• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIEKONOMIKA JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN ISSN e ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIEKONOMIKA JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN ISSN e ISSN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME 4 NOMOR 2 OKTOBER 2015

AGRIEKONOMIKA, terbit dua kali dalam setahun yaitu pada April dan Oktober yang memuat naskah hasil pemikiran dan hasil penelitian bidang sosial, ekonomi dan kebijakan pertanian dalam arti umum.

Editor in Chief Ihsannudin, MP

Editor Board

Dr. Elys Fauziyah UTM Hadi Paramu, Ph.D Unej

Dr. Andri K. Sunyigono UTM Dr. Joni Murti Mulyo Aji Unej

Slamet Widodo, M.Si UTM Dr. Amzul Rifin IPB

Dr. Teti Sugiarti UTM Dr. Mohammad Arief UTM

Suadi, Ph.D UGM Subejo, Ph.D UGM

Lay Out Taufik R.D.A Nugroho

Umar Khasan Pelaksana Tata Usaha

Umar Khasan Miellyza Kusuma Putri

Mitra Bestari Agnes Quartina Pudjiastuti Universitas Tribuana

Tunggadewi Malang

Gema W. Mukti Unpad Apri Kuntariningsih Pemerhati Sosiologis

Pembangunan Pedesaan

Harisuddin UNS

Watermin Univ. Muhammadiyah

Purwokerto

Jauhari Lolit Sapi Grati

Ernoiz Antriandarti UNS S. Rusdiana Balitnak

I Ketut Arnawa Univ. Mahasaraswati Denpasar

Dedi Irwandi BPTP KALTENG Alamat Redaksi

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang 02 Kamal Bangkalan Telp. (031) 3013234 Fax. (031) 3011506 Surat elektronik: agriekonomika@gmail.com Laman: http://journal.trunojoyo.ac.id/agriekonomika

AGRIEKONOMIKA diterbitkan sejak April 2012 oleh Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.

Redaksi mengundang segenap penulis untuk mengirim naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media maupun lembaga lain. Pedoman penulisan dapat dilihat pada bagian belakang jurnal. Naskah yang masuk akan dievaluasi oleh editor board dan blind reviewer.

(2)

VOLUME 4 NOMOR 2 OKTOBER 2015

DAFTAR ISI

SOCIAL QUALITY MASYARAKAT LAHAN PASIR PANTAI PADA ASPEK SOCIAL EMPOWERMENT DI KECAMATAN PANJATAN

KABUPATEN KULONPROGO ……….1-9 Kusumaningrum, Juliman Foor Z, Dalvi Mustafa

PREFERENSI KONSUMEN BERAS BERLABEL ………10-21 Syahrir, Sitti Aida Adha Taridala, Bahari

PERKEMBANGAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI

KABUPATEN JEMBER ………22-36 Aryo Fajar Sunartomo

CPUE DAN TINGKAT PEMANFAATAN PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI SEKITAR TELUK PALABUHANRATU,

KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ………...37-49 Dian Budiasih dan Dian A.N. Nurmala Dewi

PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PENGUATAN MODAL KELEMBAGAAN PETANI DI KAWASAN AGROPOLITAN

KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ………...50-58 Watemin, Sulistyani Budiningsih

KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK PADA USAHATANI

PADI SAWAH DI SERANG BANTEN ………...59-65 Resmayeti Purba

KAJIAN IDENTIFIKASI PANGAN POKOK BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH TANGGA PRA SEJAHTERA

DI JAWA TENGAH ………66-79 Erlyna Wida R, Heru Irianto dan Choirul Anam

PENINGKATAN USAHA TERNAK DOMBA MELALUI DIVERSIFIKASI TANAMAN PANGAN: EKONOMI PENDAPATAN

PETANI ………...80-95 S. Rusdiana dan L. Praharani

STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA PASANG SURUT DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN

PRODUKSI BERAS DI KALIMANTAN TENGAH ………...96-105 Dedy Irwandi

(3)

PETERNAK SAPI BINAAN PROGRAM CSR (Corporate Social

Responsibilty) PETROCHINA JABUNG Ltd ………124-133 Ardi Novra

KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN USAHA AGRIBISNIS PADI PADA BKP5K

KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT ………..134-155 Elih Juhdi Muslihat, Azhar, Kusmiyati, Woro Indriatmi

GAMBARAN UMUM SEKTOR UNGGULAN DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (OLAH DATA

TABEL INPUT-OUTPUT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010)………156-169 Azizatun Nurhayati1, Any Suryantini2

KERAGAAN USAHATANI DAN PEMASARAN BUAH NAGA

ORGANIK ………...170-186 Kustiawati Ningsih1, Herman Felani1, Halimatus Sakdiyah2

PENGEMBANGAN PASAR LELANG FORWARDKOMODITAS BAHAN OLAH KARET (BOKAR) DI PROVINSI SUMATERA

SELATAN ………187-199 Heri Rahman

SISTEM DINAMIS RANTAI PASOK INDUSTRIALISASI GULA

BERKELANJUTAN DI PULAU MADURA ……….200-211 Akhmad Mahbubi

SEKTOR PERTANIAN MERUPAKAN SEKTOR UNGGULAN

TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI MALUKU ……...212-222 Esther Kembauw1, Aphrodite Milana Sahusilawane1, Lexy

Janzen Sinay2

KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KOPI ARABIKA DAN

PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI KETINGGIAN SEDANG ………...223-236 Ati Kusmiati dan Devi Yulistia Nursamsiya

TARIF BEA MASUK OPTIMAL BAGI PRODUK PERTANIAN

INDONESIA ………237-246 Dian Dwi Laksani1, Rizky Eka Putri2

PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH VARIETAS

LEMBAH PALU ……….247-259 Rustam Abd. Rauf1, Saiful Darman1, dan Atik Andriana2

(4)

TARIF BEA MASUK OPTIMAL BAGI PRODUK PERTANIAN

INDONESIA

1Dian Dwi Laksani,2Rizky Eka Putri

1Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, Badan Pengkajian dan 2Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan-RI

dian.laksani@kemendag.go.id

ABSTRAK

Setiap negara berhak menentukan besaran Tarif Bea Masuk (TBM) yang dikehendaki terhadap suatu produk atau komoditi. Kebijakan tarif bea masuk untuk produk pertanian adalah menerapkan nilai serendah mungkin apabila produk/komoditi yang bersangkutan tidak dapat diproduksi secara optimal di dalam negeri. Studi ini dilakukan untuk melihat pengaruh tarif bea masuk produk impor pertanian terhadap produksi atau penjualan dari produk pertanian di Indonesia serta menghitung besarnya tarif optimal untuk produk-produk pertanian Indonesian dengan menggunakan panel data OLS. Hasil estimasi memperlihatkan, jika pemerintah menaikkan tarif sebesar 1 persen, maka secara langsung petani akan menikmati peningkatan pendapatan sebesar Rp. 1,62 juta /hektar. Tarif juga memiliki pengaruh signifikan terhadap fluktuasi penjualan produk-produk pertanian sebesar 54.73 persen. Buah-buahan merupakan komoditas yang paling rentan terpengaruh oleh tarif, posisi kedua yaitu produk padi dan palawija serta posisi ketiga yaitu sayuran.

