• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pola Makan Anak Penderita Autis di Yayasan Tali Kasih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pola Makan Anak Penderita Autis di Yayasan Tali Kasih"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Autis dan gangguan lain dalam spektrum autis dianggap sebagai gangguan perilaku atau gangguan psikiatri yang disebabkan oleh kerusakan genetik yang tidak dapat disembuhkan dan banyak orang ber-anggapan bahwa autis merupakan ketidakmampuan ibu memberikan ikatan batin dan mencintai anak mereka dengan sepantasnya. Bentuk penanganan yang dilakukan pada anak-anak yang menderita autis berkisar pada terapi pendidikan atau modifikasi tingkah laku yang kadang-kadang ditambah dengan obat-obatan penenang (McCandless, 2003).

Salah satu kelainan yang dijumpai pada anak autis, yang perlu menjadi perhatian para ibu, adalah gangguan sistem imun yang mendasari terjadinya alergi makanan pada individu tersebut. Sistem imun sebagian besar berlokasi di dalam saluran cerna untuk mencegah masuknya benda-benda asing ke dalam berbagai bagian tubuh yang lain. Defek pada sistem imun dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan

mikroorganis-me tertentu, seperti jamur/ yeast Candida albicans, di dalam saluran cerna. Manifestasi penyakit alergi dapat berupa gangguan pencernaan, ruamkulit (urtikaria) dan gangguan perilaku seperti yang dijumpai pada Autism Spectrum Disorder (Jasaputra, 2003)

Gangguan pencernaan kronis pada penderita autis tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam kesulitan makan. Gangguan saluran cerna kronis yang terjadi adalah alergi makanan, intoleransi makanan dan reaksi simpang makanan lainnya. Berkaitan dengan hal ini tampaknya pendekatan diet merupakan penata-laksanaan yang cukup membantu dalam mengurangi gejala dan keluhan ini.

Autisme dapat diderita oleh anak siapapun tan-pa melihat status sosial dan tingkat ekonomi keluarga, dan pada saat ini keluarga yang mengikutkan anaknya pada pusat terapi Yayasan Tali Kasih berasal dari kalangan yang mempunyai ekonomi sosial menengah ke atas. Anak autisme yang mengikuti terapi di Yayasan Tali Kasih ini sebanyak 32 orang. Peneliti melihat pada survei awal bahwa salah satu

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pola Makan

Anak Penderita Autis di Yayasan Tali Kasih

Knowledge, Attitude, and Practise in Dietary Pattern among Mothers

of Autistic Children at Yayasan Tali Kasih

Evawany Aritonang*), Angela Pardede*), Eka Ervika**)

*) Fakultas Kesehatan Masyarakat USU **) Fakultas Psikologi USU

ABSTRACT

Background: One of the disorders found in autistic children is immune system aberration that affects gluten and casein metabolism, food intolerance, and vulnerability to infection e. Improved dietary pattern may help cure autism and reduce brain and digestion dysfunction. This study aimed to describe knowledge, attitude, and practice in dietary pattern among mothers with autistic children at Tali Kasih Foundation.

Methods: This was a descriptive study. Population in this research is amount to 32 mothers then become total sampling. Data collected by using interview technique then analyzed descriptively in frequency distribution table.

Results: The results showed that 31.3% of mothers with autistic children had good knowledge and 68.8% had fair knowledge. All of mothers had good attitude. 62.5% of mothers had good practice, and 37.5% had fair practice.

Conclusion: Most of mothers of autistic children at Tali Kasih Foundation have either good or fair knowledge, attitude, and practice in feeding pattern. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 102-107 Key words: Knowledge, attitude, practice, mothers with autistic children, dietary pattern.

(2)

permasalahan yang memang dihadapi oleh para ibu adalah anak mereka mengalami kesulitan dalam menerima makanan dimana terjadi ketidakcocokan terhadap makanan yang dikonsumsi anak-anak mere-ka sehingga sering mengalami gangguan pencernaan, alergi dan bahkan berdampak pada perilaku anak autis yang lebih cenderung menunjukkan gejala dan keluhan autis yang meningkat, seperti anak menjadi lebih agresif, cengeng, dan lekas marah.

Kesulitan anak menerima makanan dan sering-nya gangguan pencernaan yang dialami oleh anak autis di Yayasan Tali Kasih Medan membuat penulis tertarik ingin mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pola makan anak penderita autis di Yayasan Tali Kasih Medan pada tahun 2008.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pola makan pada anak penderita autis di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008.

SUBJEK DAN METODE

Jenis penelitian adalah survey deskriptif dengan memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pola makan anak penderita autis di Yayasan Tali Kasih Medan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu anak penderita autis yang mengikuti program pendidikan khusus di Yayasan Tali Kasih Medan yang berjumlah 32 or-ang, selanjutnya seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

HASIL-HASIL PENGETAHUAN RESPONDEN

Responden di Yayasan Tali Kasih mempunyai tingkat pengetahuan baik sebanyak 10 orang (31.2%), sedangkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang yaitu sebanyak 22 orang (68.7%). Dari seluruh responden yang diteliti, tidak ada responden yang berpengetahuan kurang. Aspek pengetahuan ibu tentang pola makan anak autis meliputi pengetahuan tentang gejala autisme, pendekatan diet anak dengan terapi diet anak autis, pengertian gluten dan kasein, efek makanan yang mengandung terigu dan susu, contoh makanan anti

jamur, dan pengetahuan kaitan pemberian suplementasi dengan upaya penyembuhan autis.

Tabel 1. Pengetahuan Responden tentang Pola Makan Anak Autis

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kebanyakan ibu tidak mengetahui dengan benar gejala autisme yaitu menyatakan bahwa gejala autisme adalah gangguan komunikasi dan fungsi intelektual dimana IQ kurang dari 70. Carpentieri dan Morgan dalam Davidson (2006) menyatakan meskipun secara umum anak autis lebih buruk dalam mengerjakan tugas yang memerlukan pemikiran abstrak, simbolisme, atau logika yang berhubungan dengan kelemahan bahasa mereka, namun mereka lebih baik dalam ketrampilan visual seperti mencocokkan rancangan balok dan merakit objek yang belum dirakit. Dengan kata lain anak autis mempunyai kemampuan kognitif rendah namun perkembangan sensori motorik lebih baik. SIKAP RESPONDEN

Seluruh (100%) responden di Yayasan Tali Kasih memiliki sikap yang dikategorikan baik dalam pola makan anak penderita autis. Sepuluh respoden (3.2%) dengan pengetahuan baik di Yayasan Tali Kasih memiliki sikap yang baik pula dalam pola makan anak penderita autis dan 22 orang (68.7%) lainnya dengan pengetahuan yang dikategorikan sedang memiliki sikap yang baik dalam pola makan anak penderita autis.

(3)

TINDAKAN RESPONDEN

Tindakan responden dalam pola makan anak penderita autis adalah kegiatan yang dilakukan responden dalam pemberian makan anaknya, baik dari mengkonsultasikan diet yang tepat untuk anaknya kepada para ahli, memperhatikan jenis makanan yang baik dikonsumsi anak, sampai dengan kepatuhan ibu dalam menerapkan diet pada anaknya. Responden di Yayasan Tali Kasih mempunyai tindakan dengan kategori baik yaitu sebanyak 20 orang (62.5%), sedangkan responden yang

Tabel 2. Sikap Responden tentang Pola Makan Anak Autis

Tabel 3. Tindakan Responden dalam Menerapkan Diet pada Anak Autis

mempunyai tingkat tindakan sedang yaitu sebanyak 12 orang (37.5%), dari seluruh responden yang diteliti tidak ada responden yang memiliki tindakan kurang. Dari 20 responden (62.5%), di Yayasan Tali Kasih, yang mempunyai tindakan yang baik terdapat 9 orang (90%) dengan kategori pengetahuan baik dan 11 orang (50%) dengan kategori pengetahuan sedang, sedangkan dari 12 responden (37.5%) yang mempunyai tindakan sedang terdapat 1 orang (10%) dengan kategori pengetahuan baik dan 11 orang (50%) dengan kategori pengetahuan sedang.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa sebagian besar responden menerapkan diet pada anaknya tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan para ahli/profesi tetapi bersumber dari informasi yang diperoleh dari buku-buku, tabloid, dan pengalaman ibu lain yang memiliki anak autis. Berdasarkan wawancara diketahui karena menurut responden masalah pencernaan yang dialami anak tidak terlalu berat sehingga tidak perlu dikonsultasikan kepada para ahli. Dari 32 responden penelitian, hanya 1 orang (3.1%) yang melakukan konsultasi pada ahli/profesi terkait, yakni dengan anak mengikuti tes darah dan tes alergi, untuk kemudian diketahui jenis makanan apa saja yang tidak baik untuk anak tersebut.

Seluruh responden menerapkan diet anti terigu (gluten) dan susu (kasein) pada anak mereka, sebagian besar responden tidak menyatakan melakukan diet

(4)

anti jamur/ yeast karena sebelumnya para responden tidak mengetahui tentang istilah diet ini. Padahal dalam kegiatan nyata, para responden sudah melaku-kan diet anti jamur ini dengan tidak memberimelaku-kan makanan yang mengandung gula dan mengganti konsumsi gula biasa dengan gula diet/ gula jagung. Begitu pun halnya dengan penerapan diet anti alergi jenis makanan tertentu hanya dilakukan oleh 12 or-ang (22.2%) untuk beberapa jenis makanan seperti telur dan kerang, dikarenakan anak akan mengalami alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit. Dua puluh dua (40.7%) responden menyatakan tidak selalu mematuhi aturan diet untuk anaknya. Hal ini dikarenakan ibu tidak melihat adanya gangguan yang berat bila sesekali anak diberikan makanan yang mengandung terigu, susu, dan gula. Dampak yang biasa timbul adalah anak hanya tampak lebih aktif dan suka memaksa, tetapi menurut responden hal tesebut bukan masalah yang harus dikhawatirkan karena sejauh ini responden bisa mengendalikan perilaku berlebihan anaknya tersebut.

PEMBAHASAN

Seluruh (100%) anak dari 32 responden mengkon-sumsi nasi sebagai makanan pokok dan kentang oleh 25 anak responden (78.1%) dengan frekuensi makan sebanyak 1-3 kali/ minggu, sedangkan konsumsi bahan makanan pokok berupa roti tidak pernah dikonsumsi oleh 17 anak responden (53.1%).

Anak dari 32 responden seluruhnya mengkon-sumsi lauk-pauk berupa daging dengan frekuensi makan 1-3 kali/minggu dan ikan yang paling sering dikonsumsi oleh 28 anak responden (87.5%) dengan frekuensi makan sebanyak 4-5 kali/ minggu, sedangkan konsumsi lauk-pauk yang paling jarang adalah cumi-cumi oleh 28 anak responden (87,5%) dengan frekuensi makan 1-3 kali/ bulan.

Jenis sayur yang paling sering dikonsumsi oleh anak dari 32 responden adalah tomat (100%) dengan frekuensi makan 4-5 kali/minggu dan bayam oleh 24 anak responden (75%) dengan frekuensi makan sebanyak 1-3 kali/ minggu, sedangkan sayur yang paling jarang dikonsumsi adalah brokoli oleh 26 anak responden (81.2%) dengan frekuensi makan 1-3 kali/ bulan.

Jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah apel oleh anak responden sebanyak 18 orang (56,2%) dengan frekuensi makan sebanyak 1-3 kali/ minggu, sedangkan buah yang paling jarang dikonsumsi adalah semangka oleh 30 anak responden (93,7%) dengan frekuensi makan 1-3 kali/ bulan.

Seluruh anak responden (100%) mengkonsumsi susu kedelai sebagai pengganti susu sapi dengan frekuensi konsumsi 1-3 kali / hari, selain itu sirup juga paling sering dikonsumsi oleh 2 anak responden (6.2%) dengan frekuensi konsumsi 1-3 kali /minggu sedangkan yoghurt merupakan jenis minuman yang tidak pernah dikonsumsi oleh seluruh (100%) anak responden yang menderita autis.

Penelitian ini menyimpulkan: Pengetahuan ibu di Yayasan Tali Kasih Medan mengenai pola makan anak penderita autis mayoritas dikategorikan sedang, yaitu 68.7%.

