UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA
PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN
YANG BERBEDA
Oleh
Fetrie Bestiarini Effendi
A01499044
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
FETRIE BESTIARINI EFF ENDI. Uji Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hibrida pada Tingkat Populasi Tanaman yang Berbeda (Dibimbing oleh DWI GUNTORO).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi empat varietas jagung hibrida yang ditanam pada tingkat populasi yang berbeda.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru Darmaga dengan ketinggian tempat lebih kurang 250 m di atas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan September 2003 sampai Januari 2004.
Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi (split plot) dengan dua faktor yaitu varietas jagung hibrida dan populasi tanaman. Varietas jagung hibrida
sebagai petak utama terdiri dari empat taraf yaitu NK-11, NK-33, P-12, dan C-7. Populasi tanaman sebagai anak petak terdiri dari empat taraf yaitu populasi 40 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm, populasi 60 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 100 cm x 16.5 cm), populasi 80 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 100 cm x 12.5 cm, dan populasi 100 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 84 cm x 12 cm. Percobaan dilakukan dalam tiga ulangan sehingga seluruhnya terdapat 48 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petak dengan ukuran 4 m x 5 m.
Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, Indeks Luas Daun (ILD), bobot basah tongkol berkelobot, bobot basah tongkol tanpa kelobot, bobot kering tongkol, bobot pipilan kering, rendemen, serta panjang dan diameter tongkol.
Varietas berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 7 MST serta panjang tongkol. Varietas NK-11 dan P-12 memiliki rata-rata tinggi tanaman pada 7 MST yang tertinggi. Panjang tongkol terpanjang dihasilkan oleh varietas P-12 dan C-7. Jumlah daun, diameter batang, Indeks Luas Daun (ILD), bobot basah tongkol berkelobot, bobot basah tongkol tanpa kelobot, bobot kering tongkol tanpa kelobot, bobot pipilan kering, rendemen dan diameter tongkol. tidak dipengaruhi oleh varietas.
Populasi berpengaruh terhadap semua peubah pertumbuhan dan produksi
kecuali rendemen kering. Produksi pipilan kering jagung pada populasi 40 000 tanaman/ha memiliki nilai terendah. Produksi pipilan kering tertinggi untuk semua varietas yang diuji dicapai pada populasi 60 000 tanaman/ha. Populasi optimum
untuk varietas NK-11 yaitu 100 000 tanaman/ha, varietas NK-33 yaitu 87 500 tanaman/ha, varietas P-12 yaitu 62 500 tanaman/ha dan varietas C-7 yaitu 50 000 tanaman/ha.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... i
DAFTAR GAMBAR... iii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA... 3
Botani dan Syarat Tumbuh Jagung ... 3
Varietas Hibrida ... 4
Populasi Tanaman dan Jarak Tanam... 4
BAHAN DAN METODE... 7
Tempat dan Waktu ... 7
Bahan dan Alat... 7
Rancangan Percobaan ... 7
Analisis Data ... 8
Pelaksanaan Penelitian... 8
Pengamatan... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11
Hasil... 11
Keadaan Umum Percobaan... 11
Tinggi Tanaman... 12
Jumlah Daun... 13
Diameter Batang... 14
Indeks Luas Daun... 15
Bobot Basah Tongkol Berkelobot... 15
Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot ... 16
Panjang dan Diameter Tongkol... 17
Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot... 18
Bobot Pipilan Kering... 19
Rendemen Kering ... 22
Pembahasan ... 22
KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
Kesimpulan... 27
Saran... 27
DAFTAR PUSTAKA... 28 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Teks
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Uji F pada Berbagai Peubah Pengamatan... 12
2. Tinggi Tanaman pada Saat 3 – 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi... 13
3. Jumlah Daun pada Saat 3 – 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi... 13
4. Diameter Batang pada Saat 3 – 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi... 14
5. Interaksi antara Varietas dan Tingkat Populasi terhadap Diameter Batang pada 3 MST ... 15
6. Indeks Luas Daun (ILD) pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi ... 15
7. Bobot Basah Tongkol Berkelobot pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi ... 16
8. Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi ... 17
9. Panjang dan Diameter Tongkol pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi... 17
10. Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi ... 18
11. Bobot Pipilan Kering pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi ... 19
12. Rendemen Kering pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi ... 22
Lampiran Nomor Halaman 1. Data Iklim Bulan September 2003 – Januari 2004 ... 31
2. Analisis Ragam Tinggi Tanaman... 32
3. Analisis Ragam Jumlah Daun... 33
5. Analisis Ragam Indeks Luas Daun (ILD) ... 35
6. Analisis Ragam Hasil dan Komponen Hasil ... 36
7. Deskripsi Jagung Varietas P-12 (30A97)... 38
8. Deskripsi Jagung Varietas C-7... 39
DAFTAR GAMBAR
Teks
Nomor Halaman 1. Regresi Pengaruh Populasi terhadap
Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas NK-11... 20 2. Regresi Pengaruh Populasi terhadap
Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas NK-33... 20 3. Regresi Pengaruh Populasi terhadap
Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas P-12 ... 21 4. Regresi Pengaruh Populasi terhadap
Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas C -7 ... 21
Lampiran
Nomor Halaman 1. Kondisi Pertanaman pada 5 MST ... 40 2. Tongkol Tanpa Kelobot pada Tingkat Populasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi dan prospek yang baik. Selain sebagai bahan pangan terpenting kedua setelah beras, jagung banyak digunakan sebagai sayuran, pakan ternak, dan bahan baku industri. Belakangan ini arti penting komoditas ini semakin meningkat dengan meningkatnya pemanfaatan jagung sebagai bahan pakan ternak.
Di Indonesia, produktivitas rata-rata jagung pipilan yaitu 3.3 ton/ha dengan luas areal tanam 3 357 000 ha dan produksinya mencapai 11 225 000 ton
pada tahun 2004 (Deptan, 2006). Pada tahun yang sama, produksi ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara penghasil jagung dunia seperti Amerika Serikat dengan produksi mencapai 298 233 008 ton dan Cina sebesar 131 700 000 ton (FAO, 2006).
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung antara lain dengan perbaikan teknik budidaya, yaitu penggunaan varietas unggul dan pengaturan tingkat populasi yang optimal.
Salah satu varietas unggul adalah varietas hibrida, yang mempunyai potensi hasil lebih tinggi dibandingkan varietas bersari bebas, berumur genjah, dan resisten terhadap hama dan penyakit. Syariefa (2002) menyatakan bahwa rendahnya produktivitas nasional disebabkan petani lebih banyak menggunakan benih lokal yang produksi rata-ratanya hanya 1-3 ton/ha, sedangkan pemanfaatan benih hibrida kurang dari 20%. Beberapa varietas hibrida sudah banyak beredar di masyarakat antara lain varietas Cargill, Pioneer, dan Bisi. Masing-masing varietas hibrida tersebut mempunyai potensi dan rata-rata hasil yang tinggi. Untuk varietas hibrida baru, perlu dicari cara budidaya yang menghasilkan produksi maksimum di lapang, salah satunya dengan pengaturan tingkat populasi.
Menurut Berger (1962), jumlah tanaman per satuan luas sangat mempengaruhi produksi jagung. Jumlah populasi tanaman yang dianjurkan berbeda -beda berdasarkan varietas yang ditanam, musim tanam, dan kondisi tanah. Pengaruh bertambahnya populasi per hektar menurut Sudjana et al. (1991)
yaitu akan menambah umur berbunga, tinggi tanaman dan tinggi tongkol, jumlah
tanaman rebah dan jumlah tongkol barren (tongkol tidak berbiji), dan mengurangi umur masak. Namun demikian peningkatan populasi juga akan diikuti oleh peningkatan hasil tanaman jagung.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi empat varietas jagung hibrida yang ditanam pada tingkat populasi yang berbeda
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh varietas terhadap pertumbuha n dan produksi jagung hibrida.
