simbul atau lambang sosok yang suci, tidak mempunyai dosa dan diibaratkan darahnya berwarna putih tanpa noda sediktpun.

Bima dalam pewayang adalah simbul kete-gasan dan keadilan serta kejujuran dalam menegakkan hukum, tidak pandang bulu, siapapun yang salah harus dihukum meskipun itu saudara maupun

(22)

anaknya sendiri. Bima selalu menepati janjinya, bertubuh tinggi besar dan kokoh.

Raden Harjuna adalah lambang atau sim – bul sosok tampan dan rupawan tetapi donyuan, banyak anak banyak istri tetapi semuanya rukun.

Kisah-kisah pewayangan banyak mengan-dung ajaran-ajaran Falsafah yang bermakna spiri tual tinggi, kata-kata Adiluhung yang memben tuk budi luhur dan pekerti/perbuatan mulia Bangsa Indonesia.

Dunia pewayangan mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk watak Budi Luhur dan Hati Mulia Bangsa Indonesia yang dika gumi oleh bangsa lain didunia ini.

Menonton pertunjukan wayang yang memakan waktu panjang saja sudah mengandung pendidikan, dimana penonton dididik untuk s a b a r d a l a m m e n g h a d a p i k e n y a t a a n h i d u p , d a n t e k u n menerima/menanti ilmu atau wejangan spiritual yang bermakna tinggi lewat dalangnya.

Sejarah

Singkat

Kota

Yogyakarta

Keberadaan Kota Yogyakarta tidak bisa lepas dari keberadaan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi yang memperjuangkan kedaulatan Kerajaan Mataram dari pengaruh Belanda, merupakan adik dari Sunan Paku Buwana II. Setelah melalui perjuangan yang panjang, pada hari Kamis Kliwon tanggal 29 Rabiulakhir 1680 atau bertepatan dengan 13 Februari 1755, Pangeran Mangkubumi yang telah bergelar Susuhunan Kabanaran menandatangani Perjanjian Giyanti atau sering disebut dengan Palihan Nagari . Palihan Nagari inilah yang menjadi titik awal keberadaan Kasultanan Yogyakarta. Pada saat itulah Susuhunan Kabanaran kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana Senopati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama

(23)

Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I. Setelah Perjanjian Giyanti ini, Sri Sultan Hamengku Buwana mesanggrah di Ambarketawang sambil menunggui pembangunan fisik kraton.

Sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti tepatnya hari Kamis Pon tanggal 29 Jumadilawal 1680 atau 13 Maret 1755, Sultan Hamengku Buwana I memproklamirkan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Ngayogyakarta dan memiliki separuh dari wilayah Kerajaan Mataram. Proklamasi ini terjadi di Pesanggrahan Ambarketawang dan dikenal dengan peristiwa Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram – Ngayogyakarta. Pada hari Kamis Pon tanggal 3 sura 1681 atau bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1755, Sri Sultan Hamengku Buwana I memerintahkan untuk membangun Kraton Ngayogyakarta di Desa Pacethokan dalam Hutan Beringan yang pada awalnya bernama Garjitawati.

Pembangunan ibu kota Kasultanan Yogyakarta ini membutuhkan waktu satu tahun. Pada hari Kamis pahing tanggal 13 Sura 1682 bertepatan dengan 7 Oktober 1756, Sri Sultan Hamengku Buwana I beserta keluarganya pindah atau boyongan dari Pesanggrahan Ambarketawan masuk ke dalam Kraton Ngayogyakarta. Peristiwa perpindahan ini ditandai dengan candra sengkala memet Dwi Naga Rasa Tunggal berupa dua ekor naga yang kedua ekornya saling melilit dan diukirkan di atas banon/renteng kelir baturana Kagungan Dalem Regol Kemagangan dan Regol Gadhung Mlathi. Momentum kepindahan inilah yang dipakai sebagai dasar penentuan Hari Jadi Kota Yogyakarta karena mulai saat itu berbagai macam sarana dan bangunan pendukung untuk mewadahi aktivitas pemerintahan baik kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun tempat tinggal mulai dibangun secara bertahap. Berdasarkan itu semua maka Hari Jadi Kota Yogyakarta ditentukan pada tanggal 7 Oktober 2009 dan dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2004

(24)

Tari Remo Jawa Timur

Tari Remo adalah tarian tradisional Jawa Timur yang menggambarkan keberanian seorang Pangeran yang berjuang di medan perang. Tarian ini sering ditampilkan dalam pergelaran kesenian Ludruk sebagai pengantar pertunjukan. Selain itu Tari Remo ini juga ditampilan sebagai tarian selamat datang dalam menyambut tamu besar yang datang ke sana. Tarian ini sangat terkenal di Jawa Timur dan menjadi salah satu icon kesenian tari di sana.

