• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika tumbuhan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika tumbuhan,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Sambung Nyawa

Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika tumbuhan, sinonim, nama asing, nama daerah, kandungan kimia dan khasiatnya.

2.1.1 Habitat

Habitat tumbuhan ini berada di hutan belantara, termasuk semak belukar. Hidupnya pada ketinggian 1-1200 meter diatas permukaan laut. Namun akan tumbuh baik pada ketinggian 300-500 m diatas permukaan laut. Dengan naungan, tanaman ini dapat tumbuh baik pada ketinggian 1-300 m diatas permukaan laut (Winarto, 2003).

2.1.2 Morfologi

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak semusim dengan tinggi sekitar 20-60 cm. Berbatang lunak dengan penampang bulat dan berwarna ungu kehijauan. Berdaun tunggal, berbentuk bulat telur, berwarna hijau, tepi daun rata atau agak bergelombang, serta panjangnya bias mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta pertulangan menyirip. Tumbuhan sambung nyawa berakar serabut dan tidak berbunga (Maryati dan Suharmiati, 2003).

(2)

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan daun sambung nyawa menurut Winarto (2003) adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Subdivision : Angiospermae Classsis : Dicotyledonae Ordo : Asterales Familia : Asteraceae Genus : Gynura

Spesies : Gynura procumbens (Lour.) Merr. 2.1.4 Sinonim

Sinonim : Gynura sarmentosa DC (Dalimartha, 2006), Calacia procumbens Lour (Dalimartha, 2006), Gynura divaricata DC (Yuniarti, 2008). 2.1.5 Nama Asing

Nama asing dari tumbuhan ini adalah: san qi cao (Cina), akar sabiak (Malaysia) ) (Yuniarti, 2008).

2.1.6 Nama Daerah

Tanaman ini memiliki nama daerah: sambung nyawa, beluntas cina (Melayu), daun sambung nyawa (Sumatera), ngokilo (Jawa) (Redaksi Trubus, 2011).

2.1.7 Kandungan Kimia

Tanaman daun sambung nyawa mengandung: senyawa golongan glikosida, flavonoid, minyak atsiri, saponin, tannin, dan triterpen steroida (Winarto, 2003).

(3)

2.1.8 Khasiat Tumbuhan

Tanaman ini berkhasiat antara lain sebagai antipiretik, hipotensif, hipoglikemik, mencegah dan meluruhkan batu ginjal dan batu kandung kemih, antihiperlipidemia, antibakteri, sitostatik, serta mencegah dan memperbaiki kerusakan sel-sel jaringan ginjal (Winarto, 2003). Kandungan flavonoid, terpenoid dan polifenol merupakan senyawa yang membantu peran daun sambung nyawa dalam menumpas kanker. Kandungan steroid dalam daun tersebut berperan sebagai komponen yang dapat mencegah peradangan sel (Utami, 2013).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari untuk ekstraksi adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air (Ditjen POM, 1989).

(4)

2.3 Cara-cara Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu: 1. Cara dingin

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari: a. Maserasi

Maserasi adalah proses perendaman simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan penyerbukan simplisia, pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

2. Cara panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi

(5)

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50ºC).

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai 90ºC (Ditjen POM, 2000).

2.4 Sistem Imun

Sistem imun adalah sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari sel atau gabungan sel, molekul-molekul, dan atau jaringan yang berperan dalam penolakan mikroorganisme penyebab infeksi. Sistem imun berguna sebagai perlindungan terhadap infeksi molekul lain seperti virus, bakteri, protozoa dan parasit (Salmon, 1989).

Bila sistem imun bekerja pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik (Kresno, 2010).

(6)

2.4.1 Respon Imun Nonspesifik

Respon imun nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukan spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. System tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung (Baratawidjaja,2012).

2.4.2 Respon Imun Spesifik

Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive immunity) dimulai dari pengenalan zat asing hingga penghancuran zat asing tersebut dengan berbagai mekanisme (Subowo, 1993). Dalam respon imun spesifik, limfosit merupakan sel yang memainkan peranan penting karena sel ini mampu mengenali setiap antigen yang masuk ke dalam tubuh, baik yang terdapat intraseluler maupun ekstraseluler. Secara umum, limfosit dibedakan menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B. Respon imun spesifik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral (Kresno, 2010).

Limfosit T dan B (sel T dan B) berasal dari sel induk yang sama yaitu di sumsum tulang belakang. Pada masa janin dan anak-anak, limfosit imatur

(7)

bermigrasi ke timus dan mengalami pengolahan lebih lanjut menjadi limfosit T. Limfosit yang matang di tempat lain selain timus akan menjadi limfosit B.

Sel B berasal dari limfosit yang matang dan berdiferensiasi di sumsum tulang, sedangkan sel T berasal dari limfosit yang berasal dari sumsum tulang tetapi matang di timus. Sel T dan B yang matang mengalir melalui darah dan berdiam di jaringan limfoid perifer dan membentuk koloni. Kedua sel ini akan berproliferasi setelah mendapat stimulasi dengan adanya invasi asing.

Sel T

Sel T adalah sel yang bertanggung jawab dalam respon imun selular. Sel T dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Sel Thelper (Sel Th)

Sel Th adalah sel yang membantu meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T supresor yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel Th dapat dibedakan menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai limfosit yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi, sedangkan sel Th2 berperan dalam memproduksi antibodi dengan menstimulasi sel B menjadi sel plasma (Sherwood, 2001).

b. Sel Tsuppresor (Sel Ts)

Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui mekanisme “check and balance”dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan sel Ts akan berinteraksi dengan adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel Ts beraksi dan sel Ts akan

(8)

menekan sel T lainnya. Dengan demikian sel Ts dapat menghambat respon imun yang berlebihan dan bersifat antiinflamasi (Sherwood, 2001).

c. Sel Tcytotoxic (Sel Tc)

Sel Tc adalah sel yang mampu menghancurkan sel cangkokan dan sel yang terinfeksi virus dengan mengeluarkan zat-zat kimiawi sebelum replikasi virus terjadi (Sherwood, 2001).

Sel B

Sel B terdapat kurang lebih 25% dari jumlah limfosit total. Pada membran sel B terdapat reseptor khas untuk mengikat antigen. Cytokin berperan penting pada aktivasi dan pemasakan (maturasi) dari sel B menjadi sel plasma dan sel memori (Tan dan Rahardja, 2007).

Antibodi

Antibodi adalah immunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Menurut perbedaan struktur dan aktivitas biologis, antibodi dibedakan menjadi 5 subkelas:

a. Imunoglobulin G

Paling banyak ditemukan dalam cairan tubuh terutama ektravaskular untuk memerangi mikroorganisme dan toksiknya. Ig G merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/ml, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. Ig G dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi

(9)

sampai umur 6-9 bulan. Ig G dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsoninbpada pemusnahan antigen.

b. Imunoglobulin A

Ig A dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit. Kadarnya terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran nafas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan dalam air susu ibu yang lebih berupa Ig A sekretori (sIgA) yang merupakan bagian terbanyak. Ig A dapat bekerja sebagai opsonin, yaitu dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi toksin serta dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis.

c. Imunoglobulin M

Berat molekul Ig M adalah 900.000 dalton. Ig M merupakan Ig paling efisien dalam aktivasi komplemen. Ig M dibentuk paling dahulu pada respon imun primer terhadap kebanyakan antigen disbanding dengan Ig G. Ig M dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten antigen.

d. Imunoglobulin D

Ig D ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat rendah. Ig D merupakan komponen permukaan utama sel B dan pertanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang. Ig D merupakan 1% dari total imunoglobulin dan banyak ditemukan pada membrane sel B bersama Ig M yang dapat berfungsi sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.

(10)

e. Immunoglobulin E

Ig E mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil yang memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari Ig E. Ig E dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lender saluran nafas dan cerna (Baratawidjaja, 2012).

Akibat sifat bivalen dari antibody dan banyaknya tempat antigen pada sebagian besar agen penyebab penyakit, maka antibodi dapat mematikan aktivitas agen penyebab penyakit tersebut dengan salah satu cara berikut ini: a. Aglutinasi, dimana berbagai partikel besar dengan antigen pada

permukaannya, seperti bakteri atau sel darah merah terikat bersama-sama menjadi satu kelompok. Apabila kompleks antigen-antibodi semacam itu melibatkan antigen yang larut, kisi-kisi yang terbentuk dapat berukuran sedemikian besar, sehingga menyebabkan pengendapan.

b. Presipitasi, dimana kompleks molekular dari antigen yang larut dan antibodi menjadi begitu besar sehingga berubah menjadi tak larut dan membentuk presipitat.

c. Netralisasi, dimana antibodi menutupi tempat-tempat yang toksik dari agen yang bersifat antigenik.

d. Lisis, dimana beberapa antibodi yang sangat kuat kadang-kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit sehingga menyebabkan sel tersebut robek (Guyton, 2001).

(11)

2.4.2.1 Respon imun selular

Respon imun selular merupakan fungsi dari limfosit T. Antigen akan menyebabkan proliferasi dan diferensiasi sel T menjadi beberapa subpopulasi. Subpopulasi sel T yang disebut sel T-helper (Th) akan mengenali antigen pada permukaan sel makrofag atau sel yang terinfeksi melalui T-cell receptors (TCR) dan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas-II. Sinyal yang diberikan oleh sel terinfeksi akan menginduksi limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin yang dapat membantu menghancurkan antigen tersebut. Subpopulasi sel T lain yang disebut sel T-cytotoxic (Tc) akan menghancurkan antigen melalui MHC kelas-I dengan cara kontak langsung dengan sel (cell to cell contact). Selain itu, sel Tc memproduksi γ-interferon yang mencegah penyebaran antigen lebih jauh (Kresno, 2001).

2.4.2.2 Respon imun humoral

Respon imun humoral dilakukan oleh sel B dan produknya, yaitu antibodi. Respon ini diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi suatu populasi sel plasma yang meproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke dalam darah. Diferensiasi sel B dibantu oleh sel Th2. Adanya sinyal yang diberikan oleh makrofag, sel Th2 akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi. Sel T-supresor juga ikut berperan dalam pengaturan produksi antibodi agar seimbang dan sesuai dengan kebutuhan. Antibodi yang terbentuk akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Pada

(12)

respon imun humoral juga terjadi respon primer yang membentuk populasi sel B memory (Kresno, 2001).

2.4.2.3 Interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral Salah satu interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral adalah antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC). Pada interaksi ini sitolisis terjadi dengan bantuan antibodi yang berfungsi melapisi antigen sasaran (opsonisasi), sehingga sel natural killer (NK) yang mempunyai reseptor pada fragmen Fc antibodi tersebut dapat melekat pada antigen sasaran dan menghancurkan antigen tersebut (Kresno, 2001).

2.4.3 Imunomodulator

Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui:

- Imunosupresi - Imunorestorasi - Imunostimulasi

Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation (Baratawidjaja, 2012).

A. Imunosupresi

Merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan

(13)

pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau auto-inflamasi. Obat-obat imunosupresi digunakan pada penderita yang akan menjalani transplantasi dan penyakit autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun seperti azatioprin, dan siklofosfamid (Baratawidjaja, 2012).

B. Imunorestorasi

Merupakan suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti: immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin (ISG), Hyperimmune Serum Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi sumsum tulang, hati dan timus (Baratawidjaja, 2012).

C. Imunostimulasi

Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun, seperti: levamisole, isoprenosin, hidroksiklorokin, dan arginin (Baratawidjaja, 2012).

Salah satu obat yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yaitu: Levamisole Levamisole HCl N N S H HCl

(14)

Levamisole adalah derivate tetramizol, obat cacing yang dapat meningkatkan proliferasi sitotoksisitas sel T serta mengembalikan anergi pada beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi nonspesifik). Levamisol dapat meningkatkan efek antigen, mitogen, limfokin, dan faktor kemotaktik untuk merangsang limfosit, granulosit dan makrofag (Baratawidjaja, 2012)

Levamisole suatu obat imunomodulasi yang sedang diteliti untuk menentukan kemanjurannya dalam berbagai kanker, penyakit autoimun, infeksi bakteri menahun dan keratitis herpetika. Ia mempengaruhi pertahanan hospes dengan mengatur respon imun seluler, termasuk fungsi leukosit polimononuklear, makrofag dan sel T. Reaktivitas imun segera meningkat setelah pemberian hanya satu dosis dan dianggap menetap beberapa hari sampai beberapa bulan (Katzung, 1989).

2.5 Metode Pengujian Efek Imunomodulator

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek imunomodulator. Beberapa di antaranya adalah uji respon hipersensitivitas tipe lambat, pengukuran antibodi (titer antibodi), uji transformasi limfosit T, uji komplemen, indeks migrasi makrofag, uji granulosit, bioluminisensi radikal, respon fagositik, respon proliferasi limfosit.

2.5.1 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan melepaskan sitokin dan

(15)

meningkatkan aktivitas makrofag sehingga dapat meningkatkan reaksi inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan uji (Roit,1989).

2.5.2 Titer Antibodi

Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon imun humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon imun humoral yang melibat pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer antibodi terjadi karena peningkatan aktivitas sel Th yang menstimulasi sel B untuk pembentukan antibodi dan peningkatan aktivitas sel B dalam pembentukan antibodi (Roit, 1989).  

Referensi

Dokumen terkait

Revisi 0 Halaman 1/2 PROSEDUR TETAP POI THT Tanggal Terbit 30 Desember 2009 Diteta!kan. Ke!ala UPT Rumah Sakit

Siswa dapat memberi komentar dengan alasan logis dan bahasa yang santun tentang isi “sesorah” kegiatan lingkungan tempat tinggal dengan baik.. Materi Pelajaran

Melarang orang- orang yang akan masuk pada malam hari kecuali kedatangan tamu tersebut telah diketahui dan disetujui oleh Penghuni / Management yang masih operasional saat

Kenyataan keempat diperoleh dari hasil analisis terhadap dokumen hasil ujian mid semester siswa kelas VII. Dari data yang diperoleh dapat dikemukakan bahwa hasil

Dalam penelitian ini yang meneliti tentang penilaian sikap di SDN Gunungsaren, guru telah melakukan penilaian sikap, dan penilaian sikap dilakukan dengan teknik

Adalah benar keberadaanya dan merupakan lembaga yang memiliki kredibilitas dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan masyarakat, dan layak mengajukan

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa (1) tingkat berpikir kritis yang dapat dicapai oleh subjek penelitian dengan kemampuan matematika rendah adalah TBK

Solusi yang akan diterapkan dalam kegiatan ini adalah pembangunan unit pengelolaan air minum dengan menggunakan metode gabungan filtrasi-adsorpsi (saringan pasir lambat,