• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

17

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen berada di atas sektor industri pengolahan 3,7 persen, serta sektor pertambangan dan penggalian 0,5 persen1. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih memegang peran cukup besar yang dapat dilihat dari pembentukan PDB (Tabel 1).

Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2007-2008 (Persentase)

No Lapangan Usaha 2007 2008

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 13,70 14,40

2 Pertambangan dan Penggalian 11,20 11,00

3 Industri Pengolahan 27,10 27,90

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,90 0,80

5 Konstruksi 7,70 8,40

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14,9 14,0

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,70 6,30

8 Keuangan, Real estat dan Jasa Perusahaan 7,70 7,40

9 Jasa-jasa 14,9 9,80

Produk Domestik Bruto (PDB) 100,00 100,00

PDB Tanpa Migas 89,50 89,30

Sumber: BPS (2009)2

Tabel 1 dapat terlihat bahwa dibandingkan dengan tahun 2007, pada tahun 2008 terjadi penurunan pada beberapa sektor kecuali sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor konstruksi. Meskipun secara keseluruhan peranan PDB tanpa migas turun dari 89,5 persen pada tahun 2007 menjadi 89,3 persen pada tahun 2008, namun sektor pertanian mengalami kenaikan dari 13,7 persen di

1

Khoiril A, 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2008. http://tkkri.org/option.com. Diakses 16 Juni 2009.

2

BPS. 2009. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2008 www.bps.go.id. Diakses 16 Juni 2009.

(2)

18 tahun 2007 menjadi 14,4 persen di tahun 2008, kenaikan pada sektor pertanian ini dikarenakan kinerja produksi padi yang membaik serta meningkatnya harga produk perkebunan pada saat krisis pangan global.

Peran sektor pertanian selain dalam pembentukan PDB ialah sebagai penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan baku industri dan penyedia pangan. Berbagai jenis bahan pangan yang dapat dihasilkan sektor pertanian salah satunya ialah beras yang merupakan bahan pangan utama.

Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga ketersediaan beras berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional, dimana terjaminnya ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat sepanjang tahunnya secara aman dan bergizi. Jumlah permintaan terhadap beras akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, namun hal ini akan menjadi suatu masalah jika terdapat kesenjangan antara jumlah ketersediaan dan permintaan beras. Oleh karenanya upaya peningkatan produksi padi perlu ditingkatkan guna mengatasi kesenjangan tersebut. Adapun peningkatan produksi padi di Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Area, Produktivitas, Produksi Padi Indonesia dan Persentase Peningkatan Produksi Padi pertahun Tahun 2000-2009

Tahun Luas Area (Ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) Peningkatan (ton) Peningkatan (%) 2000 11.793.475 44,01 51.898.852 - - 2001 11.499.997 43,88 50.460.782 - 1.438.070 - 2,84987 2002 11.521.166 44,69 51.489.694 1.028.912 1,99828 2003 11.488.034 45,38 52.137.604 647.910 1,24269 2004 11.922.974 45,36 54.088.468 1.950.864 3,60680 2005 11.839.060 45,74 54.151.097 62.629 0,11556 2006 11.786.430 46,20 54.454.937 303.840 0,55796 2007 12.147.637 47,05 57.157.435 2.702.498 4,72816 2008 12.309.155 48,95 60.251.073 3.093.638 5,13457 2009 12.422.156 49,05 60.931.912 680.839 0,11174 Rata-rata 0,15245 Sumber: BPS (2009)3 (diolah) 3

BPS 2009. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Propinsi Indonesia. www.bps.go.id. Diakses 16 Juni 2009.

(3)

19 Tabel 2 menunjukkan produksi padi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, meskipun pada tahun 2001 terjadi penurunan produksi yang diakibatkan oleh penurunan produktivitas padi dan informasi lain yang dapat diketahui ialah rata-rata peningkatan produksi padi Indonesia pada tahun 2000 sampai 2009 adalah sebesar 0,15 persen. Sementara kebutuhan beras dalam negeri tidak seimbang dengan jumlah produksinya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan proyeksi impor beras yang terus meningkat yaitu Indonesia hingga tahun 2014 kebutuhan berasnya meningkat antara 22-25 juta ton seiring dengan pertumbuhan penduduk yang diperkirakan akan mencapai 253 juta jiwa pada tahun 2014 (asumsi laju pertumbuhan tetap 1.49 persen/tahun)4. Maka demikian penyebab ketidakseimbangan kebutuhan beras dengan ketersediaan beras salah satunya diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk lebih besar dibandingkan laju peningkatan produksi padi.

Pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan melakukan kebijakan impor, yang menyebabkan ketergantungan sehingga rentannya kemandirian pangan dan juga berdampak pada aspek kehidupan termasuk sosial, ekonomi dan politik. Selain kebijakan impor, di lain pihak untuk beberapa daerah, khususnya Jawa Barat terjadi kecenderungan peyusutan lahan sawah dan berkurangnya tingkat kesuburan tanah yang diindikasikan oleh kandungan C-organik tanah berkisar antara sangat rendah sampai rendah (Djakakirana dan Sabihan, 2007). Kekurangan bahan organik juga diakibatkan adanya alih fungsi lahan yang menjadi perumahan, perkantoran ataupun pabrik, peningkatan zona impermeabilitas akibat migrasi penduduk, serta kerusakan hutan, tanah dan air menyebabkan daerah hilir menjadi mudah mengalami kekeringan saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan serta berakibat pada kegagalan panen atau puso, tingkat kerusakan lahan dan kesuburan tanah yang kian menurun, turut pula mendukung adanya perbedaan yang tidak seimbang antara permintaan dan ketersediaan pangan kita.

Tanah sebagai media tumbuh tanaman merupakan penyedia unsur hara dan mineral yang mengandung banyak mikro organisme yang berguna bagi tanaman.

4

Syahbudin. Agustus 2005. Jangan Lupa Swasembada Pangan. Inovasi : Edisi vol 4/XVII

(4)

20 Namun, ketika tanah menjadi kritis yaitu berkurangnya unsur hara dan jenuhnya tingkat kandungan kimia akibat pemupukan secara kimia maka akan berpengaruh terhadap berkurangnya hasil panen yang diperoleh petani.

Untuk mengatasi permasalahan permintaan dan ketersediaan beras yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk namun tetap memperhatikan dan melestarikan lingkungan ekologis, maka konsep revolusi yang mengubah cara pertanian tradisional menjadi modern dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan takaran tinggi, tidak dapat lagi dipertahankan karena tidak ramah lingkungan, merusak sumber daya alam dan membunuh biota serta mikro organisme yang bermanfaat. Sebenarnya sebelum revolusi hijau, pertanian tradisional yang dilakukan petani telah mengarah kepada pertanian yang ramah lingkungan, namun setelah itu petani berubah menjadi tergantung terhadap pemakaian bahan kimia non organik yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan sosial.

Meskipun revolusi hijau ini mampu menghantarkan Indonesia sebagai negara swasembada pangan pada tahun 1984 yang dapat menaikan ketersediaan beras. Namun kenyataan dari adanya dampak negatif yang ditimbulkan revolusi hijau seperti masalah pada masalah lingkungan dan sosial, antara lain yaitudengan penggunaan pupuk buatan dan pestisida menyebabkan hilangnya kemampuan mikro organisme tanah yang membantu menyuburkan tanah serta rusaknya keseimbangan lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan kepunahan bagi organisme5.

Revolusi hijau telah mendapat kritikan dari berbagai pakar ekonomi, sosial dan lingkungan. Kritikan tersebut berkaitan dengan terjadinya degradasi lingkungan sebagai akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan, perlunya irigasi karena penggunaan air yang lebih banyak, patahnya berbagai ketahanan genetik terhadap hama dan penyakit dan teknologi yang hanya dinikmati oleh petani berpendapatan tinggi karena lebih mampu mengadakan input untuk memperoleh hasil tinggi dari varietas unggul baru yang diintroduksikan (Kesavan dan Swaminathan 2006, diacu dalam Zaini 2008).

5

Dwiyantories, 2009. Revolusi Hijau. http://fp.elcom.umy.ac.id. Diakses 16 Juni 2009.

(5)

21 Selain itu dampak negatif dari penggunaan bahan kimia baik berupa pastisida yang berlebih akan mempengaruhi kesehatan petani sebagai pelaku usahatani serta mengingat kondisi perekonomian saat ini ketergantungan akan bahan–bahan kimia yang harganya semakin tinggi membuat petani akan kesulitan dalam pemenuhan input tersebut.

Salah satu alternatif sistem pertanian yang dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat dampak revolusi hijau ialah pertanian organik yang kembali bercocok tanam secara tradisional dan hanya menggunakan bahan-bahan organik. Pertanian ini juga sangat penting dalam mengahadapi isu keamanan pangan, karena adanya berbagai kasus keracunan pangan yang berasal dari kontaminasi bahan kimia. Ketika sebagian besar masyarakat menjadi semakin sadar akan bahayanya penggunaan bahan-bahan kimia non organik yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan maka pertanian yang menghasilkan bahan pangan organik yang sehat diharapkan dapat menjadi solusi isu keamanan pangan dan lingkungan serta menjadi prospek yang baik bagi para petani untuk mau menanam pangan organik khususnya beras organik.

Sistem pertanian yang juga memberikan bahan organik salah satunya ialah dengan SRI (System Rice Intensification). SRI mulai diuji dan diterapkan pada kawasan asia, pada tahun 1991 termasuk di Indonesia. Sejak diperkenalkannya metode SRI ke Indonesia oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi, metode ini diarahkan untuk memperbaiki kembali keadaan kesuburan tanah dan produktivitas padi akibat kejenuhan penggunaan pupuk dan pestisida kimia, hal ini terbukti dengan hasil yang cukup positif yaitu padi yang dihasilkan sekitar delapan ton per hektar, lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil rata-rata nasional (Pirngadi, 2009).

Khusus pada daerah Jawa Barat, yang merupakan salah satu propinsi di Indonesia sebagai daerah penyedia bahan pangan khususnya padi dari lahan pertaniannya, oleh beberapa kelompok tani sistem pertanian SRI lebih menekankan pada usahatani organik yang hanya menggunakan pupuk organik dan biopestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit serta meningkatkan jumlah anakan per rumpun yang akan meningkatkan pula produksi padi.

(6)

22 Metode SRI ini kemudian berkembang di beberapa Kabupaten di, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan dukungan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan hasil panen yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan budidaya padi tanpa SRI baik yang menggunakan pupuk organik maupun menggunakan pupuk secara semi organik (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Budidaya Tanaman Padi Metode SRI pada Beberapa Propinsi di Indonesia Tahun 2007

No Propinsi Hasil Rata-rata

(Ton/ Ha)

Aplikasi Pupuk

SRI Non SRI

1 Jawa Barat 8,30 4,50 Organik

2 Jawa Tengah 7,15 4,50 Organik

3 Jawa Timur 8,40 50,0 Organik

4 NTB 8,27 5,20 Semi Organik

5 NTT 6,96 3,66 Semi Organik

6 Sulawesi Selatan 7,20 4,11 Semi Organik

7 Sulawesi Tengah 8,92 4,27 Semi Organik

8 Sulawesi Tenggara 5,45 3,40 Semi Organik

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2007

Tabel 3 dapat menunjukkan bahwa hasil panen SRI diberbagai propinsi di Indonesia cenderung lebih tinggi hasilnya jika dibandingkan dengan hasil non SRI serta untuk daerah Jawa, budidaya padi SRI menggunakan pupuk organik dan wilayah Nusa Tenggara maupun Sulawesi menggunakan pupuk semi organik. karena pada daerah asalnya SRI dapat pula diterapkan dengan pupuk anorganik.

Penerapan sistem pertanian organik SRI ini dalam perkembangannya mengalami kendala yakni terkait dengan keraguan terhadap apakah mampu atau tidaknya sistem pertanian ini dikembangkan oleh petani dan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dari cara petani biasanya sehingga dapat dikembangkan di berbagai daerah. Keraguan akan sistem pertanian ini dapat terlihat dari adanya berbagai penelitian yang salah satunya dikaji oleh Balai Penelitian Tanaman Padi yang mengkaji petak padi dengan SRI dan tanpa SRI di Kabupaten Garut pada Desember 2005 dengan hasil yang diperoleh dari petak tanpa SRI yaitu secara intensif konvensional yang hasilnya lebih tinggi sebesar 7,91 ton per hektar

(7)

23 dibandingkan dengan petak SRI yang hanya memberikan hasil sebesar 6,99 ton per hektar (Syam, 2006).

Berbagai cara penerapan teknik budidaya atau sistem pertanian yang tepat dapat meningkatkan produksi padi yang juga memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani. Seiring semakin berkembangnya konsep akan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan maka upaya peningkatan produktivitas padi perlu terus dilakukan dengan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari petani padi sebagai pelaku usahatani padi guna pencapaian ketersediaan beras yang baik dan aman dikonsumsi serta kesejahteraan masyarakat dan petani.

1.2. Perumusan Masalah

Usahatani padi dengan sistem SRI (System Rice Intensificationan) merupakan usahatani yang dapat menghemat penggunaan input seperti benih, penggunaan air, pupuk kimia dan pestisida kimia melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang telah menerapkan sistem usahatani SRI. Khususnya di daerah Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Pengembangan pertanian organik khususnya padi yang dikembangkan pula di berbagai daerah kecamatan.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Cianjur, dari 32 Kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur terdapat Sembilan kecamatan yang petaninya menerapkan SRI. Adapun kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Cianjur, Cilaku, Warung kondang, Cibeber, Ciranjang, Bojong Picung, Karang Tengah, Mande Cikalongkulon dan Haurwangi. Namun, setelah dilakukan survey terhadap kecamatan tersebut, terdapat kecamatan yang petaninya menerapkan SRI hanya dalam satu musim tanam saja, seperti pada Kecamatan Cilaku, Ciranjang dan Mande sedangkan untuk musim tanam berikutnya petani tidak menggunakan SRI kembali. Adapun Kecamatan Warung Kondang yang petaninya masih menerapkan SRI dalam plot–plot percobaan saja belum menerapkan secara menyeluruh dalam jangka waktu yang relatif lama. Berdasarkan hasil survey bahwa kecamatan yang petani padinya telah menerapkan SRI selama lebih dari satu tahun atau dua kali musim tanam ialah Kecamatan Cianjur, Cikalongkulon, Bojong Picung, Cibeber, Karang Tengah dan Haurwangi.

(8)

24 Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu sentra dan pusat pertanian padi organik khususnya padi dengan metode SRI, dan satu-satunya desa yang mengembangkan sistem organik metode SRI adalah Desa Cipeuyeum, selain budidaya padi konvensional yang sudah lama diusahakan dan berkembang di desa tersebut. Berdasarkan informasi dari ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa Cipeuyeum, terdapat 247 orang petani yang melakukan usahatani padi termasuk 23 orang petani yang mengusahakan usahatani padi dengan sistem SRI. Sehingga dapat diketahui jumlah petani padi yang usahataninya tanpa sistem organik SRI berjumlah 224 orang.

Kegiatan usahatani padi SRI di Desa Cipeuyeum ini merupakan cara bercocok tanam padi yang tergolong baru dan berbeda jika dibandingkan dengan budidaya konvensional dan dalam penerapannya SRI belum banyak dilakukan oleh petani padi di Desa Cipeuyeum. Padahal penerapan sistem pertanian organik metode SRI dikembangkan dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan tanah dan tanaman melalui bahan organik serta dapat menghemat penggunaan air namun tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga produk yang dihasilkan merupakan produk yang aman dan sehat. Produk organik ini juga merupakan peluang bagi petani karena harga jual produk ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk non-organik. Namun, mengapa penerapan metode SRI belum dapat berkembang secara luas dan merata di Desa Cipeuyeum?.

Sistem pertanian organik metode SRI yang ada saat ini tidak langsung membuat para petani beralih untuk menerapkan metode ini pada usahataninya. Hal ini tentunya membutuhkan waktu bagi petani untuk mau mengadopsi metode SRI, meskipun adanya keuntungan yang ditawarkan oleh metode ini, namun ada pula risiko kegagalan yang sewaktu-waktu dapat timbul dari penerapan metode ini.

Penerapan usahatani organik dengan metode SRI di Desa Cipeuyeum sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah apakah benar-benar menguntungkan atau tidak bagi para petani. Dikarenakan dalam usahataninya memerlukan biaya-biaya input, termasuk biaya-biaya pupuk kompos yang penggunaannya cukup banyak

(9)

25 yaitu lima sampai tujuh ton per hektar yang berimplikasi terhadap penggunaan tenaga kerja baik dalam pengolahannya maupun pengangkutannya, serta penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani padi SRI lainnya. Berdasarkan informasi dari ketua gapoktan di Desa Cipeuyeum tenaga kerja SRI untuk kegiatan pemupukan kompos dapat mencapai sekitar 15 orang untuk kebutuhan kompos yang lebih dari satu ton, berbeda dengan kegiatan pemupukan pada usahatani konvensional yang dapat dikerjakan oleh seorang petani saja. Selain itu belum pernah dibuktikan secara ilmiah bahwa penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi SRI berisiko tinggi atau tidak jika dibandingkan dengan usahtani padi konvensional.

Hasil analisis dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi proses pengembangan pertanian organik SRI pada khususnya untuk petani dan pihak terkait lainnya dan jika sistem pertanian metode SRI ini dinilai layak dan menguntungkan untuk dikembangkan, maka diharapkan dengan adanya sistem pertanian ini dapat memajukan pertanian organik di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan usahatani padi di Desa Cipeuyeum baik dengan metode organik SRI maupun dengan sistem padi konvensional ?

2. Bagaimana penggunaan input dan biayanya serta risiko tenaga kerja pada usahatani padi organik metode SRI dan padi konvensional ?

3. Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi organik SRI dan padi konvensional ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian terhadap permasalah ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usahatani padi di Desa Cipeuyeum baik dengan metode organik SRI maupun dengan sistem padi konvensional.

2. Menganalisis penggunaan input dan biayanya serta risiko tenaga kerja pada usahatani padi organik metode SRI dan padi konvensional.

3. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi organik SRI dan usahatani padi konvensional.

(10)

26

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bahan kajian dan masukan bagi pemerintah serta pihak terkait lainnya dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang pengembangan pertanian.

2. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan usahataninya agar dapat mengelola usahataninya secara efisien.

3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih menyempurnakan perkembangan usahatani padi.

4. Melatih kemampuan peneliti dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta di lapang dan data yang disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun penelitian ini dibatasi pada hal–hal berikut ini, yaitu:

1. Kegiatan pada sistem usahatani padi organik SRI disini mengacu kepada pengertian pertanian organik secara absolute, yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik.

2. Data usahatani padi konvensional pada penelitian ini digunakan hanya sebagai perbandingan dalam analisis pendapatan usahatani padi SRI.

3. Petani padi pada usahatani padi organik SRI yang dijadikan responden merupakan petani yang bukan penangkar benih padi organik atau petani hanya memproduksi gabah untuk diproses menjadi beras konsumsi.

Gambar

Tabel 1.  Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2007-2008  (Persentase)
Tabel 2.   Luas  Area,  Produktivitas,  Produksi  Padi  Indonesia  dan  Persentase  Peningkatan Produksi Padi pertahun Tahun 2000-2009
Tabel 3.   Hasil Budidaya Tanaman Padi Metode SRI pada Beberapa Propinsi        di Indonesia Tahun 2007

Referensi

Dokumen terkait

Seperti Menjaga pola makan yang sangat sulit untuk mendapatkan proporsi tubuh ideal sesuai permintaan klien, menghadapi klien 'nakal' yang ternyata bukan memberi pekerjaan tapi

Bagaimana hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah saat ini terkait dengan aliran data pertanian?. Bagaimana hubungan antara pemerintah

Maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana sebuah program computer dapat mengenali atau mendeteksi sebuah pola citra digital yang berupa

Selain untuk membantu pertumbuhan ikan, secara finansial juga sangat menguntungkan berbagai pihak yang terlibat dalam usaha pembuatan pelet ikan, seperti pengusaha

Untuk penelaahan data sifat fisis mekanis (kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat) dari 23 jenis rotan berdiameter kecil (<1,2 cm), digunakan analisa keragaman

Manusia Diciptakan oleh Alloh SWT dengan kesempurnaan, baik sempurna dalam fisik maupun psikis. Kesempurnaan manusia secara fisik dapat kita lihat dari kelengkapan anggota

Berdasarkan hasil analisis kandungan sukrosa daun pada tanaman tebu menunjukkan bahwa tebu yang dimutasi dengan EMS menghasilkan sukrosa yang lebih

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kepuasan pelanggan transportasi online Maxim Balikpapan, penelitian ini menggunakan data deskriptif kuantitatif,