• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECEMASAN PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR BINUS UNIVERSITY DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DUNIA KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECEMASAN PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR BINUS UNIVERSITY DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DUNIA KERJA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KORELASI ANTARA KECERDASAN

EMOSIONAL DENGAN KECEMASAN PADA

MAHASISWA TINGKAT AKHIR BINUS

UNIVERSITY DALAM MENGHADAPI

PERSAINGAN DUNIA KERJA

Peter Sugiharto

BINUS University, sugiharto.peter@gmail.com

Evi Afifah Hurriyati, S. Si., M. Si

BINUS University, Jakarta, Indonesia

ABSTRACT

This research is done to determine correlation between emotional intelligence and anxiety among BINUS University students in facing work competition. The research subjects are 78 BINUS University students with 16 different majors. This research is conducted with Pearson Correlation based on SPSS v.20. The Pearson Correlation used because the score distribution counts as normal. The statistics shown no correlation between the two variables. The significant score stated more that 0,05. This research concluded with no-correlation found between emotional intelligence and anxiety among BINUS University students in facing wok competition. The research shows that the null hypothesis is accepted. The emotional intelligence in the samples shows 41 people have high emotional intelligence (52,6%). The anxiety is found low on the test subjects. There are 42 people has the low anxiety in facing work competition (53,85).

Key: emotional intelligence, anxiety in facing work competition, correlational method

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidak korelasi antara kecerdasan emosional dengan kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir di BINUS University dalam menghadapi persaingan dunia kerja. Subjek penelitian dari penelitian ini sebanyak 78 orang dari 16 jurusan yang berbeda di BINUS University. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan korelasi Pearson karena hasil distribusi skor yang normal. Hasil uji statistika menunjukan nilai korelasi yang rendah dan nilai signifikansi di atas 0,05. Penelitian ini menunjukan hasil hipotesa null penelitian diterima. Artinya tidak ada korelasi antara kecerdasan emosional dengan kecemasan menghadapi persaingan dunia kerja. Penelitian ini juga mendapatkan nilai norma kecerdasan emosional yang tinggi. Sebanyak 41 orang dari 78 subjek penelitian (52,6%) memiliki nilai kecerdasan emosional yang tinggi. Hasil studi kecemasan terhadap 78 sampel menunjukan sebanyak 42 orang (53,85%) memiliki tingkat kecemasan yang rendah. Kata Kunci: kecemasan menghadapi dunia kerja, kecerdasan emosional, korelasional

(2)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Masa di mana manusia memasuki masa dewasa disebut dengan emerging adulthood. Istilah Emerging adulthood diartikan sebagai proses dalam menuju kedewasaan karena menurut Arnett (2006) banyak individu yang menyatakan bahwa mereka belum mencapai masa dewasa, tetapi mereka secara lambat berkembang menuju kedewasaan. Masa emerging adulthood ditandai dengan pertumbuhan sempurna secara fisik, psikologis, dan psikososial (Papalia & Feldman, 2012). Pertumbuhan fisik yang sempurna pada masa emerging adulthood ditandai dengan sexual maturation yang dikenal dengan kemampuan seksual yang sudah cukup matang (Papalia & Feldman, 2012).

Masa perkembangan emerging adulthood berada pada sekitar umur 20-40 tahun (Paplia & Feldman, 2012). Masa emerging adulthood ditandai dengan perkembangan kemampuan kognitif yang lebih kompleks. Ada banyak teori yang membahas tentang perkembangan kognitif pada masa perkembangan emerging adulhood. Dalam bukunya Papalia & Feldman (2012), salah satu perkembangan kognitif ini disebut dengan konsep postformal thought. Schaie (dalam Papalia & Feldman, 2012) mengemukakan life-span model of cognitive development yang membagi perkembangan kognitif dalam 7 tahap. Tahap tersebut adalah acquisitive stage, achieving stage, responsible stage, executive stage, reorganizational stage, reintegrative stage, dan legacy-creating stage. Dalam tahap perkembangan Schaie, mahasiswa berada pada tahap perkembangan kognitif ke-2, yaitu tahap achieving stage yang dimulai pada akhir remaja atau awal umur 20 tahun sampai awal umur 30 tahun (Schaie dalam Papalia & Feldman, 2012). Tahap ini didefinisikan oleh Schaie sebagai tahap di mana individu menggunakan apa yang mereka ketahui untuk mencapai tujuan mereka seperti karir dan keluarga. Havighurst (1980) juga mengemukakan bahwa karir adalah salah satu tugas masa perkembangan dewasa awal dari tujuh tugas perkembangan yang dikemukakan olehnya.

Mahasiswa tingkat akhir, berada pada masa perkembangan emerging adulthood. Dalam tahap perkembangan emerging adulthood, seperti paparan sebelumnya, mahasiswa memiliki fokus kepada tujuan hidupnya seperti karir dan pekerjaan. Papalia & Feldman (2012) juga memaparkan bahwa individu-individu yang berada pada masa perkembangan emerging adulthood menjadikan karir menjadi salah satu tujuan utamanya. Dalam membahas tugas perkembangan masa emerging adulthood, Papalia & Feldman (2012) mengatakan tingkat pekerjaan menjadi lebih bervariasi dan tidak stabil. Jika individu memiliki gelar yang tidak cukup tinggi, maka tingkat pengangguran akan meningkat.

Selain gelar, persaingan dalam dunia kerja semakin meningkat. Dengan jumlah lapangan kerja yang sedikit, banyak orang harus bersaing ketat untuk mendapatkan pekerjaan. Pada tahun 2014 pemerintah memprediksi jumlah pengangguran adalah sebesar 7,24 juta orang (Wirakusuma, 2013). Pengangguran terjadi dalam semua tingkat sosial dan semua tingkat ekonomi. Pengangguran juga menjadi masalah utama pada sarjana dan lulusan S1.

Pada tahun 2015, ASEAN akan membuka perdagangan bebas yang dikenal dengan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Dengan peluang ini, hubungan Indonesia dengan Asia Tenggara terbuka luas. Dengan hal ini, lapangan pekerjaan betambah, begitupun juga tenaga kerja dari negeri asing masuk ke Indonesia. Menurut Sri dalam Neraca (2014), dengan persaingan yang lebih sulit, hanya sekitar 10% saja tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan. Jumlah ini sama seperti jumlah penduduk Negara Malaysia. Dengan kemampuan serta pendidikan yang lebih baik pada beberapa negara tetangga di Asia Tenggara, tenaga kerja Indonesia memiliki persaingan yang lebih tinggi lagi untuk bersaing pada dunia kerja. BINUS University mempunyai visi “A world class university in continous pursuit of innovation and enterprise”, menuntut agar satu dari tiga mahasiswa BINUS bekerja dalam sebuah perusahaan multi nasional ataupun menjadi entrepreneur.

Persaingan yang ketat dalam dunia kerja dapat menimbulkan kecemasan (Hendrati & Rahayani, 2005). Dalam survey yang dilakukan oleh peneliti, dari 15 orang responden, seluruh responden (100%) menyatakan bahwa mereka merasa cemas. Kecemasan adalah salah satu reaksi emosional yang lebih dari ketakutan (Afolayan, Donald, Onasoga, Babafemi, & Juan, 2013). Afolayan et al. (2013) menuliskan bahwa kecemasan terbagi dalam berbagai tingkatan. Tingkat kecemasan ringan dan menengah dapat ditanggulangi jika individu mengerti perasaan yang dimilikinya.

Kecemasan ditemukan sebagai indikator paling umum yang menyebabkan kurangnya kinerja akademis pada pelajar (Afolayan et al., 2013). Dalam websitenya, APA (2014) mengartikan kecemasan sebagai suatu emosi dengan karakteristik perasaan tertekan, pikiran cemas, dan perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. Sebagai emosi, kecemasan bisa diatasi dengan kesadaran individu terhadap

(3)

emosi tersebut. Dalam psikologi, kemampuan untuk mengenali emosi dan regulasi emosi adalah dimensi dari kecerdasan emosional. Salovey dan Mayer (1988), menjelaskan tentang kecerdasan emosional memiliki lima domain. Selanjutnya domain-domain ini membantu individu dalam mengenali emosi diri sendiri dan juga mengatu/meregulasi emosi.

Daniel Goleman, lewat bukunya “Emotional intelligence: Why it can matter more than IQ” menjelaskan kecerdasan emosional sebagai variabel psikologis yang sangat penting dan berdampak ke banyak hal. Kecerdasan emosional berpengaruh pada kesehatan fisik, kesehatan mental, relasi sosial, penyelesaian konflik, sukses, dan juga kepemimpinan (Scuderi, 2013). Dalam dunia kerja, kecerdasan emosional menjadi hal yang sangat penting dalam hubungan interpersonal (Kunnanatt, 2008). Dalam studi kasusnya, Cherniss (1999) membuktikan bahwa kinerja dengan individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi menunjukan kinerja yang lebih baik dalam dunia kerja.

Dengan demikian, kecerdasan emosional adalah salah satu variabel yang sangat penting untuk dimiliki oleh invidu-individu untuk dapat bekerja secara baik. Penelitian Berrocal (2006), menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan pada kecerdasan emosional dan juga kecemasan. Berdasarkan fenomena yang telah diungkapkan, peneliti tertarik untuk meneliti “Studi korelasi antara kecerdasan emosional dengan kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir BINUS University dalam menghadapi persaingan dunia kerja”. Peneliti ingin melihat apakah kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir dalam menghadapi persaingan dalam dunia kerja dapat dikurangi dan diregulasi dengan kecerdasan emosional yang tinggi. Dengan melihat dimensi kecerdasan emosional, peneliti memiliki asumsi bahwa kecerdasan emosional dapat membantu individu untuk mengenali rasa cemas dan mencari cara terbaik untuk menanggulangi rasa cemas tersebut agar tidak mengganggu kinerja mereka.

Rumusan permasalahan

Dengan persaingan yang sangat tinggi pada dunia kerja, sarjana dihadapkan pada kenyataan bahwa lapangan kerja yang tersedia untuk mereka tidaklah banyak tetapi jumlah pencari kerja yang tinggi. Dengan ini mereka merasa cemas menghadapi persaingan tersebut. Untuk membantu dalam mengatasi rasa cemas pada mahasiswa tingkat akhir dengan prestasi akademis yang rendah, mereka perlu cara untuk mengontrol rasa cemas mereka. Salah satu variabel yang memiliki dimensi untuk mengontrol perasaan atau emosi manusia adalah kecerdasan emosional.

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat apakah ada korelasi antara rasa cemas dengan kecerdasan emosional. Perasaan cemas adalah suatu emosi. Dengan asumsi ini, peneliti berharap dengan kecerdasan emosional yang tinggi, rasa cemas dapat dikontrol dan diatasi. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan suatu masalah penelitian akan hubungan kecerdasan emosional dengan rasa cemas. Pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah: “Apakah ada korelasi antara variabel kecerdasan emosional dengan kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir dalam menghadapi persaingan dunia kerja?”

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antar kecerdasan emosional dengan kecemasan dalam menghadapi persaingan dalam dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir.

METODE PENELITIAN

Teknik sampling

Dalam proses pengambilan sampel, peneliti menggunakan nonprobability sampling di mana tidak semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sample (Shaughnessy, Zechmeister & Zechmeister, 2012). Dalam nonprobability sampling, peneliti menggunakan convinience sampling untuk mendapatkan sample penelitian. Convinience sampling menurut Saughnessy berarti memilih responden hanya berdasarkan keinginan dan kemampuan mereka untuk menjawab. Dalam kata lain sample penelitian hanya subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian, dan subjek tersebut bersedia menjawab. Ada 16 jurusan yang termasuk dalam pengambilan sample peneliti di BINUS University

Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Dalam bukunya Shaughnessy, Zechmeister & Zechmeister (2012) mengatakan bahwa penelitian korelasional karena penelitian ini digunakan untuk memprediksi suatu hubungan. Dalam penelitian ini

(4)

berarti hubungan yang diprediksi adalah kecemasan menghadapi persaingan dunia kerja dengan kecerdasan emosional.

Penelitian korelasional menurut McMillan & Schumacher (2001) termasuk dalam penelitian kuantitatif non-eksperimen. Penelitian kuantitatif adalah proses mengoleksi data-data numeris yang dianalisa dengan metode matematis (statistik) yang digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena (Aliaga & Gunderson, 2000).

Alat ukur penelitian

Alat ukur kecerdasan emosional yang digunakan adalah hasil adaptasi dari alat ukur kecerdasan emosional untuk skripsi Ngakan M Bratasena W (Winarka, 2013) dengan judul Gambaran umum kecerdasan emosional pada siswa kelas unggulan di SMA unggulan Jakarta. Alat ukur ini memiliki lima dimensi kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Mayer dan Salovey (dalam Goleman, 1995).

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kecemasan adalah State Trait Anxiety Inventory (STAI) yang terdiri dari dua dimensi. Alat ukur ini adalah adaptasi dari alat ukur yang digunakan oleh Kumalawati (2013) dalam skripsinya Hubungan persepsi dukungan sosial terhadap kecemasan trait dan state pada ibu untuk melahirkan secara normal. Konstruksi alat ukur ini dibuat berdasarkan alat ukur Spielberger pada tahun 1983 (Spielberger dalam Kumalawati, 2013). Dua dimensi tersebut adalah state anxiety (formulir STAI X-1) dan trait anxiety (formulir STAI X-2).

Prosedur penelitian

Fenomena yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan referensi-referensi dalam media cetak tentang masalah yang sering terjadi pada mahasiswa tingkat akhir. Fenomena ini menghasilkan sebuah topik penelitian yang akan ditentukan sebagai topik penelitian tugas akhir peneliti.

Pencarian fenomena-fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian membawa peneliti untuk mencari judul penelitian. Dengan menggunakan pencarian sumber-sumber terkait fenomena yang ditemukan adalah kecemasan menghadapi persaingan dunia kerja yang terjadi pada mahasiswa tingkat akhir dalam tugas akhir mereka.

Pada tahapan ini juga, peneliti harus menentukan alat ukur yang akan dipakai dalam penelitian dan juga melihat apakah reliabilitas dan validitas alat ukur yang akan digunakan layak untuk digunakan.

Setelah penentuan topik, judul penelitian, dan juga alat ukur yang akan digunakan, peneliti harus menentukan subjek penelitian yang akan diteliti. Fenomena yang terjadi dikaitkan dengan subjek penelitian yang sering mengalami fenomena tersebut. Subjek penelitian tersebut kemudian menjadi populasi penelitian. Dari populasi tersebut, peneliti harus menentukan sampel yang akan dipakai untuk penelitian ini yang akhirnya akan digeneralisasikan ke dalam populasi penelitian setelah mendapatkan hasil.

Pelaksanaan penelitian

Penelitian ini akan menggunakan sample subjek penelitian sebanyak 34 pada studi pilot. Pada pelaksanaannya, peneliti akan menyebar kuesioner kepada 78 mahasiswa tingkat akhir di BINUS University yang sedang dalam masa pengerjaan tugas akhir.

Penyebaran sampel penelitian dilakukan lewat media internet seperti, google docs. Selain itu, kuesioner disebar secara langsung kepada mahasiswa tingkat akhir di Binus University.

Teknik pengolahan data

Teknik pengolahan data yang digunakan adalah metode statistika deskriptif. Teknik pengolahan data ini akan dilakukan setelah peneliti menyebar kuesioner dan mendapatkan hasil dari setiap kuesioner yang disebar. Dengan menggunakan bantuan program Statistical product and service solutions (SPSS), peneliti bisa mendapatkan hasil reliabilitas dan validitas dari uji data pilot. Sedangkan dengan teknik pengolahan data untuk melihat korelasi antar variabel adalah korelasi Pearson atau Spearman.

Menurut Morningstar (2014) metode pengolahan data korelasi dilakukan untuk melihat korelasi antar dua variabel. Metode korelasi Pearson adalah metode korelasi yang paling banyak digunakan. Metode korelasi Pearson baik digunakan untuk distribusi penyebaran kurva normal. Jika penyebaran dan relasi antara variabel tidak berjalan linear, lebih baik metode Spearman yang digunakan. Untuk pengolahan data dengan data Spearman, tidak ada asumsi yang dibuat. Distribusi yang tidak normal dan banyak variasi data lain yang harus diperhatikan. Dengan variabel dan karakteristik subjek yang beragam, peneliti berasumsi untuk menggunakan metode korelasi dari Pearson karena uji statistik yang dilakukan menunjukan distribusi penyebaran kurva normal.

(5)

HASIL DAN BAHASAN

Hasil perhitungan penyebaran data

Setiap bobot skor dalam kuesioner STAI dijumlahkan, hal yang serupa dilakukan untuk kuesioner Kecerdasan Emosional. Masing-masing jumlah skor setiap subjek diukur untuk didapatkan norma penyebaran distribusi skor. Dalam skor yang didapat menunjukan bahwa distribusi skor untuk setiap subjek berada pada skala normal.Hal ini didapat karena skor signifikansi berada pada nilai lebih dari 0,05. Dengan hasil penyebaran distribusi normal, metode korelasi Pearson digunakan untuk menghitung korelasi antara bobot skor STAI dengan bobot skor Kecerdasan Emosional.

Tabel 1

Distribusi penyebaran data Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. STA I .068 78 .200* EI .060 78 .200*

Hasil perhitungan korelasi kecerdasan emosional dengan kecemasan

Hasil dari pengukuran SPSS IBM v.20, menunjukan bahwa nilai korelasi (Pearson Correlation = 0,124) mendekati angka 0. Hasil ini berarti ada korelasi yang lemah antara 5ariable kecemasan dan kecerdasan emosional. Hasil signifikansi (Sig. (2-tailed) = 0,278) menunjukan angka yang lebih besar dari 0,05 diartikan bahwa secara 5ariable5 tidak ada korelasi yang signifikan antara 5ariable kecemasan dengan kecerdasan emosional (“How do I interpret”, 2008).

Tabel 2

Hasil perhitungan korelasi Pearson

STAI EI STA I Pearson Correlation 1 .124 Sig. (2-tailed) .278 N 78 78 EI Pearson Correlation .124 1 Sig. (2-tailed) .278 N 78 78

Norma skor kecerdasan emosional

Pada hasil pengukuran skor kecerdasan emosional, didapatkan mean atau nilai rata-rata sebesar M=146,6. Dari 78 sampel, didapatkan ada 37 orang atau sebesar 47,4% memiliki skor kecerdasan emosional di bawah rata-rata dan 41 orang atau sebesar 52,6% memiliki skor kecerdasan emosional di atas rata-rata.

Tabel 3

(6)

Kecerdasan emosional Penyebaran sampel

Tinggi 41 52,6%

Rendah 37 47,4%

Norma skor kecemasan

Hasil uji kecemasan kepada 78 sampel menunjukan hasil rata-rata (M = 87,09) dengan sebanyak 46,15% memiliki tingkat kecemasan di atas rata-rata, dengan sisa sebanyak 53,85% memiliki tingkat kecemasan di bawah rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa kurang dari 50% sampel tidak memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.

Tingkat kecemasan Penyebaran sampel

Tinggi 36 46,15%

Rendah 42 53,85%

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian terhadap 78 mahasiswa tingkat akhir yang sedang menjalani tugas akhir atau skripsi di BINUS University, diperoleh bahwa tidak ada korelasi antara variabel kecerdasan emosional dan kecemasan. Artinya, penelitian ini menerima H0. Dalam studi komparatif antara IPK dengan kecemasan, tidak ditemukan perbedaan antara nilai IPK dengan tingkat kecemasan. Dalam uji norma kecerdasan emosional ditemukan bahwa sebanyak 52,6% sampel memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Dalam uji norma kecemasan ditemukan sebanyak 46,15% atau sebanyak 42 mahasiswa memiliki tingkat kecemasan yang rendah.

Saran

Untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memperbaiki penelitian ini untuk masa yang akan datang, saran-saran berikut diberikan untuk melakukan penelitian yang serupa di masa mendatang.

1. Dengan nilai reliabilitas dan validitas yang sudah cukup tinggi, munkin alat ukur STAI dapat diadaptasi secara lebih formal untuk digunakan pada konteks pengukuran kecemasan di negara Indonesia untuk menghindari bias.

2. Mungkin beberapa domain dan variabel yang terkait dalam menyebabkan kecemasan dapat diukur untuk menjadi variabel kontrol dan menjadi perbandingan komparatif terhadap kecemasan.

REFERENSI

Afolayan, J. A., Donald, B., Onasoga, O., Babafeni, A. A., Juan, A. A. (2013). Relationship between anxiety and academic performance of nursing students, Nigger Delta University, Bayelsa State, Nigeria. Advances in applied science research, 4 (5), 25-33.

Andini, Y. T. (2013). Hubungan antara self-efficacy denga tingkat kecemasan Mahasiswa dalam menghadapi skripsi di jurusan psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta. (Skripsi). Jakarta: Binus University

(7)

Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood. A theory of development from the late teens through the twenties. The American Psychologist, 55 (5), 469-480.

Arnett, J. J. (2006). Emerging adulthood: The dawning of a new age. Washington, DC: American Psychological Association.

Astrini. (2010). Manfaat emotional intelligence bagi pengajar dalam proses belajar mengajar. Humaniora, 1 (2), 602-607

Byrne, B. (2000). Relationships between anxiety, fear, self-esteem, and coping strategies in adolescence. Adolescence; Spring, 35.137, 201-215

Delfos, M. F. (2004). Children and behavioral problems: Anxiety, aggression, depression, and biopsychological model with guidlines for diagnostics and treatment. London: Jessica Kingsley Publishers

Dewi, T. T. U. (2012). Hubungan antara kecerdasan emosional dan agresi pada remaja di Jakarta. Sripsi Strata-1. Jakarta: Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara

Emmerling, R. J., Shanwal, V. K., dan Mandal, M. K. (2008). Emotional intelligence: Theoretical and cultural perspectives. New York: Nova Science Publishers, Inc.

Goleman, D. (1995). Emotional intelligence: Why it can matter more than IQ. New York: Bantam Dell Greenberger, D., Padesky, C. A. (1995). Mind over mood: change how you feel by changing the way you

think. New York: The Guilford Press

Havighurst, R. J., Albrecht, R. E. (1980). Growing old. New York: Arno Press

Hendrati, F., Rahayuni, P. (2005). Tingkat kecemasan dalam menghadapi persaingan perolehan pekerjaan ditinjau dari tipe kepribadian dan motivasi berprestasi. Jurnal psikologi tabularasa, 3 (3), 134-144 How do I interpret data in SPSS for Pearson’s r and scatterplots? (2008). Diambil pada 15 Juli 2014 dari

http://statistics-help-for-students.com/How_do_I_interpret_data_in_SPSS_for_Pearsons_r_and_scatterplots.htm#.U8U0zPm SwQE

Kumalawati, I. (2013). Hubungan persepsi dukungan sosial terhadap kecemasan trait dan state pada ibu untuk melahirkan secara normal. Skripsi Strata-1. Jakarta: Fakultas Humaniora BINUS University Kunnanatt, J. T. (2008). Emotional intelligence: theory and description, A competency model for

interpersonal effectiveness. Career development international, 13 (7), 614-629

Lanawati, Sri. (1999). Hubungan antara emotional intelligence dan intelektual question dengan prestasi belajar pada siswa SMU Methodist di Jakarta. Tesis. Depok: Psikologi Universitas Indonesia Martoredjo, N. T. (2013). Meningkatkan prestasi belajar di perguruan tinggi dengan mengembangkan

kecerdasan emosional. Humaniora, 4, 1093-1104.

McMillan, J. H., Schumacher, S. (2001). Research in education: A conceptual introduction (5th ed.). New York: Longman

Morningstar. (2014) Spearman versus pearson correlation method. KnowledgeBase. Diakses 14 April 2014 dari

Neraca. (2014). Kualitas SDM local masih rendah: Menjelang pemberlakukan MEA 2014. Article

Neraca.co.id. diambil pada 2 April 2014 dari

http://datalab.morningstar.com/KnowledgeBase/aspx/Article.aspx?ID=550&Country=us http://www.neraca.co.id/article/39991/Kualitas-SDM-Lokal-Masih-Rendah

Papalia, D., Feldman, R., Matorell, G. (2012). Experience human development, 12th ed. New York: McGraw-Hill

Portal KBR. (2013). Tenaga kerja Indonesia vs pasar bebas Asean 2015. Editorial. Diambil pada 2 April 2014 dari http://www.portalkbr.com/opini/editorial/3019591_4307.html#

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Scuderi, R. (2013). Emotional intelligence – why is it important?. Communication lifehack.org. diambil pada 2 April 2014 dari http://www.lifehack.org/articles/communication/emotional-intelligence-why-important.html

Sekaran, U. (2003). Research methods for business: a skill-building approach, 4th ed. New York: John Willey & Sons, Inc.

Septian, D. (2013). Pekerja Indonesia hanya unggul kuantitas, bukan kualitas. Bisnis liputan 6. Diambil pada 2 April 2014 dari http://bisnis.liputan6.com/read/777541/pekerja-indonesia-hanya-unggul-kuantitas-bukan-kualitas

Septian, D. (2013). Sektor tenaga kerja perlu perhatian khusus jelang MEA. Bisnis liputan 6. Diambil pada 2 April 2014 dari http://bisnis.liputan6.com/read/772435/sektor-tenaga-kerja-perlu-perhatian-khusus-jelang-mea-2015

(8)

Shaughnessy, J. J., Zechmeister E. B., Zechmeister, J. S. (2012). Research methods in pyschology, 9th ed. New York: McGraw-Hill International

Spielberger, C. D. (1989). State-Trait Anxiety Inventory: Bibliography (2nd ed.). Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.

Spielberger, C. D., Gorsuch, R. L., Lushene, R., Vagg, P. R., & Jacobs, G. A. (1983). Manual for the State-Trait Anxiety Inventory. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.

Taylor, S. E. (2006). Health psychology, 6th ed. New York: McGraw-Hill

Winarka, N. M. B. (2013). Gambaran umum kecerdasan emosional pada siswa kelas unggulan di SMA unggulan Jakarta. (Skripsi). Jakarta: Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara

Wirakusuma, K. Y. (2013). 360 Ribu sarjana jadi pengangguran. News/Nasional. Okezone. Diambil pada 13 Maret 2014 dari http://news.okezone.com/read/2013/05/29/337/814724/360-ribu-sarjana-jadi-pengangguran

Wirakusuma, K. Y. (2013). Jumlah pengangguran tahun 2014 diprediksi menurun. News/Nasional. Diambil pada 2 April 2014 dari http://news.okezone.com/read/2013/12/18/337/914353/jumlah-pengangguran-tahun-2014-diprediksi-menurun

RIWAYAT PENULIS

Peter Sugiharto lahir di Bandung pada tanggal 1 Mei 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang psikologi pada tahun 2014. Saat ini penulis bekerja sebagai fashion assistant di InStyle Indonesia. Penulis aktif menjadi anggota di PARAMABIRA (Paduan Suara

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan pendekatan PTT padi bisa diandalkan untuk mendukung kegiatan pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas padi dan pendapatan petani, sehingga bisa

Hubungan kadar nitrat dalam air hujan terhadap kadar nitrat dalam air sumur (a) dan hubungan antara kadar sulfat dalam air hujan dan air sumur (b) pada daerah yang

Perhitungan efektivitas penangkapan, arad (genuine small bottom trawl) didapatkan nilai sebesar 69% dan arad Modifikasi (modified small bottom trawl) didapatkan

Kurva selektivitas ikan petek yang tertangkap (masuk codend ) dan lolos (masuk cover net ) pada arad yang dilengkapi JTEDs dengan lebar kisi 17,5 mm..

[r]

(3) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2), uraian tugas Kepala Bagian Program dan Anggaran adalah sebagai berikut:.. merumuskan program

Namun demikian, perlu diingat bahwa tanpa stardec, dari batas waktu pengomposan selama 8 minggu pada penelitian ini, umumnya kompos memerlukan waktu dekomposisi yang lebih

Holcim Indonesia Tbk Cilacap Plant adalah pakaian terbuat dari bahan drill, menyerap keringat, melindungi dari suhu, panas dan cairan kimia, maka pakaian kerja yang disediakan