2. Terdapat pengaruh tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi jagung hibrida.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara varietas dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi jagung hibrida.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam ordo Tripsaceae, famili Poaceae, subfamili Panicoideae, dan genus Zea. Tanaman ja gung memiliki akar serabut dengan tiga tipe akar, yait u akar seminal yang tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah, dan akar udara (brace root) (Sudjana et al., 1991). Batang jagung berbentuk silindris dan terdiri dari sejumlah ruas dan buku, dengan panjang yang berbeda -beda tergantung varietas dan lingkungan tempat tumbuh (Goldsworthy dan Fischer, 1992). Daun jagung muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun menyelubungi ruas batang. Tepi helaian daun halus dan kadang berombak. Bagian atas epidermis umumnya berbulu dan mempunyai barisan memanjang yang terdiri dari sel-sel bulliform. Bagian bawah permukaan daun tidak berbulu (glabrous) dan umumnya mengandung stomata lebih banyak dibandingkan dengan permukaan atas (Subandi et al., 1988). Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdapat dalam spikelet dengan bunga jantan di ujung tanaman (apikal) dan bunga betina di ketiak daun (aksilar). Jagung bersifat protandrus yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepun sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik. Oleh karena itu jagung merupakan spesies yang menyerbuk silang (Fischer dan Palmer, 1992).
Jagung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 0 – 1 300 m di atas permukaan laut. Menurut Effendi (1985), tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, drainase baik, suhu hangat 21-320 C, curah hujan merata sepanjang tahun, serta curah hujan bulanan sekitar 100-125 mm. Tanah yang baik untuk ta naman jagung adalah tanah dengan pH optimum 6.0-7.0.
Jagung termasuk tanaman C-4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan dan hasil. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C-4 beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi surya yang tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat yang menguntungkan dari tanaman jagung sebagai tanaman
C-4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi,
fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomi yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Muhadjir, 1988).
Varietas Hibrida
Varietas hibrida merupakan turunan F1 dari persilangan antara dua varietas, varietas dengan galur, atau galur dengan galur. Beberapa macam jagung hibrida adalah : (1) hibrida silang tunggal yang merupakan generasi pertama persilangan antara dua inbrida (galur murni), (2) hibrida silang ganda yang merupakan generasi pertama persilangan antara dua hibrida silang tunggal, (3) hibrida silang tiga yang merupakan generasi pertama persilangan antara satu inbrida dengan satu hibrida silang tunggal, (4) hibrida silang puncak tunggal yang merupakan generasi pertama persilangan antara satu inbrida dengan varietas bersari bebas, (5) hibrida silang puncak ganda yang merupakan generasi pertama persilangan antara varietas bersari bebas dengan hibrida silang tunggal, dan (6) varietas hibrida yaitu generasi pertama persilangan antara dua varietas bersari
bebas (Moentono, 1988).
Varietas hibrida mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas lain. Varietas hibrida akan mempunyai hasil yang tinggi apabila lingkungan tumbuhnya optimal, pemeliharaan yang baik, dan masukan yang tinggi.
Mejaya dan Soegiatni (1998) menyatakan bahwa jagung varietas hibrida dapat memberikan hasil yang tinggi apabila populasi dasar yang digunakan dalam pembuatan galur inbridanya berpotensi hasil tinggi. Selain itu varietas hibrida akan tinggi hasilnya apabila ditanam pada lahan yang produktif. Semakin tinggi produktivitas lahan semakin tinggi produksi jagung hibrida.
Populasi Tanaman dan Jarak Tanam
Populasi suatu tanaman erat hubungannya dengan jarak tanam. Persaingan
dan Mulyanto, 1978). Makin tinggi populasi, makin besar persaingan faktor
tumbuh yang terjadi, baik antar tanaman sejenis maupun antar jenis tanaman. Pengaturan jarak tanam dan populasi tanaman sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman per satuan luas tanam. Menurut Lutz et al. (1971),
kenaikan populasi jagung menyebabkan peningkatan produksi per satuan luas. Dengan peningkatan populasi sampai ketinggian tertentu, meskipun menyebabkan turunnya produksi pertanian, tetapi dengan diimbangi kenaikan populasi akan diperoleh produksi per satuan luas tetap tinggi.
Populasi tanaman yang digunakan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan varietas tanaman. Bila lingkungan tumbuh yang meliputi faktor iklim dan kondisi lahan berada pada kondisi optimal, maka tingkat kerapatan yang lebih padat dimungkinkan untuk digunakan. Demikian juga varietas tanaman, pada jagung varietas genjah, tingkat kerapatan yang lebih padat daripada varietas dalam dapat digunakan untuk mendapatkan produksi lebih tinggi. Populasi tanaman yang dianjurkan untuk varietas genjah adalah sekitar 70 000 tanaman/ha sedangkan untuk varietas dalam sekitar 55 000 tanaman/ha (Sudjana et al., 1991).
Lebih la njut Rake (2001) menjelaskan bahwa tingkat kerapatan tanaman yang rendah menjamin setiap individu tanaman dapat menerima radiasi semaksimal mungkin sehingga produksi per tanaman akan meningkat. Akan tetapi, produksi per satuan luas tanah akan lebih rendah karena komunitas tanaman tidak bisa menangkap semua radiasi yang datang. Sebagian pancaran surya tidak bisa diubah menjadi produksi tanaman karena lolos dari pertanaman dan diterima oleh permukaan tanah. Jadi efisiensi penggunaan radiasi per satuan luas tanah rendah. Sebaliknya tingkat kerapatan yang tinggi menyebabkan tajuk tanaman tumpang tindih, sehingga ada bagian-bagian tanaman yang kurang menerima pancaran surya. Dalam hal ini produksi tanaman akan rendah.
Walaupun demikian, sampai tingkat kerapatan tanaman tertentu, produksi tanaman per satuan luas tanah akan tinggi, dan kemudian menurun kembali karena terjadi kompetisi dalam kebutuhan faktor tumbuh. Efisiensi penggunaan radiasi persatuan luas tanah juga menjadi lebih tinggi karena tidak ada atau seba gian kecil saja radiasi yang lolos dari pertanaman.
Purwono (1998) menyatakan bahwa kerapatan tanaman yang lebih tinggi
dapat meningkatkan hasil, tetapi pada jagung akan mengakibatkan tongkol mengecil, pada beberapa varietas juga menambah kerebahan, dan mungkin menimbulkan masalah penyakit. Oleh karena itu, untuk mengurangi adanya
persaingan tersebut perlu dilakukan pengaturan kerapatan jarak tanam atau populasi tanaman.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru Darmaga dengan ketinggian tempat lebih kurang 250 m di atas permukaan laut.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan September 2003 sampai Januari 2004.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah benih varieta s jagung hibrida yaitu varietas NK-11, NK-33, P-12, dan C-7. Pupuk yang digunakan yaitu 300 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl.
Alat yang digunakan terdiri atas seperangkat alat budidaya pertanian, timbangan, meteran, jangka sorong, alat tulis , dan pisau.
Rancangan Percobaan
Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi (split plot) dengan dua faktor yaitu varietas jagung hibrida dan populasi tanaman. Varietas jagung hibrida sebagai petak utama terdiri dari empat taraf yaitu V1 (NK-11), V2 (NK-33), V3 (P-12), dan V4 (C-7). Populasi tanaman sebagai anak petak terdiri dari empat taraf
yaitu P1 (populasi 40 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm), P2 (populasi 60 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 100 cm x 16.5 cm), P3 (populasi 80 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 100 cm x 12.5 cm), dan P4 (populasi 100 000 tanaman/ha dengan jarak tanam 84 cm x 12 cm).
Terdapat 16 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan dilakukan dalam tiga ulangan sehingga seluruhnya terdapat 48 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petak dengan ukuran 4 m x 5 m.
Model linear untuk setiap pengamatan yaitu sebagai berikut :
Dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf
dari faktor varietas ke-i dan taraf ke -j dari faktor populasi.
µ = Nilai tengah pengamatan.
V i = Pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor varietas.
Uk = Pengaruh aditif dari ulangan ke-k
äik = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke -i faktor varietas dalam
ulangan ke -k.
Pj = Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor populasi
(VP)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor varietas dan taraf ke -j faktor
Populasi.
åijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke -i
faktor varietas dan taraf ke-j faktor populasi.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (uji F). Apabila uji F berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan gulma. Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam. Lahan dibuat petakan-petakan berukuran 4 m x 5 m sebanyak 48 petakan sehingga luas total tanah yang ditanami 960 m2.
Penanaman Benih dan Pemupukan
Penanaman dilakukan dua minggu setelah pengolahan tanah. Benih jagung ditanam dengan cara ditugal sedala m kurang lebih 3 cm dengan dua benih tiap lubangnya dan jarak tanam sesuai perlakuan. Pada saat penanaman, lubang benih diberi karbofuran 3% dengan dosis 10 kg/ha. Pemupukan untuk tanaman jagung dilakukan dua kali dengan 1/3 dosis N diberikan pada saat tanam dan sisanya pada saat tanaman berumur empat minggu. Pupuk SP -36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi penjarangan tanaman, penyiangan gulma, pembumbunan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan dengan membuang tanaman yang pertumbuhannya kurang baik pada 3 MST sehingga diperoleh satu tanaman per lubang. Pembumbunan dilakukan pada saat 3 dan 7 MST. Pengendalian hama ulat penggerek pucuk dilakukan dengan memberikan karbofura n 3% dengan dosis 10 kg/ha pada pucuk tanaman pada saat tanaman berumur 3 MST. Pengendalian penyakit bulai (Peronosclerospora
maydis) dengan cara eradikasi.
Panen
Panen dilakukan pada umur 98 hari setelah tanam (HST).
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh tiap petak yang ditetapkan secara acak dari bukan tanaman pinggir.
Peubah yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun yang terpanjang, dimulai pada saat 3 MST sampai 7 MST.
2. Jumlah daun, dihitung mulai tanaman berumur 3 MST sampai 7 MST. Daun yang dihitung adalah daun yang terbuka sempurna.
3. Diameter batang (cm), diukur dengan menggunakan jangka sorong 10 cm dari permukaan tanah, dimulai saat tanaman berumur 3 MST sampai 7 MST.
4. Indeks Luas Daun (ILD), yaitu mengukur panjang dan lebar daun pada saat 7 MST. Indeks luas daun dihitung dengan menggunakan rumus Pearce, Mock dan Bailey (1975) yaitu :
ILD = 0.75 x 9.39 x p (m) x l (m) x Po
10 000
p dan l = panjang dan lebar daun ke -8 dari atas
Po = populasi tiap hektar
5. Bobot basah tongkol berkelobot, yang dilakukan pada saat panen dengan menimbang contoh dan seluruh tongkol tanaman.
6. Bobot basah tongkol tanpa kelobot, yang dilakukan pada saat panen dengan menimbang contoh dan seluruh tongkol tanaman.
7. Panjang dan diameter tongkol (cm), dilakukan dengan mengukur panjang dan diameter tongkol tanpa kelobot. Panjang tongkol diukur dari pangkal hingga ujung tongkol dengan menggunakan penggaris. Diameter tongkol diukur pada bagian tengah tongkol dengan menggunakan jangka sorong.
8. Bobot kering tongkol tanpa kelobot, dilakukan dengan menimbang contoh dan seluruh tongkol tanaman yang kering jemur.
9. Bobot pipilan kering, dilakukan dengan menimbang biji pipilan dari seluruh tongkol tanaman yang kering jemur.
10. Rendemen kering (%), dihitung dengan membandingkan bobot pipilan kering terhadap bobot kering tongkol tanpa kelobot.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum
Penelitian dilakukan mulai bulan September 2003 sampai Januari 2004 dengan kisaran curah hujan 98-324 mm/bulan (Tabel Lampiran 1). Waktu penelitian ini merupakan musim hujan sehingga kebutuhan air tersedia dengan baik untuk perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman selanjutnya. Menurut Effendi (1985), tanaman jagung akan tumbuh baik pada curah hujan 100-125 mm/bulan. Persentase daya berkecambah cukup baik yaitu 90.93 %. Pada 1 MST dilakukan penyulaman terhadap benih-benih yang tidak tumbuh.
Secara umum pertumbuhan tanaman sampai masa panen menunjukan kondisi yang cukup baik. Hama yang menyerang tanaman antara lain ulat agrotis (Agrotis sp) yang menyerang pada saat awal pertumbuhan sekitar 1 – 2 MST. Bagian tanaman yang diserang adalah tunas pertumbuhan dengan gejala daun menggulung. Selain itu terdapat hama belalang dengan gejala daun rusak dan berlubang, serta ulat penggerek tongkol (Helicoverpa armigera). Namun serangan hama tersebut tidak terlalu mengganggu tanaman sehingga tidak dilakukan pengendalian.
Penyakit yang menyerang tanaman selama percobaan adalah bulai (Peronosclerospora maydis). Penyakit ini menyerang tanaman pada saat 3 - 4 MST dengan tingkat kerusakan yang sangat rendah. Pengendaliannya dilakukan dengan cara eradikasi.
Rekapitulasi Hasil Uji F pada Tabel 1 menunjukkan kondisi pertanaman mulai masa vegetatif sampai panen lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat populasi daripada oleh varietas. Populasi berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 MST, jumlah daun pada 4-6 MST, diameter batang, Indeks Luas Daun (ILD) , bobot basah tongkol berkelobot, bobot basah tongkol tanpa kelobot per tanaman, bobot kering tongkol tanpa kelobot, bobot pipilan kering, serta panjang dan diameter tongkol. Varietas berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 7 MST serta panjang tongkol.
Tabel 1. Rekapitulasi Uji F pada Berbagai Peubah Pengamatan
Peubah Varietas Populasi Interaksi
Tinggi Tanaman 3 MST * * tn 4 MST tn tn tn 5 MST tn tn tn 6 MST tn tn tn 7 MST * tn tn Jumlah Daun 3 MST tn tn tn 4 MST tn ** tn 5 MST tn * tn 6 MST tn ** tn 7 MST tn tn tn Diameter Batang 3 MST tn ** * 4 MST tn ** tn 5 MST tn ** tn 6 MST tn ** tn 7 MST tn ** tn
Indeks Luas Daun tn ** tn
Bobot Basah Tongkol Berkelobot/Tanaman tn ** tn
Bobot Basah Tongkol Berkelobot/Hektar tn ** tn
Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot/Tanaman tn ** tn
Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot/Hektar tn tn tn
Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot/Tanaman tn ** tn
Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot /Hektar tn ** tn
Bobot Pipilan Kering/Hektar tn ** tn
Rendemen tn tn tn
Panjang Tongkol * ** tn
Diameter Tongkol tn ** tn
Keterangan : (**)nyata pada taraf 1%, (*)nyata pada taraf 5%, (tn)tidak nyata
Tinggi Tanaman
Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 3 dan 7 MST. Populasi tanaman berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 MST. Sedangkan interaksi antara varietas dengan populasi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman (Tabel Lampiran 2).
Tinggi tanaman dipengaruhi oleh varietas pada 3 dan 7 MST. Pada akhir pengamatan (7 MST) varietas NK-11 dan P-12 memiliki rata-rata tinggi tanaman tertinggi (258.70 cm dan 256. 67 cm) dibandingkan dua varietas hibrida yang lain. Populasi tidak mempengaruhi tinggi tanaman kecuali pada 3 MST (Tabel 2).
Tabel 2. Tinggi Tanaman pada Saat 3 – 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Varietas NK-11 81.27 a 109.75 172.51 220.97 258.70 a NK-33 80.90 ab 108.22 165.52 212.89 250.77 ab P-12 83.65 a 112.75 172.78 221.94 256.67 a C-7 78.86 b 106.76 159.53 201.54 241.28 b Populasi (tanaman/ha) 40 000 78.33 b 106.62 164.61 212.28 249.47 60 000 80.64 ab 109.82 166.91 216.75 252.65 80 000 82.12 a 110.72 167.86 214.99 252.73 100 000 82.50 a 110.32 170.97 213.33 252.57
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Jumlah Daun
Berdasarkan hasil analisis ragam, varietas tidak mempengaruhi jumlah daun. Populasi mempengaruhi jumlah daun pada 4, 5 dan 6 MST, sedangkan interaksi varietas dan populasi tidak berpengaruh terhadap jumlah daun (Tabel Lampiran 3).
Tabel 3. Jumlah Daun pada Saat 3 – 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi Jumlah Daun Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Varietas NK-11 4.8 5.3 6.4 8.3 11.5 NK-33 4.8 5.7 6.5 8. 4 11.7 P-12 5.0 5.5 6.5 8.3 11.9 C-7 4.9 5.2 6.4 8.7 11.6 Populasi (tanaman/ha) 40 000 4.8 5.6 a 6.6 a 9.0 a 11.8 60 000 4.9 5.4 b 6.6 ab 8.6 ab 11.7 80 000 4.9 5.3 b 6.2 b 8.2 bc 11.7 100 000 4.9 5.3 b 6.3 b 7.9 c 11.6
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada 4, 5 dan 6 MST, populasi 40 000
tanaman/ha memberikan rata-rata jumlah daun terbanyak dan berbeda nyata dengan peningkatan populasi 60 000 sampai 100 000 tanaman/ha.
Diameter Batang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari varietas terhadap diameter batang. Populasi berpengaruh nyata terhadap diameter batang mulai awal hingga akhir pengamatan. Terdapat interaksi antara varietas dengan populasi terhadap diameter batang pada 3 MST (Tabel Lampiran 4).
Pada populasi 40 000 tanaman/ha diameter batang menunjukkan nilai tertinggi selama pengamatan. Peningkatan populasi dari 40 000 sampai 100 000 tanaman/ha berpengaruh terhadap penurunan diameter batang (Tabel 4).
Tabel 4. Diameter Batang pada Saat 3 – 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Diameter Batang (cm) Perlakuan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Varietas NK-11 0.66 1.02 1.73 1.80 1.77 NK-33 0.72 1.05 1.72 1.72 1.80 P-12 0.76 1.07 1.77 1.82 1.97 C-7 0.68 1.01 1.81 1.82 1.86 Populasi (tanaman/ha) 40 000 0.78 a 1.14 a 1.99 a 2.00 a 2.10 a 60 000 0.72 b 1.05 ab 1.82 b 1.87 b 1.90 b 80 000 0.67 bc 1.00 b 1.65 c 1.68 c 1.72 c 100 000 0.65 c 0.96 b 1.58 c 1.62 c 1.67 c
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Pengaruh interaksi antara varietas dan populasi terhadap diameter bata ng
terjadi pada 3 MST. Dari data Tabel 5 dapat diketahui bahwa diameter batang relatif lebih besar pada populasi rendah. Varietas NK-33 yang ditanam pada populasi 40 000 tanaman/ha pada 3 MST memberikan diameter batang terbesar. Sebaliknya nilai diameter batang pada 3 MST terkecil yaitu pada varietas NK-11 yang ditanam pada populasi 100 000 tanaman/ha.
Tabel 5. Interaksi antara Varietas dan Tingkat Populasi terhadap Diameter Batang pada 3 MST Populasi Varietas (tanaman/ha) NK-11 NK-33 P-12 C-7 40 000 0.73 bc 0.90 a 0.80 ab 0.70 bcd 60 000 0.63 cde 0.73 bc 0.80 ab 0.70 bcd 80 000 0.70 bcd 0.67 cde 0.70 bcd 0.63 cde 100 000 0.57 e 0.60 de 0.73 cb 0.70 bcd
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Indeks Luas Daun (ILD)
Indeks Luas Daun dipengaruhi oleh populasi. Varietas maupun interaksi antara varietas dengan populasi tidak berpengaruh terhadap ILD (Tabel Lampiran
5). Nilai rata-rata ILD terkecil yaitu 2.96, pada populasi 40 000 tanaman/ha dan terus meningkat dengan peningkatan populasi (Tabel 6).
Tabel 6. Indeks Luas Daun (ILD) pada 7 MST pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Perlakuan ILD Varietas NK-11 4.38 NK-33 4.44 P-12 4.93 C-7 4.14 Populasi (tanaman/ha) 40 000 2.96 d 60 000 3.98 c 80 000 5.03 b 100 000 5.93 a
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Bobot Basah Tongkol Berkelobot
Berdasarkan hasil analisis raga m, varietas dan interaksi antara varietas dengan populasi tidak mempengaruhi bobot basah tongkol berkelobot. Sebaliknya bobot basah tongkol berkelobot dipengaruhi oleh populasi (Tabel Lampiran 6).
Tabel 7 menunjukkan bahwa peningkatan populasi dari 40 000 sampai
100 000 tanaman/ha secara nyata menurunkan bobot basah tongkol berkelobot per tanaman. Populasi 40 000 tanaman/ha menghasilkan bobot basah tongkol
berkelobot per tanaman tertinggi (307.50 g/tanaman) tetapi produksi per
hektarnya paling rendah (11.98 ton/ha). Peningkatan populasi menjadi 60 000 tanaman/ha menaikkan bobot basah tongkol berkelobot per hektar menjadi sebesar 14.61 ton/ha (21.95 %). Namun peningkatan populasi selanjutnya tidak
meningkatkan produksi.
Tabel 7. Bobot Basah Tongkol Berkelobot pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Bobot Basah Tongkol Berkelobot Perlakuan (g/tanaman) (Ton/Hektar) Varietas NK-11 209.75 12.86 NK-33 240.25 14.10 P-12 245.42 15.30 C-7 260.58 12.83 Populasi (tanaman/ha) 40 000 307.50 a 11.98 b 60 000 285.33 b 14.61 a 80 000 193.92 c 14.27 a 100 000 169.25 d 14.22 a
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot
Bobot basah tongkol tanpa kelobot per tanaman maupun per hektar tidak dipengaruhi oleh varietas maupun interaksi antara varietas dengan populasi. Populasi berpengaruh nyata terhadap bobot basah tongkol tanpa kelobot per tanaman tapi tidak berpengaruh terhadap bobot basah tongkol tanpa kelobot per hektar (Tabel Lampiran 6).
Semakin tinggi populasi berpengaruh terhadap penurunan bobot basah tongkol tanpa kelobot per tanaman. Populasi 100 000 tanaman/ha memberikan rata-rata bobot basah tongkol tanpa kelobot per tanaman yang terkecil (151.83 g/tanaman), kemudian disusul populasi 80 000 tanaman/ha (177.42 g/tanaman) yang berbeda nyata dengan dua tingkat populasi lainnya (Tabel 8).
Tabel 8. Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot Perlakuan (g/tanaman) (Ton/Hektar) Varietas NK-11 187.75 11.91 NK-33 220.25 11.87 P-12 219.08 12.80 C-7 233.75 10.99 Populasi (tanaman/ha) 40 000 274.08 a 10.54 60 000 257.50 a 11.88 80 000 177.42 b 13.10 100 000 151.83 c 12.06
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Panjang dan Diameter Tongkol
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas dan populasi berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol, sedangkan diameter tongkol hanya dipengaruhi oleh populasi, tidak oleh varietas. Interaksi antara varietas dan populasi tidak berpengaruh terhadap panjang dan diameter tongkol (Tabel Lampiran 6).
Tabel 9. Panjang dan Diameter Tongkol pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Perlakuan Panjang tongkol Diameter Tongkol
(cm) (cm) Varietas NK-11 16.5 ab 4.3 NK-33 15.8 b 4.5 P-12 16. 9 a 4.4 C-7 17.0 a 4.5 Populasi (tan/ha) 40 000 18.3 a 4.5 a 60 000 17.3 b 4.5 a 80 000 16.0 c 4. 4 b 100 000 14. 7 d 4.2 c
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Dari Tabel 9 terlihat bahwa varietas C-7 dan P-12 memiliki nilai rata-rata
panjang tongkol tertinggi yaitu 17.0 cm dan 16.9 cm. Peningkatan populasi memperkecil panjang dan diameter tongkol. Pada populasi 40 000 dan 60 000 tanaman/ha, diameter tongkol tidak berbeda yaitu 4.5 cm dan merupakan rata -rata
tertinggi. Penin gkatan populasi selanjutnya nyata menurunkan diameter tongkol.
Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot
Berdasarkan hasil analisis ragam, bobot kering tongkol tanpa kelobot dipengaruhi oleh populasi. Varietas maupun interaksi antara varietas dengan populasi tidak mempengaruhi bobot kering tongkol tanpa kelobot (Tabel Lampiran 6).
Tabel 10. Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Perlakuan Bobot Kering Tongkol
(g/tanaman) (Ton/Hektar) Varietas NK-11 129.25 8.14 NK-33 138.75 8.25 P-12 142.25 9.01 C-7 158.17 7.82 Populasi (tan/ha) 40 000 10.54 b 7.16 b 60 000 11.88 ab 8.80 a 80 000 13.10 a 8.70 a 100 000 12.06 ab 8.56 a
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Populasi 80 000 tanaman/ha memberikan nilai bobot kering tongkol tanpa kelobot terbesar yaitu 13.10 g/tanaman. Populasi 40 000 tanaman/ha menghasilkan bobot kering tongkol tanpa kelobot per hektar terkecil yaitu 7.16 ton/ha. Peningkatan populasi menjadi 60 000 tanaman/ha nyata meningkatkan bobot kering tongkol tanpa kelobot per hektar menjadi 8.80 ton/ha. Akan tetapi peningkatan populasi selanjutnya tidak meningkatkan produksi (Tabel 10).
Bobot Pipilan Kering
Pipilan kering merupakan peubah yang sangat penting karena menunjukkan hasil panen jagung yang sesungguhnya. Berdasarkan hasil analisis ragam varietas tidak berpengaruh terhadap bobot pipilan kering per hektar,
demikian pula interaksi antara varietas dengan populasi. Sebaliknya, populasi menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering per hektar (Tabel Lampiran 6).
Tabel 11. Bobot Pipilan Kering pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Perlakuan Pipilan Kering (Ton/Hektar)
Varietas NK-11 7.02 NK-33 7.16 P-12 7.81 C-7 6.87 Populasi (tan/ha) 40 000 6.15 b 60 000 7.69 a 80 000 7.60 a 100 000 7.41 a
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Populasi 40 000 tanaman/ha memberikan nilai rata -rata bobot pipilan kering terkecil yaitu 6.15 ton/ha. Peningkatan populasi menjadi 60 000 tanaman/ha secara nyata memberikan pengaruh terhadap peningkatan bobot pipilan kering per hektar menjadi 7.69 ton/ha (25.04 %). Peningkatan populasi selanjutnya tidak meningkatkan produksi, sebaliknya produksi cenderung menurun (Tabel 11).
Bobot pipilan kering untuk varietas NK-11 pada berbagai tingkat populasi dapat dihitung dengan persamaan garis y = -1E-09x2 + 0.0002x -1.0102 dengan nilai R2 = 0.596 (Gambar 1). Populasi optimum untuk varietas NK-11 yaitu 100 000 tanaman/ha.
y = -1E-09x2 + 0.0002x - 1.0102 R2 = 0.596 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Populasi (Tanaman/ha)
Bobot Pipilan Kering (Ton/ha)
Gambar 1. Regresi Pengaruh Populasi terhadap Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas NK-11
Bobot pip ilan kering untuk varietas NK-33 pada berbagai tingkat populasi dapat dihitung dengan persamaan garis y = -4E-10x2 + 7E-05x + 4.7395 dengan nilai R2 = 0.0257 (Gambar 2). Populasi optimum untuk varietas NK-33 yaitu 87 500 tanaman/ha. y = -4E-10x2 + 7E-05x + 4.7327 R2 = 0.0257 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Populasi (Tanaman/ha)
Bobot Pipilan Kering (Ton/ha)
Gambar 2. Regresi Pengaruh Populasi terhadap Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas NK-33
Bobot pipilan kering untuk varietas P-12 pada berbagai tingkat populasi dapat dihitung dengan persamaan garis y = -8E-10x2 + 0.0001x + 2.4527 dengan
nilai R2 = 0.5888 (Gambar 3). Populasi optimum untuk varietas P-12 yaitu 62 500 tanaman/ha. y = -8E-10x2 + 0.0001x + 2.4527 R2 = 0.5888 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Populasi (Tanaman/ha)
Bobot Pipilan Kering (Ton/ha)
Gambar 3. Regresi Pengaruh Populasi terhadap Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas P-12
Bobot pipilan kering untuk var ietas C-7 pada berbagai tingkat populasi dapat dihitung dengan persamaan garis y = -2E-09x2 + 0.0002x + 1.4713 dengan nilai R2 = 0.9962 (Gambar 4). Populasi optimum untuk varietas C-7 yaitu 50 000 tanaman/ha. y = -2E-09x2 + 0.0002x - 1.4713 R2 = 0.5598 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Populasi (Tanaman/ha)
Bobot Pipilan Kering (Ton/ha)
Gambar 4. Regresi Pengaruh Populasi terhadap Bobot Pipilan Kering Jagung Varietas C-7
Rendemen Kering
Rendemen kering merupakan hasil perbandingan antara bobot pipilan kering terhadap bobot kering tongkol tanpa kelobot. Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa varietas, populasi, serta interaksi antara varietas dengan
populasi tidak berpengaruh terhadap rendemen (Tabel Lampiran 6).
Dari Tabel 11 terlihat bahwa semua varietas memiliki rendemen kering yang tidak berbeda. Begitu pula hasil tongkol pada tanaman yang ditanam pada populasi yang berbeda, rendemennya tidak berbeda. Tongkol-tongkol tersebut memiliki bobot pipilan yang lebih besar daripada janggelnya.
Tabel 12. Rendemen Kering pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Populasi
Perlakuan Rendemen (%) Varietas NK-11 86 NK-33 87 P-12 87 C-7 88 Populasi (tan/ha) 40 000 86 60 000 87 80 000 87 100 000 87
Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Pembahasan
Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 7 MST serta panjang tongkol. Hal ini menunjukkan bahwa peubah tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dari varietas yang diuji. Varietas NK-11 dan P-12 memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dua varietas lainnya, akan tetapi varietas C-7 dan P-12 memiliki panjang tongkol yang terpanjang. Penampilan pertumbuhan yang berbeda antar varietas jagung diduga disebabkan oleh adanya perbedaan kecepatan pembelahan, perbanyakan dan pembesaran sel. Sutihati
(2003) mengungkapkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh terhadap semua peubah pertumbuhan dan hasil. Handayani (2003) juga menyatakan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun segar, diameter batang, bobot berangkasan dan komponen
hasil panen nyata dipengaruhi oleh varietas. Hal ini dikuatkan oleh Gardner et al.
(1990) yang menyatakan bahwa pengaruh varietas terhadap peubah yang diamati disebabkan oleh adanya perbedaan faktor genetik yang dimiliki masing-masing varietas jagung dan kema mpuan adaptasinya terhadap lingkungan.
Jumlah daun, diameter batang dan ILD tidak dipengaruhi oleh varietas. Diduga hal ini dikarenakan adanya kemiripan karakter genetik dari empat varietas yang diuji. Berbeda dengan hasil penelitian Zamroni (2003) bahwa distribusi bahan kering ke batang dan daun lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (varietas tanaman) daripada oleh faktor lingkungan (baik populasi maupun pola tanam). Menurut Goldsworthy (1992) dan Dohi (1998), jumlah daun total yang ditentukan pada waktu inisiasi bunga, diameter batang dan ILD disebabkan oleh kemampuan genetis yang dimiliki oleh masing-masing varietas jagung yang berbeda satu dengan yang lainnya, dan sedikit pengaruh lingkungan.
Selama proses pengisian biji, pengangkutan fotosintat dari bagian vegetatif terutama daun sangat besar. Jumlah daun dan ILD yang tidak berbeda nyata oleh perlakuan varietas secara konsisten juga tidak berpengaruh terhadap produksi karena fotosintat yang dihasilkan tidak bebeda.
Sudjana et al. (1991) menyatakan bahwa jumlah tanaman per satuan luas merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Jumlah populasi tanaman untuk mendapatkan hasil maksimal bergantung pada varietas jagung yang ditanam. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh terhadap hasil. Tetapi panjang tongkol dipengaruhi oleh varietas. Varietas P -12 dan C-7 memiliki panjang tongkol yang nyata lebih besar dibandingkan dua varietas lainnya
Populasi berpengaruh terhadap vegetatif jagung yaitu pada peubah tinggi tanaman pada saat 3 MST, jumlah daun pada 4 - 6 MST, diameter tongkol selama
pengamatan serta Indeks Luas Daun (ILD). Generatif jagung juga dipengaruhi populasi.
Pengaruh populasi terhadap tinggi tanaman hanya terlihat pada 3 MST. Diduga hal ini dikarenakan kebutuhan akan faktor tumbuh, baik cahaya, air dan unsur hara masih tercukupi sehingga tanaman dapat melangsungkan pertumbuhan secara optimum. Menurut Sitaniapessy (1985), besarnya populasi tanaman tidak
berpengaruh terhadap tinggi tanaman maksimum, namun pada awal pertumbuhan
populasi tanaman berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan pengaruhnya akan berkurang dengan bertambahnya umur tanaman.
Populasi juga berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Berkurangnya
cahaya pada populasi yang tinggi akan merangsang perpanjangan batang (etiolasi) sehingga jumlah ruas yang diikuti oleh daun pada setiap ruas akan lebih sedikit. Modarres et al. (1998) melaporkan bahwa bahwa jumlah daun di atas tongkol lebih besar pada populasi tinggi (90 000 tanaman/ha) dibandingkan populasi rendah (65 000 tanaman/ha). Hal ini diduga ada hubungannya dengan etiolasi pada tanaman yang ditanam pada populasi tinggi. Etiolasi menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi dengan jumlah daun yang relatif lebih sedikit, namun lebih lebar bila dibandingkan dengan populasi rendah.
Populasi tanaman mempengaruhi diameter batang. Semakin rendah populasi tanaman, semakin besar diameter batang jagung. Diduga peningkatan diameter batang ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan proses fotosintesis tanaman pada populasi rendah, sehingga fotosintat yang dialokasikan ke organ batang bertambah. Selain itu adanya persaingan cahaya menyebabkan tanaman bertambah tinggi dan diameter batang mengecil. Menurut Sitaniapessy (1985), Frizia (1993) dan Handayani (2003), diameter batang pada populasi rendah lebih besar dibandingkan dengan populasi yang lebih tinggi.
ILD merupakan nisbah luas daun hijau yang aktif berfotosintesis terhadap luas lahan yang ditumbuhi tanaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan populasi tanaman nyata meningkatkan ILD tanaman. Nilai ILD berkisar dari 2.96 sampai 5.93. Semakin tinggi populasi tanaman semakin tinggi jumlah daun dan luas daun yang dihasilkan oleh tanaman pada luasan tertentu dibandingkan pada populasi rendah. Perlakuan tingkat populasi tanaman yang
mempengaruhi besarnya ILD juga dilaporkan oleh penelitian sebelumnya (Sitaniapessy, 1985; Modarres et al. 1998; dan Komalasari, 2003). Nilai ILD optimum untuk jagung berkisar antara 4.0 – 5.0 (Okubo dan Iwata, 1968). Sedangkan menurut Fischer dan Palmer (1992), nilainya berkisar antara 2.5 sampai 5.0. Williams et al. (1968) menyatakan bahwa apabila nilai ILD lebih besar dari 3.0 maka 95% sinar surya dapat terserap dengan baik, namun apabila
nilai ILD lebih besar dari 5.0 maka penyerapan menurun karena helai daun saling
menutupi.
Jumlah daun dan ILD yang berbeda nyata oleh perlakuan populasi secara konsisten juga berpengaruh terhadap produksi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bobot basah tongkol berkelobot berbeda nyata dengan peningkatan populasi, tetapi bobot tongkol tanpa kelobot per hektarnya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat populasi berpengaruh terhadap biji jagung dan kelobot. Pada populasi tinggi bagian tanaman yang harus dipelihara lebih banyak, ditambah lagi adanya daun yang saling menaungi menyebabkan berbagai organ, terutama organ generatif yang terbentuk lebih kecil ukurannya dibandingkan pada populasi rendah. Menurut Frizia (1993) ukuran biji menurun dengan pengingkatan populasi. Pada populasi rendah kelobot jagung juga cenderung lebih tebal.
Bobot tongkol kering dan pipilan kering juga berbeda dengan peningkatan populasi. Pada populasi rendah, meskipun produktivitas per tanamannya tinggi, tetapi bila dihitung dengan jumlah tanaman per satuan luas nilainya akan lebih rendah jika dibandingkan pada populasi tinggi. Sumarno (1984) menyatakan bahwa penggunaan jarak tanam rapat diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi antara lain karena jumlah tanaman per hektar merupakan komponen hasil. Menurut Cuomo et al. (1998), konsentrasi bahan kering di dalam biji semakin tinggi pada pada populasi tanaman yang semakin rendah, yaitu berkisar antara 256 g bahan kering/kg biji pada populasi 44 830 tanaman/ha dan hanya 207 g bahan kering/kg biji pada populasi 72 920 tanaman/ha. Namun menurut Subandi et al. (1988), peningkatan tingkat kerapatan tanaman per satuan luas sampai batas tertentu dapat meningkatkan hasil biji, tetapi penambahan jumlah tanaman selanjutnya akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi hara, air, radiasi
matahari dan ruang tumbuh sehingga akan mengurangi jumlah biji per tanaman. Produksi pipilan kering jagung yang diuji masih dibawah rata-rata hasil yang ada pada deskripsi varietasnya yaitu 8.1 ton pipilan kering/ha (varietas P-12 dan C-7). Diduga hal ini disebabkkan oleh tingginya curah hujan pada fase generatifnya. Tanaman jagung merupakan tanaman C4 yang membutuhkan intensitas radiasi surya yang tinggi untuk memaksimalkan aktivitas
fotosintesisnya. Curah hujan yang tinggi menyebabkan intensitas radiasi
berkurang sehingga aktivitas fotosintesis lebih rendah. Dengan demikian asimilat yang dialirkan ke organ generatif juga berkurang sehingga akan berpengaruh terhadap produksi jagung.
Produktivitas jagung pada populasi 40 000 tanaman/ha memiliki nilai terendah (7.16 ton pipilan kering/ha) namun jika dilihat nilai panjang dan diameter tongkol, ukurannya lebih besar. Dengan nilai rendemen yang tidak berbeda nyata juga dapat berarti bijinya lebih besar Peningkatan populasi mulai 60 000 sampai 100 000 tanaman/ha akan meningkatkan produktivitas tetapi menurunkan kualitas tongkol karena ukuran tongkol dan bijinya lebih kecil. Purwono (1998) menyatakan bahwa kerapatan tanaman yang lebih tinggi dapat meningkatkan hasil, tetapi pada jagung tongkol akan mengecil, pada beberapa varietas juga menambah kerebahan, dan mungkin menimbulkan masalah penyakit. Oleh karena itu, untuk mengurangi adanya persaingan tersebut perlu dilakukan pengaturan kerapatan jarak tanam atau populasi tanaman.
Berdasarkan persamaan regresi untuk menduga pengaruh populasi terhadap bobot pipilan kering dari empat varietas yang diuji, dapat diketahui bahwa populasi optimum untuk varietas NK-11 yaitu 100 000 tanaman/ha, varietas NK-33 yaitu 87 500 tanaman/ha, var ietas P-12 yaitu 62 500 tanaman/ha dan varietas C-7 yaitu 50 000 tanaman/ha. Menurut Sudaryono (1998), populasi optimal tanaman jagung berkisar antara 62 500 - 100 000 tanaman/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Varietas berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 7 MST serta panjang tongkol. Varietas NK-11 dan P-12 memiliki rata-rata tinggi tanaman pada 7 MST yang tertinggi. Panjang tongkol terpanjang dihasilkan oleh varietas P-12 dan C-7. Jumlah daun, diameter batang, Indeks Luas Daun (ILD), bobot basah tongkol berkelobot, bobot basah tongkol tanpa kelobot, bobot kering tongkol tanpa kelobot, bobot pipilan kering, rendemen dan diameter tongkol. tidak dipengaruhi oleh varietas.
Populasi berpengaruh terhadap semua peubah pertumbuhan dan produksi kecuali rendemen kering. Produksi pipilan kering jagung pada populasi 40 000 tanaman/ha memiliki nilai terendah. Produksi pipilan kering tertinggi untuk semua varietas yang diuji dicapai pada populasi 60 000 tanaman/ha. Populasi optimum untuk varie tas NK-11 yaitu 100 000 tanaman/ha, varietas NK-33 yaitu 87 500 tanaman/ha, varietas P-12 yaitu 62 500 tanaman/ha dan varietas C-7 yaitu 50 000 tanaman/ha.
Interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata kecuali pada diameter batang pada saat 3 MST.
Saran
Disarankan untuk menggunakan varietas NK-11, NK-33, P-12 dan C-7, yang memiliki potensi hasil yang sama. Untuk mendapatkan produktivitas tinggi jagung dapat ditanam pada populasi optimumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S. dan Mulyanto. 1978. Interaksi populasi tanaman x jarak tanam pada kacang hijau. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. Laporan Kemajuan Penelitian Sari Agronomi Kacang-kacangan. 4: 73-77.
Berger, J. 1962. Maize, Production and The Manuring of Maize. Centre d’Etude del’Azote. Switzerland.
Cuomo, G. J., D. D. Redfearn, and D. C. Blouin. 1998. Plant density effects on tropical corn forage mass, morphology, and nutritive value. Agron. J. 90: 93-96
Danarti dan Sri Najiyati. 2000. Palawija Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penebar Sadaya. Jakarta. 116 hal.
Deptan [Departemen Pertanian]. 2006. http: //www.deptan.go.id [25 April 2006].
Dohi, M. 1998. Pengaruh varietas dan kepadatan awal tanam terhadap produksi jagung rebus dan hijauan jagung sebagai makanan ternak. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Effendi, S. 1985. Bercocok Tanam Jagung. Cetakan ke-5. Yasa Guna. Jakarta. 96 hal.
FAO [Food and Agriculture Organization]. 2006. http: //www.fao.org [26 April 2006].
Fischer, K. S. and A. F. Palmer. 1992. Jagung Tropik. Hal. 281-328 Dalam Golsdworthy, P. R.. dan N. M. Fischer (Eds.). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Ga djah Mada University Press. Yogyakarta.
Frizia, F. 1993. Pengaruh Waktu Pemangkasan Daun dan Populasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Hibrida C-1. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Gardner, C. A. C., P. L. Bax, D. J. Bailey, A. J. Cavalieri, C. R. Clausen, G. A. Luce, J. M. Meece, P. A. Murphy, T. E. Piper, R. L. Segebart, O. S. Smith, C. W. Tiffany, M. W. Trimble, and B. N. Wilson. 1990. Response of corn hybrid to nitrogen fertilizer. J. Prod. Agric. 3 (1) : 39-43.
Golsdworthy, P. R.. dan N. M. Fischer. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 874 hal.
Handayani, K.D. 2003. Pertumbuhan dan produksi beberapa varietas jagung (Zea
mays L.) pada populasi yang berbeda dalam sistem tumpang sari dengan
ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Komalasari, T. C. 2003. Studi persiapan lahan pada budidaya jagung semi di dataran tinggi dengan tingkat kerapatan tanaman yang berbeda. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lutz, Y. A., H. M. Camper and G. D. Yones. 1971. Spacing and population effect on corn yield. Agron. J. 63: 12-13
Mejaya, M. J. dan Soegiatni. 1998. Peranan seleksi berulang berbalasan pada jagung dalam pembe ntukan varietas hibrida. Hal 180-189. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Maros
Modarres, A. M., R. I. Hamilton, M. Dijak, L. M. Dwyer, D. W. Stewart, D. E. Mather, dan D. L. Smith. 1998. Plant population density effects on maize inbred lines grown in short-season environments. Crop Sci. 38 : 104-108.
Moentono, M. D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Hal. 119-161. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjono (Eds). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Muhadjir, F. 1988. Karakteristik tanaman jagung. Hal. 33-48. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjono (Eds). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Okubo,T. dan F. Iwata. 1968. A New Technique for High Yield Maize Culture in Japan. Symposim on Maize Production in Southeast Asia- Present Situation and Future Problems. Agricultutal, Forestry, and Fisheries Research Council Ministry. 185 p.
Pearce, R. B., J. J. Mock, and T. B. Bailey. 1975. Rapid method for estimating leaf area per plant in maize. Crop Sci. 15(05): 691-694.
Purwono, 1998. Sistem Produksi Tanaman Pangan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal.
Rake, I. D. G.. 2001. Penyinaran radiasi dalam tumpangsari jagung (Zea mays L.) dan kacang tanah (Arachis hypogea L.). Agritop, Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian.
Sitaniapessy, P. M. 1985. Pengaruh jarak tanam dan besarnya populasi tanaman terhadap absorbsi radiasi surya dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.). Disertasi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suaibah. 1994. Studi tumpangsari antara tempuyung (Sonchus arvensis L.) dan jagung (Zea mays L.) pada berbagai tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 423 hal.
Sudaryono, 1998. Teknologi Produksi Jagung. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, 11-12 November 1997. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain.
Sudjana, A., A. Arifin, dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Buletin Teknik 3: 1-27.
Sumarno. 1984. Kedelai dan Cara Budidayanya. CV. Yasaguna. Jakarta. 109 hal.
Sutihati, I. 2003. Pengaruh dosisi pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung (Zea mays L.) hibrida. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syariefa, E. 2002. Menanti Jagung (Tepung) di Kebun Kita. Trubus. 390:69
Williams, W. A., R. S. Loomis, R. S. Duncan, W. G. Dovrat, and A. F. Nunez. 1968. Canopy architecture at various population densities and the growth and the grain yield of corn. Crop. Sci. 8: 303-308.
Zamroni.. 2003. Pengaruh varietas dan populasi terhadap distribusi bahan kering tanaman jagung (Zea mays L.) pada pola tanam tumpang sari dengan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tabel Lampiran 1. Data Iklim Bulan September 2003 – Januari 2004
Bulan Suhu (oC) Curah Hujan
(mm) Hari Hujan Kelembaban (%) September 30 98 6 65 Oktober 30 324 18 74 November 30 139 10 68 Desember 29 137 11 68 Januari 28 140 12 70
Tabel Lampiran 2. Analisis Ragam Tinggi Tanaman
Umur Sumber DB JK KT F-hit Pr>F KK
(MST) (%) 3 Ulangan 2 3687.075 1843.538 168.45* * 0.0000 4.5 Varietas 3 209.551 69.850 6.38* 0.0269 Galat (a) 6 65.666 10.944 0.82t n 0.5641 Populasi 3 128.337 42.779 3.21* 0.0409 VxP 9 123.628 13.736 1.03t n 0.4444 Galat (b) 24 319.592 13.316 Total 47 4533.85 4 Ulangan 2 3280.459 1640.229 29.37** 0.0008 3.9 Varietas 3 236.637 78.879 1.41t n 0.3281 Galat (a) 6 335.039 55.840 2.94* 0.0272 Populasi 3 125.971 41.990 2.21t n 0.1133 VxP 9 259.502 28.833 1.52t n 0.1988 Galat (b) 24 456.575 19.024 Total 47 4694.183 5 Ulangan 2 10887.781 5443.891 27.97** 0.0009 4.8 Varietas 3 1444.017 481.339 2.47t n 0.1591 Galat (a) 6 1167.924 194.654 2.92* 0.0276 Populasi 3 250.622 83.541 1.25t n 0.3121 VxP 9 801.352 89.039 1.34t n 0.2701 Galat (b) 24 1597.755 66.573 Total 47 16149.452 6 Ulangan 2 5676.191 2838.096 11.13** 0.0096 3.2 Varietas 3 3212.442 1070.814 4.20t n 0.0639 Galat (a) 6 1529.539 254.923 5.29* * 0.0013 Populasi 3 138.124 46.041 0.96t n 0.4295 VxP 9 855.352 95.039 1.97t n 0.0889 Galat (b) 24 1156.083 48.17 Total 47 12567.732 7 Ulangan 2 1582.571 791.286 6.56* 0.0309 2.1 Varietas 3 2196.372 732.124 6.07* 0.0301 Galat (a) 6 724.177 120.696 4.00* * 0.0064 Populasi 3 90.892 30.297 1.01t n 0.4077 VxP 9 560.187 62.243 2.06t n 0.0756 Galat (b) 24 723.518 30.147 Total 47 5877.718
Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam Jumlah Daun
Umur Sumber DB JK KT F-hit Pr>F KK