Menurut sejarahnya, Tari Remo ini awalnya diciptakan oleh para seniman jalanan pada jaman dahulu dengan mengangkat tema seorang Pangeran yang gagah berani. Tarian ini mulai diperkenalkan ke masyarakat luas dengan cara mengamen. Seiring dengan perkembangannya tarian ini mulai diangkat dan dijadikan sebagai tarian pembuka dalam pertunjukan Ludruk. Sejak saat itulah Tari Remo mulai banyak dikenal oleh masyarakat luas. Dalam perkembangannya, Tari Remo juga ditampilkan secara terpisah sebagai tarian selamat datang untuk tamu kehormatan atau tamu besar yang datang ke Jawa Timur.

Tari Remo ini umumnya dibawakan oleh para penari laki – laki dengan gerakan yang menggambarkan seorang Pangeran yang gagah berani. Namun seiring dengan perkembangannya, Tari Remo ini tidak hanya dibawakan oleh penari pria saja namun juga penari wanita. Sehingga memunculkan Tari Remo dengan jenis lain yang biasa disebut Tari Remo Putri.

Gerakan dalam Tari Remo lebih mengutamakan gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Dalam pertunjukannya penari dilengkapi dengan gelang lonceng kecil yang dipasang di pergelangan kaki. Sehingga saat penari melangkah atau menghentakkan kakinya maka lonceng kecil tersebut akan berbunyi. Gerakan tersebut

(25)

biasanya dipadukan dengan iringan musiknya, sehingga suara lonceng tersebut dapat berpadu dengan musik pengiring. Selain gerakan kaki, yang menjadi karakterisitik gerakan Tari Remo adalah gerakan selendang atau sampur, gerakan kepala, ekspresi wajah dan kuda – kuda penari.

Dalam pertunjukan Tari Remo, penari harus bisa memadukan gerakannya dengan musik pengiring. Hal ini di butuhkan karena bila gerakannya tidak padu, maka suara gelang lonceng di kaki penari akan menimbulkan suara yang tidak pas dengan musik pengiring. Dalam pertunjukan Tari Remo ini biasanya diiringi oleh musik Gamelan yang terdiri dari bonang, saron, gambang, gender, sinter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Jenis irama atau gendhing yang dibawakan oleh musik pengiring biasanya seperti jula – juli dan tropongan. Selain itu juga gendhing walangkekek, krucilan, gedok rancak dan gendhing lainnya. Untuk Tari Remo dalam pertunjukan kesenian Ludruk biasanya penari juga menyelakan sebuah lagu di tengah – tengah tariannya.

Untuk busana penari remo bermacam – macam dan setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri, diantaranya seperti Gaya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Busana Tari Remo pada dasarnya menggunakan ikat kepala berwarna merah, baju lengan panjang, celana sepanjang lutut, kain batik pesisiran, setagen yang diikat di pinggang, keris yang diselipkan di belakang, selendang di bahu dan di pinggang dan gelang lonceng yang dikenakan di pergelangan kaki. Namun untuk Tari Remo gaya putri mempunyai busana yang berbeda dengan gaya busana Tari Remo yang asli, yaitu memakai sanggul, mekak hitam yang menutup dada, rapak yang menutupi bagian pinggang sampai lutut, dan satu selendang yang disematkan di bahu.

(26)

Candi Tikus

Candi Tikus terletak di di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.

Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan Bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.

Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad 13 sampai 14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.

Bentuk Candi Tikus yang mirip sebuah petirtaan mengundang perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeologi mengenai fungsinya. Sebagian pakar berpendapat bahwa candi ini merupakan petirtaan, tempat mandi keluarga raja, namun sebagian pakar ada yang berpendapat bahwa bangunan tersebut merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan. Namun, menaranya yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.

(27)

Bangunan Candi Tikus menyerupai sebuah petirtaan atau pemandian, yaitu sebuah kolam dengan beberapa bangunan di dalamnya. Hampir seluruh bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 29,5 m x 28,25 m ini terbuat dari batu bata merah. Yang menarik, adalah letaknya yang lebih rendah sekitar 3,5 m dari permukaan tanah sekitarnya. Di permukaan paling atas terdapat selasar selebar sekitar 75 cm yang mengelilingi bangunan. Di sisi dalam, turun sekitar 1 m, terdapat selasar yang lebih lebar mengelilingi tepi kolam. Pintu masuk ke candi terdapat di sisi utara, berupa tangga selebar 3,5 m menuju ke dasar kolam.

Di kiri dan kanan kaki tangga terdapat kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 m x 2 m dengan kedalaman 1,5 m. Pada dinding luar masing-masing kolam berjajar tiga buah pancuran berbentuk padma (teratai) yang terbuat dari batu andesit.

Tepat menghadap ke anak tangga, agak masuk ke sisi selatan, terdapat sebuah bangunan persegi empat dengan ukuran 7,65 m x 7,65 m. Di atas bangunan ini terdapat sebuah ‘menara’ setinggi sekitar 2 m dengan atap berbentuk meru dengan puncak datar. Menara yang terletak di tengah bangunan ini dikelilingi oleh 8 menara sejenis yang berukuran lebih kecil. Di sekeliling dinding kaki bangunan berjajar 17 pancuran berbentuk bunga teratai dan makara.

Hal lain yang menarik ialah adanya dua jenis batu bata dengan ukuran yang berbeda yang digunakan dalam pembangunan candi ini. Kaki candi terdiri atas susunan bata merah berukuran besar yang ditutup dengan susunan bata merah yang berukuran lebih kecil. Selain kaki bangunan, pancuran air yang terdapat di candi inipun ada dua jenis, yang terbuat dari bata dan yang terbuat dari batu andesit.

Perbedaan bahan bangunan yang digunakan tersebut menimbulkan dugaan bahwa Candi Tikus dibangun melalui tahap. Dalam pembangunan kaki candi tahap pertama digunakan batu bata merah berukuran besar, sedangkan dalam tahap kedua digunakan bata

(28)

merah berukuran lebih kecil. Dengan kata lain, bata merah yang berukuran lebih besar usianya lebih tua dibandingkan dengan usia yang lebih kecil. Pancuran air yang terbuat dari bata merah diperkirakan dibuat dalam tahap pertama, karena bentuknya yang masih kaku. Pancuran dari batu andesit yang lebih halus pahatannya diperkirakan dibuat dalam tahap kedua. Walaupun demikian, tidak diketahui secara pasti kapan kedua tahap pembangunan tersebut dilaksanakan.

Referensi

Dokumen terkait

7 Sebab orang Lewi tidak mendapat bagian di tengah-tengah kamu, karena jabatan sebagai imam TUHAN ialah milik pusaka mereka, sedang suku Gad, suku Ruben dan suku Manasye yang

Berdasarkan latar belakang yang telah di bahas, perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55 (Revisi 2011)

Dalam wawancara dengan responden empat dan enam terdapat kesamaan dalam penambahan data, yaitu Para responden menjelaskan ketepatan waku dalam menjalankan kegiatan

Bab ini berisi tentang pengolahan data dan hasil analisa yang meliputi penentuan komponen kritis, Functional Block Diagram, Failure Modes And Effect Analysis (FMEA), RCM

Dapat disimpulkan bahwa semangat kerja merupakan gambaran perasaan, keinginan atau kesungguhan individu/kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi

Analisis nilai KPK zeolit menunjukkan bahwa zeolit sintetik (ZS) memiliki nilai KPK yang lebih tinggi daripada zeolit alam (ZA), sedangkan membran komposit dengan

Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara (deep interview) dan dokumentasi. Data dikumpulkan menggunakan instrumen berupa pedoman observasi dan

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mastitis dapat menurunkan kadar protein dan lemak susu, sehingga disarankan kepada petani ternak sapi perah untuk