PERBEDAAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN SHIFT PAGI DAN SHIFT MALAM DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA KARANGETANG POPONTOLEN MINAHASA SELATAN
Febrian F. Kalangit *, Paul Kawatu*, Nancy Malonda*
*) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Banyak industri didunia memperkenalkan dan mengadopsi shift kerja dengan maksud untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dan untuk menjamin kelangsungan dalam operasi industri dan berbagai rumah produksi lainnya. Akan tetapi, shift kerja merupakan salah satu faktor terjadinya kelelahan kerja yang mengakibatkan turunya produktifitas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan kelelahan kerja pada karyawan shift pagi dan shift malam PT. Putra Karangetang Popontolen. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan sampel penelitian 48 pekerja di bagian produksi yang di bagi dalam 2 shift kerja yaitu 24 pekerja shift pagi dan 24 pekerja shift malam. Sampel yang digunakan adalah total populasi yang memenuhi kriteria inklusif dan ekslusif yang sudah ditentukan sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur tingkat kelelahan kerja menggunakan Reaction Timer HAP. Analisis yang digunakan adalah uji statistik parametik uji-t independen. Hasil uji statistik terhadap perbedaan kelelahan kerja antara shift pagi dan shift malam adalah shift pagi 12 pekerja mengalami kelelahan ringan (50%) dan 12 pekerja mengalami kelelahan sedang (50%), sedangkan shift malam 14 pekerja mengalami kelelahan ringan (58,3%), 7 pekerja mengalami kelelahan sedang (29,3%), dan 3 pekerja mengalami kelelahan berat (12,5%). Hasil uji statistik shift pagi 430,67 dan shift malam 413,25 menunjukkan nilai sangat signifikan p = 0,522. Kesimpulannya adalah tidak ada perbedaan kelelahan kerja pada shift pagi dan shift malam pada karyawan di bagian produksi PT. Putra Karangetang Popontolen
Kata Kunci : Shift Kerja, Kelelahan Kerja
ABSTRACT
Many industries in the world to introduce and adopt a work shift with a view to optimizing human resources and to ensure continuity in the operation of the industry and various other production houses. However, shift work is one of the factors that lead to fatigue and fall of productivity. This study aims to identify and analyze the differences in fatigue work in the morning shift employees and evening shift PT. Putra Karangetang Popontolen. This study is a descriptive cross sectional analytic approach, the study sample 48 production line workers in the work in 2 shifts is morning shift 24 workers and 24 night shift workers. The sample used is the total population eligible inclusive and exclusive predetermined. Data collection was done by measuring the level of fatigue using Reaction Timer HAP.-type analysis is a statistical test used parametic t-test independent. The results of the statistical test for differences between shift work fatigue morning and evening shifts are mild morning shift 12 workers (50%) and 12 were workers (50%), while the 14 night shift workers mild (58.3%), 7 workers were (29.3%), and 3 heavy workers (12.5%). The results of the statistical 430,67 morning shift and evening shift 413,25 showed highly significant value of p = 0.522. Conclusion is nothing differences in the employee work fatigue morning shift and night shift in the production PT. Putra Karangetang Popontolen
PENDAHULUAN
Keadaan sehat adalah kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh perorangan tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pada saat ini berkat perkembangan teknologi dan ilmu, dan juga kehidupan masyarakat, tampak bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dapat diselenggarakan banyak macamnya dan berbeda disetiap negara (Azwar, A. 2010).
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 86 dinyatakan bahwa tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai agama. Hal ini merupakan salah satu pelayanan kesehatan pada masayarakat yang menjadi tenaga kerja. UU. No. 36 Tahun 2009 Pasal 164 tentang kesehatan kerja juga lebih menegaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan
Pasal 165 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan kerja lebih menegaskan bahwa pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja. Saat ini banyak perusahaan, rumah sakit, dan sektor lainnya menggunakan shift kerja dalam memelihara lingkungan kerja agar tetap aman dan sehat. Shift kerja telah menjadi ciri rutin dari setiap perusahaan, rumah sakit dan banyak sektor lainnya dan akan benar-benar tak terelakan lagi di masa depan jika tingkat pertumbuhan dan perkembangan industri akan meningkat. Banyak industri didunia memperkenalkan dan mengadopsi shift kerja dengan maksud untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dan untuk menjamin kelangsungan dalam operasi industri dan berbagai rumah produksi lainnya.
The International Labour Office (International Labour Organization, 1990) atau organisasi buruh internasional mendefiniskan shift kerja sebagai suatu metode dalam bekerja dari suatu organisasi dimana para pekerja berhasil satu sama lain di tempat kerja sehingga dapat beroperasi lebih lama daripada jam kerja yang normal. Bagi perusahaan pengaturan shift kerja dilaksanakan bertujuan untuk menjaga kelancaran dan pemenuhan target produksi, sedangkan bagi pekerja merupakan beban kerja yang harus dipikul sebagai pekerja (Ummul dan Kameswara, 2012).
Pekerja dengan shift kerja adalah seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal selama kurun waktu tertentu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim berotasi;
pekerja dapat bekerja pada pagi hari, siang hari atau malam hari dan dapat pula pekerja bekerja pada jam-jam yang tidak lazim, bahkan dapat bekerja pada hari minggu, disamping pekerja dapat bekerja juga pada hari kerja yang diperpanjang.
Shift kerja kalau dipandang sebagai tuntutan yang menekan individu, jika tidak dikelola dengan baik oleh pihak perusahaan akan berdampak pada gangguan fisiologis dan prilaku tenaga kerja, yang lambat laun tentunya akan menyebabkan gangguan psikopatologis. Gangguan ini tentunya tidak diharapkan oleh tenaga kerja sendiri tetapi juga oleh pihak perusahaan karena dapat mengurangi produktivitas sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh (Setyawati, 2012).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan kelelahan kerja pada karyawan shift pagi dan shift malam di bagian produksi PT Putra Karangetang Popontolen tahun 2014. PT. Putra Karangetang Popontolen merupakan pabrik yang menghasilkan minyak kelapa dan tepung kelapa yang di pasarkan di dalam negeri maupun luar negeri.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh penulis terhadap tenaga kerja lapangan di bagian produksi, terlihat bahwasanya tenaga kerja di lapangan bekerja dengan sistem shift, yang terbagi menjadi 2 shift yaitu shift I dimulai dengan waktu kerja pukul 06.00-18.00 WITA, shift II dimulai dengan waktu kerja pukul 18.00-06.00 WITA.
Karyawan yang ada di bagian produksi berjumlah 48 orang yang dibagi dalam dua shift kerja, 24 orang pada shift pagi dan 24 orang pada shift malam. Setiap karyawan mengalami satu shift dengan tidak memberikan waktu libur bagi pekerja karena tenaga kerja yang terbatas dan produk yang harus dihasilkan cukup besar dan tergolong membutuhkan waktu yang cepat. Banyak karyawan yang mengeluh akibat kelelahan kerja, apalagi pengaturan shift pagi dan shift malam yang tidak memenuhi standar bekerja yaitu 8 jam kerja
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional atau potong lintang (Notoatmodjo, 2010). Penelitian bertempat di PT. Putra Karangetang Popontolen Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Juli 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang berada pada bagian produksi dengan total pekerja 48 orang. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah total populasi yaitu 48 orang yang dibagi dalam 2 shift kerja yaitu 24 orang untuk shift kerja pagi dan 24 orang untuk shift kerja malam. Analisis data yang digunakan yaitu uji-t independen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dari 48 orang pekerja yang berada di bagian produksi didapat bahwa umur, jenis kelamin, status perkawinan, lama kerja mempengaruhi pada kelelahan kerja.
Tabel 1. Distribusi Kelelahan Kerja Responden Berdasarkan Karakteristik yang Bekerja pada Shift Pagi
Karakteristik
Kelelahan Kerja
Ringan Sedang Berat
n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 5 20,8 7 29,1 0 0 Perempuan 7 29,1 5 20,8 0 0 Umur (Tahun) 16-19 2 8,3 2 8,3 0 0 20-24 1 4,2 1 4,2 0 0 25-29 1 4,2 2 8,3 0 0 30-34 1 4,2 2 8,3 0 0 35-39 2 8,3 2 8,3 0 0 ≥ 40 3 12,5 5 20,8 0 0 Lama Kerja (Tahun) 1-5 Tahun 7 29,1 3 12,5 0 0 6-10 Tahun 2 8,3 5 20,8 0 0 11-15 Tahun 3 12,5 4 16,7 0 0 16-20 Tahun 0 0 0 0 0 0 ≥ 20 Tahun 0 0 0 0 0 0 Status Perkawinan Menikah 10 41,6 8 33,3 0 0 Belum Menikah 3 12,5 3 12,5 0 0 Tingkat Pendidikan SD 0 0 0 0 0 0 SMP 4 16,7 4 16,7 0 0 SMA/SMK 6 25 10 41,6 0 0
Tabel 1 menunjukkan distribusi kelelahan responden yang bertugas pada shift pagi berdasarkan karakteristik diatas dapat disimpulkam bahwa laki-laki lebih mengalami kelelahan dibandingkan perempuan dan status
pernikahan, umur, masa kerja, dan pendidikan mempengaruhi didalamnya.
Tabel 2. Distribusi Kelelahan Kerja Responden Berdasarkan Karakteristik yang Bekerja pada Shift Malam
Karakteristik
Kelelahan Kerja
Ringan Sedang Berat
n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 7 29,1 3 12,5 3 12,5 Perempuan 7 29,1 4 16,7 0 0 Umur (Tahun) 16-19 1 4,2 2 8,3 0 0 20-24 3 12,5 1 4,2 0 0 25-29 1 4,2 2 8,3 0 0 30-34 4 16,7 0 0 0 0 35-39 4 16,7 2 8,3 0 0 ≥ 40 1 4,2 0 0 3 12,5 Lama Kerja (Tahun) 1-5 Tahun 13 48,2 6 25 0 0 6-10 Tahun 1 4,2 1 4,2 1 4,2 11-15 Tahun 0 0 0 0 2 8,3 16-20 Tahun 0 0 0 0 0 0 ≥ 20 Tahun 0 0 0 0 0 0 Status Perkawinan Menikah 9 37,5 4 16,7 3 12,5 Belum Menikah 5 20,8 3 12,5 0 0 Tingkat Pendidikan SD 2 8,3 1 4,2 0 0 SMP 4 16,7 1 4,2 0 0 SMA/SMK 8 33,3 5 20,8 3 12,5
Tabel 2 menunjukkan distribusi kelelahan responden yang bertugas pada shift malam sama hasilnya dengan shift pagi dimana pekerja laki-laki lebih mengalami kelelahan kerja yang
dibandingkan perempuan, menunjukkan bahwa pada shift malam ada laki-laki yang mengalami kelelahan berat, tetapi pada shift pagi tidak menunjukkan hal itu.
Tabel 3. Distribusi Responden pada Shift Pagi dan Shift Malam Berdasarkan Tingkat Kelelahan Kerja Waktu Reaksi (Milidetik) Kategori Shift Kerja Pagi Malam Jumlah % Jumlah % 150 – 240 Normal 0 0 0 0 >240 – <410 Ringan 12 50 14 58,3 410 - < 580 Sedang 12 50 7 29,2 ≥ 580 Berat 0 0 3 12,5 Jumlah 24 100 24 100
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat shift kerja pagi responden dalam kategori kelelahan ringan dan kelelahan sedang memiliki nilai yang sama yaitu 12 responden (50%). Sedangkan pada shift kerja malam dapat dilihat responden dalam kategori kelelahan ringan terdapat 14 reponden (58,3%), kelelahan sedang sebanyak 7 responden (29,2%), dan kelelahan berat sebanyak 3 responden (12,5%).
Tabel 4. Distribusi rata-rata responden shift pagi dan shift malam berdasarkan tingkat kelelahan
Shift Kerja n
Rata-Rata Kelelahan Kerja
Shift Pagi 24 430,67 Sedang
Shift Malam 24 413,25 Sedang
Jumlah 48
Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa shift pagi dan shift malam memiliki rata-rata kelelahan kerja sedang, itu berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelelahan kerja pada shift pagi dan shift malam dibagian produksi.
Tingkat kelelahan kerja antar shift berbeda secara bermakna dimana tingkat kelelahan kerja shift pagi lebih rendah daripada shift malam. Shift kerja yang paling banyak menyebabkan gangguan pola tidur pada pekerja adalah shift malam (75,8%), kemudian shift pagi (7,2%) menurut hasil penelitian Saftarina (2013).
Disamping itu stress kerja juga mempengaruhi seseorang dalam penampilan bekerja hal ini dikarenakan meningkatnya tuntutan pekerjaan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkannya. Tapi pada kenyataannya sesuatu yang diinginkan tersebut kadangkala tidak dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu tersebut bingung, melamun hingga stres. Stres yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut (Hariyono, dkk.,2009). Menurut Triyunita, dkk (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelelahan pekerja disebabkan adanya beban kerja yang mempengaruhi tubuh, hal ini dikarenakan adanya proses penyesuaian tubuh atau adaptasi terhadap pembebanan sehingga
tubuh telah terbiasa dalam menerima beban kerja. Jadi kelelahan kerja bukan hanya disebabkan oleh shift kerja saja, tapi disebabkan juga oleh beban kerja (target perusahaan), lingkungan kerja, waktu kerja, kesehatan pekerja (Setyawati, 2012)
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada pengukuran kelelahan kerja dengan Reaction timer HAP didapat bahwa pada pekerja shift malam terjadi kelelahan berat yaitu 3 pekerja. Shift malam lebih besar merasakan dampak shift kerja baik performansinya, kesehatan, maupun psikososial hal ini bisa dilihat pada perbedaan jam kerjanya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rejeki, dkk (2011) yang menyatakan bahwa dampak shift malam lebih besar menurunkan penampilan kerja karena rendahnya kesiagaan pada shift malam dan sangat mudah mengalami kelelahan karena waktu istirahat digunakan untuk bekerja.
Menurut Hariyono, dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Beban Kerja, Stress Kerja Dan Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat Di RS. Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta” dia menemukan ada tiga hal yang menyebabkan shift malam lebih memiliki dampak yang besar pada kelelahan antara lain :
1). Kondisi pekerjaan, yang menyebabkan beban kerja berlebihan baik secara kuantitaif maupun kualitatif sehingga dapat meningkatkan ketegangan dan menyebabkan kelelahan mental dan atau fisik. Bila hal ini terus berkelanjutan dapat
berubah menjadi kelelahan yang amat sangat dalam bekerja (burn out).
2). Faktor interpersonal, yang menyebabkan hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk, persaingan yang tidak sehat, dan kecemburuan sosial.
3). Tampilan rumah pekerjaaan, yang dipengaruhi karena mencampuradukkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi, kurangnya dukungan dari pasangan hidup dan stres karena memiliki dua pekerjaan misalnya pada yang sudah menikah. Hal ini bila berkelanjutan akan memicu terjadinya konflik dan kelelahan secara mental.
Beberapa studi mengenai pengaruh shift kerja terhadap kinerja pekerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya juga telah dilakukan. Shift berpengaruh negatif terhadap kemampuan dan kinerja pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Dongen dan Belenky (2009), menyatakan bahwa adanya shift kerja dapat mengakibatkan kelelahan pada pekerja sehingga tidak lagi memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan dan mengakibatkan masalah pada produktivitas.
Masalah kelelahan kerja yang berkaitan dengan shift kerja dikemukakan juga oleh Mayasari (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “perbedaan tingkat kelelahan perawat wanita di RSUD Sunan Kalijaga”. Dalam penelitiannya didapat bahwa hampir 80% pekerja/perawat mengalami kelelahan kerja akibat shift kerja khususnya pada shift kerja
malam. Penelitian Kodrat (2009) di Pabrik Kelapa Sawit PT XLabuhan Batu diperoleh pekerja pada shift malam lebih tinggi tingkat kelelahan, tekanan darah sistole dan diastole, denyut nadi, stress fisik serta stress mental dibandingkan pada shift pagi.
KESIMPULAN
1. Karyawan yang bertugas pada shift pagi mengalami kelelahan kerja pada keadaan ringan yaitu 50% dan keadaan sedang 50%. 2. Karyawan yang bertugas pada shift malam mengalami kelelahan kerja pada keadaan ringan 58,3%, keadaan sedang 29,2%, keadaan berat 12,5%.
3. Tidak terdapat perbedaan kelelahan kerja pada karyawan yang bertugas pada shift pagi dan shift malam dengan nilai p = 0,522
SARAN
1. Bagi Insitusi PT. Putra Karangetang Popontolen, supaya dapat menerapkan sistem 3 shift dalam satu hari kerja yaitu shift I jam 06.00-14.00 (8 orang), shift II jam 14.00-22.00 (8 orang), shift III jam 22.00-06.00 (8 orang), apabila 8 orang disetiap shift dirasakan tidak cukup maka harus ada penambahan tenaga kerja dengan cara merekrut tenaga kerja yang baru. Hal ini dilakukan supaya menghindar dari beban kerja yang berlebihan pada satu shift kerja. Lama shift kerja sebaiknya tidak
lebih dari 8 jam, jika lebih dari jam tersebut beban kerja sebaiknya dikurangi.
2. Untuk mengontrol kelelahan kerja dan juga masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja lainnya, diharapkan institusi PT. Putra Karangetang Popontolen memiliki pekerja/ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang baik dan berkompeten.
3. Pada pekerja dengan shift malam dianjurkan ada waktu tidur siang sebelumnya dan bila melaksanakan pekerjaan dengan pertimbangan khusus sebaiknya dilaksanakan sebelum jam 4 pagi agar kesalahan dapat dikurangi.
4. Aspek demografis seperti jenis kelamin dan umur perlu diperhatikan dalam penyusunan shift kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. PT.Binarupa Aksara:Jakarta Dongen, H and Belenky, G. 2009. Individual
Differences in Vulnerability to Sleep
Loss in the Work Environment.
Industrial Health 2009, Vol.47:518– 526.
Hariyono, W.,Suryani, D and Wulandari, Y. 2009. Hubungan Antara Beban Kerja, Stress Kerja Dan Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat Di RS. Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat UAD, Vol. 3, No. 3.
Kodrat, K. 2009. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kemungkinan Terjadinya Kelelahan Pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT. XLabuhan Batu. Tesis. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. (http://kimberlykodrat.com, diakses pada tanggal 28 Agustus 2014) Mayasari, A. 2011. Perbedaan Tingkat
Kelelahan Perawat Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1):28-34. (http://journal.unnes.ac.id, diakses pada tanggal 27 September 2014)
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta:Jakarta
Rejeki, Y.,Eri, A dan Taufiq, A. 2011.
Evaluasi
Sistem
Gilir
Kerja
Terhadap
Beban
Kerja
Fisik
Karyawan : PT. Primarindo Asia
Infrastructure,TBK
. Jurnal UNISBA,
ISSN:2089-3582, Vol 2, No..
Saftarina, F dan Hasanah, L. 2013. Hubungan Shift Kerja dengan Gangguan Pola Tidur pada Perawat Instalasi Rawat Inap di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung 2013. Jurnal Medula Volume 2, No. 2.
Setyawati, L. 2012. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Amara Books: Jakarta
Triyunita, N.,Ekawati dan Lestantyo, D. 2013. Hubungan Beban Kerja Fisik, Kebisingan, Dan Faktor Individu Dengan Kelelahan Pekerja Bagian Weaving PT. X Batang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat UNDIP, Volume 2, No. 2. (http://ejournals1.undip.ac.id, diakses pada tanggal 15 Oktober 2014) Ummul, S and K. Rao. 2012. Shift Work and
Fatigue. IOSR Journal Of Environmental Science, Toxicology And Food Technology (IOSR-JESTFT) ISSN: 2319-2402, ISBN: 2319-2399. Volume 1, Issue 3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 164-166. PT. Nuansa Aulia: Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86. (www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 3 Oktober 2014)