Kata kunci: Tarif, Produk Pertanian, Panel Data, Perdagangan Internasional

OPTIMAL TARIFF RATE FOR INDONESIA’S AGRICULTURAL PRODUCT

ABSTRACT

Every country or economy has a right to determine their tariff rate for each product or commodity. Tariff policy for agricultural product was aimed to establish at the lowest level possible only if the product could not be optimally produced domestically. This study was conducted to see the influence of import tariff rate for agricultural product, to the production or selling prosess of agricultural product in Indonesia, while also counting the optimum tariff rate for Indonesia’s agricultural product through Ordinary Least Square Data Panel. The resulth show that, if Government was increasing the tariff by 1 percent, then farmers would directly benefited an increasing sales as Rp. 1,62 Million/ hectare. Tariff rate also has significant impact to the fluctuation of sales of agricultural product by 54,73%. Fruits is the most vulnerable commodity that will be influenced by tariff rate changes, followed by rice, and vegetables in the last.

Key words: tariff, Agricultural Products, Data Panel, International Trade PENDAHULUAN

Sebagai negara agraris, pertanian adalah sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (2015) menyatakan bahwa sebesar 14,3% dari total Pendapatan Domestik Bruto di tahun 2104 datang dari sektor pertanian. Tetapi hingga saat ini, tingkat kesejahteraan petani juga belum mengalami peningkatan dengan baik. Menurut berita yang dikeluarkan dalam

(5)

harian Kompas, tingkat kesejahteraan petani Indonesia berdasarkan Nilai Tukar Petani (NTP) kian menurun sejak tahun 2012 sebesar 102,5% hingga menjadi 102% di tahun 2014 (Reinars & Sulaiman, 2015). NTP menunjukkan daya beli dari petani, yang saat ini semakin menurun seiring dengan melambungnya harga-harga barang kebutuhan pokok. Hal ini membuat produktivitas petani menurun dan juga berakibat pada turunnya stok. Akibatnya, terjadilah impor komoditi pertanian untuk menutupi kurangnya pasokan barang.

Hingga saat ini, ada beberapa hal yang mendasari mengapa pertanian masih dan akan menjadi bagian penting bagi ekonomi Indonesia. Pertama, besarnya potensi sumber daya alam Indonesia. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki keragaman sumber daya alam yang berbeda. Kedua, pangsa ekspor produk pertanian masih cukup besar.

Sumber: Trade Map diolah, 2015

Gambar 1

Perdagangan Produk pertanian Indonesia ke Dunia

Seperti yang tertera dalam Gambar 1, ekspor produk pertanian Indonesia selama tahun 2009-2013 bernilai sebesar 3 kali nilai impor, yang mana hal ini merupakan pertanda baik bagi pertumbuhan ekonomi domestik. Negara tujuan ekspor tertinggi sebagaimana yang terlihat di Tabel 1 adalah India, disusul oleh RRT, Amerika Serikat, Belanda dan Malaysia. Komoditi utama dalam sektor pertanian yang menjadi unggulan Indonesia adalah karet dan produk karet, kelapa sawit dan turunan sawit, kakao dan kopi. Sementara komoditas pertanian yang diimpor oleh Indonesia didominasi oleh beras, gula, jagung, kedelai, cabe, dan bawang merah (Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian, 2014).

19.86 25.31 32.17 32.55 31.10 8.80 11.83 17.15 16.40 16.73 11.05 13.48 15.02 16.16 14.37 -5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 2009 2010 2011 2012 2013 bi lli on U SD

(6)

Tabel 1

Ekspor Sektor Pertanian ke Negara-negara di Dunia

No Importir Nilai : Miliar USD

2009 2010 2011 2012 2013 1 India 3,68 4,70 5,64 5,29 4,89 2 RRT 2,22 2,80 3,65 4,17 3,22 3 USA 1,72 1,81 2,08 2,17 2,54 4 Belanda 1,34 1,65 1,99 2,18 1,90 5 Malasyia 1,89 2,99 3,60 2,88 1,84 6 Singapura 0,97 1,23 1,52 1,69 1,41 7 Jepang 0,84 0,96 1,18 1,18 1,15 8 Italia 0,54 0,65 0,75 0,77 0,98 9 Pakistan 0,23 0,20 0,43 0,85 0,96 10 Bangladesh 0,55 0,67 0,97 0,79 0,68 11 Mesir 0,39 0,49 0,94 0,56 0,66 12 Vietnam 0,35 0,52 0,58 0,66 0,63 13 Spanyol 0,30 0,36 0,52 0,37 0,60 14 Jerman 0,53 0,57 0,53 0,52 0,58 15 Filipina 0,23 0,39 0,52 0,58 0,56 Sub Total 15,77 19,99 24,91 24,67 22,59 Lainnya 4,08 5,32 7,26 7,89 8,51 Total 19,86 25,,31 32,17 32,55 31,10 Sumber: Trade Map diolah, 2015

Tabel 2

Perbandingan Tarif Produk Pertanian Indonesia dengan Negara ASEAN (tahun 2012)

Negara ASEAN MFN applied(%) Brunei Darrussalam 0,1 Kamboja 15,2 Indonesia 7,9 Lao PDR 0 Malaysia 11,2 Myanmar 8,5 Filipina 9,8 Singapura 1,4 Thailand 21,8 Vietnam 16,1

Sumber: Trade Map diolah, 2015

Alasan lain yang membuat pentingnya sektor pertanian di Indonesia adalah masih banyak penduduk di Indonesia yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian dan bagaimana pertanian menjadi basis penggerak utama di daerah pedesaan. Oleh karena itu, riset di bidang kebijakan pengembangan sektor pertanian masih sangat diperlukan dalam mengeksplorasi bidang ini lebih lanjut. Salah satu kebijakan pertanian yang menarik untuk dikaji adalah mengenai tarif bea masuk yang optimal bagi produk pertanian. Pengenaan tarif bea masuk berdampak langsung terhadap tingkat profitabilitas petani, yang pada

(7)

akhirnya berhubungan dengan tingkat kesejahteraan petani dan keseluruhan pekerja.

Seperti yang terlihat dalam Tabel 2, rata-rata tarif produk pertanian di negara ASEAN adalah sebesar 9,2. Tarif Indonesia masih sebesar 7,9 dan berada dibawah nilai rata-rata. Besaran nilai tarif ini dapat berarti baik maupun buruk. Tingginya nilai tarif domestik berarti menekan tingkat kompetisi antar petani terutama dari negara lain. Sedangkan tarif yang rendah berarti mengurangi tingkat profitabilitas petani sekaligus memperbesar pintu persaingan antar petani. Oleh karena itulah besaran nilai tarif yang optimal diperlukan supaya kita dapat menghitung besaran tarif yang akan memberikan nilai tambah yang paling optimal bagi petani. Selain itu kita diharapkan dapat memproyeksikan berapa penambahan atau pengurangan pendapatan petani setiap perubahan nilai tarif. Studi yang mendasari penelitian ini adalah Izadmehr, et al.,(2014) yang menganalisis mengenai pengaruh tarif impor, tingkat inflasi dan nilai tukar terhadap pendapatan industri dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Hasilnya adalah tarif impor memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan industri, sedangkan tingkat inflasi dan nilai tukar berpengaruh positif. Penurunan tarif impor akan menaikkan pendapatan industri dan sebaliknya.

Studi lainnya yaitu Pudjiastuti (2014) menganalisis perubahan neraca perdagangan Indonesia sebagai akibat penghapusan tarif impor gula, di dalam studinya dijelaskan bahwa variabel kebijakan perdagangan seperti tarif, relatif mudah dimanipulasi oleh pemerintah dan memiliki keuntungan politik. Selain itu, penerapan kebijakan tarif dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dan sebagai alat untuk melindungi sektor- sektor domestik. Dari hasil studinya bahwa penghapusan tarif impor gula di Indonesia berdampak pada output domestik, ekspor, impor dan neraca perdagangannya. Di sektor pertanian, output domestik dan impornya meningkat, ekspornya turun, tetapi neraca perdagangannya masih surplus. Ini berarti pemerintah.Indonesia dapat dikatakan belum siap menghadapi liberalisasi gula,sehingga perlu melakukan negosiasi ulang perdagangan bebas dengan negara-negara anggota FTA dan menata perekonomian domestik terlebih dahulu. Tarif juga sering digunakan sebagai variabel untuk melihat hambatan perdagangan salah satunya studi dari Harrison e Hanson (1990) melihat hubungan tarif dengan pertumbuhan ekonomi, hasilnya yaitu adanya hubungan negatif antara tarif impor dan pertumbuhan ekonomi. Semakin rendah tarif maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Ini dikarenakan industri mendapat bahan baku yang murah dengan mengimpor untuk kemudian memakainya menjadi barang jadi untuk di ekspor kembali.

METODE PENELITIAN

Tarif domestik memiliki hubungan yang erat dengan profit, terutama berkaitan dengan badan usaha yang memiliki orientasi ekspor atau impor. Baggs dan Brander (2006) dalam studinya menganalisis mengenai efek perubahan tarif karena melakukan Free Trade Agreement (FTA) terhadap pendapatan dalam hal ini pendapatan industri di Kanada dengan menggunakan Mode Regresi. Model yang digunakan yaitu :

ln( ) = + ∆ + ∆ + + (1)

Dimana merupakan pendapatan, tarif impor, tarif ekspor, C

(8)

domestik turun, maka profit juga akan ikut menurun. Hal ini disebabkan pintu impor terbuka lebih lebar karena turunnya tarif memicu adanya lonjakan impor. Begitu juga dengan penurunan tarif bea masuk di luar negeri diasosiasikan dengan kenaikan profit terutama untuk badan usaha dengan orientasi ekspor.

Salah satu tujuan dasar yang ingin dicapai dari adanya kerjasama perdagangan bebas antar negara (FTA) adalah pengurangan tarif bea masuk. tarif akan bertindak layaknya biaya tambahan atau pajak yang harus ditanggung dalam impor barang. Sehingga, penurunan tarif suatu negara dapat juga dilihat sebagai pengurangan biaya bagi barang impor yang masuk di negara tersebut. Penurunan tarif, selain menjadi insentif bagi importir juga menjadi dorongan bagi pengusaha di dalam negeri untuk dapat lebih bersaing dengan barang impor, yang pada akhirnya jikalau tidak pandai dalam bersaing dapat mengurangi profit mereka.

Studi ini menggunakan Panel Data Ordinary Least Square (OLS). Gujarati (1995) mengatakan bahwa model dapat dikatakan baik jika hasil regresi yang telah didapat kemudian diuji melalui uji ekonometrika dan uji statistik. Uji ekonometrika diantaranya uji autokorelasi, uji multikolinear dan uji heteroskedastisitas. Uji statistik digunakan pada model penduga melalui uji F, sedangkan parameter-parameter regresi dapat diuji melalui uji t, serta uji koefisien determinasi. Model estimasi panel data yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut :

(2) Dimana 0 adalah Intersep, 1, 2 ..., 3 adalah parameter

masing-masing variabel yang akan diuji secara statistik dan ekonometrik, t adalah (1, ..., T) mulai tahun 1993 sampai dengan 2011, i adalah (1, ...., N) jenis produk pertanian yaitu padi palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, TARIFF adalah tarif barang import (persentase), LINCPT adalah pendapatan perkapita (dalam bentuk natural logarima), dan LHARGA adalah harga jual produk pertanian (dalam bentuk natural logarima). Sedangkan variabel dependen yaitu penjualan maksimum yang dapat diperoleh oleh petani. Data ini merupakan data Produksi (ton/ha) dikalikan dengan harga (ton). Model estimasi panel digunakan untuk melihat pengaruh tarif bea masuk produk impor pertanian terhadap produksi atau penjualan dari produk pertanian di Indonesia. Selain melihat pengaruh dari tarif, studi ini juga menghitung besarnya tarif optimal untuk produk-produk pertanian Indonesia. Hasil dari estimasi panel data kemudian dihitung dengan menggunakan model optimal tarif untuk mendapatkan besaran tarif optimal dan batas tarif (threshold) yang masih bisa diterima oleh produk-produk pertanian Indonesia. Sumber data berasal dari data sekunder, yang meliputi data kuantitatif tahunan pada rentang waktu 1993-2011. Produk pertanian yang dimaksud dalam studi ini adalah padi dan palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka (library research), berupa dokumen atau arsip yang di dapat dari World Bank, Badan Pusat Statistik (BPS) serta data perdagangan yang diambil dari TradeMap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tarif Bea Masuk (TBM) adalah sejumlah nilai yang dibebankan terhadap adanya importasi suatu barang/komoditi kedalam suatu negara. Setiap Negara sebenarnya berhak menentukan besaran TBM yang dikehendaki terhadap suatu

(9)

produk/komoditi, berbagai kerjasama bilateral membatasi besaran tersebut tidak lebih dari nilai tertinggi yang disepakati (binding rate). Untuk komoditas pertanian, besarnya TBM telah disepakati dengan instansi terkait serta pelaku usaha di bidang pertanian.

Kebijakan tarif bea masuk untuk produk pertanian adalah menerapkan nilai serendah mungkin apabila produk/komoditi yang bersangkutan tidak dapat diproduksi secara optimal di dalam negeri. Sebaliknya untuk produk pertanian yang perlu diperkuat daya saingnya di dalam negeri, dikenakan tariff bea masuk yang tinggi sesuai dengan aturan WTO. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan tarif optimal untuk produk pertanian.

Dalam studi ini dilakukan studi empiris untuk melihat pengaruh tarif bea masuk produk impor pertanian terhadap produksi atau penjualan dari produk pertanian di Indonesia. Selain melihat pengaruh dari tarif, studi ini juga menghitung besarnya tarif optimal untuk produk-produk pertanian Indonesia. Hasil estimasi model adalah sebagai berikut:

SALES = 1.620.000 TARIFF + 80.200.000 LINCPT + 26.100.000 LHARGA (2)

T-ratio (4.11) (6.60) (7.96) F (3) : 325,58

R2 : 88,00%

Berdasarkan hasil estimasi, terlihat bahwa tarif dapat mempengaruhi nilai penjualan (sales) petani. Penjualan petani di sektor pertanian akan terpengaruh oleh seberapa besar tarif yang diterapkan oleh pemerintah. Jika pemerintah meningkatkan level tarif, maka secara langsung penjualan produk pertanian di level petani juga akan meningkat. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien estimasi sebesar 1,62 juta. Hal Ini berarti jika pemerintah menaikkan tarif sebesar 1 persen, maka secara langsung akan menikmati peningkatan pendapatan sebesar Rp. 1,62 juta /hektar. Sebaliknya jika pemerintah hendak menurunkan tarif, petani juga akan langsung merasakan dampak berupa penurunan penjualan. Jika pemerintah menurunkan tarif sebesar 1 persen, maka petani juga akan mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp. 1,62 Juta /hektar.

Secara riil, kondisi ini bisa terjadi karena produk-produk pertanian domestik cenderung kurang kompetitif. Jika dihadapkan pada persaingan langsung dengan produk-produk asing, maka umumnya produk-produk domestik akan kalah bersaing. Semakin besar pemerintah menurunkan tarif berarti semakin besar pemerintah menghadapkan petani pada persaingan bebas. Semakin besar level tarif yang diturunkan berarti semakin besar petani akan kehilangan pendapatannya. Konsumen akan cenderung beralih pada produk-produk impor yang umumnya memiliki kualitas lebih baik, sehingga petani domestik akan kehilangan pembeli. Secara langsung, pengurangan pendapatan ini tentunya akan berimbas pada penurunan kesejahteraan petani.

Selain pengaruh dari kebijakan tarif, hasil estimasi menunjukkan bahwa penurunan penjualan petani juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia (LINCPT) dimana pengaruh penurunan pertumbuhan ekonomi terhadap penjualan ternyata lebih besar dibandingkan pengaruh yang diberikan tarif terhadap penjualan. Oleh karena itu penting bagi pemerintah agar menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka menjaga level penjualan di tingkat petani. Pertumbuhan ekonomi yang stabil, dinamis, dan terus tumbuh

(10)

positif akan berkontribusi secara langsung pada kontinuitas penjualan produk-produk pertanian. Imbasnya, hal ini akan terasa dalam wujud peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Kontinuitas pertumbuhan ekonomi ini bisa dilakukan melalui sejumlah hal. Yang pertama, pemerintah harus menjaga level konsumsi masyarakat. Menurut Laporan Tahunan Bank Indonesia (2015), konsumsi masyarakat merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sekitar 56 persen dari total produk domestik bruto (PDB), sehingga kontinuitas pertumbuhannya akan berpengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Masyarakat harus didorong untuk melakukan konsumsi, terutama konsumsi produk-produk domestik milik petani. Kedua, pemerintah bisa mendorong lebih banyak investasi. Lebih banyak investasi, baik asing maupun domestik, berarti akan ada semakin banyak lapangan pekerjaan yang tersedia untuk masyarakat. Ini berarti masyarakat akan memiliki semakin banyak pendapatan, yang berarti semakin besar peluangnya untuk membeli produk-produk pertanian domestik. Ketiga, pemerintah bisa menggunakan konsumsinya sendiri untuk mendorong pertumbuhan. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan proyek-proyek strategis bidang pertanian seperti perbaikan infrastruktur dalam rangka meningkatkan produktivitas petani dan memperlancar arus barang. Keempat, pemerintah bisa menjaga surplus neraca perdagangan. Ekspor yang lebih besar dari impor akan berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan penjualan petani. Hal ini bisa terjadi dengan mendorong ekspor produk-produk pertanian Indonesia ke luar negeri.

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Gambar 2

Kontribusi Tarif dalam Fluktuasi Penjualan Petani

Mengacu pada diagram diatas, terlihat pada tarif memiliki pengaruh signifikan terhadap fluktuasi penjualan produk-produk pertanian. Secara umum, tarif bisa mempengaruhi fluktuasi penjualan di level petani hingga mencapai 54,73 persen. Mengingat penetapan tarif merupakan wewenang pemerintah, pemerintah menjadi aktor yang paling berperan disini dalam hal menentukan seberapa banyak petani bisa melakukan penjualan hasil-hasil buminya. Ini berarti positif akan berkontribusi secara langsung pada kontinuitas penjualan produk-produk pertanian. Imbasnya, hal ini akan terasa dalam wujud peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Kontinuitas pertumbuhan ekonomi ini bisa dilakukan melalui sejumlah hal. Yang pertama, pemerintah harus menjaga level konsumsi masyarakat. Menurut Laporan Tahunan Bank Indonesia (2015), konsumsi masyarakat merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sekitar 56 persen dari total produk domestik bruto (PDB), sehingga kontinuitas pertumbuhannya akan berpengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Masyarakat harus didorong untuk melakukan konsumsi, terutama konsumsi produk-produk domestik milik petani. Kedua, pemerintah bisa mendorong lebih banyak investasi. Lebih banyak investasi, baik asing maupun domestik, berarti akan ada semakin banyak lapangan pekerjaan yang tersedia untuk masyarakat. Ini berarti masyarakat akan memiliki semakin banyak pendapatan, yang berarti semakin besar peluangnya untuk membeli produk-produk pertanian domestik. Ketiga, pemerintah bisa menggunakan konsumsinya sendiri untuk mendorong pertumbuhan. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan proyek-proyek strategis bidang pertanian seperti perbaikan infrastruktur dalam rangka meningkatkan produktivitas petani dan memperlancar arus barang. Keempat, pemerintah bisa menjaga surplus neraca perdagangan. Ekspor yang lebih besar dari impor akan berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan penjualan petani. Hal ini bisa terjadi dengan mendorong ekspor produk-produk pertanian Indonesia ke luar negeri.

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Gambar 2

Kontribusi Tarif dalam Fluktuasi Penjualan Petani

Mengacu pada diagram diatas, terlihat pada tarif memiliki pengaruh signifikan terhadap fluktuasi penjualan produk-produk pertanian. Secara umum, tarif bisa mempengaruhi fluktuasi penjualan di level petani hingga mencapai 54,73 persen. Mengingat penetapan tarif merupakan wewenang pemerintah, pemerintah menjadi aktor yang paling berperan disini dalam hal menentukan seberapa banyak petani bisa melakukan penjualan hasil-hasil buminya. Ini berarti positif akan berkontribusi secara langsung pada kontinuitas penjualan produk-produk pertanian. Imbasnya, hal ini akan terasa dalam wujud peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Kontinuitas pertumbuhan ekonomi ini bisa dilakukan melalui sejumlah hal. Yang pertama, pemerintah harus menjaga level konsumsi masyarakat. Menurut Laporan Tahunan Bank Indonesia (2015), konsumsi masyarakat merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sekitar 56 persen dari total produk domestik bruto (PDB), sehingga kontinuitas pertumbuhannya akan berpengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Masyarakat harus didorong untuk melakukan konsumsi, terutama konsumsi produk-produk domestik milik petani. Kedua, pemerintah bisa mendorong lebih banyak investasi. Lebih banyak investasi, baik asing maupun domestik, berarti akan ada semakin banyak lapangan pekerjaan yang tersedia untuk masyarakat. Ini berarti masyarakat akan memiliki semakin banyak pendapatan, yang berarti semakin besar peluangnya untuk membeli produk-produk pertanian domestik. Ketiga, pemerintah bisa menggunakan konsumsinya sendiri untuk mendorong pertumbuhan. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan proyek-proyek strategis bidang pertanian seperti perbaikan infrastruktur dalam rangka meningkatkan produktivitas petani dan memperlancar arus barang. Keempat, pemerintah bisa menjaga surplus neraca perdagangan. Ekspor yang lebih besar dari impor akan berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan penjualan petani. Hal ini bisa terjadi dengan mendorong ekspor produk-produk pertanian Indonesia ke luar negeri.

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Gambar 2

Kontribusi Tarif dalam Fluktuasi Penjualan Petani

Mengacu pada diagram diatas, terlihat pada tarif memiliki pengaruh signifikan terhadap fluktuasi penjualan produk-produk pertanian. Secara umum, tarif bisa mempengaruhi fluktuasi penjualan di level petani hingga mencapai 54,73 persen. Mengingat penetapan tarif merupakan wewenang pemerintah, pemerintah menjadi aktor yang paling berperan disini dalam hal menentukan seberapa banyak petani bisa melakukan penjualan hasil-hasil buminya. Ini berarti

(11)

pemerintah tidak bisa gegabah dalam menentukan persoalan tarif dan harus mengacu pada kondisi domestik. Penentuan tarif tidak bisa semata-mata hanya melibatkan komitmen Indonesia dalam perjanjian ekonomi internasional, tapi juga harus melibatkan kesiapan ekonomi domestik. Diagram ini menunjukkan bahwa penentuan tarif yang salah bisa berpengaruh sangat besar pada penjualan produk-produk pertanian domestik. Imbasnya, petani akan merasakan pengurangan pendapatan dan level kesejahteraan.

Dari diagram tersebut, terlihat bahwa buah-buahan merupakan komoditas yang paling rentan terpengaruh oleh tarif. Pengaruh tarif terhadap penjualan buah-buahan domestik mencapai level 69,04 persen atau jauh mengungguli produk-produk lainnya. Produk padi dan palawija berada di posisi kedua, dimana tarif berkontribusi hingga mencapai 54,98 persen terhadap fluktuasi penjualannya. Posisi ketiga ditempati oleh sayuran, dimana tarif mempengaruhi fluktuasi penjualannya sebesar 44,97 persen.

Berdasarkan hasil estimasi tarif optimal, terlihat bahwa ambang batas tarif yang masih bisa diterima oleh produk-produk pertanian Indonesia berada pada kisaran 7,8-9,6 persen. Ambang batas tarif di sini maksudnya adalah tarif terendah yang bisa diterapkan oleh Pemerintah Indonesia agar produk pertanian domestik tetap kompetitif. Sebagai contoh, tarif minimal yang bisa dibuat untuk produk padi dan palawija adalah sebesar 7,85 persen.

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Gambar 3

Level Tarif Maksimum Produk Pertanian

Apabila level tarif dibuat lebih rendah dari ambang batas ini, maka produk padi dan palawija di dalam negeri akan tergerus oleh produk-produk impor yang membanjir masuk, misalnya produk padi dari Thailand dan Vietnam yang dikenal sebagai eksportir beras terbesar pertama dan kedua di dunia. Di sisi lain, jika pemerintah menerapkan tarif yang lebih besar dari level tarif ini (misalnya 9 persen), maka dampaknya akan terasa di dalam negeri dalam wujud produk-produk domestik yang kompetitif. Selanjutnya, kesejahteraan petani padi dan palawija di dalam negeri juga secara langsung akan meningkat.

pemerintah tidak bisa gegabah dalam menentukan persoalan tarif dan harus mengacu pada kondisi domestik. Penentuan tarif tidak bisa semata-mata hanya melibatkan komitmen Indonesia dalam perjanjian ekonomi internasional, tapi juga harus melibatkan kesiapan ekonomi domestik. Diagram ini menunjukkan bahwa penentuan tarif yang salah bisa berpengaruh sangat besar pada penjualan produk-produk pertanian domestik. Imbasnya, petani akan merasakan pengurangan pendapatan dan level kesejahteraan.

Dari diagram tersebut, terlihat bahwa buah-buahan merupakan komoditas yang paling rentan terpengaruh oleh tarif. Pengaruh tarif terhadap penjualan buah-buahan domestik mencapai level 69,04 persen atau jauh mengungguli produk-produk lainnya. Produk padi dan palawija berada di posisi kedua, dimana tarif berkontribusi hingga mencapai 54,98 persen terhadap fluktuasi penjualannya. Posisi ketiga ditempati oleh sayuran, dimana tarif mempengaruhi fluktuasi penjualannya sebesar 44,97 persen.

Berdasarkan hasil estimasi tarif optimal, terlihat bahwa ambang batas tarif yang masih bisa diterima oleh produk-produk pertanian Indonesia berada pada kisaran 7,8-9,6 persen. Ambang batas tarif di sini maksudnya adalah tarif terendah yang bisa diterapkan oleh Pemerintah Indonesia agar produk pertanian domestik tetap kompetitif. Sebagai contoh, tarif minimal yang bisa dibuat untuk produk padi dan palawija adalah sebesar 7,85 persen.

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Gambar 3

Level Tarif Maksimum Produk Pertanian

Apabila level tarif dibuat lebih rendah dari ambang batas ini, maka produk padi dan palawija di dalam negeri akan tergerus oleh produk-produk impor yang membanjir masuk, misalnya produk padi dari Thailand dan Vietnam yang dikenal sebagai eksportir beras terbesar pertama dan kedua di dunia. Di sisi lain, jika pemerintah menerapkan tarif yang lebih besar dari level tarif ini (misalnya 9 persen), maka dampaknya akan terasa di dalam negeri dalam wujud produk-produk domestik yang kompetitif. Selanjutnya, kesejahteraan petani padi dan palawija di dalam negeri juga secara langsung akan meningkat.

pemerintah tidak bisa gegabah dalam menentukan persoalan tarif dan harus mengacu pada kondisi domestik. Penentuan tarif tidak bisa semata-mata hanya melibatkan komitmen Indonesia dalam perjanjian ekonomi internasional, tapi juga harus melibatkan kesiapan ekonomi domestik. Diagram ini menunjukkan bahwa penentuan tarif yang salah bisa berpengaruh sangat besar pada penjualan produk-produk pertanian domestik. Imbasnya, petani akan merasakan pengurangan pendapatan dan level kesejahteraan.

Dari diagram tersebut, terlihat bahwa buah-buahan merupakan komoditas yang paling rentan terpengaruh oleh tarif. Pengaruh tarif terhadap penjualan buah-buahan domestik mencapai level 69,04 persen atau jauh mengungguli produk-produk lainnya. Produk padi dan palawija berada di posisi kedua, dimana tarif berkontribusi hingga mencapai 54,98 persen terhadap fluktuasi penjualannya. Posisi ketiga ditempati oleh sayuran, dimana tarif mempengaruhi fluktuasi penjualannya sebesar 44,97 persen.

Berdasarkan hasil estimasi tarif optimal, terlihat bahwa ambang batas tarif yang masih bisa diterima oleh produk-produk pertanian Indonesia berada pada kisaran 7,8-9,6 persen. Ambang batas tarif di sini maksudnya adalah tarif terendah yang bisa diterapkan oleh Pemerintah Indonesia agar produk pertanian domestik tetap kompetitif. Sebagai contoh, tarif minimal yang bisa dibuat untuk produk padi dan palawija adalah sebesar 7,85 persen.

Sumber: Data Primer Diolah, 2015

Gambar 3

Level Tarif Maksimum Produk Pertanian

Apabila level tarif dibuat lebih rendah dari ambang batas ini, maka produk padi dan palawija di dalam negeri akan tergerus oleh produk-produk impor yang membanjir masuk, misalnya produk padi dari Thailand dan Vietnam yang dikenal sebagai eksportir beras terbesar pertama dan kedua di dunia. Di sisi lain, jika pemerintah menerapkan tarif yang lebih besar dari level tarif ini (misalnya 9 persen), maka dampaknya akan terasa di dalam negeri dalam wujud produk-produk domestik yang kompetitif. Selanjutnya, kesejahteraan petani padi dan palawija di dalam negeri juga secara langsung akan meningkat.

(12)

Dari diagram tersebut, terlihat bahwa secara umum produk pertanian Indonesia hanya mampu bersaing dengan produk-produk impor apabila pemerintah memasang tarif umum sebesar 8,96 persen. Tarif padi dan palawija terlihat mampu bersaing hingga ke level tarif 7,85 persen. Jika angka ini dihubungkan dengan tarif produk pertanian Indonesia dengan Negara ASEAN (tabel 2) yang sudah menerapkan sebesar 7,9 persen untuk produk pertanian maka diharapkan Indonesia tidak menerapkan kebijakan penurunan tarif produk pertanian di masa mendatang. Meski demikian, produk-produk yang paling rentan terhadap persaingan asing adalah produk sayuran dan buah-buahan. Produk sayuran domestik hanya kompetitif jika pemerintah memasang tarif sebesar 9,38 persen. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga berlaku untuk produk buah-buahan, dimana pemerintah harus memasang tarif 9,64 persen untuk melindungi produsen buah-buahan di dalam negeri.

Produk-produk pertanian Indonesia belum cukup kompetitif untuk bisa diajukan di dalam perundingan kerjasama internasional. Oleh karena itu, tampaknya belum cukup waktu bagi Indonesia untuk membuat usulan tentang penurunan tarif produk pertanian. Jauh lebih baik jika Indonesia mempersiapkan diri agar produk-produk pertanian bisa lebih kompetitif di masa depan. Hal ini akan lebih menyuarakan kepentingan produsen-produsen pertanian di dalam negeri yang belum siap menerima persaingan dari negara lain. Indonesia tidak perlu memaksakan diri untuk meliberalisasi sektor pertaniannya jika memang secara riil belum siap.

PENUTUP

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diatas dapat kita simpulkan bahwa besaran tarif berpengaruh pada nilai penjualan dari petani. Jika pemerintah menaikkan level tarif, maka secara langsung penjualan produk pertanian juga akan meningkat. Dari hasil estimasi model diperoleh bahwa koefisien estimasi sebesar 1,62 juta. Hal Ini berarti jika pemerintah menaikkan tarif sebesar 1 persen, maka secara langsung akan menikmati peningkatan pendapatan sebesar Rp 1,62 juta/hektar. Sebaliknya jika pemerintah hendak menurunkan tarif, petani juga akan langsung merasakan dampak berupa penurunan penjualan. Jika pemerintah menurunkan tarif sebesar 1 persen, maka petani akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 1,62 juta/hektar. Untuk tarif optimal, terlihat bahwa ambang batas tarifyang masih bisa diterima oleh produk-produk pertanian Indonesia berada pada kisaran 7,8-9,6 persen. Ambang batas tarif ditujukan untuk menentukan di level tarif mana pertanian kita dapat tetap kompetitif. Sebagai contoh, tarif minimal yang bisa dibuat untuk produk padi dan palawija adalah sebesar 7,85 persen. Selain itu kontribusi tarif juga memikili pengaruh signifikan terhadap fluktuasi penjualan produk-produk pertanian. Secara umum, tarif bisa mempengaruhi fluktuasi penjualan di level petani hingga mencapai 29,98 persen. Dari diagram tersebut, terlihat bahwa buah-buahan merupakan komoditas yang paling rentan terpengaruh oleh tarif. Pengaruh tarif terhadap penjualan buah-buahan domestik mencapai level 37,82 persen atau jauh mengungguli produk-produk lainnya. Produk padi dan palawija berada di posisi kedua, dimana tarif berkontribusi hingga mencapai 30,12 persen terhadap fluktuasi penjualannya. Posisi ketiga ditempati oleh sayuran, dimana tarif mempengaruhi fluktuasi penjualannya sebesar 24,63 persen.

Beberapa hal yang kami rekomendasikan adalah pertama,

(13)

produk pertanian Indonesia terutama produktivitas dan kualitas. Kedua, mempersiapkan dengan matang rencana atau tahapan agar pertanian kita dapat menjadi produk yang kompetitif di masa mendatang, sehingga kita tidak terlalu bergantung pada produk impor. Ketiga, menambahkan capacity building dalam beberapa aspek. Capacity building yang perlu diangkat adalah: Capacity building untuk melampaui hambatan non tarif yang disyaratkan oleh Negara-Negara Mitra Indonesia; Capacity building sebaiknya menyentuh pembangunan kapasitas institusi, pembangunan kapasitas SDM, dan pembangunan kapasitas infrastruktur; Indonesia perlu menginventaris hambatan non tarif negara Mitra dan mengidentifikasi capacity building yang cocok untuk produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2015. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto

Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2000-2014 (Persen). Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Baggs, J., and Brander, J. A. (2006). Trade Liberalization, Profitability, and Fianncial Leverage. Journal of International Business Studies. 37(2):, 196-211.

Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Ekspor Impor Komoditas Pertanian 2001-2013.

Jurnal Statistik Ekspor Impor Komoditas Pertanian. 1-39.

Gujarati, D. N. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill. New York

Harrison, Ann / Hanson, Gordon (1999): Who gains from trade reform? Some remaining puzzles,in: Journal of Development Economics, Volume 59, pp. 125-154.

Izadmehr, et.al. 2014. Research on The Effects of WTO Accession on Profitability of Selected Industries in Tehran’s Stock Exchange. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Science ISSN: 2231-6345.

Laporan Tahunan Bank Indonesia. 2015. Departemen Komunikasi. Diambil dari www.bi.go.id.

Pudjiastuti, Agnes Quartina. 2014. Perubahan Neraca Perdagangan Indonesia Sebagai Akibat Penghapusan Tarif Impor Gula. Agriekonomika 3(2): 110-120.

Reinars, S., & Sulaiman. 2015, April 30. Ekonomi/MAkro. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/26/113007926/Tingkat.K esejahteraan.Petani.Makin.Menurun.Sejak.2012.

(14)

PEDOMAN PENULISAN

AGRIEKONOMIKA

JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

ISSN 2301-9948

e ISSN 2407-6260

KETENTUAN UMUM:

1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format yang ditentukan.

2. Penulis mengirim naskah ke alamat email agriekonomika@gmail.com.

3. Artikel yang dikirim harus dilampiri: a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa artikel tersebut belum pernah diterbitkan atau tidak sedang diterbitkan di jurnal lain, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh penulis. b) biodata tentang jenjang pendidikan, alamat, nomor telepon, atau e-mail penulis dengan jelas.

4. Keputusan pemuatan ataupun penolakan akan diberitahukan secara tertulis melalui email.

FORMAT PENULISAN:

1.

Artikel ditulis pada kertas A4, atas 4 cm bawah 3 cm samping kiri 4 cm samping kanan 3 cm, spasi tunggal, Arial ukuran 11 Kecuali Judul Arial Ukuran 12 dengan panjang halaman 10-15 halaman.

2.

Sistematika penulisan:

 SISTEMATIKA ARTIKEL HASIL PENELITIAN:

JUDUL BAHASA INDONESIA:

Ditulis dengan Bahasa Indonesia secara ringkas dan lugas huruf capital bold arial font 12, maksimal 12 kata, hindari menggunakan kata “analisis”, “pengaruh”, “studi”.

NAMA PENULIS:

ditulis tanpa gelar dan diberi nomor jika penulis lebih dari satu dan berbeda institusi

NAMA INSTITUSI:

ditulis lengkap

ALAMAT SURAT ELEKTRONIK:

ditulis lengkap

ABSTRAK:

Ditulis dalam bahasa Indonesia satu paragraph dengan bahasa inggris 125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya temuan. Format 1 spasi arial 11 italic

JUDUL BAHASA INGGRIS:

(15)

ABSTRACT:

Ditulis dalam bahasa inggris dalam satu paragraph dengan bahasa inggris 125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya temuan. Format 1 spasi arial 11 italic

PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka dan tujuan penelitian yang dimasukkan dalam paragraph-paragraf bukan dalam bentuk sub bab.

METODE PENELITIAN

Sub bab

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sub bab

PENUTUP

Berisi simpulan dan saran (jika diperlukan) yang dibentuk dalam paragraph.

UCAPAN TERIMA KASIH

Jika diperlukan ditujukan pada peyandang dana dan pihak lain yang membantu terselesaikannya penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk yang sedapat mungkin diterbitkan 10 tahun terakhir dan diutamakan jurnal ilmiah (30-40 persen)  SISTEMATIKA ARTIKEL HASIL PEMIKIRAN/ REVIEW:

JUDUL BAHASA INDONESIA:

Ditulis dengan Bahasa Indonesia secara ringkas dan lugas huruf capital bold arial font 12, maksimal 12 kata, hindari menggunakan kata “analisis”, “pengaruh”, “studi”.

NAMA PENULIS:

ditulis tanpa gelar da diberi nomor jika penulis lebih dari satu berbeda institusi

NAMA INSTITUSI:

ditulis lengkap

ALAMAT SURAT ELEKTRONIK:

ditulis lengkap

ABSTRAK:

Ditulis dalam bahasa Indonesia satu paragraph dengan bahasa inggris 125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya temuan. Format 1 spasi arial 11 italic

(16)

JUDUL BAHASA INGGRIS:

Judul dalam bahasa Inggris, huruf capital arial font 11 non bold.

ABSTRACT:

Ditulis dalam dalam satu paragraph dengan bahasa inggris 125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya temuan.

PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka dan tujuan penelitian yang dimasukkan dalam paragraph-paragraf bukan dalam bentuk sub bab.

METODE PENELITIAN

Sub bab

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sub bab

PENUTUP

Berisi simpulan dan saran (jika diperlukan) yang dibentuk dalam paragraph.

UCAPAN TERIMA KASIH

Jika diperlukan ditujukan pada peyandang dana dan pihak lain yang membantu terselesaikannya penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk yang sedapat mungkin diterbitkan 10 tahun terakhir dan diutamakan jurnal ilmiah (30-40 persen)

3.

Penulisan penomoran yang berupa kalimat pendek diintegrasikan dengan paragraf, contoh: Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui tingkat risiko usaha garam, (2) mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi risiko.

4.

Tabel dan gambar dapat dimasukkan dalam naskah atau pada lampiran sesudah naskah harus diberi nomor urut.

a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul tabel diletakkan di atas tabel sedangkan judul gambar diletakkan di bawah gambar.

b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.

c. Garis tabel yang dimunculkan hanya pada bagian header dan garis bagian paling bawah tabel sedangkan untuk garis-garis vertikal pemisah kolom tidak dimunculkan.

d. Tabel atau gambar bisa diedit dan dalam warna hitam putih yang representatif.

(17)

Contoh penyajian tabel:

Tabel 2

Deskripsi Penguasaan Lahan Pegaraman

Kategori Luas Lahan (Ha) Jumlah Persentase (%)

< 2 35 70

2,1 - 3 11 22

> 3,1 4 8

Jumlah 50 100

Rata-rata Luas lahan petani garam 2,04 Ha Standar deviasi 0,95 Ha Sumber: Data Primer Diolah, 2011

Contoh penyajian gambar:

Sumber: Debertin, 1986

Gambar 1

Perilaku Menerima Risiko

5.

Cara penulisan rumus, Persamaan-persamaan yang digunakan disusun pada baris terpisah dan diberi nomor secara berurutan dalam parentheses (justify) dan diletakkan pada margin kanan sejajar dengan baris tersebut. Contoh:

wt = f (yt , kt , wt-1) (1)

6.

Keterangan Rumus ditulis dalam satu paragraf tanpa menggunakan simbol sama dengan (=), masing-masing keterangan notasi rumus dipisahkan dengan koma.

Contoh:

dimana w adalah upah nominal, yt adalah produktivitas pekerja, kt adalah intensitas modal, wt-1 adalah tingkat upah periode sebelumnya.

7.

Penulisan rumus menggunakan menu “Equation”

8.

Perujukan sumber acuan di dalam teks (body text) dengan menggunakan nama akhir dan tahun. Kemudian bila merujuk pada halaman tertentu, penyebutan halaman setelah penyebutan tahun dengan dipisah titik dua. Untuk karya terjemahan dilakukan dengan cara menyebutkan nama pengarang aslinya.

Contoh:

• Hair (2007) berpendapat bahwa…

• Ellys dan Widodo (2008) menunjukkan adanya …. • Ihsannudin dkk (2007) berkesimpulan bahwa….

I3 I2 I1 U3 U2 U1 Utilitas Pendapatan

(18)

9.

Penulisan Daftar Pustaka: a. Pustaka Primer (Jurnal)

Nama belakang, nama depan, inisial (kalau ada), tahun penerbitan, judul artikel, nama dan nomor jurnal (cetak miring), halaman jurnal, contoh: Happy, S. dan Munawar. 2005. The Role of Farmer in Indonesia. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan Indonesia 2(1): 159-173.

b. Buku Teks

Nama belakang, nama depan, inisial (kalau ada), tahun penerbitan, judul buku (cetak miring), edisi buku, kota penerbit, dan nama penerbit. Contoh: Wiley, J. 2006. Corporate Finance.. Mc. GrowHill Los Angeles.

c. Prosiding

Nama belakang, nama depan, tahun penerbitan, judul artikel, nama prosiding (cetak miring), penerbit (cetak miring), halaman, contoh:

Rizal, Taufik. 2012. Pengaruh Bank Syariah Terhadap Produksi Jagung di Madura. Prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan Bangkalan Surabaya: 119-159.

d. Skripsi/Tesis/Disertasi

Nama belakang, nama depan, tahun, judul Skripsi/Thesis/Disertasi, sumber (cetak miring), nama penerbit, kota penerbit. Contoh:

Subari, Slamet. 2008. Analisis Alokasi lahan mangrove Kabupaten Sidoarjo. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

e. Internet

Nama belakang, nama depan, tahun, judul, alamat e-mail (cetak miring), tanggal akses. Contoh:

Zuhriyah, Amanatuz. 2011. Produktivitas Susu Peternak Rakyat.

http://agribisnis.trunojoyo.ac.id. Diakses tanggal 27 Januari 2012. METODE REVIEW

Artikel yang dinyatakan lolos dari screening awal akan dikirim kepada Mitra Bestari (blind review) untuk ditelaah kelayakan terbit. Adapun hasil dari blind

review adalah:

1. Artikel dapat dipublikasi tanpa revisi.

2. Artikel dapat dipublikasi dengan perbaikan format dan bahasa yang dilakukan oleh penyunting. Perbaikan cukup dilakukan pada proses penyuntingan.

3. Artikel dapat dipublikasi, tetapi penulis harus memperbaiki terlebih dahulu sesuai dengan saran penyunting.

Referensi

Dokumen terkait

Struktur ini memungkinkan BCA untuk lebih memahami siklus usaha nasabah korporasi dan membina hubungan yang lebih erat dengan nasabah-nasabah korporasi utama di

Pada tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan tanggal 23 Januari 2009, Perusahaan melakukan pembelian kembali saham (buy back) atas saham-saham yang dimiliki oleh masyarakat

Memperhatikan Peraturan OJK tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, maka akan diusulkan pelimpahan wewenang oleh Rapat kepada Dewan Komisaris untuk menunjuk Kantor Akuntan

PT Tirta Mas Megah Aka Prima,PT Tjun Tjun Argo Sui Sen Endeng Kusnadi Janu Budi Dharana Intiboga,PT Lain-lain ( dibawah 50Juta) Jumlah.. 3 PERSEOIAAN Akun

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2011, beberapa permasalahan kesehatan khususnya gizi yang terjadi di Kota Yogyakarta yaitu balita BGM yang

Paling ideal atau sebaiknya, tunggu price retrace sampai betul2 pada garis 1st Retest (touch 1st Retest) atau sedekat mungkin, baru kita Enter Post. Setkan SL beberapa pips di

Realisasi dari proses modernisasi, secara institusional, dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam terjadinya perubahan pada lembaga pendidikan Islam tradisional (sepert

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Variabel pendapatan asli daerah berpengaruh secara signifikan terhadap variabel