• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 10

Bab II

Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’

Dalam

Membangun Generasi Unggul

Bagaimana membangun manusia unggul, merupakan pertanyaan dari seorang filsuf Jerman yaitu Friedrich Nietzsche yang lahir pada tahun 1844. Pada era orde baru dan era reformasi banyak para penyelenggara pendidikan mempromosikan diri dalam usaha membangun manusia unggul melalui lembaga pendidikan unggulan seperti SD/SMP

Plus dan SMP/SMA Islam Terpadu. Bagaimana

menyelenggarakan proses pendidikan unggulan? Dan bagaimana sosok manusia yang disebut dengan manusia unggul?

A. Siapa yang Dapat Disebut Sebagai Manusia

Unggul?

Sebenarnya tidak ada manusia unggul, yang ada adalah manusia yang diunggulkan oleh Allah Swt yaitu orang–orang mukmin yang berilmu, seperti firmanNya dalam Al Qur‟an surat Al Mujadillah ayat 11

(2)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 11 … Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. …. [Qs. Al Mujaadillah (58): 11]

Dalam ayat tersebut Allah Swt berjanji akan meningkatkan derajat (mengunggulkan) orang-orang mukmin yang berilmu. Inilah landasan teologis konsep pendidikan Ar

Rafi‟ (meningkatkan/meninggikan) dalam membangun manusia unggul (yang ditingkatkan derajatnya oleh Allah Swt)

Dengan kata lain sosok manusia unggul adalah sosok mukmin yang memiliki ilmu yang dijanjikan Allah Swt untuk diunggulkan, karena manusia tidak akan menjadi sosok manusia unggul, kecuali diunggulkan oleh Allah Swt.

Dengan demikian:

Konsep pendidikan Ar-Rafi‟ adalah pendidikan yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk menjadi seorang mukmin

yang memiliki ilmu, sehingga dijanjikan Allah Swt untuk ditingkatkan derajatnya, atau diunggulkan diantara manusia.

Bagaimana profil manusia yang akan diunggulkan oleh Allah Swt?

Pertama, ia adalah seorang mukmin. Bagaimana sosok mukmin yang dikehendaki oleh Allah Swt? Ia harus masuk Islam secara keseluruhan menjadi muslim yang kaaffah,

seperti firmanNya dalam Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 208:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. [Qs. Al-Baqarah (2): 208]

(3)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 12

Dalam ayat tersebut Allah Swt memerintahkan agar orang-orang mukmin masuk Islam secara menyeluruh, menjadi muslim yang kaaffah. Dengan demikian pendidikan harus dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar mengaktualisasikan seluruh potensinya secara terintegrasi, dan menghasilkan manusia seutuhnya, atau manusia yang berpribadi integral, yang satu kesatuan antara ucapan (ilmu), tindakan (amal) dan nilai sikapnya (iman). Apa yang mereka ucapkan berdasarkan ilmu yang mereka miliki, ditindak lanjuti dengan perbuatan yang konsisten dan bermanfaat sesuai dengan nilai-nilai iman mereka.

B. Mengapa Pendidikan Harus Membangun

Sosok Manusia Seutuhnya?

Bagaimana kalau pendidikan tidak membangun sosok manusia seutuhnya? Tidak membangun lulusan yang berpribadi integral?

Dengan lembut Allah Swt mengingatkan dalam Al Qur‟an:

“Dan janganlah engkau mengikuti langkah-langkah syetan”. [Qs. Al Baqarah (2): 208]

Dalam ayat tersebut Allah Swt memerintahkan para pakar dan praktisi pendidikan untuk membangun lulusan yang berpribadi integral, yaitu integrasi dari kognitif (head), afektif (heart) dan motorik (hand), atau lulusan yang memiliki ilmu dan dapat menggunakan ilmunya dalam iman sehingga bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, bangsanya dan lingkungannya (rahmatan lil‟alamin). Kalau tidak demikian, maka Allah Swt mengingatkan bahwa proses pendidikan tersebut mengikuti jalan syetan? Yang hanya akan membangun lulusan dengan pribadi terpecah (split personality), sosok manusia munafik, pengikut syetan?

(4)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 13

Dalam rangka membangun manusia yang diunggulkan Allah Swt, maka:

Konsep pendidikan Ar-Rafi‟ memberdayakan manusia menjadi muslim yang kaaffah, sosok manusia yang berpribadi integral (integrated personality) yang satu kesatuan antara nilai dan

sikap, ucapan dan perbuatannya.

Kalau pendidikan hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan atau kognitif saja, tanpa melatih peserta didik menggunakan ilmu dalam kehidupan, hasilnya cenderung

verbalis, atau hanya bisa bicara tentang konsep ilmu tetapi tidak bisa memanfaatkannya dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan, atau tidak memiliki kecakapan hidup (life skill). Bagaimana ia bisa hidup dalam masyarakat Millenium III yang penuh dengan ketidakpastian yang cenderung chaos?

Kalau pendidikan hanya berorientai pada kognitif dan motorik saja, atau pendidikan yang belum mengintegrasikan nilai-nilai karakter (nilai-nilai moral), maka dikhawatirkan pelaksanaan pendidikan tersebut, disebut Allah Swt sebagai pendidikan yang mengikuti jalan syetan? Naudzubillahi mindzalik.

C. Bagaimana Profil Manusia Unggul?

Bagaimana sosok muslim yang berilmu yang dikehendaki oleh Allah Swt? Yaitu sosok ulil albab [Qs. Ali Imron (3): 190] yaitu sosok muslim, yang memikirkan alam semesta sehingga memiliki ilmu, dan memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan, seperti yang di firmankan Allah Swt dalam Al Qur‟an:

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

(5)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 14 berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Qs. Ali Imran (3) : 191]

Ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa karakteristik seorang mukmin yang akan diunggulkan Allah Swt adalah sebagai berikut:

1. Beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt dengan selalu mengingat Allah Swt baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring.

2. Memikirkan fenomena langit dan bumi sebagai ciptaan Allah Swt sehingga memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Berdoa kepada Allah Swt, bahwasanya semua ciptaanNya bermanfaat bagi makhlukNya, terutama bagi manusia. Oleh karena itu sosok mukmin berilmu (ulul albab), akan memanfaatkan ilmunya dalam kehidupannya sehingga dapat menyebar rahmatan lil alamin.

4. Dalam kehidupannya, mereka yang berilmu dalam iman selalu berhati-hati, takut terjadi kesalahan yang akan menyeretnya ke azab neraka. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk berpegang pada firman Allah Swt yaitu Al-Qur‟an. Artinya, seorang ulul albab (manusia yang diunggulkan Allah Swt) akan memiliki pertanggung jawaban sosial-spiritual.

Dari uraian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa sosok manusia yang diunggulkan Allah Swt adalah sosok ulul albab yaitu manusia yang integral, yang memiliki ilmu dan dapat menggunakan ilmunya dalam kehidupan dengan nilai-nilai iman. Dengan demikian:

Konsep pendidikan Ar-Rafi‟ membangun sosok Ulil Albab yaitu sosok muslim yang kaaffah, sebagai pemikir (peneliti) sehingga memiliki ilmu yang bermanfaat bagi dirinya,

(6)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 15

D. Manusia Unggul adalah Sosok yang

Kompeten

Sosok ulul albab yang didefinisikan tersebut merupakan sosok manusia yang kompeten karena definisi kompetensi dalam Kurikulum 2004 adalah: keseluruhan pengetahuan, nilai dan sikap, yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Dengan kata lain definisi operasional dari kompetensi adalah: penguasaan dan pemilikan ilmu pengetahuan (knowledge), yang dapat diterapkan dalam kehidupan (skill) dengan nilai-nilai ahlak mulia (attitude). Dalam bahasa yang umum digunakan di masyarakat, seorang yang memiliki kompetensi adalah orang yang memiliki ilmu yang dapat diamalkan dengan saleh. Dapat disimpulkan bahwa:

Konsep pendidikan Ar-Rafi‟ berbasis dan berorientasi pada kompetensi, baik kompetensi personal, kompetensi sosial,

kompetensi akademik maupun kompetensi vokasional-profesional.

Pendidikan berbasis kompetensi dalam payung Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, jika dilaksanakan secara konsisten oleh sekolah, akan dapat memecahkan masalah krisis integritas, krisis moral dan krisis kepemimpinan, khususnya bagi generasi mendatang.

Dengan demikian konsep pendidikan berbasis kompetensi yang ditetapkan dalam Kurikulum tahun 2004 dan Kurikulum tahun 2006 berlandaskan konsep pendidikan Islam, yang

insya Allah dapat menanggulangi 1001 krisis yang melanda Indonesia saat ini, apabila dilaksanakan secara konsisten.

Safe our generation against

Verbalism

Dogmatism, and

(7)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 16

Pendidikan diharapkan dapat membangun generasi yang tidak verbalis (hanya bisa bicara, tetapi tidak bisa mengerjakannya), tidak dogmatis (kepatuhan pada peraturan tanpa reserve, karena tidak mengetahui tujuan dari peraturan tersebut, serta tidak mengetahui nilai-nilai yang melandasinya), dan tidak berpribadi terpecah alias munafik.

E. Bagaimana

Proses

Pendidikan

yang

Membangun Manusia Kompeten?

Pendidikan adalah proses fasilitasi pengalaman belajar

peserta didik, sehingga peserta didik dapat

mengaktualisasikan (self actualization) semua potensi yang dimilikinya menjadi kompetensi. Dalam hal ini proses pembelajaran dapat disebut sebagai proses aktualisasi potensi, sehingga potensi peserta didik menjadi berdaya guna, sehingga proses pembelajaran dapat juga disebut sebagai pemberdayaan potensi peserta didik (student empowerment) menjadi kompetensi, yang sering disebut sebagai kecakapan hidup (life skill).

Potensi apa sajakah, yang dimiliki oleh manusia?

Potensi dasar yang dimiliki manusia digambarkan dalam Al Qur‟an sebagai berikut:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari rahim-rahim ibumu dalam keadaan tiada mengetahui suatu apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” [Qs. An Nahl (16): 78]

Artinya, bayi yang dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak berdaya secara fisik, dan tidak mampu berpikir. Akan tetapi, Allah Swt memberinya potensi indrawi, dan potensi hati yang terdiri dari potensi IQ, EQ, dan SQ agar disyukuri. Mensyukuri atas pemberian Allah Swt dapat diartikan bahwa

(8)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 17

potensi pemberian Allah Swt tersebut perlu diberdayakan atau diaktualisasikan agar menjadi kemampuan yang bermanfaat dalam kehidupannya di dunia dan ahirat.

Potensi pertama yang harus diaktualisasikan adalah potensi pancaindra yang dalam ayat tersebut digambarkan dengan pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata), tapi sebenarnya meliputi perabaan (tangan), penciuman (hidung), dan rasa (mulut dan lidah). Proses belajar yang dilakukan bayi untuk pertama kalinya adalah belajar melihat, mendengar, merasakan dengan mulutnya, mencium dengan hidungnya, dan memegang dengan tangannya. Kemudian, barulah ia belajar berdiri dan berjalan serta berbicara.

Potensi hati yang menggambarkan kecerdasan intelektual

(IQ) dan memori, kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan

spiritual (SQ), dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Hati yang Terdiri dari 3 (tiga) Lapis Berdasarkan gambar 2.1 tersebut, potensi kedua yang harus diaktualisasikan adalah potensi intelektual (IQ) menjadi kecakapan proses berpikir agar dapat menguasai dan memiliki konsep-konsep keilmuan. Konsep dasar keilmuan dapat dikuasai dan dimiliki seseorang bila orang tersebut memiliki kecakapan proses. Kecakapan akademik dimiliki seseorang bila orang tersebut melakukan suatu proses mengkonstruksi data hasil pengindraan menjadi konsep-konsep kunci

Qalbu/nafs - EQ Fuad (hatinurani) - SQ Kesadaran (awareness) - IQ - memori

(9)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 18

keilmuan dan kemudian diorganisasikan dalam kerangka konsep.

Piaget menjelaskan bahwa pada usia bayi hingga dua tahun ia sudah belajar melalui sensory motoric, ia mengumpulkan data dalam memorinya dari apa yang diterimanya melalui pancaindranya.

Pengembangan potensi peserta didik SD (Sekolah Dasar) masih didominasi oleh aktualisasi potensi psikomotoriknya. Suderadjat (2005) mengutip pendapat Piaget yang mengemukakan bahwa pengembangan berpikir peserta didik SD masih dalam taraf berpikir konkrit. Oleh karena itu, pembelajaran di SD padat dengan pengembangan kecakapan yang bersifat proses, yaitu kecakapan proses berpikir, kecakapan proses bersikap, dan kecakapan proses bertindak.

Aktualisasi potensi intelektual dalam bentuk kecakapan proses berpikir adalah proses memanusiakan manusia, karena kecakapan berpikirlah yang membedakan manusia dengan binatang.

Bagaimana pendidikan yang tidak mampu membangun kecakapan berpikir, atau mencerdaskan intelektual peserta didik? Dapatkah diartikan bahwa pendidikan tersebut belum mampu memanusiakan manusia? Atau belum mampu

meningkatkan derajat manusia dari sifat-sifat

kebinatangannya?

Potensi ketiga yang harus diaktualisasikan adalah potensi emosional (EQ) - spiritual (SQ).

Berdasarkan gambar 2.1, EQ berada pada lapis tengah sehingga emosi bisa mengarah ke dalam yaitu ke SQ, sehingga EQ dipengaruhi oleh nilai-nilai ketuhanan, atau bisa mengarah ke luar, yaitu ke lapis kesadaran (awareness) yang memiliki sarana otak dengan akalnya (IQ) dan memori atau dunia pengetahuan (cognitive world).

Lapis tengah dari hati (EQ), sering disebut sebagai nafs, atau bisa juga disebut qalbu seseorang yang bersifat bolak-balik, bisa menghadap ke dalam lubuk hati sanubari sehingga perilakunya sesuai dengan perintah Allah Swt, bisa juga

(10)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 19

menghadap keluar, ke arah kesadaran yang dapat dipengaruhi oleh syetan melalui jin dan manusia. Sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut:

“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.“ [Qs. An-Nas (114): 5-6].

Manusia diciptakan dengan kesucianNya [Qs. Ar Rum (30): 30], maka manusia memiliki potensi untuk selalu berbuat baik. Oleh karena itu dalam ilmu hukum dikenal paradigma praduga tak bersalah (presumption of innocence). Potensi suci dalam SQ tidak akan membentuk kesucian pada EQ apabila tidak dilatihkan dan tidak dibiasakan. Sistem nilai (value system) seseorang sulit terbentuk dalam EQ (nafs) apabila tidak dilatihkan sejak kecil.

Nilai-nilai agama yang suci hendaknya dapat di internalisasi oleh peserta didik dalam sistem nilainya (value system) melalui belajar berpikir untuk dapat menetapkan secara logik rasional tentang kebenaran, dan selanjutnya melalui latihan pembiasaan norma-norma ahlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah." [Qs. Ar Ruum (30): 30]

Perintah menghadapkan wajah kepada agama, dapat ditafsirkan, pertama sebagai perintah membaca Al-Qur‟an, memahaminya, meyakininya menjadi nilai-nilai keimanan dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan, sehingga memperoleh pahala dan terhindar dari azab neraka. Yang kedua adalah perintah untuk menghadapkan nafs (EQ) kepada kesucian (SQ), sesuai dengan sabda Rasulullah, bila engkau merasa ragu, tanyakanlah kepada hati nuranimu

(11)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 20

(SQ). Artinya apabila seseorang merasa ragu-ragu dalam emosinya (EQ) maka hadapkanlah EQ nya kedalam hati nurani (SQ). Proses pensucian qalbu seperti yang digambarkan dalam Al Qur‟an surat Asy-Syams merupakan proses pemilikan nilai-nilai agama yang harus diupayakan dalam kegiatan pembelajaran.

“(9) Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (10) Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“ [Qs. Asy Syams (91): 9-10]

Aktualisasi potensi yang ketiga (EQ) inilah yang merupakan pendidikan karakter, yaitu peserta didik berlatih mengaktualisasikan nilai-nilai spiritual (SQ) dalam kehidupan mereka di sekolah dan juga dalam kehidupannya di rumah, dan masyarakat lingkungan.

Dari uraian tersebut, seorang anak belajar

mengaktualisasikan potensi indrawinya melalui kecakapan melihat, mendengar, penciuman, merasakan dengan mulut dan lidah. Lalu, kecakapan mengukur dengan tangan, berjalan dengan kaki, dan berbicara. Setelah itu, barulah ia belajar berpikir untuk menguasai dan memiliki konsep keilmuan dalam arti kecakapan akademik serta menguasai dan memiliki nilai agama dalam arti kecakapan mengendalikan diri dan kesalehan sosial. Semua kecakapan tersebut diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai kecakapan hidup dengan ahlak mulia dan berdampak

rahmatan lil‟alamin (penyebar rahmat ke seluruh alam). Secara sederhana dapat ditarik simpulan bahwa Allah Swt membekali manusia potensi intelektual, emosional-spiritual, dan fisik yang dapat diaktualisasikan menjadi kecakapan intelektual, kecakapan emosional-spiritual, dan kecakapan kinestetis yang secara keseluruhan terintegrasi menjadi kompetensi seseorang. Pendidikan karakter adalah proses pembelajaran untuk membiasakan kebenaran, bukan membenarkan kebiasaan, yang mungkin tidak sesuai dengan norma-norma agama.

(12)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 21

F. Konsep Pendidikan Ar Rafi Membangun

Khalifah yang Abdullah

Konsep dasar pendidikan Ar-Rafi‟ yang

mengaktualisasikan seluruh potensi manusia yang diberikan Allah Swt, membangun manusia yang diunggulkan Allah Swt, merupakan konsep pendidikan yang mampu menyiapkan lulusan sebagai calon pemimpin yang kreatif, inovatif,

mandiri, percaya diri, berani mengambil resiko dan mampu mengubah masalah menjadi peluang. Sekolah Dasar (SD) harus mampu membangun kecakapan dasar lulusannya yaitu kecakapan proses, baik proses berpikir maupun proses bersikap dan bertindak, sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill), sebagai “ruh” dari pendidikan.

Bagaimana profil pemimpin yang ditetapkan oleh Allah Swt?

Mereka adalah muslim yang kaaffah [Qs. Al Baqarah (2): 208], sosok pemikir yang berilmu atau ulul albab [Qs. Ali „Imron (3): 190-191] dan hamba Allah Swt, sesuai dengan firmanNya.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. [Qs. Adz Dzariyaat (51): 56]

Berdasarkan ayat ini tugas manusia adalah beribadah kepadaNya baik ibadah langsung maupun ibadah sosial. Apapun yang dilakukan manusia di dunia ini harus dilandasi oleh nilai-nilai iman kepada Allah Swt Sang Pencipta sehingga berdampak pada penyebaran rahmatan lil alamin.

Disamping itu Allah Swt juga berfirman bahwa manusia ditugasi sebagai pemimpin dimuka bumi, sesuai firmanNya:

(13)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 22 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ....[Qs. Al Baqarah (2): 30]

Mengapa manusia ditugasi sebagai pemimpin?

Karena manusia dimuliakan Allah Swt di muka bumi dengan akalNya yang hanya diberikan kepada manusia. Manusia yang berpikir dengan menggunakan akal yang diberikan Allah Swt yang berhak menjadi pemimpin dimuka bumi, karena manusia yang tidak mau berpikir derajatnya sama dengan binatang [Qs. Al A'raaf (7): 179]. Selanjutnya Rasullulah bersabda bahwa semua manusia adalah pemimpin dan akan dimintakan pertanggung jawabannya kelak (Hadits riwayat Ibnu Umar r.a)

Kepemimpinan dalam Islam dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang bersifat siddiq, tabligh, amanah dan fathonah,

inilah landasan pendidikan Ar-Rafi‟ dalam membangun pemimpin masa depan yang adil dan istiqomah dalam mensejahterakan rakyat.

G. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Ar-Rafi’

Berdasarkan landasan teologis yang dikemukakan maka Perguruan Ar-Rafi‟ menetapkan visi, misi dan tujuan pendidikannya sbb:

Visi:

Lulusan sekolah Ar-Rafi‟ adalah calon pemimpin bangsa [Qs. 2: 30] di masa depan, sebagai ulul albab [Qs. 3: 190-291] yang kaaffah [Qs. 2: 208], berahlak mulia dan mampu menyebar “rahmatan lil „alamin”

(14)

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi’ Dalam Membangun SDM Unggul 23 Misi:

“Menyelenggarakan pendidikan berbasis luas (broad based education) yang berorientasi pada kecakapan hidup (life skill), kecakapan mempelajari (learning to learn), kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik serta pengembangan inovasi dan kreativitas melalui proses belajar mandiri dengan pola tematis, berbasis teknologi informatika dan komunikasi”.

Tujuan:

“Menyiapkan lulusan dengan kecakapan belajar; kecakapan personal dan sosial berintikan nilai Islam yang diperlukan mereka untuk dapat menguasai kecakapan akademik dan atau vokasional dalam spektrum luas sesuai dengan tuntutan masyarakat global berbasis teknologi informatika dan komunikasi”.

Gambar

Gambar 2.1 Hati yang Terdiri dari 3 (tiga) Lapis  Berdasarkan  gambar  2.1  tersebut,  potensi  kedua  yang  harus diaktualisasikan adalah potensi intelektual (IQ) menjadi  kecakapan proses berpikir agar dapat menguasai dan memiliki  konsep-konsep  keilmua

Referensi

Dokumen terkait

kaitan dengan kegiatan penulis tertarik untuk mengkaji tentang aspek karakteristik individu yang meliputi pendidikan, jenis kelamin, agama, status sosial serta karakteristi

Optimasi dalam pembuatan formula sangat diperlukan untuk mengetahui konsentrasi bahan pengikat dan bahan penghancur yang tepat sehingga dapat dihasilkan tablet

Desa wisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah desa atau. kampung yang sepenuhnya atau sebagian dari wilayah dan

Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. Pada unsur pertama, yang dimaksudkan memutuskan kehendak dalam suasana tenang yaitu pada saat melakukan

Pendapatan Regional Produk Domestik Regional Bruto Kota Bandar Lampung menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2011-2015 juta rupiah Gross Regional Domestic Product

Penelitian ini dilakukan di UD. Majid Jaya yang berlokasi di Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini melakukan pengamatan pada produksi yang

tidak sehat, cemburu, krisis akhlak, kawin paksa, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, kawin di bawah umur, dihukum, cacat biologis, politis, perselingkuhan, tidak

Opettajajohtoista opetusta perustellaan usein sillä, että se valmistaa oppilaita paremmin korkeakouluun, mutta von Seckerin (2002) tutkimuksen tulosten mukaan,