Sikap ibu di Yayasan Tali Kasih Medan dalam pola makan anak penderita autis secara keseluruhan dikategorikan baik, yaitu 100%.

Tindakan ibu di Yayasan Tali Kasih Medan dalam pola makan anak penderita autis sebagian besar dikategorikan baik, yaitu 62.5%. Hal ini menun-jukkan bahwa sebagian besar ibu sudah berupaya dengan baik dalam memperhatikan dan menjaga agar setiap jenis makanan yang dikonsumsi anak merupa-kan mamerupa-kanan yang aman dan baik bagi pemenuhan kebutuhan gizi anak.

Makanan pokok selain nasi, yang paling sering dikonsumsi oleh anak autis di Yayasan Tali Kasih ada-lah kentang dengan frekuensi makan 1-3 kali / minggu dan jenis lauk pauk yang paling sering dikonsumsi adalah ikan dengan frekuensi makan 4-5 kali per minggu, sedangkan jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah tomat dan bayam oleh 75% anak. Jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah buah apel dengan frekuensi makan 1-3 kali / minggu dan seluruh anak responden mengkonsumsi susu kedelai dalam frekuensi 1-3 kali/ hari.

Sebagian responden di Yayasan Tali Kasih yaitu 37.5% responden menyatakan tidak selalu mematuhi aturan diet untuk anak autis dan sekali waktu pada saat acara makan keluarga atau akhir pekan atau dalam frekuensi 1-3 kali/ bulan mengizinkan anak mengkon-sumsi roti terigu, es krim, atau pizza. Pemberian jenis

(5)

atau pesan bergambar mengenai makanan yang tepat bagi anak dengan gangguan autis yang dipasang di dinding ruang tunggu.

Melihat masih adanya ibu yang tidak selalu mematuhi aturan diet pada anak autis, diharapkan bagi pihak yayasan untuk mempertimbangkan tersedianya ahli gizi yang memberikan konsultasi tepat bagi ibu mengenai diet anak autis.

Kiranya penelitian ini dapat dilanjutkan untuk melihat apakah penerapan diet anak autis memberikan dampak yang cukup jelas dalam perkembangan kesembuhan autis.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric, Association (2000). Diagnos-tic and StatisDiagnos-tical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision, DSM-IV-TR. American Psychiatric Association, Washington DC.

Table 4 Distribusi Frekuensi Makan Anak Berdasarkan Jenis Makanan

makanan yang sebenarnya dilarang dalam aturan diet anak autis, menurut pernyataan ibu tidak memberikan dampak yang berat bagi perilaku anak. Anak hanya akan sedikit lebih aktif dan agresif dalam meminta sesuatu, tetapi hal ini masih bisa diatasi oleh ibu.

Seluruh responden menerapkan diet anti terigu (gluten) dan susu (kasein) karena pada anak autis, konsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan ini berdampak tidak baik bagi perilaku anak, seperti hiperaktif, agresif, emosi, dan sulit berkonsentrasi. Diet anti jamur dan diet anti alergi jenis makanan tertentu diterapkan sesuai dengan keadaan atau masalah pencernaan yang di alami oleh anak.

Penelitian ini memberi saran: Kepada pihak pusat terapi autisme diharapkan agar memberikan informasi yang lebih banyak mengenai aturan diet yang tepat dan seimbang untuk anak penderita autis, sehingga upaya penyembuhan autis tidak hanya terpusat pada terapi untuk perkembangan kognitif dan motorik anak autis. Informasi dapat berupa poster

(6)

Buie, Dr., (2002). Harvard Clinic Scientist Gut-Autism, Like Wakefield Findings. FEAT News-letter, http://www.feat.org. Tanggal Akses 14 Desember 2007.

Danuatmadja, B., (2004). Panduan Diet Tepat Untuk Anak Autis. Cetakan Pertama, Jakarta : Puspa Swara

Center for Disease Control (CDC), (2000). Preva-lence of Autis in Brick Township. New Jersey. h t t p : / / w w w. c d c . g ov / n c e h / p ro g r a m s / d d / report.htm. Tanggal diakses 12 Januari 2008 Davidson, GC. dkk., (2006). Psikologi Abnormal.

Edisi ke-9, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Durand, Mark V. dkk., (2007). Psikologi Abnormal.

Cetakan Pertama, Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Hoang, Lie Goan,dkk., (1985). Pola Makan di In-donesia. Aspek Kesehatan Dan Gizi Balita, Yayasan Obor Indonesia

Jasaputra, Diana K., (2003). Alergi Makanan Pada Anak Autis. Kongres Nasional Autisme Indone-sia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Ba-gian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Judarwanto, dr. Widodo, Sp.A., (2004). Mangatasi Kesulitan Makan Pada Anak. Puspa Swara, Jakarta ——————, (2007). Alergi Makanan Pada Anak Mengganggu Otak dan Perilaku Anak. http:// putera kembara.org/rm/Alergi3.shtml. Tanggal diakses 20 November 2007

——————, (2007). Kesulitan Makan Pada Pe-nyandang Autis. http://puterakembara.org/rm/ Autisme. Tanggal diakses 20 November 2007 Maulana, M., (2007). Anak Autis ; Mendidik Anak

Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Katahati, Jakarta

McCandless, J., (2003). Children with Starving Brain. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. www.autis.com/ari. Tanggal diakses 14 Januari 2008 Munasir, Z., (2003). Alergi Makanan dan Autisme. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universi-tas Indonesia, Jakarta

Notoatmodjo, S., (1993). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta

Pratomo, dan Sudarti, (1990). Usaha Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Purba, Jan. S., (2003). Patogenesis Autisme: Menuju Tatalaksana Holistik. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Rahayu, D., (2000). Pendekatan Nutrisi pada Penderita Autis dengan Mikronutrien. Tesis Pascasarjana IPB, Bogor. http://www.google. com/balita_autisme.html. Tanggal diakses 14 Desember 2007

Rimland, B., Baker, S., dan Brief. (1999). Alterna-tive Approaches to the Development of Effec-tive Treatment for Autis. Journal Autis Deficit Disorder. www.autis.com/Rimland. Tanggal diakses 14 Desember 2007

Sarasvati, (2004). Meniti Pelangi. Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta Sarwono, S., (1993). Sosiologi Kesehatan. Cetakan pertama, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Siagian, Riama M., (1996). Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Anak Balita di Desa Tertinggal Lumban Dolok Desa Silaen Kecamatan Silaen Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1995. Skripsi FKM-USU, Medan Sjambali, R., (2003). Intervensi Nutrisi Pada

Autisme. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Uni-versitas Indonesia, Jakarta

Soenardi, Tuti, dkk., (2007). Terapi Makanan Anak dengan Gangguan Autisme. PT.Penerbitan Sarana Bobo Anggota IKAPI, Jakarta

Yuliana, Esi E., (2007). Penanganan Anak Autis Melalui Terapi Gizi dan Pendidikan. http:// www. depdiknas.go.id/jurnal/61/j61_02. pdf. Tanggal diakses 3 Februari 2008

Wibudi, A., (2003). Naet-Bioresonans : Upaya Mengatasi Alergi Pada Autis. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Wijayakusuma, M. Hembing, (2004). Psikoterapi

Gambar

Tabel 1. Pengetahuan Responden tentang Pola Makan Anak Autis
Tabel 3. Tindakan Responden dalam Menerapkan Diet pada Anak Autis
Table 4 Distribusi Frekuensi Makan Anak Berdasarkan Jenis Makanan

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Merujuk pada nilai H hasil percobaan, minyak pelumas dan minyak sawit merupakan absorben yang paling cocok untuk benzen dan toluen sebagai representasi tar dalam gas

I nork uste izan du haurrak jasotzen duen mundu pertzeptiboa guztiz kaotikoa era konplexua dela (mentalistek mahai gainean paratzen dituzten argudioetako bat izan da),

1 angka 25 disebutkan yang dimaksud dengan Keterbukaan (Disclosure) adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada

Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap kualitas produk dengan intensi membeli Pertamax

Melalui fokus biaya dalam kegiatan sumber daya manusia maka perlu dilakukan peningkatan sistem kerja dengan menambah staf karyawan agar lingkup pekerjaannya semakin

Menghilangkan Relasi Many-to-Many pada Entitas PembelianInventaris dan KelompokBarangInventaris ...166.

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, LEVERAGE DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN