• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Terapi Obat pada Pasien Sepsis Neonatal Di Ruang Perinatologi RSUP Fatmawati Januari Februari Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Terapi Obat pada Pasien Sepsis Neonatal Di Ruang Perinatologi RSUP Fatmawati Januari Februari Tahun 2016"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Terapi Obat pada Pasien Sepsis Neonatal

Di Ruang Perinatologi RSUP Fatmawati

Januari– Februari Tahun 2016

Setianti Haryani

1

dan Yusna Fadlyyah Apriyanti

2 1

Apoteker Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

2

Mahasiswi Program Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Abstrak

Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Pemberian antibiotika yang sesuai merupakan salah satu kriteria dalam tata laksana sepsis. Kesulitan mendapatkan hasil kultur berupa jenis bakteri dan uji kepekaan antibiotika dengan segera menyebabkan masalah pada pemilihan jenis, waktu dan lama pemberian antibiotika, sehingga pemberian antibiotika hanya berdasarkan empiris yang berpotensi menimbulkan resistensi dikemudian hari. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi terapi obat pada pasien sepsis neonatal di ruang perina. Kajian dilakukan dengan cara observasi dan pencatatan langsung dari rekam medik pasien serta hasil wawancara. Sebanyak 42 sampel dilakukan pemantauan terapi obat. Karakteristik dominan bayi yang mengalami sepsis di ruang perina adalah 61,9% bayi laki-laki, terdapat 59,5% persalinan non spontan, dengan umur kehamilan 64,3% prematur, BBLR 69,1% dan 81% sepsis awitan dini. Hasil laboratorium sangat signifikan ditunjukkan oleh bayi yang mengalami sepsis neonatal di ruang perina adalah trombositopenia (76,2%), leukositosis (66,7%), peningkatan C-Reactive Protein (CRP) (54,7%), leukositopenia (7,1%), dan immature (IT Ratio) ≥0,2 (4,7%). Kuman/Bakteri yang muncul pada hasil kultur kebanyakan bakteri gram negatif yaitu Enterobacter aerogenes (5), Klebsiella sp (3), Acinotebacter baumanii (2), Bukholderia cepacia (2), Serratia sp (1) dan bakteri gram positif yaitu Staphylococcus epidermidis (2). Penggunaan antibiotika terbanyak pada pasien sepsis neonatal di ruang Perina adalah antibiotik kombinasi Amoksisillin dan Gentamisin sebagai pengobatan lini pertama yaitu sebanyak 38 pasien, diikuti tahap lini kedua penggunaan kombinasi Cefotaksim dan Mikasin (25 pasien) atau Fosfomycin Na (1 pasien), dan lini ketiga penggunaan Ceftazidim (14 pasien) atau Meropenem (12 pasien).

Kata kunci : sepsis neonatal, antibiotika, BBLR, CRP

 

PENDAHULUAN

Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah

Koresponden : Setianti Haryani, 1Apoteker

Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Email: setianty@gmail.com

sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.

Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi, menurut perkiraan World Health Organization (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. (Depkes, 2007)

(2)

Sedangkan kasus sepsis neonatorum berkisar antara 1,5-3,72% pada beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia seperti RS Cipto Mangunkusumo, sedangkan angka kematian berkisar antara 37,09-80%.

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatal dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatal awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Incidence rate sepsis neonatal awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. SAD sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama nosokomial.

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda antar negara dan selalu

berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum.

Diagnosis sepsis neonatorum sering sulit ditegakkan karena gejala klinis yang tidak spesifik pada neonatus. Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis neonatorum namun pemeriksaan tersebut hasilnya baru dapat diketahui setelah 48 sampai 72 jam, sehingga penatalaksanaan sepsis sering terjadi keterlambatan pengobatan yang dapat memperburuk keadaan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian.

Pengobatan hanya berdasarkan gambaran klinis dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dan terjadi peningkatan pola resistensi terhadap antibiotik dan efek toksisitasnya dikemudian hari. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) dalam praktek profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan memiliki peran penting dalam Pemantauan Terapi Obat. Pengetahuan penunjang dalam melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit, farmakoterapi, serta interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnostik. Selain itu, diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina hubungan interpersonal, dan menganalisis masalah.

(3)

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Bayi

No Karakteristik Bayi Jumlah %

1. Jenis Kelamin Laki – laki 26 61,9 Perempuan 16 38,1 2. Cara Persalinan Spontan 17 40,5 Non Spontan 25 59,5 3. Umur Kehamilan Prematur (<37 minggu) 27 64,3 Aterm (37-40 minggu) 15 35,7 4. Berat Lahir <2,5 kg 29 69,1

Proses PTO merupakan proses yang komprehensif mulai dari seleksi pasien, pengumplan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi terapi, rencana pemantauan sampai dengan tindak lanjut. Proses tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan sampai tujuan terapi tercapai.

METODOLOGI PENGKAJIAN

Data-data yang dikumpulkan berasal dari hasil observasi langsung pada pasien di

ruang perina dengan melihat rekam medik pasien, dan hasil wawancara; yaitu hasil serangkaian tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perawatan pasien seperti dokter dan perawat, serta penelusuran literatur yang dipublikasikan dan berkaitan dengan penyakit pasien.

Tahapan pengkajian dilakukan dengan cara mengumpulkan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, pengkajian data dibandingkan literatur dan pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proporsi penderita sepsis berdasarkan karakteristik bayi (jenis kelamin, cara

persalinan, umur kelahiran, berat lahir) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(4)

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Bayi

No Karakteristik Bayi Jumlah %

1. Jenis Kelamin Laki – laki 26 61,9 Perempuan 16 38,1 2. Cara Persalinan Spontan 17 40,5 Non Spontan 25 59,5 3. Umur Kehamilan Prematur (<37 minggu) 27 64,3 Aterm (37-40 minggu) 15 35,7 4. Berat Lahir <2,5 kg 29 69,1 >2,5 kg 13 30,9 5. Klasifikasi Sepsis

Sepsis neonatus awitan dini 34 81,0

Sepsis neonatus awitan lambat 8 19,1

Jumlah bayi laki-laki yang mengalami sepsis lebih banyak dari bayi perempuan, sesuai dengan beberapa penelitian yang terlebih dahulu sudah dilakukan. Cara persalinan yang non spontan, seperti caesarean section atau vacum juga menjadi salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian sepsis neonatal. Bayi yang dilahirkan sebelum umur kelahiran yang seharusnya, akibat ketuban pecah dini, ibu Preeklamsia Berat (PEB) atau alasan lainnya juga meningkatkan angka kejadian sepsis. Bayi

yang lahir prematur sering kali memiliki berat badan yang kurang dan organ-organnya yang belum sempurna. Bayi prematur juga memiliki imunitas yang rendah, pada saat terserang infeksi tubuh belum mampu melawannya, sehingga infeksi itu semakin bebas menyebar keseluruh tubuh pasien. Angka kejadian sepsis neonatal awitan dini masih menjadi kasus yang terbanyak dibandingkan sepsis awitan lambat yang kebanyakan diakibatkan oleh proses persalinan sampai pascapersalinan.

Tabel 2. Jumlah Hasil Data Laboratoium Pasien Sepsis

           

No Data Lab Normal Jumlah %

1. Trombositopenia 150.000-250.000 sel/mm3 32 76,2

2. Leukositosis 5.000-10.000 (/ul) 28 66,7

3. CRP > 1 < 1 mg/dL 23 54,7

4. Lekositopenia 5.000-10.000 (/ul) 3 7,1

(5)

Data laboratorium yang sangat signifikan ditunjukkan oleh bayi yang mengalami sepsis neonatal di ruang perina RSUP Fatmawati adalah trombositopenia

(76,2%), diikuti dengan leukositosis (66,7%), peningkatan C-Reactive Protein (CRP) yang tinggi (54,7%), leukositopenia (7,1%) dan immature (IT Ratio) ≥ 0,2 (4,7%).

Tabel 3. Hasil Kultur pada Pasien Sepsis

           

Sekitar 20 pasien menunjukkan hasil kultur negatif, hal ini menunjukkan terapi yang diberikan tepat dan sesuai tata laksana. Namun ada juga pasien yang hasil kulturnya belum keluar walaupun sudah melewati 3 hari dari awal pengambilan sampel darah, hal tersebut membuat terapi antibiotik yang telah diberikan sulit untuk dilakukan evaluasi.

Kuman/Bakteri yang muncul pada hasil kultur kebanyakan bakteri gram negatif

yaitu Enterobacter aerogenes (5), Klebsiella sp (3), Acinotebacter baumanii (2), Bukholderia cepacia (2), Serratia sp (1) dan bakteri gram positif yaitu Staphylococcus epidermidis (2). Hasil kultur negatif terbanyak karena telah diberikan terapi profilaksis selama observasi bayi, bila adanya salah satu gejala klinis yang nampak pada pasien.

No. Nama Bakteri Bahan Gram (+/-) Jumlah

1. Hasil kultur negatif (-) 20

2. Belum ada hasil kultur 7

3. Enterobacter aerogenes Darah - 5

4. Staphylococcus epidermidis Darah + 2

5. Bukholderia Cepacia Darah - 2

6. Acinerobacter baumanii Darah - 2

7. Seratia Odorifera Darah - 1

8. Klebsiella terrigena Darah - 1

9 . Klebsiella Ozaenae Darah - 1

10. Klebsiella Pneumoniae Darah - 1

(6)

Tabel 4. Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Sepsis neonatal            

Penatalaksanaan pasien dengan diagnosis sepsis adalah pemberian antibiotik yang sensitive sesuai pola kuman diruangan. Antibiotik lini pertama yang digunakan yaitu Amoxicillin dan Gentamisin. Bila keadaan umum (KU) pasien memburuk setelah 3 hari dan hasil kultur belum keluar, maka antibiotik diganti dengan kombinasi lini keduanya yaitu Cefotaksim dan Amikasin. Namun, bila KU tidak kunjung membaik pula, dan hasil kultur

belum juga keluar, maka sering kali dengan cepat pasien diberikan antibiotik lini ketiga, yaitu Meropenem atau Ceftazidime. Bila hasil kultur telah keluar, maka terapi antibiotik disesuaikan dengan hasil tersebut. Namun sayangnya, pembuatan laporan pola kuman ruangan tidak dilakukan secara rutin, sehingga tatalaksana masih menggunakan hasil pendataan pola kuman yang lama.

No Penggunaan Antibiotik Jumlah Pasien

1. Antibiotik Lini 1 saja (Amoxicillin dan Gentamisin) 14

2. Antibiotik lini 1 dan 2 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim dan

Amikasin) 10

3. Antibiotik Lini 1, 2 dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim,

Amikasin, ceftazidime dan meropenem) 6

4. Antibiotik Lini 1, 2 dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim,

Amikasin dan Ceftazidime) 5

5. Antibiotik Lini 1, 2 dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim,

Amikasin dan Meropenem) 2

6. Antibiotik Lini 3 saja (Meropenem) 2

7. Antibiotik lini 1 dan 2 (Amoxicillin, Gentamisin dan Ceftazidime) 1

8. Antibiotik Lini 2 dan 3 (Cefotaxim, Amikasin, ceftazidime dan

meropenem) 1

9. Antibiotik Lini 1, 2, dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim,

Amikasin, meropenem, ceftazidime, dan fosfomycin sodium) 1

(7)

Tabel 5. Lama Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis

Penggunaan antibiotik pada satu pasien dengan pasien yang lain, tidaklah sama. Semua tergantung kondisi klinik pasien yang menunjukkan KU yang semakin membaik atau bahkan memburuk. Bila KU pasien semakin memburuk, maka pasien akan diberikan antibiotik lini pertama, kemudian antibiotik lini kedua dan bisa juga diberikan antibiotik lini ketiga. Namun bila pada penggunaan antibiotik lini pertama, KU pasien membaik dan hasil kultur darah menunjukkan negatif, maka pasien dinyatakan sembuh dari sepsis dan diperbolehkan pulang. Hasil evaluasi terapi antibiotik pada pasien sepsis menunjukkan banyaknya pasien yang menggunakan antibiotik lini pertama saja (38 pasien).

Penggunaan antibiotik oleh pasien harus memperhatikan waktu, frekuensi dan lama pemberian sesuai rejimen terapi dan memperhatikan kondisi klinik pasien. Pada proses penggunaan antibiotik, Apoteker dapat

berperan pada penghentian otomatis pemberian antibiotik (automatic stop order). Penghentian otomatis pemberian antibiotik dilakukan bila penggunaan sudah sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dan telah disetujui oleh Dokter Penanggung Jawab pasien (DPJP). Rata-rata lama penggunaan antibiotik untuk septikemia adalah 5-7 hari. Penggunaan terapi antibiotik tersebut juga harus mempertimbangkan aktivitas antibiotik agar dapat ditetapkan berapa lama penggunaan setiap antibiotik. Penggunaan antibiotik harus dipantau agar tidak terjadi pemberian antibiotik yang tidak rasional karena diberikan terlalu singkat atau terlalu lama. Lamanya pemberian antibiotik empiris adalah dalam jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. Penggunaan antibiotik lini pertama, lini kedua dan lini ketiga yang diberikan lebih dari 14 hari juga banyak

No Penggunaan Antibiotik Waktu Penggunaan (≤7 hari) Waktu Penggunaan diantara 7-14 hari Waktu Penggunaan (≥14 hari) Total Pasien 1. Antibiotik Lini 1 Amoxicillin dan Gentamisin 33 30 3 6 2 2 38 38 2. Antibiotik Lini 2 Cefotaxim dan Amikasin Atau Fosfomycin Na 15 13 7 10 4 2 1 25 25 1 3 Antibiotik Lini 3 Ceftazidime Atau Meropenem 9 2 - 1 5 9 14 12

(8)

ditemukan. Distribusi lamanya penggunaan setiap antibiotik pada pasien sepsis yang dirawat di ruang perina dapat dilihat pada Tabel 5.

Parameter Farmakodinamik dari setiap antibiotik penting untuk menilai hubungan kadar-kadar antibiotik terhadap efek antibiotiknya. Penentuan dosis pada pasien sepsis ini ditentukan dengan dosis per Kg berat badan pasien. Aktivitas antibiotik yang berbeda juga menentukan bagaimana

pemberian dosis rejimen seharusnya. Amoxicillin adalah golongan antibiotik Penisilin, dimana strategi terapi yang diberikan sebaiknya dengan memaksimalkan lama paparan, begitu juga Cefotaxim dan Ceftazidime yang merupakan golongan Sefalosporin dan Meropenem yang merupakan golongan Karbapenem. Sedangkan Amikasin dan Gentamisin merupakan golongan Aminogikosida yang sebaiknya strategi terapi diberikan dengan memaksimalkan kadar obat.  

Tabel 6. Kesesuaian Dosis pada pasien Sepsis  

       

Dosis yang diberikan pada setiap pasien sepsis di ruang Perina ini, belum terlaksana dengan tepat karena masih adanya dosis Gentamisin dan Amikasin yang diberikan kurang dari dosis seharusnya. Bila dosis yang tepat sulit diberikan karena berat

badan saat pasien yang memiliki bilangan pada satuannya, maka sebaiknya mengambil inisiatif untuk membulatkan pada dosis yang lebih besar, karena sifat obat parenteral yang sering kali masih tertinggal dalam spuit.

Tabel 7. Jumlah Pasien yang Diberikan Terapi Penunjang

No. Terapi Penunjang Jumlah Pasien %

1. Aminophilin 6 14,2 2. Metronidazole 5 11,9 3. Fluconazole 5 11,9 4. Ranitidine 2 4,7 21,5% 19%

(9)

Terapi penunjang yang sering digunakan adalah pemberian antibiotik Metronidazole bila gejala klinis menunjukkan adanya bakteri anaerob, seperti distersi abdomen dan keluarnya cairan lambung pada OGT (Oral Gastric Tube). Pemberian antijamur seperti Fluconazol diberikan bila hasil kultur menunjukkan adanya jamur Candida. Aminofilin untuk pasien sepsis yang

menunjukkan gejala sesak lebih dari sekali sampai membutuhkan resusitasi. Asam lambung merupakan mekanisme pertahanan non imun utama untuk melawan infeksi, sehingga Ranitidine diberikan dengan indikasi tersering adalah sebagai profilaksis atau terapi stress ulcers dan refluks gastroesofageal (GERD), namun efikasinya pada neonates masih diperdebatkan.

KESIMPULAN

Karakteristik dominan bayi yang mengalami sepsis di ruang Perina RSUP Fatmawati adalah bayi laki-laki (61,9%), persalinan non spontan (59,5%), prematuritas (64,3%), berat lahir rendah (69,1%) dan sepsis neonatal awitan dini (81%).

Masih adanya penggunaan antibiotik yang tidak rasional karena digunakan terlalu lama (>14 hari) atau singkat (<7 hari), bahkan baru digunakan 1 hari langsung diganti.

Perlu dibuat ketetapan terkait lama penggunaan antibiotik di ruang Perina agar ketidakrasionalan penggunaan antibiotik dapat dicegah. Perlu diadakan kesepakatan pembulatan dosis rejimen obat, karena pola aktifitas antibiotik yang berbeda, salah satunya sebaiknya digunakan dengan memaksimalkan dosis.

Terapi penunjang yang sering digunakan adalah Metronidazole, Fluconazole, Ranitidin dan Aminofilin.

SARAN

1.   Mensosialisasikan PPK kasus sepsis di Perina sehingga ada standar khusus dalam penggunaan antibiotika.

2.   Penggunaan antibiotik pada sepsis neonatal seharusnya didasarkan pada hasil data pola kuman penyebab infeksi yang diperoleh dari biakan darah dan hasil uji sensitifitas. Pola kuman dan hasil uji sensitifitas tersebut dapat dipakai sebagai dasar pemberian antibiotik secara empiris, sehingga, diharapkan dapat dilaksanakan pendataan pola kuman yang berkala khususnya di ruang Perina.

3.   Disediakan sarana penunjang penyiapan obat parenteral yaitu ruangan aseptic dispensing dan petugas farmasi khusus untuk melayani kebutuhan obat pasien bayi di ruang Perina RSUP Fatmawati agar dapat memberikan terapi antibiotik yang tepat dan meminimalisir kontaminasi, serta agar obat parenteral yang hanya dibutuhkan sangat sedikit dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk seluruh pasien di ruang Perina.

4. Mengadakan penelitian lebih lanjut terkait penyebab kondisi pasien yang cepat memburuk setelah mendapat terapi antibiotik lini 1 sehingga menyebabkan pergantian antibiotik ke lini 2 seringkali dilakukan sangat cepat (< 3 hari).

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1.   Apriliana, E., Rukmono, P., Erdian, D. N., Tania, F., Unila, B. M. F., Unila, B. I., K. A. F., & Unila, P. D. F. (2013, November). Bakteri Penyebab Sepsis Neonatorum dan Pola Kepekaannya Terhadap Antibiotika. In Seminar Nasional Sains dan Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung 19-20 November 2013. 2.   Departemen Kesehatan. 2007.

Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum 3.   Formularium RSUP Fatmawati Edisi

VII. 2014

4.   IDAI . 2010. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama.

5.   Juniatiningsih, A., Aminullah, A., & Firmansyah, A. (2008). Profil mikroorganisme penyebab sepsis

neonatorum di Departemen

IlmuKesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari pediatri,10, 60-5.

6.   Kementerian Kesehatan RI, Bina Kefarmasian, and Alat Kesehatan.

2015. Pedoman Pelayanan

Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik 7.   Mayetti, I. I. (2010). Pola

bakteriologis dan uji sensitivitas pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari pediatri, 11, 326-9.

8.   Mendoza, U.A., 2000. Sepsis Neonatorum at Manila Central University Filemon D, Tanchoco Med

Foundation (MCU-FDTMF).

Calacoon City.Manila. 9.   Peraturan Mentri Kesehatan

2406/MENKES/PER/XII/2011. 10.   Putra, P.J. 2012. insiden dan

faktor-faktor yang berhubungan dengan sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari pediatri, 14(3),205-210 11.   Sianturi, P., Hasibuan, B. S., Lubis, B. M., Azlin, E., & Tjipta, G. D. (2013). Gambaran Pola Resistensi Bakteri di Unit Perawatan Neonatus. Sari Pediatri, 13, 431-6.

12.   Sulistijono, E., & RVC, B. I. (2013). Faktor risiko sepsis awitan dini pada neonatus. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 27(4), pp-232.

13.   Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.

14.   The International Sepsis Definition Conferences . 2001

15.   Wahyuningsih, R., Rozalyani, A., El Jannah, S. M., Amir, I., & Prihartono, J. (2008). Kandidemia pada neonatus yang mengalami kegagalan terapi antibiotik. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(4), 110-115.

16.   Wibowo S.,2007. Perbandingan kadar bilirubin neonatus dengan dan tanpa defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase, infeksi dan tidak infeksi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang: 43-4

17.   Wijayanto, D., Amir, I., Wahyuningsih, R., & Windiastuti, E. 2009. Prevalens dan Sebaran Faktor Risiko Mikosis Sistemik pada Neonatus dengan Sepsis Awitan

Lambat di RS Dr. Cipto

Mangunkusumo. Sari Pediatri 2009;11(4):229-37

Gambar

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Bayi
Tabel 2. Jumlah Hasil Data Laboratoium Pasien Sepsis
Tabel 3.  Hasil Kultur pada Pasien Sepsis
Tabel 4. Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Sepsis neonatal  	
   	
   	
   	
   	
   	
  
+2

Referensi

Dokumen terkait

RIPIN 2015-2035 dan KIN dijadikan acuan oleh menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang perindustrian

APB dan FBIR secara parsial memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa. BOPO secara parsial

[r]

nilai sosial, nilai kekeluargaan, nilai kebersamaan dan nilai gotong royong. Nilai-nilai yang terdapat dalam upacara adat nyangku mereka tanamkan dlaam.. kehidupan

tingkatan dan kategori kata dan juga teori Simatupang yaitu pergeseran pada tataran. semantik dalam brosur terjemahan

PEMIRSA / DENGAN MEMBENTUK LINGKARAN / MEREKA MENGELILINGI BERBAGAI MACAM UBO RAMPE UNTUK MENGADAKAN SEDEKAH LALABAN // SETELAH SELESAI UPACARA /. TANPA ADA YANG

Development of water supply system at IKK Randudongkal planned in the year 2010 - 2021, covering entire countryside at IKK Randudongkal with improvement of service 2 - 5 % per

SEGMEN BERITA REPORTER B BI Perbarindo Harus Puas Juara 3 Tenis Lapangan. hari minggu