• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMINTAAN LAHAN DAN NILAI LAND RENT TAMBAK UDANG DI KELURAHAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERMINTAAN LAHAN DAN NILAI LAND RENT TAMBAK UDANG DI KELURAHAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

VINA DARMAWAN

SKRIPSI

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PERMINTAAN LAHAN DAN NILAI LAND RENT TAMBAK UDANG DI KELURAHAN SICANANG, KECAMATAN MEDAN BELAWAN

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sunber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2008

Vina Darmawan C44104007

(4)

Tambak Udang di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI.

Perikanan tambak merupakan kegiatan pemanfaatan lahan pesisir yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir Kelurahan Sicanang, yang ditetapkan sebagai sentra pengembangan perikanan tambak budidaya udang windu di Kecamatan Medan Belawan, Sumatra Utara. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat permintaan nilai sumberdaya lahan di Kelurahan Sicanang, menghitung nilai land rent berdasarkan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar dan menghitung besarnya pengaruh perubahan variabel eksogen terhadap nilai land rent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva permintaan lahan tambak Kelurahan Sicanang adalah Q = 2.436,8877 PX

-0,54287

, sehingga nilai elastisitas permintaan terhadap lahan tambak di Kelurahan Sicanang sebesar -0,5428. Permintaan lahan tambak udang windu di Kelurahan Sicanang adalah sebesar 0,43 Ha per pembudidaya atau seluruh responden sebesar 8,17 Ha . Nilai ekonomi permintaan lahan tambak udang windu di Kelurahan Sicanang Rp17.527.446.61. Berdasarkan konsep Ricardian landrent, Kelurahan Sicanang memiliki nilai land rent Rp2.733.502,84 per Ha. Melalui analisis regresi berganda, diperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas dan jarak. Persaman tersebut menunjukkan bahwa produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap nilai land rent, sementara jarak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai land rent. Hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea mengurangi nilai land rent yang perubahannya mempengaruhi biaya sarana produksi dan biaya transportasi.

(5)

Hak Cipta milik Vina Darmawan, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak,

(6)

Judul Skripsi : Permintaan Lahan dan Nilai Land Rent Tambak Udang di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan

Nama Mahasiswa : Vina Darmawan

NRP : C44104007

Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan

Disetujui, Pembimbing

Ir. Moch.Prihatna Sobari, M.S. NIP. 131 578 826

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP. 131 578 799

(7)

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Maret 1986. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Darmawan dan Ibu Barniaty.

Pada tahun 2004, penulis lulus dari SMUN 6 Medan. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di organisasi mahasiswa yaitu Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan (HIMASEPA) staff PPSDM periode 2005-2006 dan staff Internal periode 2006-2007, Forum Keluarga Muslim Perikanan (FKM-C) staff Syar periode 2005-2006, Bendahara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-C) Periode 2006-2007. Selain aktif di organisai penulis juga pernah menjadi tim pengajar asrama Pengantar Matematika TPB tahun 2006, dan asisten dosen Sosiologi Umum tahun 2007-2008.

Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul “Permintaan Lahan dan Nilai Land Rent Tambak Udang di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan”. Penulis dinyatakan lulus pada tanggaL 29 Januari 2008 dalam sidang ujian skripsi yang diselenggarakan oleh Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(8)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Permintaan Lahan dan Nilai Land Rent Tambak Udang di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, pada Bulan Juli sampai dengan Agustus 2007.

Pada kesempatan dan dalam tempat yang terbatas ini penulis hanya dapat menyampaikan terimakasih kepada :

1) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S, sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingaan selama penyusunan skripsi ini, 2) Drs. Hadamean Dongoran dan Bapak Rizal sebagai staff di Dinas

Perikanan dan Kelautan Kota Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan,

3) Bapak Shahdan, Bapak Syafei dan Chairul yang telah membantu perolehan data di lapangan selama penelitian,

4) Kepada responden yang telah membantu perolehan data di lapangan selama penelitian,

5) Kedua orang tua (Darmawan dan Barniaty), Ivan Darmawan dan seluruh keluarga penulis atas pengorbanan, dukungan, do’a, serta kasih

sayangnya,

6) Temen-temen SEI’41, Cendana’ers (Artantidan Uci KPM’41, Ernawati dan Dian Manajemen’41, Mifta SEIP’41, Endang Agb’41, Alin Ilmu Tanah’41, Dea TIN’41, Winda Biologi’41 ), mas ‘Susetyo Dwi Prio Ekbang ’41, Wahyu Nanda Pratama ILKOM-USU-2004, M. Fikri Utomo Teknik Industri Mekanik USU-2004, yang telah memberikan dukungan kepada penulis,

(9)

berkepentingan.

Bogor, Januari 2008

(10)

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Faklutas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

VINA DARMAWAN C44104007

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(11)

DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1. 1 Latar Belakang ... 1 1. 2 Perumusan masalah ... 3 1. 3 Tujuan Penelitian ... 3 1. 4 Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2. 1 UsahaTambak Udang ... 5

2. 2 Permintaan Lahan dan Nilai Sumberdaya ... 7

2. 3 Produktivitas Pemanfaatan Lahan... 7

2. 4 Sewa Lahan (Land Rent) ... 8

2. 5 Biaya ... 10

2. 6 Harga ... 10

2. 7 Biaya Transportasi... 11

III. KERANGKA PENELITIAN ... 13

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 15

4. 1 Metode Penelitian ... 15

4. 2 Jenis dan Sumber Data ... 15

4. 3 Metode Pengambilan Sampel ... 16

4. 4 Metode Analisis Data ... 16

4. 4. 1 Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak ... 16

4. 4. 2 Analisis Land Rent ... 17

4. 4. 3 Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent ... 20

4. 5 Batasan Penelitian ... 21

4. 6 Waktu dan Tempat Penelitian... 21

V. PROFIL LOKASI PENELITIAN... 22

5.1 Kondisi Geofisik Kelurahan Sicanang... 22

5. 2 Kondisi Demogarafi Kelurahan Sicanang ... 22

5. 3 Kondisi Sosial Kelurahan Sicanang... 23

(12)

6. 1 Input Produksi... 26

6. 2 Peralatan Kegiatan Budidaya dan Modal Investasi...30

6. 3 Kegiatan Produksi...32

6. 3. 1 Masa Persiapan...32

6. 3. 2 Masa Pemeliharaan... 33

6. 3. 3 Masa Pemanenan...34

6. 4 Hasil Produksi dan Pemasaran...34

6. 4. 1 Hasil Produksi...34

6. 4. 2 Pemasaran Hasil Produksi...35

6. 5 Analisis Permintaaan dan Nilai dari Lahan Tambak...35

6. 6 Analisis Nilai Land Rent...38

6. 6. 1 Produktivitas Lahan...39

6. 6. 2 Biaya Produksi...39

6. 6. 3 Biaya Transportasi...41

6. 6. 4 Land Rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak ke Pusat Pasar... 42

6. 7 Anlisis Sensitivitas Nilai Land Rent...45

6. 7. 1 Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent Akibat Kenaikan Harga Pupuk Urea...45

6. 7. 2 Anillisis Sensitivitas Nilai Land Rent Akibat Kenaikan Harga BBM...48

6. 7. 3 Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent Akibat Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea...51

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 55

7. 1 Kesimpulan...55

7. 2 Saran ...56

DAFTAR PUSTAKA...57

(13)

1. Perkembangan Ekspor Udang di Indonesia dan Negara Tujuan Tahun

2000-2002... 2 2. Batasan Sistem Budidaya Udang di Tambak Tahun 2001... 6 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Sicanang Berdasarkan Kelompok Umur

Tahun 2007 ... 23 4. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru untuk Berbagai Jenjang

Pendidikan di Kelurahan Sicanang Tahun 2007...24 5. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan yang Terdapat di Kelurahan

Sicanang Tahun 2007...24 6. Rata-rata Input dan Output per Siklus dari Usaha Tambak Udang

di Kelurahan Sicanang Tahun 2007 ...26 7. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Udang di Kelurahan

Sicanang Tahun 2007... 31 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil

Usaha Tambak Udang di Kelurahan Sicanang Tahun 2007 ...36 9. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di

Kelurahan Sicanang Tahun 2007...40 10. Biaya Sarana Produksi Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di

Kelurahan Sicanang Tahun 2007...40 11. Total Biaya Produksi Budidaya Udang Windu di Kelurahan Sicanang

Tahun 2007...41 12. Biaya Transportasi dari Tambak Kelurahan Sicanang ke KIM

Tahun 2007...42 13. Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Tambak

ke Pusat Pasar Tahun...42 14.Perubahan Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan

dan Jarak Tambak ke Pusat Pasar Akibat Adanya Kenaikan Harga

(14)

Pupuk Urea Tahun 2007...46

16. Perubahan Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Tambak ke Pusat Pasar Akibat Adanya Kenaikan Harga

BBM Tahun 2007...49 17.Persentase Perubahan Nilai Land Rent dengan Adanya Kenaikan Harga

BBM Tahun 2007...49 18. Perubahan Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan

dan Jarak Tambak ke Pusat Pasar Akibat Adanya Kenaikan Harga

BBM dan Harga Pupuk Urea Tahun 2007...52 19.Persentase Perubahan Nilai Land Rent dengan Adanya Kenaikan Harga

(15)

1. Hubungan Input-Output dalam Proses Produksi Tahun 2007 ... 8 2. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar

Terhadap Land Rent Tahun 2007 ... 9 3. Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi

Konsep ”Land Rent” yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah

Pembayaran Biaya Produksi Tahun 2007...10 4. Kerangka Pendekatan Studi Tahun 2007 ... 14 5. Diagram Kerangka Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Nilai Land Rent Tahun 2007 ... 18 6. Sungai Belawan yang Menjadi Sumber Air Tawar Tahun 2007 ...27 7. Kondisi Tambak Udang Windu di Kelurahan Sicanang Tahun

2007...28 8. Salah Satu Contoh Rumah Jaga di Tambak Udang Windu

Kelurahan Sicanang Tahun 2007 ...31

9. Masa Persiapan Tambak yaitu Pengeringan Lahan Tambak

Tahun 2007...33 10. Proses Pemanenan Tambak Udang di Kelurahan Sicanang

Tahun 2007...34 11. Hasil Produksi Tambak Udang Windu di Kelurahan Sicanang

tahun 2007...35 12.Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan

Antara Harga Sewa Lahan dan Luas Lahan Tahun 2007...38 13. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan

Tahun 2007...44 14.Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Tahun 2007...44 15.Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas

Setelah Adanya Kenaikan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya

Kenaikan Harga Pupuk Urea Tahun 2007 ...47

(16)

Kenaikan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga

Pupuk Urea Tahun 2007 ...47 17.Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas

Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Sebelum Adanya

Kenaikan Harga BBM Tahun 2007 ...50 18.Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi

Kenaikan Harga BBM dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM

Tahun 2007 ...51 19.Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas

Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea

Tahun 2007...53 20.Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi

Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Adanya

(17)

1. Peta Wilayah Sumatra Utara Tahun 2007...60

2. Analisis Regresi Permintaan Lahan Tambak Udang Windu di

Kelurahan Sicanang Tahun 2007...61 3. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Permintaan dan

Nilai Pemanfaatan Lahan Tambak Udang Windu di

Kelurahan Sicanang Tahun 2007 ...62 4. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor dan Jarak

Lokasi Tambak Udang Windu di Kelurahan Sicanang

Tahun 2007...63 5. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai LandRent

dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Udang Windu

di Kelurahan Sicanang ke Pusat Pasar Tahun 2007 ...64 6. Data Karakteristk Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak

Udang Windu di Kelurahan Sicanang Tahun 2007 ...66 7. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor dan Jarak

Lokasi Tambak Udang Windu Di Kelurahan Sicanang Setelah

Terjadi Kenaikan Harga Pupuk Urea Tahun 2007...71 8. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent

dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak UdangWindu di Kelurahan ke Pusat Pasar Setelah terjadi Kenaikan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Kenaikan Harga Pupuk Urea

Tahun 2007...72 9. Data Karakteristk Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak

Udang Windu di Kelurahan Sicanang Setelah Terjadi Kenaikan Harga Pupuk Urea Tahun 2007 ...74 10. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor dan Jarak

Lokasi TambakUdang Windu di Kelurahan Sicanang Setelah

(18)

dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak UdangWindu di Kelurahan ke Pusat Pasar Setelah terjadi Kenaikan

Harga BBM dan Sebelum Kenaikan Harga BBM...79

12. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor dan Jarak Lokasi TambakUdang Windu di Kelurahan Sicanang Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea

Tahun 2007...81

13. Output MAPEL 9,5 untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak UdangWindu di Kelurahan ke Pusat Pasar Setelah terjadi Kenaikan

Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea...82

(19)

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir dan lautan merupakan bagian dari lingkungan hidup yang berpotensi besar dalam menyediakan sumberdaya kehidupan. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai 81.000 Km dan memiliki 17.504 buah pulau yang dua per tiga dari wilayah tersebut berupa laut. Dari data tersebut, Indonesia memiliki potensi perikanan yang cukup besar, paling tidak menghasilkan sumberdaya ikan lebih kurang 6,17 juta ton per tahun yang berasal dari perikanan tangkap (Mulyadi S 2005).

Di Indonesia, dalam publikasi FAO 2007 disebutkan bahwa kondisi sumberdaya ikan di sekitar Perairan Indonesia, terutama di Perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sudah menunjukkan full exploited. Bahkan, di Perairan Samudera Hindia kondisinya cenderung mengarah pada over exploited. Artinya, di kedua perairan tersebut saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk melakukan ekspansi penangkapan secara besar-besaran. Sebagai alternatif usaha perikanan rakyat selain penangkapan adalah melalui usaha budidaya yang

memanfaatkan kawasan pesisir sebagai lahan bagi usaha perikanan budidaya, baik budidaya perikanan berbasis lahan darat (land-basedaquaculture) mau pun di laut (marine-based aquaculture).

Budidaya yang berkembang dan memberikan hasil yang cukup besar bagi ekspor non-migas adalah budidaya dengan komoditas udang, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1, tentang perkembangan ekspor udang dari hasil budidaya di Indonesia. Negara yang paling banyak mengimpor udang dari Indonesia adalah Jepang dengan persentase rata-rata 46% dari tahun 2000-2002.

Salah satu jenis udang yang diekspor dari hasil budidaya adalah udang windu (Penaeus monodon) yang dikenal dengan nama pancet, bago, menjangan, pedet, pelas-pelas, sito, lily, atau lotong. Besar udang ini bisa mencapai 30 cm bahkan 35 cm. Udang windu cocok untuk dipelihara di alam tambak karena tahan

menghadapi salinitas yang rendah (3‰) mau pun salinitas tinggi (35‰). Udang windu terutama dihasilkan dari daerah Lautan India dan Pasifik/Asia, serta

(20)

Australia yang biasanya disebut sebagai Commom Tiger Prawn atau Grown Tiger Prawn (Suyanto RS dan M Ahmad 2001)

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Udang Indonesia dan Negara Tujuan Dalam H/L (1000 MT) Tahun 2000-200 2000 (1000 MT) 2001 (1000 MT) 2002 (1000 MT) Persentase rata-rata USA 16 16 17 13% Jepang 54 60 60 46% Eropa 18 18 16 14% Lainnya 28 35 32 27% TOTAL 116 129 125 100%

Sumber : Laporan Sidang Global Shrimp tahun 2003 (www. dkp. go. id)

Wilayah Medan memiliki luas 265,10 km2 merupakan ibukota Provinsi Sumatra Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memilki wilayah pesisir dan lautan. Wilayah Kota Medan terbagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Medan Belawan adalah salah satu kecamatan di Kota Medan yang merupakan wilayah pesisir.

Salah satu kegiatan perikanan yang mulai berkembang di daerah ini adalah budidaya udang windu, Kelurahan Sicanang sebagai salah satu tempat

perkembangan budidaya udang windu. Pemanfaatan lahan tambak terpusat di daerah ini, yaitu dari 621 Ha luas tambak di Medan Belawan, 410 Ha dengan hasil 490 ton per tahun terdapat di Kelurahan Sicanang.

Komoditas udang windu yang dibudidayakan di daerah ini pada umumnya merupakan komoditas ekspor. Dalam setiap panen, hasilnya dipasarkan dan diolah di coldl storage Pelabuhan Belawan atau di daerah Kawasan Industri Medan (KIM) yang nantinya akan diekspor ke beberapa negara seperti Singapura dan Jepang. Dengan demikian Pelabuhan Belawan sebagai pusat pasar hasil perikanan budidaya di daerah Medan Belawan.

Pemanfaatan lahan yang belum optimal dengan sumberdaya perikanan yang cukup menjanjikan memberikan harapan untuk memperbaiki perekonomian masyarakat pesisir melalui usaha tambak udang di Kecamatan Medan Belawan, khususnya Kelurahan Sicanang. Sebagai pemilik lahan tentu saja mengharapkan nilai maksimum dari setiap kegiatan pemanfaatan lahan yang dilakukan. Upaya

(21)

untuk mencapai manfaat maksimum dalam jangka panjang didapatkan apabila lahan dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, perlu adanya kajian tentang permintaan lahan dan nilai land rent sumberdaya tambak di kawasan Kecamatan Medan Belawan, Sumatra Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Keadaan sumberdaya ikan di laut yang sudah over fishing yaitu adanya penangkapan ikan secara berlebihan, mengakibatkan kegiatan budidaya semakin berkembang. Hal ini juga terlihat di Kelurahan Sicanang di Kecamatan Medan Belawan dengan budidaya udang windu.

Kegiatan budidaya udang windu tentu saja dipengaruhi oleh permintaan pasar baik pasar lokal mau pun pasar luar negeri. Pemanfaatan yang belum maksimal dengan adanya sumberdaya pertambakan memberi harapan bagi masyarakat pesisir melalui usaha tambak udang di kawasan pesisir Kelurahan Sicanang. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada di daerah penelitian, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah

1) Bagaimanakah permintaan lahan dan nilai sumberdaya lahan untuk usaha tambak udang di Kelurahan Sicanang ?

2) Berapakah nilai land rent pemanfaatan lahan tambak di Kelurahan Sicanang ?

3) Fakor apa saja yang akan berpengaruh terhadap nilai pemanfaatan lahan tambak udang di Kelurahan Sicanang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1) Menentukan tingkat permintaan dan nilai sumberdaya lahan tambak di Kelurahan Sicanang.

2) Menentukan nilai land rent pemanfaatan lahan tambak udang di Kelurahan Sicanang.

3) Menentukan besarnya pengaruh perubahan faktor eksogen (kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk) terhadap perubahan nilai land rent di Kelurahan Sicanang.

(22)

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pengembangan kegiatan perikanan tambak di kawasan Kelurahan Sicanang dengan pemanfaatan lahan yang optimal.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Tambak Udang

Usaha pertambakan, berdasarkan penelusuran pustaka, ternyata sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak tahun 1200, yaitu sejak zaman keemasan Kerajaan Majapahit. Istilah tambak sendiri berasal dari kata nembok (bahasa Jawa) yang berarti membuat bendungan. Jadi kata menambak bisa kita defenisikan sebagai menempung air laut sewaktu pasang untuk menangkap ikan dan udang (Murtidjo BA 1989).

Ditinjau dari segi letak tambak terhadap laut dan muara sungai yang memberikan air kepadanya, ada 3 golongan tambak, yaitu (Soeseno S 1983) 1) Tambak Lanyah, yang terletak dekat sekali dengan laut, di tepi pantai.

Dibandingkan dengan tambak biasa, air tambak lanyah cenderung senantiasa lebih tinggi kadar garamnya, karena pada dasarnya air masuk dari laut memang masih tinggi, kemudian mengalami penguapan sehari-hari sesudah ditahan dalam petakan tambak, sampai kadar air dalam air itu makin naik. 2) Tambak Biasa, yang terletak di belakang tambak lanyah, dan selalu terisi oleh

campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Airnya dapat asin selama tambak itu diisi dengan air pasang (laut) yang tinggi, dan dapat tawar jika diisi dengan air sungai yang leluasa mengalir ke arah pantai, pada waktu lautnya sedang surut.

3) Tambak Darat, yang terletak jauh sekali dari pantai laut. Pasokan air dapat dipertahankan cukup hanya selama musim hujan saja. Kalau hujannya berkurang, maka sebagian tambak itu menjadi kering sama sekali, sehingga pengusahaannya kadang-kadang hanya dapat berlangsung selama 9 bulan saja, setiap tahunnya.

Ada pun sistem budidaya udang yang dikenal sekarang ada 3 tingkatan, yaitu budidaya ekstensif (tradisional), semi-intensif, dan intensif. Seperti yang terlihat pada Tabel 2, tentang batasan sistem budidaya udang di tambak yang memiliki beberapa faktor penentu dalam menentukan tingkatan sistem budidaya seperti pakan, pengelolaan air, padat penebaran, ukuran petak tambak, dan produksi (Suyanto RS dan M Ahmad 2001).

(24)

Tabel 2. Batasan Sistem Budidaya Udang di Tambak Tahun 2007 Tingkatan Sistem Budidaya

Ekstensif Semi-Intensif Intensif

Pakan Alami Alami + pakan

tambahan

Pakan formula lengkap Pengelolaan air Pasang-surut Pasang surut + pompa Pompa + aerasi Padat penebaran 1.000-10.000 ekor/ha/musim 10.000-50.000 ekor/ha/musim 100.000-600.000 ekor/ha/musim Ukuran petak tambak 3-20 ha 1-5 ha 0,1-1 ha

Produksi 100-500 kg/ha/tahun 500-1.000 kg/ha/tahun 2.000-20.000 kg/ha/tahun Sumber : Suyanto RS dan M Ahmad 2001

Udang yang hidup dalam tambak, sebagian besar sebenarnya adalah udang-udang laut dari Familias Penaidae. Ada pun karekteristik dari udang-udang windu (Penaeus monodon), yaitu memiliki kulit badan yang keras, berwarna hijau kebiru-biruan dan berloreng-loreng besar, memiliki warna kulit merah muda kekuning-kuningan, dengan ujung kaki renang berwarna merah. Ada pun yang masih muda memiliki kulit dengan ciri khas totol-totol hijau. Kerucut kepala bagian atas memiliki 7 buah gerigi dan bagian bawah 3 buah gerigi (Murtidjo BA 1989).

Penaeus monodon yang hidup di laut, panjang tubuhnya bisa mencapai 35 cm, dengan berat sekitar 260 gram, sedangkan yang dipelihara dalam tambak, panjang tubuhnya hanya mencapai 20 cm, dengan berat sekitar 140 gram. Udang ini cukup ekonomis dan potensial dalam tambak, terutama karena udang jenis ini memiliki daya tahan yang tinggi untuk hidup di dalam air payau yang berkadar keasinan 3-35 promil (Murtidjo BA 1989).

Pemilihan lokasi yang baik dan cocok memegang peranan penting dalam keberhasilan budidaya udang. Lokasi untuk mendirikan usaha budidaya udang ditentukan setalah dilakukan studi atau analisis terhadap data/informasi tentang topografi lahan, tanah, sumber pengairan, ekosistem (hubungan lingkungan dengan kehidupan fauna dan flora), iklim/meteorologi. Keadaan sosial ekonomi yang berkaitan dengan harga dan kemudahan suplai bahan-bahan sarana produksi juga penting dalam penentuan lokasi tambak (Suyanto RS dan M Ahmad 2001).

(25)

2. 2 Permintaan Lahan dan Nilai Sumberdaya

Jumlah lahan yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut dengan jumlah yang diminta (Quantitiy demand) untuk lahan tersebut (Richard GL 1995). Menurut Hanafiah AM dan AM Saefuddin (1986) permintaan adalah jumlah barang atau lahan yang akan dibeli oleh konsumen pada kondisi, waktu, dan harga tertentu. Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu lahan ditentukan oleh banyak faktor, yaitu (Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana, dan S Kelana 2002)

1) Harga lahan itu sendiri

2) Harga komoditas lain yang berkaitan dengan lahan tersebut 3) Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 4) Jumlah penduduk

5) Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang, dan lain-lain Permintaan lahan tersebut sangat berkaitan dengan ketersediaan lahan sebagai sumberdaya. Dapat dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia. Sumberdaya pada dasarnya memiliki nilai intrinsic. Nilai intrinsic adalah nilai yang terkandung dalam sumberdaya, terlepas apakah sumberdaya tersebut dikonsumsi atau tidak, atau lebih ekstrem lagi, terlepas dari apakah manusia ada atau tidak. Pengelompokkan berdasarkan waktu pembentukan sumberdaya itu sendiri. Sumberdaya alam dapat juga diklasifikasikan menurut jenis penggunaan akhir dari sumberdaya tersebut, yaitu sumberdaya material dan sumberdaya energi. Tanah atau lahan termasuk dalam sumberdaya material metalik (Fauzi A 2004).

2. 3 Produktivitas Pemanfaatan Lahan Tambak

Produktivitas dapat diartikan sebagai jumlah output per satuan input yang digunakan . Peningkatan produktivitas dapat terwujud melalui 4 bentuk, yaitu (Simanjuntak 1985)

1) jumlah produksi yang sama diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit

(26)

2) jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumberdaya yang kurang

3) jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumberdaya yang sama

4) jumlah produksi yang lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumberdaya yang relatif kecil.

Produktivitas berkaitan dengan produksi, dimana produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Biasanya kegiatan ini dinyatakan dalam fungsi produksi yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Produksi dapat digambarkan sebagai berikut (Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana, dan S Kelana 2002)

Input

(kapital,tenaga kerja, tanah output dan sumber alam, keahlian (barang dan jasa) keusahawan)

Sumber : Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana, dan S Kelana (2002) Gambar 1. Hubungan Input-Output dalam Proses Produksi Tahun 2007

2. 4 Sewa Lahan (Land Rent)

Sewa lahan (Land Rent) adalah surplus ekonomi suatu lahan yang dapat dibedakan atas : (i) surplus yang selalu tetap (rent as an unearned uncrement), definisi ini memberikan kesan bahwa sewa lahan adalah surplus tetap atau mendapat hasil tanpa berusaha (windfall return), yang diperoleh akibat pemilikan lahan, dan (ii) surplus sebagai hasil dari investasi (rent as return on investment), dalam pengertian ini lahan dipandang sebagai faktor produksi ( Barlowe R 1978).

Land rent dapat dibedakan atas teori sewa Ricardian (Ricardian Rent), dan sewa ekonomi (Economic Rent atau Location Rent). Teori sewa Ricardian, merupakan teori sewa lahan yang mempertimbangkan faktor kesuburan lahan. Lahan yang subur akan memiliki nilai land rent yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang kurang subur, sedangkan sewa ekonomi mempertimbangkan lokasi atau jarak dari suatu lahan pertanian dengan pusat pasar. Kondisi ini berkaitan erat

Fungi Produksi (dengan teknologi

(27)

dengan rendahnya biaya pengangkutan atau biaya perjalanan, yang dibutuhkan untuk memenpuh jarak dari lokasi produksi ke lokasi pemasaran (Barlowe R 1978).

Suparmoko M (1997), menunjukkan penggunaan nilai produk dan kurva biaya untuk nilai ilustrasi land rent yang merupakan surplus ekonomi setelah

pembayaran biaya produksi. Pengaruh biaya transportasi kaitannya dengan perpindahan produk dari berbagai lokasi pasar terhadap sewa lahan digambarkan pada Gambar 2. Dalam gambar tersebut, dijelaskan bahwa semakin jauh jarak lokasi dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Misalnya pada jarak 0 Km (tepat di pusat pasar), biaya transportasi nol dan biaya total sebesar OB pada Gambar 2 (a) dan jarak OP Km biaya total menjadi PL, karena biaya transportasi meningkat menjadi XL. Kemudian jika harga barang yang diangkut setinggi OR, maka pada jarak OP tidak lagi terdapat land rent, sedangkan pada jarak 0, besarnya land rent adalah BR. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa land rent mempunyai hubungan terbalik dengan jarak lokasi lahan dengan pasar seperti yang dilukiskan pada Gambar 2 (b).

Rp Rp L

R Land Rent Biaya Land B Transportasi Rent

X 0

P T S Jarak ke pasar (a) Jarak ke pasar (b) Sumber : Suparmoko M (1997)

Gambar 2. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar terhadap Land Rent Tahun 2007

Suparmoko M (1997), menunjukkan panggunaan nilai produk dan kurva biaya untuk ilustrasi land rent yang merupakan surplus ekonomi setelah pembayaran

(28)

biaya-biaya produksi, terlihat pada Gambar 3, total nilai produksi yang dihasilkan digambarkan oleh segi empat LADP dengan biaya total dari variabel input yang ditunjukkan oleh segi empat MNSR dan menghasilkan land rent atau economic rent seluas LCDP. Surplus sebagai investasi memandang tanah sebagai faktor produksi. Surplus ekonomi sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena kesuburan tanahnya dan lokasi ekonomi.

MC AC Harga L P MR=AC = P Land Rent C D A B Output Sumber : Suparmoko M (1997)

Gambar 3. Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi Konsep Land Rent yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah Pembayaran Biaya Produksi Tahun 2007

2.5 Biaya

Dalam teori produksi jangka pendek, ciri dari produksi yaitu adanya pemakaian input tetap dan input variabel. Biaya yang dikeluarkan untuk input tetap disebut biaya tetap (fixed cost) dimana biaya ini tidak akan berubah walaupun jumlah output yang dihasilkan berubah.Biaya yang dikeluarkan untuk input variabel disebut biaya variabel (variable cost) dimana biaya ini akan bervariasi sesuai dengan perubahan output yang dihasilkan. Penggabungan dari biaya tetap dan biaya variabel disebut dengan biaya total (Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana, dan S Kelana 2002).

(29)

2.6 Harga

Harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang tersebut yang dinyatakan dalam sejumlah uang (Hanafiah AM dan AM Saefuddin 1986 ). Harga terbentuk bila adanya keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply).

Harga memberikan rangsangan kepada produsen untuk menghasilkan barang-barang yang permintaannya sangat besar, sehingga mendorong produsen untuk memperluas produksinya. Dalam jangka panjang kenaikan permintaan ini bisa berakibat pada naiknya harga, dan nantinya juga akan mengurangi permintaan, sehingga keadaan kembali dalam keseimbangan atau kondisi awal (Hanafiah AM dan AM Saefuddin 1986).

Perubahan permintaan dalam jangka pendek biasanya disebabkan oleh perubahan dalam harga barang pengganti, perubahan dalam preferensi dan taste konsumen, sedang dalam jangka panjang perubahan permintaan terjadi karena pertambahan penduduk, perubahan pendapatan per kapita, dan perubahan kebiasaan (habit) membeli dari konsumen (Hanafiah AM dan AM Saefuddin 1986).

Kebutuhan penjual akan uang, biaya penyimpanan dan perkiraan tentang harga-harga akan datang dapat mengakibatkan perubahan nyata dalam penawaran dalam jangka waktu sangat pendek (very short run). Upah buruh atau keperluan-keperluan lain yang tertuju untuk produksi dapat merubah penawaran dalam jangka pendek (short run). Dalam jangka panjang (long run), perubahan penawaran sangat tergantung pada kesediaan produsen untuk memproduksi barang (Hanafiah AM dan AM Saefuddin 1986).

2. 7 Biaya Transportasi

Biaya transportasi merupakan biaya untuk memindahkan produk antar dua tempat. Biaya tranportasi umumnya merupakan fungsi dari jarak, semakin jauh jarak daerah suplai dengan daerah demand maka biayanya semakin tinggi. Biaya transpotasi juga kadang berbeda untuk produk bahan baku atau untuk produk yang sudah diproses ( Djojodipuro M 1991).

(30)

Harga input angkutan adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang pengusaha untuk memindahkan satu satuan berat barang sejauh satu satuan jarak. Harga yang ditentukan produsen didasarkan atas biaya produksi dan kondisi permintaan yang dihadapi pada berbagai tempat. Kondisi permintaan ini mencakup elastisitas permintaan dan biaya angkutan untuk menyerahkan barang yang akan dijual. Perbedaan biaya angkutan (transpor) dapat mengakibatkan perbedaan harga yang cukup besar antara daerah yang satu dengan daerah yang lain (Djojodipuro M 1991).

(31)

Penelitian mengenai Permintaan Lahan Tambak dan Nilai Land Rent Sumberdaya tambak di Kelurahan Sicanang pada Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatra Utara bermula dengan adanya lahan tambak yang dimanfaatkan dengan pola sederhana dan komoditas unggulan yaitu udang windu. Pemanfaatan lahan yang belum optimal dengan sumberdaya perikanan yang cukup menjanjikan memberikan harapan untuk memperbaiki perekonomian masyarakat pesisir melalui usaha tambak udang di wilayah Kelurahan Sicanang. Sebagai pemilik lahan atau pun pembudidaya tentu saja mengharapkan nilai maksimum dari setiap kegiatan pemanfaatan yang dilakukan. Upaya untuk mencapai manfaat maksimum dalam jangka panjang didapatkan apabila lahan dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu dilakukan kajian tentang permintaan lahan dan nilai land rent tambak udang di kawasan tersebut.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap variabel endogen dengan membangun fungsi tujuan meningkatkan nilai rente. Variabel jumlah produksi, harga, biaya produksi, dan biaya transportasi digolongkan menjadi variabel endogen. Hasil dari analisis ini kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat permintaan dan nilai pemanfaatan lahan tambak udang di daerah Kelurahan Sicanang. Selain itu dilakukan juga analisis nilai land rent dimulai dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi nilai land rent, yaitu variabel endogen di atas. Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat adanya pengaruh faktor eksogen terhadap besarnya perubahan tingkat permintaan dan nilai pemanfaatan lahan (land rent) tambak udang di lokasi penelitian. Kerangka penelitian ini digambarkan pada Gambar 4.

(32)

Gambar 4. Kerangka Pendekatan Studi Tahun 2007 Pemanfaatan Lahan Tambak

Analisis Faktor Eksogen -kebijakan kenaikan harga BBM -kebijakan kenaikan harga pupuk Usaha tambak udang Analisis Faktor Endogen -Produktivitas -Harga Komoditas -Biaya Produksi -Biaya Transportasi Economic Rent Land Rent

Wilayah Pesisir Kelurahan Sicanang

Permintaan dan Nilai Lahan Tambak

(33)

4.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir M 1998). Studi kasus menyelidiki secara lebih mendalam dan meyeluruh terhadap lingkungan dari waktu dan keadaan sekarang dari lingkungan subjek. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pemanfaatan lahan tambak di Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan, Sumatra Utara, yang merupakan daerah

pengembangan perikanan tambak udang sebagai bentuk dari pemanfaatan lahan pesisir.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data text dan data image. Data text adalah data yang berbentuk alphabet dan numerik (Fauzi A 2001).Data text yang diambil adalah variabel-vairiabel yang memberikan informasi tentang jumlah penduduk, jumlah pembudidaya, jumlah pemilik lahan, luas lahan, harga lahan, jumlah produksi, harga udang, harga input yang digunakan, jumlah input yang digunakan, upah tenaga kerja, jumlah tenaga kerja, jarak wilayah ke pusat pasar, biaya

transportasi, harga pupuk, dan harga BBM. Data image adalah data yang berbentuk foto yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keaadan tertentu (Fauzi A 2001). Data image yang diambil adalah foto keadaan lahan tambak udang di Kelurahan Sicanang.

Berdasarkan sumber data yang diperoleh, data ini menggunakan data primer dan data sekunder (Nazir M 1998). Data primer adalah data dari hasil wawancara, pengamatan langsung, kuisioner, diskusi dengan kelompok pembudidaya, pemilik lahan atau pelaku usaha perikanan, aparat pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya yang menyangkut usaha tambak udang windu di daerah yang ditelti. Data sekunder adalah data tentang jumlah penduduk, tingkat pendidikan penduduk, jumlah produksi udang windu yang diperoleh dari instansi pemerintah seperti Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Medan, Administrasi Kependudukan di

(34)

Kelurahan Sicanang, serta kepustakaan lainnya yang menyajikan data atau informasi yang dibutuhkan sesuai dengan penelitian.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling (sengaja) yaitu teknik yang termasuk dalam non-probability sampling dengan metode pengambilan non acak. Pada teknik ini pengambilan sampel dilakukan dengan perencanaan terlebih dahulu atau atas pertimbangan tertentu, dimana responden dipilih sebanyak 19 orang yang memiliki karekteristik sebagai pembudidaya udang windu yang ada di lokasi Kelurahan Sicanang, dan pembudidaya yang menyewa lahan, telah dan melakukan kegiatan produksi lebih dari satu tahun, dewasa dan baik dalam berkomunikasi.

4.4 Metode Analisis Data

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mencari permintaan sumberdaya lahan dan nilai land rent pemanfaatan lahan tambak sebagai sarana produksi dalam budidaya udang. Analisis yang akan digunakan adalah : (1). Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak; (2). Analisis Land Rent ; (3) Analisis Sensivitas Nilai Land Rent

4.4.1 Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak

Analisis ini digunakan untuk mengetahui dan menganalisis permintaan dan nilai lahan tambak yang digunakan untu budidaya udang. Secara matematis dapat ditulis :

Q = f (Px, X1,,...X5) ... (1)

Dimana :

Q = Jumlah sumberdaya lahan yang dipakai (m2) Px = Sewa Lahan/harga lahan (Rp per m2)

X1 = Umur responden (tahun)

X2 = Pendidikan (formal)

X3 = Pendapatan (Rp per Ha)

X4 = Jumlah tanggungan keluarga (orang)

X5 = Pengalaman usaha (tahun)

(35)

Dalam konteks ini, hubungan antara harga (Px) diasumsikan negatif terhadap permintaan lahan (Adrianto L 2006).Analisis permintaan dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik regresi berganda dengan cara melogaritmakan persamaan menjadi sebagai berikut :

ln Q = a +b0ln PX +b1lnX1 +b2lnX2 +b3lnX3 +b4lnX4+b5lnX5………..(2)

Persamaan (2) dapat disederhanakan dengan mentransformasi menjadi : ln Q =(a+(b1lnX1+b2lnX2+b3lnX3+b4lnX4+b5lnX5))+b0lnPx x P b a Q ln ln = + 0 ………(3) atau Q = b0 X P α ………..(4)

Untuk menghitung berapa jumlah surplus konsumen atau berapa jumlah yang diterima oleh pembudidaya udang karena adanya perubahan permintaan lahan tambak, maka secara matematis dapat ditulis dengan

CSL =

1 0 ) ( q q x Q P NEK = CSL . P x ...(5) Dimana : CSL = Surplus Konsumen

NEK = Nilai Ekonomi

4.4. 2 Analisis land rent

Analisis land rent digunakan untuk mencari solusi nilai pemanfaatan

sumberdaya lahan tambak pesisir Kelurahan Sicanang yang dimanfaatkan sebagai kegiatan produksi budidaya udang. Analisis yang dibangun mengacu pada nilai land rent yang didefinisikan sebagai akibat penggunaan lahan produksi (Barlowe R 1978). Nilai land rent menggambarkan harga atau nilai ekonomi lahan yang didapat sebagai hasil dari investasi, dimana lahan dipandang sebagai faktor produksi dalam kegiatan perikanan tambak. Dalam konsep Ricardian Land Rent adalah nilai land rent dilihat dari faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak dengan pusat pasar. Hal ini menggambarkan bahwa pada dasarnya nilai land rent

dditentukan oleh nilai produktivitas, harga, biaya produksi dan biaya transportasi, sebagaimana terlihat pada Gambar 5.

(36)

Gambar 5. Diagram Kerangka Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Land Rent Tahun 2007

Dalam Gambar 5 dijelaskan bahwa nilai land rent merupakan fungsi dari nilai produksi, harga komoditas, biaya produksi, dan biaya transportasi yang

dipengaruhi oleh jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Secara matematis dapat dituliskan : πi =yi (pi - ti x-yi Ci )....(6) Dimana :

Πi = Land rent dari komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per Ha)

yi = Produktivitas udang di wilayah ke-i (Kg per Ha)

pi = Harga komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per Kg)

Ci = Total biaya produksi komoditas udang di wilayah ke –i (Rp per Kg)

ti = Biaya transportasi untuk komoditas udang di wilayah ke-i(Rp per Kg per

Km)

x = Jarak wilayah ke-i ke pusat pasar (Km)

i = unit analisis (kawasan pesisir Kelurahan Sicanang)

a) Produktivitas adalah sebagai produksi yang dihasilkan persatuan luas

komoditas perikanan yang diusahakan oleh pembudidaya. Secara matematis dapat dittulis sebagai berikut :

yi =

Li Qi

...(7) dimana :

yi = Produktivitas udang di wilayah ke-i (Kg per Ha)

Qi = Total produksi komoditas udang di wilayah ke-i (kg)

Li = Luasan lahan yang digunakan untuk memproduksi komoditas udang di

Wilayah ke-i (Ha)

Produktivitas Land Rent Total Biaya Biaya Transpor tasi Harga Komoditi as

(37)

i = Unit analisis

b) Biaya produksi adalah penjumlahan dari biaya tenaga kerja dan biaya sarana produsi kegiatan perikanan tambak. Secara matematis dapat ditulis sabagai berikut:

Ci = Z+c1+c2+c3+...cn ...(8)

Dimana :

Ci = Biaya produksi dari komoditas udang wilayah ke-i (Rp per Ha)

Z = Biaya tenaga kerja (Rp per Ha) ci s/d cn = Biaya sarana produksi (Rp per Ha)

Biaya tenaga kerja adalah perkalian antara jumlah tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Dalam perikanan tambak biaya tenaga kerja biasanya dibedakan pada saat masa persiapan, masa pemeliharaan, dan masa panen, sehingga biaya tenaga kerja juga merupakan penjumlahan dari keseluruhan biaya tenaga kerja yang dikelurkan dalam masa produksi. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Z = w1l1+w2l2+w3l3...(9)

Dimana :

Z = Biaya tenaga kerja (Rp per Ha)

w1 = Upah tenaga kerja pada masa persiapan (Rp per HOK)

l1 = Jumlah tenga kerja pada masa persiapan ( HOK)

w2 = Upah tenaga kerja pada masa pemeliharaan (Rp per HOK)

l2 = Jumlah tenga kerja pada masa pemeliharaan (HOK)

w3 = Upah tenaga kerja pada masa pemanenan (Rp per HOK)

l3 = Jumlah tenaga kerja pada masa pemanenan (HOK)

Biaya sarana produksi merupakan perkalian antara jumlah sarana produksi yang digunakan dengan harga sarana produksi tersebut. Secara matematis dapat dituliskan :

c = q1p1+q2p2+q3p3+q4p4+q5p5...(10)

c = Biaya sarana produksi budidaya udang (Rp per Ha) q1 = Jumlah benih (Ekor per Ha)

p1 = Harga benih ( Rp per Kg)

q2 = Jumlah pupuk urea (Kg per Ha )

p2 = Harga pupuk urea ( Rp per Kg)

q3 = Jumlah pupuk lainnya (Kg per Ha)

(38)

q4 = Jumlah akodan (Liter per Ha)

p4 = Harga akodan (Rp per Ha)

q5 = Jumlah limbancit (Liter per Ha)

p5 = Harga limbancit (Rp per Kg)

q6 = Jumlah racun lainnya (Liter per Ha) p6 = Harga racun lainnya (Rp per Ha) q7 = Jumlah pupuk cair (Liter per Ha) p7 = Harga pupuk cair (Rp per Ha) q8 = Jumlah kapur (Kg per Ha) p8 = Harga kapur (Rp per Ha)

q9 = Jumlah pakan tambahan (Kg per Ha) p9 = Harga pakan tambahan (Rp per Ha) q10 = Jumlah vitamin (Liter per Ha) p10 = Harga vitamin (Rp per Ha)

c) Komponen biaya transportasi yag digunakan dalam persamaan nilai land rent adalah biaya transportasi per Kg per Km hasil perikanan tambak. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

ti=

Qixi Ti

...(11) Dimana :

ti = Biaya transportasi untuk komoditas udang di wilayah ke-i (Rp per Kg)

Ti = Total biaya transportasi yang dikeluarkan untuk mengangkut udang di

wilayah ke-i ke pusat pasar (Rp)

Qi = Total produksi komoditas udang di wilayah ke-i (Kg)

xi = unit analisis

d) Harga yang digunakan dalam persamaan nilai land rent merupakan harga yang ditetapkan oleh mekanisme pasar dan diasumsikan bahwa pembudidaya tidak bisa menentukan harga karena berada pada pasar persingan sempurna .

4.4.3 Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent

Analisis sensitivitas adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor eksogen terhadap perubahan nilai land rent. Asumsi yang dibangun didasarkan pada keadaan saat ini, yaitu kenaikan harga BBM yang berpengaruh pada biaya transportasi yang menjadi variabel endogen dalam penentuan nilai land rent. Dengan analisis ini akan dilihat seberapa besar pengaruh jarak terhadap perubahan nilai land rent karena adanya perubahan biaya transportasi yang diakibatkan oleh

(39)

kenaikan harga BBM, dan seberapa besar pengaruh kesuburan terhadap perubahan nilai land rent karena adanya perubahan harga pupuk yang diakibatkan oleh kenaikan harga pupuk atau dapat dikatakan subsidi pupuk dihilangkan.

4.5. Batasan Penelitian

1) Land rent dalam satuan Rp per Ha, adalah nilai surplus lahan tambak yang didapat dari pemanfaatannya sebagai sarana produksi budidaya udang.

2) Penelitian menggunakan konsep Ricardian Land Rent yaitu dalam penentuannya dipengaruhi oleh beberapa faktor kesuburan lahan tambak dan jarak lokasi tambak dari pusat pasar yaitu Kawasan Industri Medan (KIM).

3) Studi dilakukan di Kelurahan Sicanang, Medan Belawan, Sumatra Utara. 4) Kesuburan ditentukan dari nilai produktivitas lahan dalam satuan Kg per Ha, dengan anggapan bahwa semakin tinggi nilai produktivitas, semakin tinggi pada tingkat kesuburan.

5) Jarak dengan satuan Km, adalah jarak lokasi budidaya ke pusat pasar yaitu Kawasan Industri Medan (KIM).

6) Biaya tenaga kerja dalam satuan Rp per Ha, adalah jumlah tenaga kerja dalam satuan HOK dikalikan dengan total upah yang harus diterima. 7) Biaya sarana produksi dalam satuan Rp per Ha, adalah jumlah seluruh sarana produksi yang dibutuhkan dikalikan dengan harganya.

8) Biaya transportasi dalam satuan Rp per Km, adalah biaya yang

dikeluarkan untuk membawa hasil produksi udang dari tempat produksi ke pusat pasar.

9) Harga udang adalah harga riil udang di tingkat pembudidaya pada saat penelitian .

4. 6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perairan pesisir Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Daerah yang diteliti adalah tambak penghasil udang windu yaitu di Kelurahan Sicanang. Penelitian dimulai pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Agustus 2007.

(40)

V. PROFIL LOKASI PENELITIAN

5. 1. Kondisi Geofisik Kelurahan Sicanang

Kelurahan Sicanang merupakan salah satu dari enam kelurahan di Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Jarak Kelurahan Sicanang ke Kecamatan Medan Belawan sekitar 4 Km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit menggunakan alat transport yang digunakan masyarakat umum di Kelurahan Sicanang yaitu kendaraan roda dua, sedangkan ke Ibukota Medan sekitar 26 Km dengan waktu tempuh sekitar satu jam menggunakan alat transport yang digunakan masyarakat umum di Kelurahan Sicanang yaitu kendaraan roda dua. Kelurahan Sicanang berbatasan dengna wilayah-wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Sungai Belawan Sebelah Timur : Kelurahan Bahagia Sebelah Selatan : Kelurahan Terjun Sebelah Barat : Kelurahan H. Perak

Luas wilayah Kelurahan Sicanang adalah 1.518 Ha yang terbagi menjadi 657 Ha untuk pemukiman umum, 8 Ha untuk perkantoran, 7 Ha untuk pertokoan atau perdagangan, 1 Ha untuk tempat peribadatan (masjid, gereja, pura, vihara, dan lain-lain), 1 Ha untuk kuburan/makam, 3 Ha untuk jalan, 478 Ha untuk perikanan, 356 Ha untuk rawa, dan 5 Ha lain-lain.

Secara topografi, Kelurahan Sicanang berada dalam kisaran ketinggian antara 1-1,5 meter dari permukaan laut. Iklim di wilayah Kelurahan Sicanang termasuk tropis dengan musim hujan antara November-April dan musim kemarau antara bulan Mei-Oktober. Curah hujan rata-rata 0,10 mm per hari. Temperatur suhu udara sekitar 32°C.

5. 2. Kondisi Demografi Kelurahan Sicanang

Tahun 2006, jumlah penduduk Kelurahan Sicanang mencapai 14.269 jiwa, yang terdiri atas 7.213 laki-laki dan 7.056 perempuan. Kepadatan penduduk mencapai 1 orang per Km. Jumlah perubahan penduduk di tahun tersebut berjumlah 67 orang untuk laki-laki dan 64 orang untuk perempuan. Data jumlah penduduk menurut kelompok umur secara lengkap terdapat pada Tabel 3.

(41)

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Sicanang Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006

No. Golongan Umur (tahun) Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%) Laki-laki (orang) Perempuan (orang) 1. 0-4 695 598 1.393 9,12 2. 5-6 662 629 1.296 9,04 3. 7-12 650 697 1.347 9,02 4. 13-15 620 580 1.702 11,02 5. 16-18 299 570 869 6,08 6. 19-25 795 269 1.064 7,11 7. 26-35 1.747 750 2.497 17,20 8. 36-45 1.582 1.994 3.576 25,05 9. 46-50 78 886 964 6,09 10. 51-60 40 72 112 0,14 11. 61-75 38 28 66 0,08 12. 76 + 6 6 12 0,05 Jumlah 7.213 7.056 14.269 100,00

Sumber : Profil Kelurahan Sicanang (Monografi Kelurahan Sicanang) Tahun 2006

Berdasarkan Tabel 3 menurut kelompok umurnya, jumlah penduduk yang terbanyak berada pada kelompok umur 36-45 tahun, yaitu sebesar 3.576 orang (25,06%). Jumlah penduduk yang paling sedukit berada pada kelompok umur >76 tahun, yaitu sebesar 12 orang (0,08%). Sex ratio sebesar 102 yang artinya pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-laki.

5. 3. Kondisi Sosial Kelurahan Sicanang a) Pendidikan

Keadaan Kelurahan Sicanang menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan yaitu yang buta aksara dan angka 1,86%, tidak tamat SD 14,32%, tamat SD 36,27%, tamat SLTP 33,62%, tamat SLTA 13,30%, tamat akademi (D1-D3) 0,56%, S1 0,06%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Sicanang relatif cukup baik karena jumlah penduduk yang tamat SD sebesar 83,82% dari 3.458 orang yang dikategorikan dari kualitas angkatan kerja dirinci menurut pendidikan yang ditamatkan.

Ada pun prasarana pendidikan formal yang ada di wilayah Kelurahan Sicanang untuk menunjang sektor pendidikan di wilayah tersebut seperti yang terdapat di Tabel 4, yang menampilkan banyaknya sekolah, murid, dan guru untuk berbagai jenjang pendidikan dimulai dari SD sampai dengan SLTA. Sarana dan prasarana yang sangat mendukung kelancaran belajar mengajar di Kelurahan Sicanang.

(42)

Tabel 4. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru untuk Berbagai Jenjang

No. Keterangan Jumlah

1. Jumlah Sekolah : SD SLTP SLTA 8 buah 2 buah 1 buah 2. Jumlah Murid : SD SLTP SLTA 2.891 orang 652 orang 98 orang 3. Jumlah Guru : SD SLTP SLTA 88 orang 48 orang 12 orang Pendidikan di Kelurahan Sicanang Tahun 2007

Sumber : Profil Kelurahan Sicanang (Monografi Kelurahan Sicanang) tahun 2006

Berdasarkan Tabel 4. menjelaskan bahwa tingkat pendidikan memang cukup baik di Kelurahan Sicanang. Ini terlihat dari jumlah bangunan SLTP 2 buah dengan jumlah murid 652 orang dan jumlah guru 48 orang, sedangkan untuk bangunan SLTA 1 buah dengan jumlah murid 98 orang dan jumlah guru 12 orang. Tingkat perbandingan antara jumlah guru SD dengan murid SD adalah 3,04% artinya setiap 100 murid SD terdapat 3 orang guru SD, untuk tingkat perbandingan antara jumlah guru SLTP dengan murid SLTP adalah 7,36% artinya setiap 100 murid SLTP terdapat 7 orang guru SLTP,dan untuk tingkat perbandingan antara jumlah guru SLTA dengan murid SLTA adalah 12,24% artinya setiap 100 murid SLTA terdapat 12 orang guru SLTA.

b) Kesehatan

Penunjang aspek kesehatan masyarakat di Kerulahan Sicanang telah memiliki berbagai sarana kesehatan seperti yang ditampilakan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan yang Terdapat di Kelurahan Sicanang tahun 2007

Sumber : Profil Kelurahan Sicanang (Monografi Kelurahan Sicanang) Tahun 2006

Sarana kesehatan di Keluhan Sicanang sudah cukup baik , ini terlihat dari Tabel 5 bahwa ada beberapa sarana kesehatan yang sangat penting untuk

No. Jenis Jumlah

1. Posyandu 10 buah

2. Rumah Sakit Khusus 1 buah

(43)

Kelurahan Sicanang seperti posyandu dengan jumlah yang mencukupi yaitu 10 buah puskesmas, dan adanya rumah sakit khusus..

c) Agama

Data yang didapat tahun 2006 di Kelurahan Sicanang, tercatat 7.179 orang penduduk memeluk agama Islam, 5.422 orang memeluk agama Kristen Protestan, 1.577 orang memeluk agama Khatolik, dan 91 orang memeluk agama Budha. Ada pun sarana Ibadah yang ada di Kelurahan Sicanang ini adalah Masjid sebanyak 4 unit, Langgar sebanyak 10 unit, Gereja-Kristen sebanyak 10 unit, dan Gereja Khatolik sebanyak 1 unit.

5. 4. Kondisi Perekonomian Kelurahan Sicanang

Berdasarkan lapangan pekerjaan di Kelurahan Sicanang didominasi bidang perikanan yaitu sebanyak 230 orang. Selain itu, sektor jasa pemerintahan/non pemerintahan sebanyak 137 orang, sektor jasa perdagangan sebanyak 9 orang, sektor jasa komunikasi dan angkutan sebanyak 89 orang, dan sektor ketrampilan sebanyak 40 orang. Menurut data yang didapat penduduk di Kelurahan Sicanang pada usia kerja sebanyak 1.120 orang, penduduk usia kerja yang bekerja 1.498, dan penduduk usia kerja yang belum bekerja sebanyak 507 orang. Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan tingkat pengangguran cukup rendah yaitu 33,85 % dari jumlah penduduk usia kerja.

(44)

6. 1. Input Produksi

Input produksi adalah segala yang digunakan dalam produksi untuk menghasilkan output dari produksi tersebut. Tabel 6 menyajikan rata-rata input dan output per siklus dari usaha tambak udang di Kelurahan Sicanang.

Tabel 6. Rata-Rata Input dan Output per Siklus dari Usaha Tambak Udang di Kelurahan Sicanang Tahun 2007

No. Keterangan

Penggunaan Input Rata-Rata

Input Per Luas Lahan

Rata-Rata Harga (Rp/unit)

Minimum Maksimum Rata-Rata

1. Luas Lahan (Ha) 0,25 3 1,2 1 2. 143. 275,00

2. Benih (Ekor) 400 45.000 11.777,19 9.707,88 39,74 3. Urea (Kg) 4 40 12,1 7,35 2.128,57 4. Pupuk Lainnya (Kg) 2 70,67 19,52 5,93 2.957,14 5. Akodan (Liter) 0,1 2,6 0,65 0,5 99.555,56 6. Limbancit (Liter) 0,17 2 0,51 0,22 101.800,00 7. Racun Lainnya (Liter) 0,1 30 5,84 2,79 37.295,45

8. Pupuk Cair (Liter) 0,25 8 2,66 1,27 22.727,27

9. Kapur (Kg) 40 300 113,61 29,57 554,17 10. Pakan Tambahan (Kg) 2,67 112,5 39,52 27,43 7.067,71 11. Vitamin (Liter) 1 4 2,5 0,22 31.000 12. TK1 (Jam kerja) 13 52 19,32 15,92 4.375 13. TK2 (Jam kerja) 3 192 50,89 41,95 4.375 14. TK3 (Jam kerja) 10 24 19,11 15,75 4.375 15. Output (Kg) 18 185 71,83 66,46 50.688,6

(Sumber : Diolah dari data primer, 2007).

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat ada 14 input produksi yang diperlukan dalam budidaya tambak udang di Kelurahan Sicanang, yaitu lahan, benih, urea, pupuk lainnya (TSP, NPK, kompos), akodan, limbancit, racun lainnya (diaginon, drusban, ostation, bykrap, samponin), pupuk cair, kapur, pakan tambahan, vitamin, TK1 (masa persiapan), TK2 (masa pemeliharaan), TK3 (masa pemanenan).

(45)

1) Lahan Tambak

Pada kenyataannya usaha budidaya tambak udang di Kelurahan Sicanang dikembangkan oleh masyarakat sekitar secara turun-temurun, sehingga umumnya metode yang digunakan adalah secara tradisioanl. Untuk membantu keberlangsungan usaha tambak udang di wilayah tersebut, maka Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatra Utara mendirikan Demonstrasion Pond (DEMPOND). Ini adalah salah satu program dari Dinas sebagai tambak percobaan untuk budidaya udang, sehingga para pembudidaya di Kelurahan Sicanang dapat mengembangkan pola budidaya yang semula tradisional dan hanya berdasarkan ilmu turun-temurun menjadi semi intensif dan mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang cara budidaya udang windu yang baik dan benar. DEMPOND ini memang sangat membantu pembudidaya di wilayah tersebut karena sering mendapatkan penyuluhan dari dinas tentang cara yang baik dan benar budidaya udang.

Areal tambak di Kelurahan Sicanang mendapatkan supply air tawar dari Sungai Belawan. Gambar 6 adalah keadaan Sungai Belawan yang mengalirkan air tawar ke areal tambak di Kelurahan Sicanang.

Gambar 6. Sungai Belawan yang Menjadi Sumber Air Tawar Tahun 2007

Rata-rata luasan lahan yang diusahakan oleh pembudidaya udang windu di Kelurahan Sicanang untuk kegiatan budidaya yaitu 1,2 Ha, luas lahan yang terkecil adalah 0,25 Ha dan luas lahan yang terbesar adalah 3 Ha. Gambar 7 adalah keadaan tambak udang di Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan.

Keadaaan lahan yang dijelasakan di atas, rata-rata kepemilikan lahan tambak di lokasi penelitian adalah secara sewa. Harga sewa lahan berkisar antara

(46)

Rp555.560,00- Rp6.000.000,00 per Ha per tahun atau rata-rata harga sewa lahan Rp2.143.275,00 per Ha per tahun.

Gambar 7. Kondisi Tambak Udang Windu di Kelurahan Sicanang Tahun 2007

2) Benih

Benih udang windu yang digunakan oleh pembudidaya di Kelurahan Sicanang didapatkan dari tempat pembenihan udang windu yang letaknya tidak jauh dari areal tambak. Menurut informasi yang didapatkan, pembenih tersebut mendapatkan benih udang windu berasal dari daerah Aceh. Biasanya, pembudidaya di sini membeli benih udang windu rata-rata dengan ukuran atau usia Post Larva 12-15 (PL 12-PL 15) dengan harga rata-rata per ekornya Rp39,74. Ada pun alasan pembudidaya membeli benih pada usia PL12-PL15 agar tingkat survival rate tinggi, karena bagi pembudidaya pada usia tersebut benih udang windu sudah relatif lebih stabil.

Padat tebar untuk setiap Ha pada areal tambak di Kelurahan Sicanang ini cukup beragam. Faktor paling dominan, mengapa padat tebar berbeda-beda adalah tergantung dari modal si pembudidaya. Semakin sedikit modal pembudidaya maka semakin sedikit juga invesatasi benih yang dilakukan pembudidaya tersebut. Padat penebaran rata-rata yang ditanam pembudidaya di Kelurahan Sicanang sebesar 11.777,19 ekor per Ha dimana padat penebaran terkecil adalah 400 ekor per Ha dan padat penebaran terbesar adalah 45.000 per Ha. Menurut Suyanto RS dan M Ahmad (2001) padat penebaran benih di atas 10.000 ekor per Ha termasuk semi intensif. Berdasarkan keterangan tersebut, maka sistem budidaya di Kelurahan Sicanang termasuk semi intensif, tetapi sistem pengelolaan budidaya di daerah ini dapat dikatakan cenderung ke tradisional, misalnya pengelolaan air

(47)

yang masih tergantung pada pasang surut, dan jumlah peroduksinya juga masih di bawah 500 Kg per Ha per Tahun. Harga rata-rata benih Rp39,74 per ekor dalam usia PL12-PL15.

3) Pupuk, Kapur dan Racun

Ada pun sarana pendukung lainnya dalam budidaya tambak udang windu di Kelurahan Sicanang antara lain adalah pupuk, pakan atau vitamin, racun atau bahan kimia pembasmi hama. Pupuk dibutuhkan untuk menyuburkan lahan tambak dan memicu pertumbuhan pakan alami di perairan. Di lokasi penelitian umumnya digunakan pupuk urea, TSP, NPK dan kompos.

Rata-rata pembudidaya di Kelurahan Sicanang menggunakan pupuk urea dengan jumlah rata-rata 7,35 Kg per Ha dengan harga rata-rata Rp2.128,74 per Kg. Selain pupuk urea, NPK, TSP kompos juga digunakan dalam budidaya udang di Kelurahan Sicanang, walau pun dengan jumlah perbandingan yang lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan pupuk urea yaitu hanya 5,93 Kg per Ha. Selain dari pupuk padat, pembudidaya di Kelurahan Sicanang juga menggunakan pupuk cair dengan rata-rata penggunaan 1,27 liter per Ha. Jika hujan turun, maka untuk menetralkan pH air pembudidaya menebarkan kapur ke tambak dengan rata-rata pemakaian 29,27 Kg per Ha. Walau pun diperlukan dalam jumlah banyak, tetapi harganya tidak mahal yaitu rata-rata Rp554,17 per Kg, sehingga hal ini tidak memberatkan bagi pembudidaya.

Racun berfungsi untuk membunuh hama-hama pengganggu dalam budidaya udang, misalnya kepiting. Ada pun racun yang digunakan akodan, limbancit, dan racun lainnya dengan rata-rata pemakaian 0,5 liter per Ha, 0,22 liter per Ha, dan 2,79 liter per Ha.

4) Pakan dan Vitamin

Pembudidaya di Kelurahan Sicanang sangat mengaharapkan hasil outputnya memiliki ukuran yang cukup baik dan daya tahan yang cukup baik, sehingga pembudidaya menambahkan pakan selain pakan alami biasanya berupa pelet, campuran tepung ikan dan jagung, serta vitamin. Rata-rata penggunaan pakan

(48)

tambahan 27,43 Kg per Ha dengan harga rata-rata Rp7.067,71, dan rata-rata penggunaan vitamin 0,22 liter per Ha dengan harga rata-rata Rp31.000,00.

5) Tenaga Kerja

Dalam kegiatan budidaya tambak udang windu, jumlah tenaga kerja dibagi ke dalam tiga bagian atau tahapan yaitu masa persiapan, masa pemeliharaan, masa panen. Pada masa persiapan di Kelurahan Sicanang rata-rata dibutuhkan antara 3 sampai dengan 6 orang dengan masa kerja berkisar antara 3 sampai dengan 6 hari. Pada masa pemeliharaan rata-rata dibutuhkan 1 sampai dengan 6 orang, sedangkan untuk masa panen dibutuhkan 2 sampai dengan 4 orang.

Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing jenis pekerjaan yaitu 15,92 jam kerja untuk TK1, 41,95 jam kerja untuk TK2, 15,75 jam kerja untuk TK3. Upah yang diberikan untuk setiap pekerjaan yaitu Rp4.375,00 per jam.

6. 2 Peralatan Kegiatan Budidaya dan Modal Investasi 1) Peralatan Kegiatan Budidaya

Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam kegiatan budidaya tambak udang windu, antara lain hapa/kelambu biasanya digunakan untuk pemindahan benih, tangguk, timbangan, cangkul, saringan, babat, lam, ember, rakit/bambu, blong dan rumah jaga. Untuk lebih jelasnya Tabel 7 akan menjelaskan tentang peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya tambak udang di Kelurahan Sicanang.

Tabel 7 dapat memberikan informasi bahwa pembudidaya rata-rata memiliki bangunan sebagai rumah jaga dengan rata-rata luasnya 4 m2 atau 2m x 2m.Walau pun memiliki luas yang hampir rata-rata sama tetapi biaya untuk membangunnya berbeda. Ada juga pembudidaya yang memiliki sampai 3 rumah jaga karena memiliki tambak yang cukup luas dan jaraknya berbeda antara tambak yang satu dengan yang lain. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah jaga ini rata-rata Rp3.116.666,7 dengan biaya pemeliharaan per tahunnya adalah Rp623.333,34. Umur teknis bangunan rata-rata sampai 5 tahun.

Gambar 8 merupakan salah satu contoh rumah jaga milik salah satu responden di Kelurahan Sicanang. Rata-rata pembudidaya di daerah ini, membuat rumah

(49)

jaga dari tepas atau berbahan dasar kayu, karena biaya yang dikeluarkan tidak begitu banyak.

Tabel 7. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Udang di Kelurahan Sicanang Tahun 2007

No. Jenis Jumlah Satuan Harga (Rp/Unit) Umur Teknis (Tahun) Biaya Operasioanl / Biaya pemeliharaan (Rp) 1. Rumah Jaga 2 x 2 M2 3.116.666,7 5 623.333,34 2. Ember 1-15 buah 10.200,00 1 - 3. Hapa/Kelambu 1-3 unit .43.142,86 1 - 4. Timbangan 1-2 buah 108.750,00 3 36.250,00 5. “Tangguk” 1-3 buah 50.000,00 1 - 6. Cangkul 1-5 buah 43.571,43 3 14.523,81 7. Paralon 2-15 batang 146.666,7 5 29.333,34 8. Elbo 4-30 buah 27.400,00 5 .5.480,00 9. Penutup Paralon 2-15 buah 20.000,00 5 4.000,00 10. “Lam” 1-5 buah 57.000,0 3 19.000,00 11. Babat 1-2 buah 23.333,33 3 7.777,76

(Sumber : Diolah dari data primer, 2007).

Gambar 8. Salah Satu Contoh Rumah Jaga di Tambak Udang Windu Kelurahan Sicanang Tahun 2007

Model pengaturan keluar masuknya air tambak di Kelurahan Sicanang adalah dengan menggunakan paralon. Menurut hasil wawancara, petani di daerah penelitian lebih menyukai menggunakan paralon dari pada pintu air karena paralon lebih murah dan tahan lama. Rangkain paralon ini menggunakan elbo dan

(50)

penutupnya. Setiap tambak, paralon yang digunakan tidak memiliki jumlah yang pasti. Penggunaannya tergantung dari biaya atau modal yang dimiliki oleh pembudidaya tersebut. Rata-rata paralon yang digunakan sebanyak 2- 15 batang per tambaknya. Biasanya semakin luas tambak, maka semakin banyak paralon yang digunakan.Umur teknis paralon, elbo, dan penutup yaitu rata-rata 5 tahun, dengan harga rata-rata masing-masing Rp146.666,67, Rp27.400,00 dan Rp20.000,00. Selain itu peralatan yang digunakan dalam budidaya tambak udang di Kelurahan Sicanang yaitu cangkul, lam, babat, timbangan, tangguk, hapa/kelambu, dan ember.

2) Modal Investasi

Modal merupakan hal paling penting dalam memulai usaha termasuk dalam budidaya udang windu. Umumnya pembudidaya di Kelurahan Sicanang memiliki modal sendiri, tetapi ada juga yang mendapatkan pinjaman modal dari agen, dengan pembayaran pada saat panen. Rata-rata modal yang dikeluarkan oleh pembudidaya adalah Rp5.956.603,00.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya , bahwa pada umumnya sumber utama dalam melakukan budidaya adalah dengan modal sendiri. Jika pembudidaya melakukan peminjaman modal hanya sebatas pembelian benih udang windu, pembayarannya pun disaat sudah panen dan tanpa bunga.

6. 3 Kegiatan Produksi

Kegiatan budidaya udang windu di Kelurahan Sicanang dalam satu siklusnya selama 3-4 bulan, yang terdiri atas masa persiapan, masa pemeliharaan, dan masa pemanenan. Dalam satu tahun pembudidaya dapat melakukan 3 siklus, tetapi ada juga pembudidaya melakukan proses produksi dalam 1 tahun mencapai 4 siklus.

6. 3. 1 Masa Persiapan

Kegiatan masa persiapan untuk tambak udang rata-rata memakan waktu hampir 7-8 hari. Ada pun kegiatan yang dilakukan selama masa persiapan antara lain sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Udang Indonesia dan Negara Tujuan Dalam                H/L (1000 MT) Tahun 2000-200  2000  (1000 MT)  2001  (1000 MT)  2002  (1000 MT)  Persentase rata-rata  USA  16  16  17  13%  Jepang  54  60  60  46%  Eropa  18  18  16  14%
Tabel 2. Batasan Sistem Budidaya Udang di Tambak Tahun 2007  Tingkatan Sistem Budidaya
Gambar 2. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke                     Pasar terhadap Land Rent Tahun 2007
Gambar 3. Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi         Konsep Land Rent yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah         Pembayaran Biaya Produksi Tahun 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya pengembangan literasi informasi terdapat beberapa potensi yang belum secara optimal dimanfaatkan, potensi tersebut antara lain potensi kewenangan,

H1 : Audit tenure , kepemilikan institusional, komisaris independen, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan pada sub

Demikian Berita Acara Penjelasan Dokumen Pemilihan ini dibuat dengan penuh tanggung jawab untuk dijadikan pedoman, dan dilaksanakan dan dipergunakan sebagaimana

Pengujian perkembangan populasi dan preferensi makan kutudaun dilakukan pada tanaman dan daun kacang panjang yang diberi perlakuan kitosan.. Tanaman kontrol tidak diberi

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pengetahuan tambahan teoritis bagi penulis dan pembaca umum, terutama para pihak yang terkait dengan gaya

Dengan demikian, yang pertama kali terlintas dibenak calon karyawan adalah bahwa bekerja pada perusahaan yang ada dihadapannya merupakan pilihan yang menitikberatkan

Therefore, this study attemps (1) to find out conveyed messages in the movie from the realization of the appraisal and narrative structure and to describe the use of

1) Token atau simbol praktis dan atraktif untuk memicu tumbuhnya motivasi belajar. Token yang dapat digunakan sebagai simbol penghargaan yaitu seperti stiker, guntingan