• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

MALARIA

MALARIA

Disusun oleh Disusun oleh  Nama

 Nama : Bagus Adi Suberkah: Bagus Adi Suberkah Pembimbing

Pembimbing : : dr. dr. Triastutik Triastutik Sp. Sp. AA

RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo

RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo

Kota Mojokerto

Kota Mojokerto

(2)

KATA PENGANTAR 

KATA PENGANTAR 

Puji syukur saya panjatkan ke kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas Puji syukur saya panjatkan ke kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas rahamat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan karya tulis ini merupakan rahamat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan karya tulis ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Anak dimana saya mendapatkan judul tentang salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Anak dimana saya mendapatkan judul tentang Malaria.

Malaria.

Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Triastutik Sp. A sebagai dokter  Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Triastutik Sp. A sebagai dokter   pembimbing.

 pembimbing.

Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Oleh karena itu saya Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Oleh karena itu saya mohon maaf apabila ada sesuatu yang tak berkenan di hati dan kesalahan dalam pengetikan mohon maaf apabila ada sesuatu yang tak berkenan di hati dan kesalahan dalam pengetikan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini yang membuat tidak nyaman pembaca.

dalam penyusunan tinjauan pustaka ini yang membuat tidak nyaman pembaca. Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Mojokerto, 31 April 2013 Mojokerto, 31 April 2013

(3)

KATA PENGANTAR 

KATA PENGANTAR 

Puji syukur saya panjatkan ke kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas Puji syukur saya panjatkan ke kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas rahamat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan karya tulis ini merupakan rahamat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan karya tulis ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Anak dimana saya mendapatkan judul tentang salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Anak dimana saya mendapatkan judul tentang Malaria.

Malaria.

Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Triastutik Sp. A sebagai dokter  Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Triastutik Sp. A sebagai dokter   pembimbing.

 pembimbing.

Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Oleh karena itu saya Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Oleh karena itu saya mohon maaf apabila ada sesuatu yang tak berkenan di hati dan kesalahan dalam pengetikan mohon maaf apabila ada sesuatu yang tak berkenan di hati dan kesalahan dalam pengetikan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini yang membuat tidak nyaman pembaca.

dalam penyusunan tinjauan pustaka ini yang membuat tidak nyaman pembaca. Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Mojokerto, 31 April 2013 Mojokerto, 31 April 2013

(4)

Lembar Pengesahan

Lembar Pengesahan

Telah Disetujui dan Disahkan pada : Telah Disetujui dan Disahkan pada : Hari : Hari : Tanggal : Tanggal : Mengetahui, Mengetahui, Dokter Pembimbing Dokter Pembimbing dr. Triastutik Sp. A dr. Triastutik Sp. A

(5)

DAFTAR ISI

Cover  ……… i

Kata Pengantar  ……… ii

Lembar pengesahan ……… iii

Daftar isi ……… iv

BAB I Pendahuluan ……… 1

BAB II Tinjauan Pustaka ……… 2

BAB III Kesimpulan ……… 30

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak Negara di dunia terutama Afrika, Amerika Latin dan Asia. Setiap tahun kira-kira 300 juta sampai 500 juta orang di dunia terinfeksi malaria dan antara 750.000 sampai 2 juta jiwa meninggal dunia setiap tahun akibat malaria (WHO, 2004).

Populasi yang paling dirugikan akibat malaria adalah: ibu hamil, anak-anak terutama kelompok umur balita, pendatang yang berasal dari daerah non-endemis ke daerah endemis, serta  para penderita penyakit dengan penurunan sistim imunitas tubuh.

Permasalahan pengendalian malaria di negara-negara endemis, mobilitas manusia yang tinggi, perubahan iklim, kondisi sosial-ekonomi yang lemah, perilaku manusia, sulitnya membuat vaksin malaria, serta ditambah adanya resisten terhadap obat anti malaria, merupakan faktor-faktor yang memperberat dan menyebabkan malaria belum dapat dieradikasi hingga saat ini.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan hepatosplenomegali yang dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat  berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai

malaria berat.

b. Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur  Tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan. Diperkirakan  prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 kasus.  Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.  Plasmodium  falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya.

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda- beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan

laut. Angka  Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78% pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1990 (4,84%). Spesies yang terbanyak dijumpai adalah  Plasmodium falciparum dan

(8)

 Plasmodium vivax.  Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nisa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria untuk Jawa Bali diukur dengan  API  dan untuk luar Jawa Bali diukur dengan  PR. Air  tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk menunjang endemisitas penyakit malaria. Pada dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya resistensi  Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah menyebar ke berbagai negara endemis malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-akhir ini juga dijumpai resistensi  Plasmodium falciparum terhadap pirimetamin-sulfadoksin meningkat di negara-negara Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika Sub-Sahara.

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia

c. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu  Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan  Plasmodium ovale. Plasmodium falciparfum merupakan penyebab infeksi

(9)

 berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu  Plasmodium falciparfum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.

Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran atau majemuk. Pada umumnya dua jenis Plasmodium yang paling banyak  dijumpai adalah campuran antara  Plasmodium falciparum dan  Plasmodium vivax atau  Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka  penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah

resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.

Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-anak  yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan gangguan gizi.

d. Daur Hidup Plasmodium

Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding perut tengah dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan Hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu perlu diberikan kepada  profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan bahwa malaria manusia hanya  bisa disebarkan oleh nyamuk  Anopheles.

Siklus hidup  Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Penting disadari bahwa bagi sebagian spesies vektornya mungkin bukan nyamuk.

 Nyamuk dalam genus Culex,  Anopheles, Culiceta,  Mansonia dan  Aedes mungkin  bertindak sebagai vektor. Vektor yang diketahui kini bagi malaria manusia (>100 spesies)

semuanya tergolong dalam genus Anopheles. Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus hidup  Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari genus Culex.

(10)

Dalam daur hidup Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual dalam proses hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati  jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium eko-eritrositer atau stadium pra-eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant ) yang disebut hipnozoit. Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit. Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah pembelahan eritrosit akan hancur; merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan  berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosia oleh RES. Plasmodium yang dapat

menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.

Dalam tubuh nyamuk, parasit parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit  berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookista, yang selanjutnya menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik. Secara umum, pada dasarnya semua orang dapat terkena malaria; walaupun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:

1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup tinggi,  penduduknya lebih tahan terhadap infeski P. Falciparum. Penyelidikan terakhir 

menunjukkan bahwa HbS menghambat perkembangan P. Falciparum baik sewaktu invasi maupun sewaktu berkembang biak.

(11)

2. Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD ( glucosa 6-phosphat  dehydrogenase) memberikan perlindungan terdapat infeksi P. falaciparum yang berat. Walaupun demikian, sulfonamid dan primakuin oleh karena dapat terjadi hemolisis darah. Definisi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama  pada perempuan.

Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya

Gambar 2. Daur hidup plasmodium

e. Transmisi

Malaria dapat ditularkan melalui dua cara alamiah dan bukan alamiah.

1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk Anopheles. 2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu:

(12)

a. Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Selain melalui plasenta penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat.

 b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.

c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam ( Plasmodium gallinasium),  burung dara ( Plasmodium relection) dan monyet ( Plasmodium knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria,  baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.

f. Patogenesis

Selama skizogoni sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping parasit, seperti membran dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang intensif. Makrofag dalam sistem retikuloendotelial dan dalam sirkulasi menangkap pigmen dan menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif  dan kaskade pembekuan darah.

Mengenai patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan  permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak  sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit, pada percobaan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium sehingga keluar dari eritrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit malaria. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan

(13)

khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever , yaitu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai oleh hemolosis intravaskular berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi. Telah lama dicurigai bahwa kini dapat memprovokasi terjadinya black water fever . Sebagai tambahan, kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu menunjukkan adanya  perubahan yang menonjol dari sistem retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan  berbagai sistem organ.

Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagisitosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom  pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis  biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis.

Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer  –  seperti sel dalam sistem retikuloendotelial  –  terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi  berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus

oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom  pembesaran hati di daerah tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok.

Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria serebral, otak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan hiperemis. Perdarahan berbentuk petekie tersebar pada substansi putih otak dan dapat menyebar sampai ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh darah kecil dan menengah dapat terisi eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang perivaskular yang luas. Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga dapat dijumpai pada jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh, yang berakibat pada  berbagai manifestasi klinik.

Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga dijumpai salah satu atau dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan atau membranoproliverative

(14)

 glomerulonephritis. Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan hemoglobinuria pada black water fever  tetapi dapat juga tanpa hemolisis, akibat  berkurangnya aliran darah karena hipovolemia dan hiperviskositas darah Plasmodium

falciparum menyebabkan nefritis sedangkan Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik.

g. Patofisiologi

Gejala malaria tumbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang  paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF

dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh  bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya  peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neurtofit. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa  pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada

hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel darah merah yang terineksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler  teganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler  terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan pendarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan  patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru,

(15)

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk  melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk  dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya Plasmodium falciparum. Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah  Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap  Plasmodium vivax; spesies ini mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalasemia, difisiensi enzim G6PD dan difisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan parasit.

Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan.  Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat

menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poloklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin  juga merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler yang

terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.

h. Manifestasi Klinik 

Secara klinis, gejala malaria tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada

(16)

nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/ campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu  berbeda), maka serangan demam terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu

yang imun gejala klinisnya minimal.

Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat ( sweating stage). Paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun jarang dijumpai pada usia muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin sering kali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek   pada Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi

ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi  Plasmodium  faliciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari dan Plasmodium malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing spesies parasit, untuk  Plasmodium falaciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-17 hari dan  Plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:

 Stadium dingin

Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini  berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

 Stadium demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41oC atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan  Plasmodium

(17)

ovale, skizon dari tiap generasi menjadi setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada  Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam.

 Stadium berkeringat

Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah, kemudian suhu  badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sam pai dibawah normal.

Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setap pasien, tergantung pada spesies  parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini.  Black water fever  yang merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water   fever  biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi  Plasmodium falciparum  berulang dengan infeksi yang cukup berat.

Di daerah yang tinggi tingkat endemisitas (hiper atau holoendemik), pada orang dewasa seringkali tidak dijumpai gejala klinis walaupun darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini disebabkan imunitas yang telah timbul pada mereka karena infeksi berulang. Limpa  biasanya membesar pada serangan pertama yang berat atau setelah beberapa serangan dalam  periode yang cukup lama. Dengan pengobatan yang baik, limpa secara berangsur-angsur 

akan mengecil kembali.

Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria, manifestasi klinis dikelompokkan menjadi

1. Malaria tanpa Komplikasi

Pada daerah hiper atau holoendemik, kontrol malaria tidak efektif sehingga serangan malaria akut sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, secara bertahap menginduksi imunitas secara aktif. Pada anak besar yang sudah mendapat imunitas, maka gejala klinisnya menjadi lebih ringan. Infeksi akut dapat terjadi pada anak besar yang mendapat kemoprofilaksis yang tidak sempurna atau lupa minum obat pada saat masuk ke

(18)

daerah endemis malaria. Pada daerah hipoendemik malaria, semua usia dapat terserang malaria. Hati biasanya lunak dan terus membesar sesuai dengan progresifitas penyakit, namun fungsinya jarang terganggu dibandingkan dengan orang dewasa. Ikterus dapat dijumpai pada beberapa anak, terutama berhubungan dengan hemolisis. Kadar transaminase darah sedikit meningkat untuk waktu singkat.

Limpa yang besar umumnya dapat diraba pada minggu kedua; pembesaran limpa  progresif sesuai dengan perjalanan penyakit. Pada anak yang telah mengalami serangan  berulang, limpa dapat sangat besar dengan konsistensi keras. Anemia merupakan akibat  penting malaria tropika pada anak. Pada infeksi akut, beratnya anemia berhubungan langsung

dengan derajat parasitemia.

Malaria ovale mempunyai gejala klinis lebih ringan daripada malaria tertiana. Pada hari terakhir masa inkubasi, anak menjadi gelisah, anoreksia sedangkan anak besar mengeluh nyeri kepala dan nausea. Demam periodik tiap 48 jam tetapi stadium dingin dan menggigil  jarang dijumpai pada bayi dan balita. Selama periode demam, anak selalu merasa dingin dan

menggigil dalam waktu singkat. Demam sering terjadi pada sore hari. Pada anak jarang terjadi parasitemia berat, terdapat pada kurang dari 2%. Malaria tertania dan ovale jarang disertai anemia berat. Hati pada umumnya membesar dan teraba pada akhir minggu pertama. Bilirubin total dapat meningkat tetapi jarang disertai ikterus, sedangkan kadar transaminase sedikit meningkat untuk waktu singkat limpa bertambah besar selama serangan dan dapat teraba pada saat minggu kedua. Kejang dapat terjadi pada saat demam tinggi pada usia 6  bulan sampai 5 tahun. Kematian pada anak sangat jarang terjadi, tetapi terjadi bila disertai  penyakit lain yang berat, gizi buruk dan anemia berat. Pada Malaria Tertiana dan ovale  bentuk  dormant  dari parasit dapat tetap berada dalam hati dan dapat menyebabkan relaps. Relaps dapat terjadi pada kasus yang mendapat pengobatan hanya dengan obat skizontosida saja.

Gambaran klinis malaria kuartana menyerupai malaria tertiana, hanya periode demam terjadi tiap 72 jam. Sindrom nefrotik dapat terjadi pada umur 2 sampai 12 tahun dengan  puncak pada usia 5-7 tahun. Dijumpai edema berat, proteinuria berat yang menetap,

(19)

2. Malaria Berat

Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh  Plasmodium falciparum stadium aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan seperti tertera dibawah ini merupakan malaria berat, antara lain:

- Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma) - Anemia berat, kadar hemoglobin ≤5 g/dl atau hematokrit < 15%

- Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gan gguan elektrolit - Hipoglikemia berat (gula darah < 40 mg%)

- Gagal ginjal (urin < 1 ml/kgBB/jam, kreatinin serum > 3 mg%) - Edema paru akut

- Kegagalan sirkulasi (algid malaria), tekanan nadi ≤20 mmHg - Kecenderungan terjadi perdarahan

- Hiperpireksia/hiperthermia (suhu badan > 41°C) - Hemoglobinuria/ Black water fever 

- Ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg%)

- Hiperparasitemia (> 5% eritrosit dihinggapi parasit) a. Malaria Serebral

Kejang pada anak dengan malaria dapat merupakan permulaan serangan malaria serebral. Walaupun demikian, harus diingat bahwa kejang demam sering terjadi pada anak balita oleh sebab lain. Di Thailand, angka kejadian kejang pada malaria tropika 9,6% pada anak kurang dari 5 tahun dan hanya 1,5% pada anak 5-12 tahun.

Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) dari 133  penderita malaria 2 bulan sampai 13 tahun, ditemukan kejang seban yak 13,53% dan malaria serebral sebanyak 8,27%. Pada malaria serebral, kesadaran anak apatis sampai koma, 3 dengan disorientasi dan 2 dengan mengamuk. Pada penelitian tersebut, dijumpai 10% penderita malaria serebral yang disertai dengan anemia  berat meninggal sebelum sempat diberi transfusi darah. Tanda neurologik yang  penting pada malaria serebral adalah gangguan upper motor neuron yang simetris

(20)

dan batang otak. Perdarahan dan eksudat pada retina dijumpai pada beberapa kasus namun lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Delirium, halusinasi atau mengamuk sangat jarang dijumpai pada anak. Pemeriksaan cairan serebrospinal  biasanya dalam batas normal. Pada kebanyakan kasus malaria serebral, dijumpai  parasitemia berat disertai anemia berat. Kadang-kadang jumlah parasitemia didalam darah tepi rendah yang mungkin disebabkan oleh pengobatan antimalaria yang tidak adekuat atau parasitnya berada di dalam kapiler organ dalam. Hati dan limpa sering dapat diraba. Edema paru dijumpai pada 10% kasus anak, sedangkan oliguria dan azotemia jarang ditemukan pada anak dibandingkan dengan orang dewasa. Permeriksaan EKG terdapat kelainan yang tidak sp esifik.

Malaria serebral adalah malaria falciparum yang sertai kejang dan koma, tanpa  penyebab lain dari koma. Gejala paling dini malaria serebral pada anak-anak 

umumnya adalah demam (370-410C). Selanjutnya tidak bisa makan atau minum, sering mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama jika koma menetap lebih dari setengah jam. Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau modifikasi khusus pada anak  yaitu Blantyre, melalui pengamatan terhadap respon ransangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan (knucke) iga pada dada anak dan jika tidak ada respon lakukan tekanan kuat pada kuku ibu jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi kemungkinan hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan  berulang kali untuk menilai ada kemajuan atau kemunduran. Kejang biasanya terjadi pada sebelum atau sesudah timbul koma. Hal ini secara bermakna  berhubungan dengan morbiditas dan gejala sisa. Sekelompok anak-anak yang dapat  bertahan hidup setelah menderita malaria serebral kurang lebih 10% mengalami gejala sisa neurologik yang menetap. Setelah periode penyembuhan, gejala sisa dapat berbentuk hemiparesis, ataksia serebral, kebutuhan kortikal, hipotonia berat, retardasi mental, kekauan yang menyeluruh atau afasia.

(21)

 b. Anemia

Derajat anemia tergantung dari derajat dan lama parasitemia terjadi. Pada  beberapa pasien, serangan malaria berulang yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan anemia normokrom sebagai akibat perubahan eritopoetik di dalam sumsum tulang. Walaupun parasitemia tidak berat, di dalam darah perifer sudah tampak sel leukosit monosit berpigmen. Seorang anak yang mendadak menderita anemia berat seringkali berhubungan dengan hiperparasitemia. Anemia dapat pula terjadi akibat penghancuran eritrosit yang mengandung parasit. Anak dengan anemia berat dapat menderita takikardia dan dispnu. Anemia turut berperan dalam

(1) gejala serebral yaitu bingung, gelisah, koma dan perdarahan retina, (2) gejala kardiopulmonal yaitu irama derap, gagal jantung, hepatomegali dan edema paru. Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan anemia (Hb<10gr%) sebanyak 38,85%.

c. Dehidrasi, gangguan Asam-Basa (Asidosis Metabolik) dan Gangguan Elektrolit Gejala klinis dehidrasi sedang sampai berat adalah penurunan perfusi perifer, rasa haus, penurunan berat badan 3-4%, nafas cepat dan dalam (Kusmaull),  penurunan turgor kulit, peningkatan kadar ureum darah (6,5 mmol / L atau 40 mg/ dL), asidosis metabolik pada pemeriksaan urin, kadar natrium urin rendah dan sedimen normal, merupakan tanda terjadinya dehidrasi dan bukan gagal ginjal. Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan penderita malaria dengan gastroenteritis dehidrasi sebanyak 0,75%.

d. Hipoglikemia Berat

Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama pada anak kecil (di  bawah 3 tahun) dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran

( profound coma) atau dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan lembab, serta napas yang tidak teratur.

Hipoglikemia berhubungan dengan hiperinsulinemia yang diinduksi oleh malaria dan kina. Gejala hipoglikemia ini serupa dengan malaria serebal. Hipoglikemia pada anak adalah keadaan di mana kadar glukosa darah turun menjadi 40 mg/ dL atau lebih rendah. Pada penderita yang sadar dapat timbul hipoglikemia dengan gejala klasik rasa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, sesak 

(22)

napas, pernapasan sulit dan berbunyi, oliguria, rasa kedinginan, takikardia dan  pening. Gambaran klinis ini dapat berkembang menjadi penurunan kesadaran, kejang umum, sikap tubuh ekstensi, syok dan koma. Diagnosis mudah terabaikan. Penurunan tingkat kesadaran dapat menjadi satu-satunya tanda. Jika memungkinkan pastikan melalui pemeriksaan glukosa darah.

e. Gagal Ginjal

Gagal ginjal jarang terdapat pada anak dengan malaria terutama pada anak  kecil. Demikian juga oliguria jarang dijumpai pada anak kecil bila dibandingkan dengan anak besar. Kadar ureum serum sedikit meningkat kira-kira 10% pada anak  lebih dari 5 tahun, seringkali gagal ginjal disebabkan oleh dehidrasi yang tidak  diobati adekuat. Pada orang dewasa dapat pula disertai nekrosis tubular akut;  bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum diketahui. Gagal ginjal pada

umunya bersifat reversibel. f. Edema Paru Akut

Pada kasus malaria serebal dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia berat. Frekuensi napas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang menyebar. Gejala edema paru seringkali timbul beberapa hari setelah pemberian obat anti malaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia, gagal ginjal, hipoglikemia dan asidosis. Apabila kita menemukan peningkatan frekuensi napas, harus harus dibedakan antara edema paru akibat pemberian cairan yang berlebihan atau akibat bronkopneumonia. Sebagai akibat edema paru dapat terjasi hipoksia yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran serta kematian.

g. Kegagalan Sirkulasi (algid malaria)

Hipotensi lebih banyak dilaporkan pada malaria berat orang dewasa dan jarang dijumpai pada anak. Malaria algid adalah malaria falciparum yang disertai syok  oleh karena adanya septikemia kuman gram negatif. Penderita malaria berat pada anak dapat jatuh pada keadaan kolaps dengan tekanan darah sistolik kurang dari 50 mmHg pada posisi berbaring, kulit teraba dingin, lembab, sianotik, konstruksi vena  perifer, denyut nadi lemah dan cepat. Di beberapa negara berkembang gambaran klinis ini seringkali berhubungan dengan septikemia gram negatif yang  berkomplikasi. Kolaps sirkulatori juga terlihat pada penderita dengan edema paru

(23)

atau asidosis metabolik dan diikuti dengan pendarahan gastrointestinal yang hebat. Dehidrasi dengan hipovolemia juga dapat menyebabkan hipotensi. Tempat yang mungkin berkaitan dengan infeksi harus diperiksa misalnya paru-paru, saluran kemih, meningitis, tempat suntikan intravena, jalur intravena.

h. Kecenderungan Terjadi Pendarahan

Pendarahan yang sering dijumpai adalah pendarahan gusi, epistakis, petekie dan pendarahan subkonjungtiva. Apabila terjadi koagulasi intravaskular diseminata (KID), akan timbul pendarahan yang lebih hebat yaitu melena dan hematemesis. Koagulasi intravaskular diseminata pada umumnya terjadi pada seseorang yang tidak mempunyai imunitas terhadap malaria, baik dia pergi ke daerah endemis atau sebagai malaria impor. Kecenderungan terjadi pendarahan ditandai dengan  perpanjangan waktu pendarahan, trombositopenia dan menurunnya faktor 

koagulasi. Pendarahan spontan dari saluran cerna terjadi pada kira-kira 10% malaria serebral.

i. Hiperpireksia / Hipertermia

Hiperpireksia lebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan seringkali  berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada malaria monitor suhu  berkala sangat dianjurkan. Hiperpireksia adalah keadaan di mana suhu tubuh meningkat menjadi 42oC atau lebih dan dapat menyebabkan gejala sisa neurologik  yang menetap. Pada penelitian di RSUP selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan hiperpireksia pada penderita malaria sebanyak 3,75%.

 j. Hemoglobinuria / Black Water Fever 

Hemolisis intravaskular masif dengan hemoglobinuria merupakan komplikasi malaria yang jarang terjadi pada anak. Hampir seluruh kasus hemoglobinuria  berkaitan dengan defisiensi G6PD pada pasien dengan infeksi malaria. Pada kasus

ini, hemolisis akan berhenti setelah pecahnya eritrosit tua. Pada penelitian di RSUP selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan 0,75% penderita black water fever.

k. Ikterus (Bilirubin > 3 mg %)

Manifestasi ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg %) sering dijumpai pada orang dewasa, namun bila ditemukan pada anak pronogsisnya jelek.

(24)

l. Hiperparasitemia

Umumnya penderita yang non-imun, densitas parasit > 5% dan adanya skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Penderita dengan  parasitemia berat akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi berat.

i. Gambaran Laboratorium

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis; pada keadaan akut penurunan hemoglobin terjadi dengan cepat. Anemia pada malaria disebabkan kerusakan eritrosit oleh  parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila  parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hipermik, pigmentasi aktif dengan hiperplasia dan normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisosisotis,  polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Dijumpai  pula trombositopenia sehingga dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravaskular. Terjadi ikterus ringan dengan  peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya

transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun.

Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatnya fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi  plasmodia, yang berakibat penurunan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan

tertiana; hal ini mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada saat demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap darah meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Dapat juga terjadi asidosis walaupun sangat jarang. Nefritis akut jarang dijumpai, oleh karena  perubahan pada ginjal terutama akibat proses degeneratif bukan karena peradangan. Sering

dijumpai proteinuria dan gangguan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya nefrosis kronik  dengan retensi air, natrium dan azotemia terutama pada malaria kuartana. Otak pasien yang

(25)

 pipih. Terlihat pembendungan pada daerah giri dan pada substansi kelabu terlihat  pembendungan dan petekia. Pendarahan disekeliling kapiler dan arteriol terjadi sebagai

akibat penyumbatan eritrosit yang mengandung parasit.

 Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda bentuk cincin (ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Pada kasus  berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang, banyak sekali benuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa ( stars in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit.

 Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi baik  hapusan tipis maupun tetes tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari  bentuk ringan sampai skizon. Biasanya menyerang kurang dari 2% eritrosit. Tanda-tanda  parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah membesar, terdapat titik Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. Pada sediaan darah tebal dijumpai sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang berkembang) dan  bayangan merah di sisi luar gametosit.

 Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada sediaan hapus darah perifer tipis maupun tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Biasanya parasit menyerang kurang dari 1% dari jumlah eritrosit. Parasit pada sediaan darah tepi tipis berbentuk khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga ros (rosette form), tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang-kadang menutupi sitoplasma/ inti atau keduanya.

(26)

Gambar 4. Sediaan darah apus plasmodium

i. Diagnosis

Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis ditegakkan  berdasarkan gejala serta tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria,

diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi berulang, apalagi disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali dan anemia. Perlu diingat bahwa diagnosis

(27)

oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboraturium. Ditemukannya beberapa  parasit dalam sediaan darah seorang anak penduduk asli yang semi-imun menunjukkan adanya infeksi, tetapi anak tersebut tidak selalu harus sakit; mungkin parasit ditemukan secara tidak sengaja pada saat anak berobat untuk penyakit lain. Di lain pihak, dapat saja tidak ditemukan parasit pada pemeriksaan darah pada anak yang sedang sakit malaria. Maka untuk menemukan parasit di dalam darah harus di perhatikan waktu pengambilan spesimen darah dan apakah pasien sedang minum obat anti malaria (yang akan mengurangi kemungkinan ditemukannya parasit).

Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaan Giemsa dan tes tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Peningkatan kadar ureum, kreatinin, bilirubin dan enzim seperti aminotransferase dan 5’-nukleitidase. Pada penderita malaria berat yang mengalami asidosis, dijumpai pH darah dan kadar bikarbonat rendah. Kekurangan cairan dan gangguan elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium dan fosfat) sering pula dijumpai. Kadar asam laktat dalam darah dan likuor serebrospinal juga meningkat.

Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA (indirect luorescent  antibody test ), IHA (indirect hemaglutination test ) dan ELISA (enzyme linked  immunosorbent assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi. Pada daerah endemis atau pernah endemis, tes serologi berguna untuk:

(1) menentukan berapa lama endemisitas berlangsung, (2) menentukan perubahan derajat transmisi malaria, (3) menentukan daerah malaria dan fokus transmisi.

Sedangkan di daerah non endemis, tes serologi digunakan untuk: (1) skrining donor darah,

(2) menyingkirkan diagnosis malaria pada kasus demam sedangkan pada pemeriksaan darah tidak ditemukan parasit,

(3) menentukan kasus dan mengidentifikasi spesies parasit malaria bila cara lain tidak   berhasil.

(28)

Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan QBC (quantitative buffy coat), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lain yang dikembangkan saat ini menggunakan  pelacak  DNA probe untuk mendeteksi antigen.

Karena adanya berbagai variasi gejala malaria pada anak maka perlu dibedakan dengan demam oleh sebab penyakit lain seperti demam tifoid, meningitis, apendisitis, gastroenteritis atau hepatitis. Malaria dengan manifestasi klinis yang lebih ringan, harus dibedakan dengan influenza atau penyakit virus lainnya.

k. Penatalaksanaan

Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk  mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi/penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam  program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu pengobatan presumtif 

dengan pemberantasan skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran, pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps  jangka panjang, dan pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya diberikan pada saat terjadi wabah.(3)

1. Malaria Tanpa Komplikasi

Malaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat anti malaria dengan rawat jalan. Berdasarkan hasil penelitian, resistensi malaria vivaks terhadap klorokuin ditemukan sangat tinggi di berbagai daerah di Indonesia sehingga Departemen Kesehatan RI merekomendasikan pengobatan malaria vivaks sama dengan malaria falsiparum, yaitu dengan menggunakan kombinasi anti malaria yang mengandung derivate artemisinin

(29)

a. Untuk daerah yang sudah resistensi terhadap obat malaria yang biasa digunakan, saat ini WHO merekomendasikan penggunaan kombinasi antimalaria terutama yang mengandung artemisin. Obat-obat antimalaria kombinasi yang direkomendasikan oleh WHO antara lain:

 Artemeter/lumefantrin (Co-artem) diberikan dengan dosis Artemeter 2 mg/kgBB

2 kali sehari selama 3 hari dan lumefantrin 12 mg/kgBB 2 kali sehari selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet kombinasi 20 mg artemeter + 120 mg lumefantrin

 Artesunat + amodiakuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

dan amodiakuin dosis standar 25 mg basa/kgBB selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet terpisah artesunat 50 mg/tablet dan amodikuin basa 153 mg/tablet.

 Artesunat + meflokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

dan meflokuin basa 15-25 mg/kgBB dosis tunggal atau dibagi dalam dosis 2 – 3 kali.

 Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari

selama 3 hari dan sulfadoksin-pirimetamin 25 mg/kgB dosis tunggal.

 Dihidroartemisinin + piperakuin, dengan dosis dehidroartemisinin 6,4 mg/kgBB

dan piperakuin 51,2 mg/kgBB dosis tunggal selama 3 hari.

 Artesunat + klorokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan

klorokuin basa dosis standar 25 mg/kgBB selama 3 hari.

 Artesunat + atovokuon-proguanil (Malaron) tablet film coated untuk anak dosis

dari artesunat 4 mg/kgBB/hari dan 62,5 mg atovakuon dan 25 mg proguanil.

 Artesunat + klorproguanil-dapson (Lapdop), dengan dosis artesunat 4

mg/kgBB/hari selama 3 hari dan klorproguanil-dapson.

 Artemisinin + piperakuin, dengan dosis artemisinin 20 mg/kgBB 2 kali sehari

 pada hari pertama, selanjutnya 1 kali sehari pada hari kedua dan ketiga, dan  piperakun 51,2 mg/kgBB dosis tunggal selama 3 hari.

 Artesunat + pironaridin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

(30)

  Naftokuin + dehidroartemisinin, terdiri dari naftokuin dan dihidroartemisinin 6,4

mg/kgBB selama 3 hari.(6)

 b. Untuk daerah yang belum ada resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan atau obat-obat tersebut di atas belum tersedia, pen gobatan malaria adalah:

 Klorokuin dosis standar (25 mg basa/kgBB) untuk 3 hari dan sulfadoksin

 pirimetamin dosis tunggal (25 mg/1,25 mg/kgBB).

 Sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal dan kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali

sehari selama 7 hari.

 Amodikuin dosis standar (25 mg basa/kgBB untuk 3 hari) dan sulfadoksin dosis

tunggal.

 Kombinasi klorokuin dosis standard dan primakuin dosis harian tunggal 0,75 mg

 basa/kgBB tunggal untuk malaria falsiparum atau 0,2 5 mg basa/kgBB/hari selama 14 hari.

 Klorokuin dosis standard dan doksisiklin (2 mg/kgBB/dosis) 2 kali sehari selama

7 hari.

 Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari dan doksisiklin (2

mg/kgBB/dosis) 2 kali sehari selama 7 hari.

 Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kal sehari selama 7 hari dan klindamisin (10

mg/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari.(6)

2. Malaria Berat

Anak dengan malaria berat harus dirawat inap dan diberikan pengobatan dengan artesunat intravena atau kina HCl intravena per infus. Terapi suportif harus diberikan sesuai dengan gejala komplikasinya:

a. Malaria serebral

Diberikan infus kina dihiroklorida, dosis 10 mg/kgBB/kali dilarutkan dalam 50  –  100 ml infus garam fisiologis atau cairan 2 a atau dekstrose 5% dan diberikan selama 2 – 4 jam, 3 kali sehari selama pasien belum sadar. Pemberian tidak boleh terlalu cepat (<10 menit) oleh karena tekanan darah dapat turun mendadak disertai

(31)

aritmia jantung. Apabila pasien sudah sadar kina dilanjutkan per-oral hingga total intravena + oral selama 7 hari. Dapat ditambahkan fansidar atau suldox dengan dosis seperti diatas (melalui sonde). Apabila disertai kejang berikan diazepam 0,5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.

 b. Anemia berat

Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak tangan, sering diikuti dengan denyut nadi cepat, kesulitan bernafas, kebingungan atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti irama derap, pembesaran hati dan terkadang edema  paru (nafas cepat,  fine basal crackles dalam pemeriksaan auskultasi) bisa

ditemukan.

Berikan transfusi darah sesegera mungkin kepada:

 Semua anak dengan hematokrit ≤ 15% atau Hb ≤ 5 g/dl

 Anak yang anemianya tidak berat (hematokrit > 15%; Hb > 5 g/dl) dengan

tanda berikut: - Dehidrasi - Syok  - Penurunan kesadaran - Pernafasan Kusmaull - Gagal jantung

- Parasitemia yang sangat tinggi (>10% sel darah merah mengandung  parasit).

 Berikan  packed red cells (10 ml/kgBB), jika tersedia, selama 3  –  4 jam. Jika

tidak tersedia berikan darah utuh segar 20 ml/kgBB selama 3 – 4 jam.

 Periksa frekuensi nafas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah satunya

mengalami kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika ada bukti kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid intravena (1  –  2 mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.

 Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi.

 Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang

(32)

c. Dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit

 Lactic acidosis sering terjadi sebagai penyulit malaria berat, ditandai dengan  peningkatan kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan

garam fisiologis isotonis atau glukosa 5% segera diberikan dengan hati-hati dan awasi tekanan darah. Di rumah sakit dengan fasilitas pediatrik gawat darurat, dapat dipasang central venous pressure (CVP) untuk mengetahui kebutuhan cairan lebih cermat. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin tetap < 1 ml/kgBB/jam makan dapat diberikan furosemid inisial 2 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 2 x dosis dengan maksimal 8 mg/kgBB (diberikan dalam waktu 15 menit). Untuk  memperbaiki oksigenasi, bersihkan jalan nafas, beri oksigen 2 – 4 liter/menit, dan apabila diperlukan dapat dipasang ventilator mekanik sebagai penunjang.

d. Hipoglikemia

Hipoglikemia (gula darah: < 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl) lebih sering terjadi pada pasien umur < 3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau hiperparasitemia dan pasien koma.

Berikan 5 ml/kgBB glukosa 10% intravena secara cepat. Periksa kembali glukosa darah dalam waktu 30 menit dan ulangi pemberian glukosa (5 ml/kgBB) jika kadar  glukosa rendah (< 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).

Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar  dengan memberikan glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan anak. Jika anak menunjukan tanda kelebihan cairan,  batasi cairan parenteral; ulangi pemberian glukosa 10% (5 ml/kgBB) dengan

interval yang teratur.

Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan berikan makanan/minuman per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan kadar glukosa dan obati sebagaimana mestinya.

l. Prognosis

(33)

lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps. Sedangkan  P.malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30 – 50 tahun. Infeksi  P.falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi  P.falciparum dengan  penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan

dapat meninggal terutama pada gizi buruk.

WHO mengemukakan indikator prognosis buruk (klinis dan laboratorium) apabila, Indikator klinis:

 Umur < 3 tahun  Koma berat  Kejang berulang

 Refleks kornea negatif   Deserebrasi

 Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)  Terdapat perdarahan retina

Indikator laboratorium:

 Hiperparasitemia (> 250.000/ml atau > 5%)  Skizontemia dalam darah perifer 

 Leukositosis

 PCV ( packed cell volume) < 20%  Kadar hemoglobin < 7,1 g/dl  Kadar glukosa darah < 40 mg/dl  Kadar ureum > 60 mg/dl

 Kadar glukosa likuor serebrospinal meningkat  Kadar kreatinin > 3 mg/dl

 Kadar laktat dalam likor serebrospinal meningkat  Kadar SGOT meningkat > 3 kali normal

 Antitrombin rendah

(34)

m. Pencegahan

1. Pemakaian obat antimalaria

Semua anak dari daerah non-endemis malaria apabila masuk ke daerah endemis malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria.

a. Klorokuin basa 5 mg/kgBB basa (8,3 mg garam, maksimal 300 mg basa), sekali seminggu atau

 b. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau sulfadoksin 10 – 15 mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur > 6 bulan).

2. Menghindari dari gigitan nyamuk 

a. Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk   b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk  3. Vaksin malaria

Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah  penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan penyakit malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin malaria ditujukan  pada 2 jenis vaksin, yaitu:

a. Proteksi terhadap ketiga stadium parasit:

 Sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan menimbulkan infeksi pada

manusia

 Merozoit yang menyerang eritrosit

 Gametosit yang menyebabkan infeksi pada nyamuk 

 b. Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan

Jadi pendekatan pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan dicapai. Vaksin sporozoit  P.falciparum merupakan vaksin yang pertama kali diuji coba, dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama anak dan ibu hamil. Dalam waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan rekayasa genetika.

(35)

BAB III

KESIMPULAN

Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali. Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodiumterdiri dari 4 spesies, yaitu:

1. Plasmodium falciparum 2. Plasmodium vivax 3. Plasmodium malariae 4. Plasmodium ovale.

Keempat spesies Plasmodium yang yang terdapat di Indonesia yaitu, Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale. Gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium, yaitu:

1. Stadium dingin 2. Stadium demam 3. Stadium berkeringat

Penatalaksanaan malaria dibagi menjadi malaria ringan tanpa komplikasi dan malaria  berat. Pencegahan malaria, yaitu:

1. Pemakaian obat anti- malaria 2. Menghindar dari gigitan nyamuk  3. Vaksin malaria.

Gambar

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia
Gambar 2. Daur hidup plasmodium
Gambar 4. Sediaan darah apus plasmodium

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penderita malaria yang bermigrasi dengan riwayat pengobatan malaria yang tidak tuntas berperan sebagai sumber penular parasit malaria di daerah tujuan karena

Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan gejala klinis yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemik akibat penurunan

Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit plasmodium dan ditularkan oleh oleh sejenis nyamuk tertentu (Anopheles).. Berbeda

menyebabkan anemia lebih berat. c) Ras atau genetik : Beberapa genetik manusia dapat mempengaruhi terjadinya malaria, dengan pencegahan masuknya parasit ke dalam sel,

Menurut WHO, malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax aseksual dengan satu atau lebih komplikasi, akan tetapi

Malaria tropika- fal%iparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak

sering berbentuk paroksimal yaitu mempunyai inter(al waktu tertentu sesuai dengan  perkembangan parasit dalam penderita malaria dan gejala ini terutama pada malaria yang

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang