• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM POSING BERLATAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM POSING BERLATAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SEKOLAH DASAR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

564

PENERAPAN PENDEKATAN

PROBLEM POSING

BERLATAR

PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SEKOLAH DASAR

Baharullah

Dosen Jurusan Pend. Matematika Universitas Muhammadiyah Makassar ABSTRAK: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pendekatan

problem posing berlatar pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif. Sintaks pembelajaran yang digunakan adalah sintaks pembelajaran kooperatif yang terdiri atas 6 fase. Pada fase keempat disisipkan pendekatan problem posing. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Inpres Bontomanai dan SD Inpres Mallengkeri 2. Pada setiap sekolah dipilih satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif lebih baik dibanding hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan pendekatan

problem posing berlatar pembelajaran kooperatif.

Kata Kunci: Pendekatan Problem Posing, Pembelajaran Kooperatif, Hasil Belajar

Sikap kritis dan rasa ingin tahu merupakan sifat alamiah yang dimiliki manusia. Sifat ini sangat bermanfaat sebagai motivator bagi seseorang untuk

terus menambah pengetahuan yang

dimilikinya. Anak yang sudah dapat

berbicara akan terus mengajukan

pertanyaan kepada orang dewasa. Akan tetapi sering orang dewasa tidak mengacuhkan pertanyaan anak, bahkan menganggap anak lancang sehingga membuat anak takut bertanya. Hal ini juga terjadi di sekolah, anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar biasanya dipandang “merepotkan” guru. Akibatnya dalam mengikuti pembelajaran, anak enggan atau malas bertanya, meskipun belum mengerti materi yang diberikan. Rasa ingin tahu siswa semakin menurun dan berdampak pada rendahnya motivasi belajar.

Agar siswa termotivasi untuk belajar secara mandiri dan sepanjang hayat, maka rasa ingin tahu siswa perlu dibangkitkan dan dikembangkan. Pende-katan problem posing dalam pembelajaran

dapat melatih siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.

Menurut Moses (1993:187), ketika siswa diminta menjawab pertanyaan atau soal yang diajukan oleh guru, akan ditemukan tingkat kecemasan yang tinggi dalam diri siswa. Ini disebabkan siswa merasa takut salah atau menganggap idenya tidak cukup bagus. Dalam pembelajaran yang menerapkan problem

posing, siswa dituntun untuk mengajukan

masalah atau pertanyaan yang sesuai dengan minat mereka dan memikirkan cara penyelesaiannya, sehingga perasaan tersebut dapat direduksi. Selain itu, menurut Hamzah (2002) perhatian dan komunikasi matematika siswa yang diajar menggunakan pendekatan problem posing

akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

Belajar merupakan suatu kegiatan kreatif. Belajar tidak berarti hanya menyerap tetapi juga mengkonstruk

(2)

pengetahuan. Belajar matematika akan optimal jika siswa terlibat secara aktif dalam membuat, bukan hanya strategi penyelesaian, tetapi juga masalah yang

membutuhkan strategi tersebut

(Moses,1993).

Menurut Upu (2003:10) problem

posing dapat dilakukan secara individual

atau klasikal (classical), berpasangan (in pairs), atau secara berkelompok (groups). Masalah atau soal yang diajukan oleh siswa secara individual tidak memuat intervensi siswa lain. Soal diajukan tanpa terlebih dahulu ditanggapi oleh siswa lain. Hal ini dapat mengakibatkan soal kurang berkembang atau kandungan informasinya kurang lengkap. Soal yang diajukan secara berpasangan dapat lebih berbobot dibandingkan dengan soal yang diajukan secara individual, dengan syarat terjadi kolaborasi di antara kedua siswa yang berpasangan tersebut. Jika soal dirumuskan oleh sebuah kelompok kecil (tim), maka kualitasnya akan lebih tinggi baik dari aspek tingkat keterselesaian maupun kandungan informasinya. Kerjasama di antara siswa dapat memacu kreativitas serta saling melengkapi kekurangan mereka.

Berdasarkan latar belakang terse-but akan diteliti dampak penerapan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar.

Kajian Pustaka

Secara harfiah, problem posing

bermakna mengajukan soal atau masalah. Silver (1996:294) mengemukakan batasan

problem posing sebagai berikut “The term problem posing has been used to refer both to the generation of new problems and to

the reformulation of given problems”.

Problem posing adalah pemberian tugas

kepada siswa untuk membuat soal berdasarkan situasi yang tersedia dan menyelesaikan soal tersebut. Situasi dapat

berupa gambar, cerita, atau informasi berkaitan dengan materi pelajaran.

Ditinjau dari aspek soal, Silver (1996) mengklasifikasikan soal yang dibuat siswa menjadi tiga jenis, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non-matematika, dan pernyataan.

Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Selanjutnya pertanyaan matematika dapat diklasi-fikasikan atas pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah pertanyaan yang kekurangan informasi tertentu untuk menyelesaikannya atau pertanyaan yang tidak mempunyai kaitan atau hubungan dengan informasi yang diberikan. Suatu pertanyaan digolongkan sebagai perta-nyaan yang dapat diselesaikan jika pertanyaan tersebut memuat informasi yang cukup sehingga dapat diselesaikan. Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan ini diklasifikasikan lagi oleh Upu (2003:27) menjadi pertanyaan matematika yang memuat informasi baru dan pertanyaan matematika yang tidak memuat informasi baru. Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan ditinjau pula sintaksis dan semantiknya. Sintaksis berhubungan dengan tata bahasa, sedangkan semantik berhubungan dengan makna kata atau kalimat.

Pertanyaan non-matematika adalah pertanyaan yang tidak mengandung masalah matematika. Pernyataan adalah respon siswa yang hanya berupa konjektur (Upu,2003:28), tidak mengandung kalimat

pertanyaan maupun perintah yang

mengarah kepada matematika atau non-matematika.

Klasifikasi soal yang dibuat siswa dapat digambarkan sebagai berikut.

(3)

Gambar 1. Klasifikasi Soal yang Dibuat Siswa Sumber: Silver (1996:526)

Slavin (1997:284) mengemukakan bahwa “Cooperative learning refers to instructional methods in which students work together in small groups to help each

other learn”. Pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, khususnya

dalam kemampuan akademik siswa.

Selanjutnya siswa akan bekerja sebagai sebuah tim untuk menguasai materi atau menyelesaikan tugas yang diberikan.

Menurut Arends (1997:113) ada enam fase utama dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Menyajikan tujuan dan perlengkapan pembelajaran.

Guru menyampaikan tujuan pembe-lajaran dan memperlihatkan perleng-kapan pembelajaran

2. Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasi atau menggunakan buku teks

3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana membentuk kelompok

belajar dan membantu setiap kelompok menjalani masa peralihan dari individu ke kelompok secara efisien

4. Membimbing kelompok dalam bekerja dan belajar

Guru membimbing

kelompok-kelom-pok belajar pada saat mereka

mengerjakan tugas 5. Tes hasil belajar

Guru melakukan tes tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka

6. Pemberian penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai usaha dan prestasi siswa baik secara individu maupun kelompok.

Problem posing dapat dilakukan

siswa secara individual atau klasikal (classical), berpasangan (in pairs), atau secara berkelompok (groups) (Upu, 2003:10). Soal yang didiskusikan bersama dalam kelompok akan lebih tinggi kualitasnya, baik dari aspek tingkat keterselesaian soal maupun kandungan informasi soal, dibanding soal yang dirumuskan secara individu maupun berpasangan. Berdasarkan pemikiran

Responses

Non math

questions Math questions Statements

Non solvable Solvable Linguistic syntactic analysis Semantic analysis

(4)

tersebut, dipilih pembelajaran kooperatif untuk melatari pendekatan problem posing.

Pendekatan problem posing

berlatar pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran menggunakan sintaks

pembelajaran kooperatif yang disisipi

problem posing. Problem posing dapat

dilakukan setelah siswa memahami materi. Pada fase 2 dari sintaks pembelajaran kooperatif, informasi berkaitan dengan materi pelajaran yang disajikan guru masih bersifat umum. Informasi ini belum cukup memadai untuk digunakan menyusun soal. Pada fase 4 dan 5, materi yang diperoleh siswa sudah cukup memadai untuk digunakan menyusun soal, sehingga

problem posing disisipkan pada fase

tersebut. Pada fase 4 siswa diberi tugas membuat soal berdasarkan situasi yang disediakan dan menyelesaikan soal itu. Tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Pada fase 5, hasil kerja kelompok dipresentasikan dan ditanggapi oleh kelompok lain. Selanjutnya siswa mengerjakan kuis secara individual. Setiap siswa diminta membuat soal berdasarkan situasi yang diberikan dan menyelesaikan soal itu. Soal yang boleh diajukan siswa dalam kuis dibatasi hanya satu. Hal ini dilakukan untuk memudahkan guru dalam proses penilaian.

Hasil belajar adalah tingkat pencapaian belajar yang diukur dengan skor dan diperoleh berdasarkan tes hasil belajar yang diberikan setelah proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran tercapai jika materi tuntas dipelajari oleh siswa. Ketuntasan hasil belajar secara klasikal tercapai jika paling sedikit 85% siswa memperoleh skor minimal 65% pada tes hasil belajar.

METODE

Penelitian ini merupakan

penelitian eksperimen. Populasi penelitian adalah siswa sekolah dasar di Makassar. Sebagai sampel penelitian dipilih siswa kelas V SD Inpres Bontomanai dan SD Inpres Mallengkeri 2. Sampel penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen melibatkan 47 siswa, yaitu 25 siswa SD Inpres Mallengkeri 2 dan 22 siswa SD Inpres Bontomanai. Kelompok kontrol meli-batkan 45 siswa, yaitu 25 siswa SD Inpres Mallengkeri 2 dan 22 siswa SD Inpres

Bontomanai. Siswa pada kelompok

eksperimen diajar menggunakan

pende-katan problem posing berlatar

pembelajaran kooperatif, sedangkan kelas kontrol tidak diajar menggunakan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif.

Pada proses pembelajaran dengan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif, siswa diberi LKS dan Kuis. LKS dikerjakan secara

berkelompok dengan tujuan untuk

memperkuat pemahaman dan menga-rahkan siswa saling berbagi pengetahuan dan informasi dengan teman kelompoknya. Kuis diberikan pada setiap akhir pertemuan untuk melihat kemajuan siswa secara individu.

Selanjutnya untuk mengetahui hasil belajar siswa, maka kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi tes awal (tes sebelum perlakuan) dan tes akhir (tes setelah perlakuan) yang sama. Tes dikembangkan oleh peneliti sesuai

dengan pokok bahasan yang akan

diajarkan pada saat pemberian perlakuan, yaitu waktu.

Desain penelitian ini berbentuk

two groups pretest-posttest design

(5)

Tabel 1. Desain Penelitian

Kelas Tes awal Perlakuan Tes akhir

Eksperimen T1 P1 T2

Kontrol T1 P2 T2

Keterangan :

T1 : tes awal, tes sebelum perlakuan

T2 : tes akhir, tes setelah perlakuan

P1 : pembelajaran dengan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran

kooperatif

P2 : pembelajaran tanpa pendekatan problem posing berlatar pembelajaran

kooperatif

Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif terhadap hasil tes kedua kelompok.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui hasil belajar siswa, maka kedua kelompok diberi tes

yang sama sebelum dan setelah

pembelajaran. Perbandingan kedua kelom-pok dapat diketahui dengan mencermati tabel berikut.

Tabel 2. Data Hasil Penelitian

Kelompok N Perlakuan Maks Min Total Mean Range SD

Eksperimen 47 Sebelum 7.5 2.5 215.0 4.6 5.0 1.24 Sesudah 10 7.0 432.5 9.2 3.0 0.95 Kontrol 45 Sebelum 8.5 1.5 238.0 5.3 7.0 2.00 Sesudah 10 6.0 390.0 8.7 4.0 1.06

Berdasarkan tabel terlihat bahwa rata-rata (mean) kelompok kontrol pada tes sebelum perlakuan adalah 5,3, lebih tinggi dibanding rata-rata kelompok eksperimen, yaitu 4,6. Hal ini menunjukkan kemam-puan awal siswa kelompok kontrol lebih tinggi dibanding kelompok eksperimen. Setelah perlakuan di mana kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif dan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan demikian, ternyata rata-rata kelompok eksperimen adalah 9,2, lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, yaitu 8,7. Meskipun perbedaan yang ditunjukkan relatif kecil, tetapi ini mengindikasikan bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem

posing berlatar pembelajaran kooperatif

lebih baik dibanding pembelajaran tanpa pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif dalam hal meningkatkan hasil belajar siswa.

Kriteria ketuntasan individu yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa dianggap tuntas belajar jika memperoleh skor minimal 65% dari skor ideal tes hasil belajar. Sedangkan ketuntasan klasikal tercapai jika minimal 85% siswa dinyatakan tuntas belajar. Skor ideal tes hasil belajar adalah 10, berarti siswa dianggap tuntas belajar jika memperoleh skor sama atau lebih besar dari 6,5. Berdasarkan kriteria tersebut maka semua siswa kelompok eksperimen dinyatakan tuntas belajar, dengan demikian ketuntasan klasikal mencapai 100%. Sedangkan pada kelas kontrol terdapat satu

(6)

orang siswa yang tidak tuntas belajar, sehingga ketuntasan klasikal hanya mencapai 97,78%. Fakta ini memperkuat temuan sebelumnya bahwa pembelajaran

dengan pendekatan problem posing

berlatar pembelajaran kooperatif lebih baik dibanding pembelajaran tanpa pendekatan

problem posing berlatar pembelajaran

kooperatif dalam hal meningkatkan hasil belajar siswa. (Skor siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).

PENUTUP

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis deskrip-tif ditemukan bahwa rata-rata hasil tes akhir siswa kelompok eksperimen lebih tinggi disbanding rata-rata hasil tes akhir kelompok kontrol. Ketuntasan klasikal kelompok eksperimen mencapai 100%, sedangkan kelompok kontrol hanya

mencapai 97,78%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perbedaannya sangat kecil, tetapi pembelajaran dengan pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif lebih baik dibanding pembelajaran tanpa pendekatan

problem posing berlatar pembelajaran

kooperatif dalam hal meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan temuan dari pene-litian ini, maka disarankan untuk

menerapkan pembelajaran dengan

pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran di sekolah sebagai suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi, rasa ingin tahu (curiosity), kreativitas, dan sikap kritis siswa, serta menurunkan kecemasan siswa terhadap soal dari guru.

DAFTAR PUSTAKA

Amerlin. 1999. Analisis Problem Posing Siswa Sekolah Dasar Negeri II Kecamatan Tomohon Kabupaten Minahasa pada Konsep Operasi

Hitung Bilangan Cacah. Malang:

IKIP Malang.

Arends, Richard I. 1997. Classroom

Instruction and Management. New

York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen

Pengajaran secara Manusiawi.

Jakarta: Rineka Cipta.

Efendi, En. 2001. Pemberian Tugas

Pengajuan Soal Berdasarkan

Masalah pada Pembelajaran

Matematika Siswa Kelas II SLTP

Muhammadiyah 5 Surabaya.

Tesis. PPs Unesa Surabaya.

Hamzah. 2002. “Pengembangan Model Pembelajaran Matematika di SLTP melalui Pendekatan Mathematical

Problem Posing”. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (MIHMI). Vol. 8 No. 3 Th. 2002. 29-38.

Johnson, David W, dan Johnson, Roger T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive,

and Individualistic Learning.

Boston: Allyn and Bacon.

Moses, B., Bjork, E., dan Goldenberg, E.

P. 1993. “Beyond Problem

Solving: Problem Posing”. Stephen I. Brown dan Marion I. Oregan (Ed). Problem Posing: Reflections

and Applications. 178-188. New

Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates, Publishers.

Silver, E., A, Mamona-Down., J, Leung S dan Kenney, P. A. 1996. “Posing Mathematical Problem”. Journal for Research in Mathematics

(7)

Education. Vol. 27 No. 3, Mei 1996. 293-309.

Silver, E., dan Cai, J. 1996. “An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students”. Journal for Research in Mathematics

Education. Vol. 27 No. 5,

November 1996. 521-539.

Siswono, T. Y. E. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal

(Problem Posing) dalam

Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs

Negeri Rungkut Surabaya. Tesis.

PPs Unesa Surabaya.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theori, Research, and

Practice 2nd Edition .

Massachusetts: Allyn and Bacon. Slavin, Robert E. 1997. Educational

Psychology: Theori and Practice

5th Edition. Boston: Allyn and

Bacon.

Suharta, I Gusti Putu. 2000.

“Pengembangan Strategi Problem

Posing dalam Pembelajaran

Kalkulus untuk Memperbaiki

Kesalahan Konsepsi”.

Mate-matika: Jurnal Matematika atau

Pembelajarannya. Th. VI No. 2,

Agustus 2000. Malang: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang.

Upu, Hamzah. 2003. Problem Posing dan

Problem Solving dalam

Pembelajaran Matematika.

(8)

Lampiran

Hasil Tes Kelompok Eksperimen

Sekolah No. Nama Siswa Tes Awal Tes Akhir Ketuntasan

S

D. I

npre

s Mallengke

ri 2

1 Ade Putra Akbar 2.5 10.0 Tuntas 2 Alif Bimantara 4.0 10.0 Tuntas 3 Ardiansyah 5.0 8.0 Tuntas 4 Hasrullah Hasan 3.0 9.5 Tuntas 5 Haerul Rijal 3.5 8.0 Tuntas 6 Ahmad Agung R 6.0 8.0 Tuntas 7 Muh. Alif Imam Zaki 6.0 8.5 Tuntas 8 Muh. Alif Alamsyah 4.0 10.0 Tuntas 9 M. Taufik 7.5 10.0 Tuntas 10 Siswandi 4.0 9.0 Tuntas 11 Surya Herianto 3.0 9.5 Tuntas 12 Zulkifli Andika 4.0 10.0 Tuntas 13 Arjuna 3.5 7.0 Tuntas 14 Muh. Akram Baktiar 4.0 9.0 Tuntas 15 Munir Irfandi 4.0 9.5 Tuntas 16 Aidil Fukra Saleh 3.5 10.0 Tuntas 17 Muh. Ihsan 3.5 10.0 Tuntas 18 A. Indri Damayanti 5.0 9.5 Tuntas 19 Berliana Aprianti 4.0 10.0 Tuntas 20 Trismawati 5.5 9.5 Tuntas 21 Nurfadillah Haris 4.0 9.0 Tuntas 22 Nurfadillah Hasan 3.0 9.0 Tuntas 23 Nurkhaeda 5.0 10.0 Tuntas 24 Nurliana 4.0 10.0 Tuntas 25 Nita 4.0 10.0 Tuntas

S

D. I

npre

s

B

ontom

ana

i

1 Akbar Syam 3.0 10.0 Tuntas 2 Ardiansyah 6.0 9.0 Tuntas 3 Chaerul Anwar S 4.0 7.0 Tuntas 4 Chaerul Anwar M 4.5 7.0 Tuntas 5 Dwi Septiadi 4.0 10.0 Tuntas 6 Eka Putri 5.0 10.0 Tuntas

(9)

8 Fahri 3.5 9.0 Tuntas 9 Fitriani Anwar 4.5 9.5 Tuntas 10 Hasri Nova Yanti 6.0 9.5 Tuntas 11 Idil Ibrahim 2.5 8.0 Tuntas 12 M. Irwan 3.5 10.0 Tuntas 13 Halil Jibran 5.5 10.0 Tuntas 14 Lestari Amaliah 6.5 10.0 Tuntas 15 Magfiratul Jannah 6.5 10.0 Tuntas 16 Nur Azisah 4.5 8.5 Tuntas 17 Risna 6.5 8.5 Tuntas 18 Ratna Asis 5.0 10.0 Tuntas 19 Risal 4.5 10.0 Tuntas 20 Septiana M 6.5 8.5 Tuntas 21 St. Adliah B 4.5 7.0 Tuntas 22 Zahratulaeni 6.5 8.5 Tuntas Rata-rata 4.6 9.2 Tuntas

Hasil Tes Kelompok Kontrol

Sekolah No. Nama Siswa Tes Awal Tes Akhir Ketuntasan

S

D. I

npr

es Mallengke

ri 2

1 Hendrik Saputra 3.0 9.0 Tuntas 2 Muh. Anas 5.5 8.5 Tuntas 3 Muh. Anwar 7.0 9.0 Tuntas 4 Syamsuddin 8.5 9.0 Tuntas 5 Alfian Ramadhan 8.5 9.0 Tuntas 6 Muh. Iqram 7.0 10.0 Tuntas 7 Rian Usman 8.5 9.0 Tuntas 8 Muh. Ridwan 1.5 9.0 Tuntas 9 Priyadi Dwi Putra 1.5 9.0 Tuntas 10 Saiful Ibrahim 7.0 10.0 Tuntas 11 Hisyam Hiksan 6.5 9.0 Tuntas 12 Nuraeni 2.5 10.0 Tuntas 13 Ainun Iftitah 7.0 8.5 Tuntas 14 Saniati Haris 5.5 9.5 Tuntas 15 Tiara Angraeni 7.0 9.5 Tuntas 16 Sumarni 6.0 9.0 Tuntas 17 Erni 5.5 9.0 Tuntas 18 Gayatri 7.0 10.0 Tuntas 19 Nur Annisa 7.0 9.0 Tuntas

(10)

S

D. I

npre

s B

ontom

ana

i

1 Aprilia 5.5 10.0 Tuntas 2 Anggun Maulia 6.5 9.0 Tuntas 3 Andi Aulia 6.5 10.0 Tuntas 4 Hasrina 4.5 6.5 Tuntas 5 Iswar Ashari 3.0 7.5 Tuntas 6 Kadriawan 3.0 10.0 Tuntas 7 Khaerul 4.0 7.5 Tuntas 8 Muh. Imbar Ali 4.5 7.5 Tuntas 9 Muh. Arief T 3.0 8.5 Tuntas 10 Muh. Rifai H 6.5 8.5 Tuntas 11 Muslimin 3.0 8.5 Tuntas 12 Nurhikmah R 3.0 6.0 Tidak Tuntas 13 Nurhikmah B 3.0 6.5 Tuntas 14 Nur Islamiah 7.5 8.5 Tuntas 15 Nur Isah 7.0 10.0 Tuntas 16 Nur Aeni 6.5 10.0 Tuntas 17 Ni'matusholehah 3.0 6.5 Tuntas 18 Patmawati 4.0 8.0 Tuntas 19 Rahmat NH 6.5 7.5 Tuntas 20 Rahmat Riadi 4.0 8.0 Tuntas 21 Reza Bayu 5.0 7.5 Tuntas 22 Ria Andriani 7.0 8.5 Tuntas 23 Supriadi 7.0 8.5 Tuntas 24 Syaiful 3.0 8.0 Tuntas 25 Tri Saldi 7.0 8.5 Tuntas Rata-rata 5.3 8.7 Tuntas

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi Soal yang Dibuat Siswa  Sumber: Silver (1996:526)
Tabel 2.   Data Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kepala madrasah sebagai supervisor (pengawas), pengawas disini yaitu membimbing dan memberikan pelayanan kepada guru dan siswa. Dari hasil wawancara peneliti dengan

Pada Perancangan Interior lobby, foyer, ruang kerja dan perpustakaan kantor PT.Intan Pariwara pola pikir perancangan yang digunakan adalah Proses desain yang

Prinsip Pendidikan seumur hidup, (5). Pemikiran hegemoni yang digagas oleh Antonio Gramsci jika ditelaah dengan kaca mata konsep Pendidikan Islam mempunyai kesamaan dalam beberapa

Berbeda dengan sekresi asam organik oleh akar ke larutan hara, peningkatan konsentrasi Al tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi asam organik dalam

Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Al- Islam Krian mengenai variabel budaya disiplin sekolah (X1) dan komitmen organisasi (X2) terhadap kepercayaan

hitam putih dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah melalui pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam