• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Partus Prematurus Imminens

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan Partus Prematurus Imminens"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS IMMINENS DI RUANG BAITUNNISA 2 RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun Oleh :

MASYKUR KHAIR 309 014 01918

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG 2015

(2)

PARTUS PREMATURUS IMMINENS

A. Definisi

Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :

1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion

2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus

Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus prematurus yaitu :

1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek

(3)

kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.

2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus adalah sebagai berikut:

1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat. 2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda,

perdarahan antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.

3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim C. Patofisiologi

Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).

Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.

Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada

(4)

kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

D.Tanda dan Gejala

Partus prematurus iminen ditandai dengan : 1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit 2. Rasa berat dipanggul

3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea 4. Keluarnya cairan pervaginam

5. Nyeri punggung

Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan tenaga medis.

Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :

1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam

2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

E. Diagnosis

Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010), yaitu:

1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,

2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,

3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),

4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,

5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,

6. Selaput amnion seringkali telah pecah,

7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The

American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis

(5)

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,

2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,

3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :

1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.

2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan uterus

F. Komplikasi

Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.

Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.

Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan prematuritas adalah :

1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur 2. Gangguan respirasi

3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak

4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm

5. Cerebral palsy

6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).

(6)

G. Penatalaksanaan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:

1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu : a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap

8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.

b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.

c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).

d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.

Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.

Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:

a. Oligohidramnion

b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini c. Preeklamsia berat

(7)

d. Hasil nonstrees test tidak reaktif e. Hasil contraction stress test positif

f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil dan kesejahteraan janin baik

g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan

h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik. 2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.

Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:

a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam. b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin

releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine

yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.

3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.

Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko

necrotising enterocolitis.

(8)

Fokus pengkajian keperawatan yaitu : 1. Sirkulasi

Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK), penyakit sebelumnya.

2. Intregitas Ego

Adanya ansietas sedang. 3. Makanan/cairan

Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan. 4. Nyeri/Katidaknyamanan

Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit. 5. Keamanan

Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi vagina)

6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi, persalinan prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.

7. Pemeriksaan diagnostik

Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500 gram)

Tes nitrazin : menentukan KPD

Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotik

Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler, tirah baring, kelemahan

3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng dirasakan atau aktual pada diri dan janin.

4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

(9)

J. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri Akut

Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil Intervensi Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan. NOC : a. Pain Level, b. pain control, c. comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

a. Mampu

mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) b. Melapor

kan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

d. Menyata

kan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

e. Tanda

vital dalam rentang normal

f. Tidak

mengalami gangguan tidur

NIC :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

e. Kurangi faktor presipitasi nyeri

f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi g. Ajarkan tentang teknik non

farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... i. Tingkatkan istirahat

j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

(10)

Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil Intervensi Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivita s otot/seluler, tirah baring, kelemahan NOC : a. Self Care : ADLs b. Tolera nsi aktivitas c. Konser vasi eneergi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : a. Berpar tisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

b. Mamp

u melakukan

aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri c. Kesei mbangan aktivitas dan istirahat NIC :

a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas b. Kaji adanya faktor yang

menyebabkan kelelahan

c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

e. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik) f. Monitor pola tidur dan lamanya

tidur/istirahat pasien

g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.

h. Bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

i. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

3. Ansietas Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil Intervensi Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng dirasakan atau aktual pada diri dan janin. NOC : a. Anxiety control b. Fear control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...takut klien teratasi dengan kriteria hasil : a. Memiliki informasi untuk mengurangi takut b. Menggunakan NIC: Coping Enhancement

a. Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit

b. Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan keluarga

c. Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan perilaku untuk mengurangi takut

d. Sediakan perawatan yang berkesinambungan

(11)

tehnik relaksasi c. Mempertahankan

hubungan sosial dan fungsi peran

d. Mengontrol respon takut

e. Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat menyebabkan misinterprestasi

f. Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi dan rasa takutnya

g. Perkenalkan dengan orang yang mengalami penyakit yang sama h. Dorong klien untuk

mempraktekan tehnik relaksasi 4. Kurang pengetahuan

Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil Intervensi Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi. NOC: a. Kowlw

dge : disease process

b. Kowle dge : health Behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil: a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan b. Pasien

dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Pasien

dan keluarga mampu menjelaskan

kembali apa yang dijelaskan

perawat/tim kesehatan lainnya

NIC :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. c. Gambarkan tanda dan gejala

yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat f. Sediakan informasi pada

pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat h. Diskusikan pilihan terapi atau

penanganan

i. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

j. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC

NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta: Nuha Medika.

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human

Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info Media Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono

Prawirohardjo.

Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan

Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.

(13)

Kontraksi Uterus ↑

Faktor Mayor Faktor Minor

Partus Prematurus Imminens Faktor Ibu

Faktor Janin & Plasenta

Rangsangan pada uterus

Prostaglandin ↑ Dilatasi Serviks Nyeri Akut Tindakan Pembedahan (SC) Insisi Abdomen Resti Infeksi Kerusakan Jaringan Krisis situasional Ansietas Kurang Pengetahuan

Kehilangan energi berlebih Intoleransi Aktivitas Kehamilan <37 minggu Pathway Partus Prematurus Imminens

Referensi

Dokumen terkait

• Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin sering, makin nyeri; disertai.. pengeluaran darah-lendir (tidak lebih banyak dari

Partus maju adalah persalinan yang disertai dengan his yang adekuat tetapi pembukaan cerviks tidak menunjukkan kemajuan penurunan kepala dan putaran paksi selama

Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi

Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatan) hingga serviks membuka lengkap (10 cm) kala satu

Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin sering, makin nyeri; disertai  pengeluaran darah-lendir (tidak lebih  banyak dari

B Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan berlangsung sebagai berikut : 1 Keadaan