ANALISIS KERUSAKAN LAHAN PADA PENAMBANGAN EMAS DI KECAMATAN IV NAGARI KABUPATEN SIJUNJUNG
Desliyan Popira Herman1 Rozaka Eka Putri2 Elsa2
1.Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat 2. Dosen Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat
Deslian.popira@gmail.com
ABSTRAK
This research amied to analyze devastation of land at gold Minang area in IV Nagari district of Siunung. As the method, purposive sampling used to choose the sample location, so it’s just certain points which have crucial devastation were choosen. The result showed that 1) The characters of soil physic at IV Nagari district of Sijunjung in sample 1: the texture is clayey and dusty then have granular structure with proposity 50.38%, sample 2: it has clay structure than have granular structure with proposity 60.23%, sample : it has clay sand texture and crumb structure with proposity 53.41%, sample 4: it has clay texture and clay with proposity 54.41%, sample 5:it has clay and dusty texture, granular structure with proposity 45.8%, sample 6: it has clay sandy texture and granular structure with proposity 47.35%, sample 7: it has clay texture and granular structure with proposity 42,42%, sample 8: it has clay sandy texture, granular structure with proposity 57.2%, sample 9: it has clay texture, granular structure with proposity 60.22%. 2) The changing in land use such as the rice field, rubbers garden, and mixing plantation transformed into gold mining area, 3)The changing of vegetation coverage from rice-flied, rubbers garden and mixing plantation into opened field. 4) the extent of land damage at IV Nagari district of Sijunjung isat first zone with criteria <15 as same as low devastation.
Keyword : Characters of soil physic, The changing in land use, The changing of vegetation coverage, The extent of land damage
PENDAHULUAN
Sumber daya mineral merupakan
salah satu jenis sumber daya
non-hayati. Sumber daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Endapan bahan galian
pada umumnya tersebar secara tidak merata di dalam kulit bumi. Sumber daya mineral tersebut antara lain: minyak bumi, emas, batu bara, emas, perak, timah, dan lain-lain. Sumber daya itu diambil dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia melalui proses penambangan
(Ahyani, 2011).
Pertambangan merupakan salah
satu aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang telah dimulai sejak dahulu dan
berlanjut hingga sekarang.
Keuntungan yang diperoleh dari
aktivitas ini memang sangat besar, khususnya dalam aspek ekonomi. Kendati demikian kerugian yang akan muncul adalah lebih besar dari keuntungan yang telah diperoleh, jika dampak kerusakan yang ditimbulkan dibiarkan tanpa upaya perbaikan (Sianturi, 2012).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Pertambangan merupakan salah
satu industri yang diandalkan
pemerintah Indonesia untuk
mendatangkan devisa negara. Selain mendatangkan devisa negara, industri
pertambangan juga menyedot
lapangan kerja dan bagi Kabupaten
dan Kota merupakan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(Yudhistira, 2011).
Berdasarkan Pasal 3
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 dalam Fitria (2015) tentang
ketentuan pokok pertambangan
disebutkan bahwa pembagian bahan
galian (bahan tambang) yaitu
golongan bahan galian A seperti minyak bumi, aspal; golongan bahan galian B seperti emas, besi, tembaga; dan golongan bahan galian C seperti nitrat, asbes, batu apung dan lain-lain.
Wilayah Kabupaten Sijunjung penambangan termasuk pada golongan bahan galian B yaitu emas. Khususnya
untuk emas, yang dicari oleh
masyarakat menambang dapat
dikategorikan sebagai (1) Emas primer,
yaitu emas yang keberadaannya
bersamaan mineral logam lainnya, seringkali dicirikan dengan adanya sejumlah urat-urat kuarsa. Secara keseluruhan semua itu terbentuk sebagai hasil akhir dari aktivitas vulkanik. (2) Emas sekunder, yaitu yang umumnya terdapat pada dataran sungai baik yang purba maupun masa
kini (recent). Keterdapatan emas jenis
ini umumnya merupakan hasil
transportasi melalui media air (Ahyani, 2011).
Deposit emas di wilayah
Kabupaten Sijunjung diperkirakan
terdapat di beberapa DAS di
Kabupaten Sijunjung, diantaranya
DAS Batang Palangki dan DAS Ombilin. Penambangan emas yang
dilakukan sudah dimulai pada
tahun1930-an. Pada saat itu
masyarakat melakukan penambangan emas secara tradional dengan cara mendulang emas yang dilakukan di
tepi sungai. Pada tahun 1987
penambangan sudah menggunakan mesin. Namun, penambangan dalam skala besar dimulai pada tahun 2000-an dengan menggunakan alat mekanis penggalian dan penyaringan/ pengayakan. Untuk penggalian sudah dilakukan dengan menggunakan alat berat traktor maupun escavator (Padek, 2015).
Perkembangan tambang emas
rakyat tidak lagi hanya dilakukan pada aliran Batang Palangki Kecamatan IV Nagari, tetapi juga sudah dilakukan pada pinggiran/tebing sungai, berlanjut ke lokasi sawah, kebun karet dan kebun
campuran. Tanah yang dulu jadi lahan pertanian dan perkebunan, seperti sawah dan kebun karet sekarang sudah banyak dimanfaatkan sebagai lahan
pertambangan, sehingga terjadi
kerusakan lingkungan.
Salah satu sektor penambangan emas adalah di Kecamatan IV Nagari.
Sektor penambangan emas ini
memberikan dampak positif bagi pembangunan dan menjadi salah satu sumber penghasilan dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat setempat
bagi masyarakat. Namun,
penambangan emas ini juga berdampak negatif yang mengakibatkan kerusakan lahan di daerah tersebut. Seperti kerusakan sifat fisika tanah, perubahan
penggunaan lahan, perubahan
penutupan vegetasi, perubahan
topografi, perubahan pola hidrologi, dan perubahan kesuburan tubuh tanah.
Penambangan emas ada yang bersifat legal dan illegal. Penambangan legal harus mengurus Izin Usaha
Pertambangan (IUP). Menurut
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2015 tentang tata cara evaluasi penerbitan izin usaha pertambangan mineral dan batu bara, proses penerbitan izin yang
diajukan ke Bupati, dilanjutkan ke Gubernur dan terakhir ke Kementerian ESDM. Proses yang harus dilalui adalah (1) pengajuan IUP, (2) IUP eksplorasi, (3) IUP operasi produksi, (4)
Pemberian wilayah IUP kepada
pemegang IUP, (5) kuasa
pertambangan, (6) kontrak karya, (7) perjanjian karya pertambangan mineral, (8) studi kelayakan, (9) pengumuman
status IUP clear and clean, (10)
sertifikat clear and clean, (11)
Eksplorasi. Penambangan legal ini dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan penambangan illegal adalah kegiatan penambangan yang dilakukan oleh individu, kelompok dan masyarakat
tanpa memiliki IUP dan tidak
menggunakan prinsip-prinsip
penambangan yang baik dan benar. Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan pada 20 september 2016, penambangan emas yang di Kecamatan IV Nagari Kabupaten
Sijunjung bersifat illegal.
Penambangan emas ilegal banyak dilakukan oleh masyarakat dengan memanfaatkan lahan milik sendiri, seperti sawah, kebun karet dan lahan lainnya. Hal ini terlihat apabila aparat kepolisian melakukan razia ke tambang
emas tersebut, maka masyarakat
menghentikan aktivitas penambangan emas. Diketahui bahwa kerusakan lahan akibat penambangan emas yang terjadi di Kecamatan IV Nagari
Kabupaten Sijunjung sangat
memprihatinkan, karena semakin
meningkatnya aktivitas penambangan emas yang dilakukan.
Aktivitas penambangan emas
yang dilakukan di Kecamatan IV Nagari ini banyak dilakukan di lahan seperti sawah, kebun karet, dan badan sungai yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang berdampak terhadap kerusakan lahan di daerah ini. Tanah yang dulu jadi lahan pertanian dan perkebunan, seperti sawah dan kebun karet sekarang sudah banyak
dimanfaatkan sebagai lahan
penambangan emas, sehingga bahan
galian dari hasil penambangan
dibiarkan di tepi tempat aktivitas penambangan dilakukan membentuk gundukan baik yang dilakukan di sawah, kebun karet dan lobang bekas
penambangan dibiarkan terbuka,
apabila terjadi hujan maka lobang tersebut akan terisi oleh air hujan. Namun, penambangan emas lebih dominan dilakukan di sepanjang
sungai Batang Palangki yang ada di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung karena proses penambangan membutuhkan air sehingga berdampak terhadap warna air yang keruh, serta terjadi perubahan bentuk aliran Batang Palangki.
Oleh karena itu, dengan adanya
masalah kerusakan lahan akibat
penambangan emas ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kerusakan Lahan Pada Penambangan Emas di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung”.
Tujuan penelitian ini adalahuntuk
mendapatkan data, memperoleh
informasi dan menganalisa data
tentang: 1)Sifat fisika tanah pada penambangan emas di Kecamatan IV
Nagari Kabupaten Sijunjung,
2)Perubahan penggunaan lahan pada penambangan emas di Kecamatan IV
Nagari Kabupaten Sijunjung,
3)Perubahan penutupan vegetasi pada penambangan emas di Kecamatan IV
Nagari Kabupaten Sijunjung, 4)
Tingkat kerusakan badan lahan yang terjadi pada penambangan emas di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
pendekatan deskriptif. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik purposive sampling.
Dengan pertimbangan hanya
lokasi-lokasi yang mengalami
kerusakan paling krusial yang
dijadikan titik sampel. Untuk mewakili wilayah penelitian maka ditunjuk 3 titik sampel, yang diperkirakan dapat mewakili wilayah penelitian, yaitu
Nagari Mundam Sakti, Nagari
Palangki dan Nagari Koto Tuo yang
masing-masingnya akan diambil
sampel tanah di sawah, kebun karet dan kebun campuran.
Teknik pengumpulan data dapat dilihat dari kerusakan fisika tanah diukur dengan melihat tekstur tanah, struktur tanah, dan porositas tanah.
Teknik analisis data adalah 1)
Perubahan penggunaan lahan, 2) Perubahan penutupan vegetasi, dan 3) Tingkat kerusakan lahan dengan
menggunakan formula yang di
kemukakan oleh Hermon (2009) dalam Suryani (2014). k b c I Ket:
I: besar jarak interval c: jumlah harkat tertinggi b: jumlah harkat terendah k: jumlah kelas yang diinginkan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penambangan emas yang
dilakukan di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung berpotensi besar bagi kerusakan lahan. Kerusakan lahan yang ditimbulkan oleh penambangan emas ini dapat dilihat dari sifat fisika tanah, perubahan penggunaan lahan, dan perubahan penutupan vegetasi.
Pertama, kondisi sifat fisika tanah berdasarkan hasil penelitian dengan cara pengukuran lapangan dan analisa laboratorium terhadap 9 (sembilan) sampel, didapatkan pada sampel 1 tekstur tanah liat berdebu dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah, struktur tanah granular dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah, dan porositas tanah 50,38% dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada sampel 1 tingkat kerusakannya adalah rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 2 diketahui tekstur lempung berliat dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan
sedang, struktur tanah granular dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah, dan porositas tanah 60,23% dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 2 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 3 diketahui tekstur lempung liat berpasir dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang, struktur tanah remah dengan harkat 3 dan tingkat kerusakan tinggi, dan porositas tanah 53,41% dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 3 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 4 diketahui tekstur lempung liat berpasir dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan
sedang, struktur tanah lempung
dengan harkat 4 dan tingkat kerusakan tinggi, dan porositas tanah 54,41% dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada sampel 4 tingkat kerusakannya termasuk sedang.
Sifat fisika tanah pada sampel 5 diketahui tekstur lempung berdebu dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang, struktur tanah granular dengan
harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah, dan porositas tanah 45,8% dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 5 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 6 diketahui tekstur pasir berlempung dengan harkat 4 dan tingkat kerusakan tinggi, struktur tanah granular dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah, dan porositas tanah 47,35% dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 6 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 7 diketahui tekstur lempung berliat dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang, struktur tanah gumpal dengan harkat 4 dan tingkat kerusakan tinggi, dan porositas tanah 42,42% dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 7 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 8 diketahui tekstur lempung liat berpasir dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang, struktur tanah granular dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah,
dan porositas tanah 49,24% dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 8 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Sifat fisika tanah pada sampel 9 diketahui tekstur lempung berliat dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang, struktur tanah granular dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah, dan porositas tanah 57,2% dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
sampel 9 tingkat kerusakannya
termasuk rendah.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam bentuk persentase) fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat
(Hardjowigeno, 2010). Adapun
klasifikasi tekstur tanah menurut Sunarto dan Jamulya (1996) dalam Fitria (2015) bahwa tekstur tanah pasir, pasir berlempung dengan harkat 4, tekstur lempung berpasir dengan harkat 3, tekstur lempung, debu, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berdebu, lempung liat berpasir dengan harkat 2 dan tekstur liat, liat berpasir, liat berdebu dengan harkat 1.
Hasil pengukuran laboratorium tentang struktur tanah sesuai dengan teori struktur tanah menurut Hermon dan Khairani (2009) bahwa struktur tanah dapat dibedakan atas: (1) tipe
lempung (platy), (2) tipe tiang, (3) tipe
gumpal (blocky), (4) tipe remah
(crumb), dan (5) tipe granuler
(granular). Adapun klasifikasi
penilaian struktur tanah menurut Sunarto dan Jamulya (1995) dalam Fitria (2015) bahwa struktur gumpal dan lempung dengan harkat 4 dan tingkat kerusakan tinggi, struktur remah dengan harkat 3 dan tingkat kerusakan sedang, struktur granular halus dengan harkat 2 dan tingkat kerusakan sedang dan struktur granular, butir dan pasir dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah.
Hasil pengukuran laboratorium tentang porositas tanah sesuai dengan teori klasifikasi penilaian porositas tanah menurut Amer (1981), Utom (1989) dalam Fitria (2015) bahwa porositas <70% dengan harkat 3 dan kriteria kerusakan tinggi, porositas 50-70% dengan harkat 2 dan kriteria kerusakan sedang, dan porositas <50% dengan harkat 1 dan tingkat kerusakan rendah.
Kedua, berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan penggunaan lahan di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung ditemukan telah
mengalami perubahan akibat
penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat. Dari sembilan titik sampel yang merupakan daerah sawah, kebun karet dan kebun campuran mengalami perubahan penggunaan
lahan yang menjadi lokasi
penambangan emas dan menyebabkan kerusakan. Lahan pada daerah tersebut tidak dapat lagi berfungsi seperti
sebelumnya. Setelah kegiatan
penambangan dihentikan daerah yang menjadi lokasi penambangan emas ditinggalkan begitu saja tanpa adanya rehabilitasi dan reklamasi lahan. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, yang menjelaskan bahwa reklamasi
adalah kegiatan yang bertujuan
memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
Perubahan penggunaan lahan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Haryani (2011) dalam Junita (2014) bahwa perubahan penggunaan lahan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas
sebelumnya, baik untuk tujuan
komersial maupun industri.
Perubahan Penggunaan lahan
adalah bertambahnya suatu
penggunaan lahan satu sisi ke
penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat
jumlahnya dan kedua berkaitam
dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Junita, 2014).
Ketiga, berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan penutupan vegetasi di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung ditemukan telah
mengalami perubahan akibat
penambangan emas. Kegiatan
penambangan emas ini telah merusak
vegetasi yang ada di daerah ini. Dari sembilan lokasi pengambilan sampel, penutupan vegetasi sebelum dilakukan kegiatan penambangan berupa sawah, kebun karet dan kebun campuran mengalami perubahan menjadi lahan
terbuka tanpa adanya penutupan
kembali bekas penambangan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sianturi (2012) bahwa perubahan penutupan vegetasi adalah berbedanya tutupan vegetasi dari sebelumnya. Hilangnya vegetasi akan berdampak
pada perubahan iklim mikro,
keanekaragaman hayati (biodiversity)
dan habitat satwa menjadi berkurang. Tanpa vegetasi, lahan menjadi lahan terbuka dan akan memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim hujan.
Apabila dibandingkan antara
pengamatan dilapangan dengan
analisis sifat fisika tanah bahwa analisis tingkat kerusakan lahannya rendah, namun apabila dilihat dari penggunaan lahan dilapangan, lahan yang awalnya adalah sawah, kebun karet dan kebun campuran berubah menjadi daerah penambangan emas.
Keempat, berdasarkan hasil
Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung bahwa tingkat kerusakan lahan yang terjadi di daerah ini adalah berkriteria rendah, karena jumlah dari pengharkatan dari sembilan sampel <15. Hal ini sesuai dengan teori pengklasifikasian tingkat kerusakan lahan menurut Hermon (2009) dalam
Suryani (2014) bahwa tingkat
kerusakan lahan berada pada zona I dengan interval < 15 dan tingkat kerusakan lahan rendah.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian analisi
kerusakan lahan pada penambangan emas di Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung secara singkat dapat diambil kesimpulan:
1. Sifat Fisika Tanah Di
Kecamacatan IV Nagari
Kabupaten Sijunjung pada sampel 1: tekstur liat berdebu, struktur granular, dan porositas 50,38%, sampel 2: tekstur lempung berliat, struktur granular dan porositas
60,23%, sampel 3: tekstur
lempung lia berpasirt, struktur remah dan porositas 53,41%, sampel 4: tekstur lempung berliat, struktur lempung dan porositas
54,41%, sampel 5: tekstur
lempung berdebut, struktur
granular dan porositas 45,8%,
sampel 6: tekstur pasir
berlempung, struktur granular dan porositas 47,35%, sampel 7: tekstur lempung berliat, struktur gumpal dan porositas 42,42%, sampel 8: tekstur lempung liat berpasir, struktur granular dan porositas 57,2%, sampel 9: tekstur lempung berliat, struktur granular dan porositas 60,23% .
2. Penggunaan lahan di Nagari
Palangki, yang awalnya sawah (sampel 1), kebun karet (sampel 2), dan kebun campuran (sampel 3),
berubah menjadi daerah
penambangan emas. Penggunaan lahan di Nagari Koto Tuo yang awalnya adalah sawah (sampel 4), kebun karet (sampel 5), dan kebun campuran (sampel 6), berubah
menjadi daerah penambangan
emas. Penggunaan lahan di Nagari Mundam Sakti yang mulanya adalah sawah (sampel 7), kebun karet (sampel 8), dan kebun campuran (sampel 9) juga berubah
menjadi daerah penambangan
lahan ini menyebabkan terjadinya kerusakan lahan di daerah ini.
3. Penambangan emas yang
dilakukan di Nagari Palangki, Nagari Koto Tuo, dan Nagari Mundam Sakti Kecamatan IV Nagari ini awalnya penutupan vegetasinya sawah, kebun karet dan kebun campuran, perubahan penutupan vegetasi yang semula adalah sawah, kebun karet, dan kebun canpuran berubah menjadi lahan terbuka dan berlubang.
Lahan yang terbuka ini
menyebabkan terjadinya
kerusakan lahan tanpa adanya
reklamasi lahan ataupun
penutupan lahan.
4. Tingkat kerusakan lahan di Nagari
Palangki, Nagari Koto Tuo, dan Nagari Mundam Sakti, diperoleh bahwa tingkat kerusakan lahan pada daerah pada zona I dengan tingkat kerusakan lahannya adalah rendah. Hal ini didapat dari hasil uji sifat fisika tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, Mochammad. 2011.
Pengaruh Kegiatan
Penambangan Emas
Terhadap Kondisi Kerusakan
Tanah Pada Wilayah
Pertambangan Rakyat Di
Bombana Provinsi Sulawesi
Tenggara.Semarang:
Universitas Diponegoro.
Fitria. 2015. Dampak Pasca
penambangan Emas Bagi
Kerusakan Lahan Di Sekitar Aliran Batang Palangki Di
Kenagarian Muaro
Kecamatan Sijunjung
Kabupaten Sijunjung. Padang: STKIP PGRI Sumatera Barat.
Padang Ekspres. 2015. Melirik
Aktivitas Tambang Emas di
Sijunjung (1).
Www.koran-padek.co/read/de tail/18514. 13 Januari 2017 14.45 WIB.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 tahun 2015 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang
Sianturi, Pabri. 2012. Kerusakan
Lahan Akibat Aktivitas
Pertambangan.
t-aktivitas.hmtl. 3 Januari 2017 10.55)..
Yudhistira. 2011. Kajian Dampak
Kerusakan Lingkungan
Akibat Kegiatan
Penambangan Pasir Di Desa Keningar Daerah Kawasan
Gunung Merapi. Semarang:
Program Studi Ilmu
Lingkungan Program Pasca
Sarjana Universitas