(MST) (%) 3 Ulangan 2 13.764 6.882 25.89** 0.0011 4.9 Varietas 3 0.517 0.172 0.65t n 0.6119 Galat (a) 6 1.595 0.266 4.57* * 0.0032 Populasi 3 0.122 0.041 0.70t n 0.5605 VxP 9 0.590 0.066 1.13t n 0.3817 Galat (b) 24 1.395 0.058 Total 47 17.983 4 Ulangan 2 1.730 0.865 3.20t n 0.1135 4.4 Varietas 3 1.517 0.505 1.87t n 0.2359 Galat (a) 6 1.625 0.271 4.60* 0.0030 Populasi 3 0.981 0.327 5.56* * 0.0048 VxP 9 1.100 0.122 2.08t n 0.0738 Galat (b) 24 1.412 0.059 Total 47 8.365 5 Ulangan 2 7.650 3.825 19.74** 0.0023 6.1 Varietas 3 0.241 0.080 0.41t n 0.7492 Galat (a) 6 1.163 0.194 1.25t n 0.3186 Populasi 3 1.474 0.491 3.16* 0.0431 VxP 9 1.657 0.184 1.18t n 0.3488 Galat (b) 24 3.733 0.156 Total 47 15.919 6 Ulangan 2 18.279 9.139 14.53** 0.0050 7.0 Varietas 3 1.429 0.476 0.76t n 0.5575 Galat (a) 6 3.775 0.629 1.80t n 0.1416 Populasi 3 8.142 2.714 7.77* * 0.0009 VxP 9 3.601 0.400 1.14t n 0.3716 Galat (b) 24 8.387 0.349 Total 47 43.612 7 Ulangan 2 6.039 3.019 5.71* 0.0408 5.9 Varietas 3 1.236 0.412 0.78t n 0.5471 Galat (a) 6 3.171 0.528 1.10t n 0.3920 Populasi 3 0.332 0.111 0.23t n 0.8745 VxP 9 5.640 0.627 1.30t n 0.2866 Galat (b) 24 11.550 0.481 Total 47 27.968
Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Diameter Batang
Umur Sumber DB JK KT F-hit Pr>F KK
(MST) (%) 3 Ulangan 2 0.879 0.439 51.44** 0.0002 8.9 Varietas 3 0.071 0.023 2.76t n 0.1344 Galat (a) 6 0.051 0.008 2.12t n 0.0881 Populasi 3 0.122 0.041 10.12** 0.0002 VxP 9 0.108 0.012 2.99* 0.0153 Galat (b) 24 0.097 0.004 Total 47 1.328 4 Ulangan 2 0.695 0.347 54.39** 0.0001 11.4 Varietas 3 0.024 0.008 1.026tn 0.3688 Galat (a) 6 0.038 0.006 0.45t n 0.8371 Populasi 3 0.224 0.075 5.27* * 0.0062 VxP 9 0.171 0.019 1.34t n 0.2690 Galat (b) 24 0.340 0.014 Total 47 1.492 5 Ulangan 2 0.493 0.246 22.61** 0.0016 6.2 Varietas 3 0.054 0.018 1.65t n 0.2752 Galat (a) 6 0.065 0.011 0.89t n 0.5196 Populasi 3 1.202 0.401 32.60** 0.0000 VxP 9 0.225 0.025 2.04t n 0.0795 Galat (b) 24 0.295 0.012 Total 47 2.335 6 Ulangan 2 0.203 0.101 6.86* 0.0282 5.3 Varietas 3 0.075 0.025 1.69t n 0.2673 Galat (a) 6 0.089 0.015 1.60t n 0.1900 Populasi 3 1.097 0.366 39.58** 0.0000 VxP 9 0.112 0.012 1.34t n 0.2674 Galat (b) 24 0.222 0.009 Total 47 1.797 7 Ulangan 2 0.830 0.415 8.75* 0.0166 7.0 Varietas 3 0.277 0.092 1.95t n 0.2232 Galat (a) 6 0.284 0.047 2.81* 0.0324 Populasi 3 1.371 0.457 27.07** 0.0000 VxP 9 0.092 0.010 0.60t n 0.7805 Galat (b) 24 0.405 0.017 Total 47 3.260
Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam Indeks Luas Daun (ILD)
Peubah Sumber DB JK KT F-hit Pr>F KK (%)
ILD Ulangan 2 0.789 0.395 0.74t n 0.5162 9.2 Varietas 3 3.970 1.323 2.48t n 0.1584 Galat (a) 6 3.201 0.534 3.14* 0.0203 Populasi 3 59.913 19.971 117.65* * 0.0000 VxP 9 2.457 0.273 1.61t n 0.1691 Galat (b) 24 4.074 0.170 Total 47 74.405
Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Hasil dan Komponen Hasil
Peubah Sumber DB JK KT F-hit Pr>F KK
(%)
Bobot Ulangan 2 190.625 95.312 0.08t n 0.9274 10.8
Basah Varietas 3 16369.667 5456.556 4.37t n 0.0592 Tongkol Galat (a) 6 7492.708 1248.785 1.87t n
0.1268 Berkelobot Populasi 3 164839.167 54946.389 82.50** 0.0000 Contoh VxP 9 7317.167 813.018 1.22t n 0.3284 Galat (b) 24 15984.667 666.028 Total 47 212194.000 Bobot Ulangan 2 18.383 9.191 2.62t n 0.1522 12.7 Basah Varietas 3 49.828 16.609 4.73t n 0.0505
Tongkol Galat (a) 6 21.054 3.509 1.15t n 0.3666 Berkelobot Populasi 3 52.369 17.456 5.70* * 0.0043 Hektar VxP 9 33.407 3.712 1.21t n 0.3327 Galat (b) 24 73.457 3.061 Total 47 248.496 Bobot Ulangan 2 352.667 176.333 0.18t n 0.8400 10.8 Basah Varietas 3 13658.250 4552.750 4.64t n 0.0526 Tongkol Galat (a) 6 5892.000 982.000 1.81t n 0.1400 Tanpa Populasi 3 128393.417 42797.806 78.79** 0.0000 Kelobot VxP 9 6344.250 704.917 1.30t n 0.2888 Contoh Galat (b) 24 13037.333 543.222 Total 47 167677.917 Bobot Ulangan 2 15.036 7.518 1.68t n 0.2638 18.8 Basah Varietas 3 19.666 6.555 1.46t n 0.3159
Tongkol Galat (a) 6 26.890 4.482 0.90t n 0.5120
Tanpa Populasi 3 39.929 13.310 2.67t n 0.0704 Kelobot VxP 9 53.393 5.933 1.19t n 0.3457 Hektar Galat (b) 24 119.717 4.988 Total 47 274.632 Panjang Ulangan 2 1.639 0.819 1.50t n 0.2967 4.9 Tongkol Varietas 3 10.846 3.615 6.61* 0.0249 Galat (a) 6 3.282 0.547 0.85t n 0.5479 Populasi 3 74.369 24.790 38.38** 0.0000 VxP 9 13.455 1.495 2.31t n 0.0524 Galat (b) 24 14.210 0.646 Total 47 130.421 Diameter Ulangan 2 0.028 0.014 0.49t n 0.6358 3.3 Tongkol Varietas 3 0.026 0.086 3.01t n 0.1165 Galat (a) 6 0.172 0.029 1.38t n 0.2663 Populasi 3 0.678 0.226 10.88** 0.0001 VxP 9 0.179 0.020 0.96t n 0.4985 Galat (b) 24 0.457 0.021
Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Hasil dan Komponen Hasil (Lanjutan)
Peubah Sumber DB JK KT F-hit Pr>F KK
(%)
Bobot Ulangan 2 152.667 76.333 0.06t n 0.9444 16.4
Kering Varietas 3 5214.062 1738.021 1.31t n 0.3536 Tongkol Galat (a) 6 7932.000 1322.000 0.42t n
0.0569 Tanpa Populasi 3 39175.229 13058.410 23.90** 0.0000 Kelobot VxP 9 3877.854 430.873 0.79t n 0.6294 Contoh Galat (b) 24 13114.667 546.444 Total 47 69466.479 Bobot Ulangan 2 7.757 3.879 2.68t n 0.1472 13.2 Kering Varietas 3 9.172 3.057 2.11t n 0.1998
Tongkol Galat (a) 6 8.678 1.446 1.20t n 0.3410
Tanpa Populasi 3 21.340 7.113 5.89* * 0.0037 Kelobot VxP 9 8.918 0.991 0.82t n 0.6031 Hektar Galat (b) 24 28.972 1.207 Total 47 84.837 Pipilan Ulangan 2 6.616 3.308 3.45t n 0.1005 13.3 Kering Varietas 3 6.225 2.0750 2.17t n 0.1931
Hektar Galat (a) 6 5.748 0.958 1.03t n 0.4283
Populasi 3 18.501 6.167 6.65* * 0.0020 VxP 9 6.061 0.673 0.73 t n 0.6807 Galat (b) 24 22.247 0.9270 Total 47 65.398 Rendemen Ulangan 2 0.002 0.0012 6.12* 0.0356 3.2 Kering Varietas 3 0.001 0.0005 2.50t n 0.1565 Galat (a) 6 0.001 0.0002 0.26t n 0.9481 Populasi 3 0.002 0.0006 0.73t n 0.5466 VxP 9 0.004 0.0005 0.62t n 0.7658 Galat (b) 24 0.019 0.0008 Total 47 0.030
Tabel Lampiran 7. Deskripsi Jagung Varietas P-12 (30A97)
Deskripsi
Golongan : Hibrida Silang Tunggal
Umur : 92-120 hari
Perakaran : Sangat baik
Kerebahan : Tahan rebah
Kelobot : Menutup dengan baik
Warna kelobot : Hijau
Bentuk Biji : Mutiara
Warna Biji : Oranye
Rata-rata Hasil : 8.1 ton/ha Potensi Hasil : 10-12 ton/ha
Ketahanan penyakit : Tahan terhadap serangan bulai, tahan terhadap penyakit karat daun dan cukup tahan terhadap serangan busuk tongkol akibat jamur dan bakteri Daerah Adaptasi : Dataran rendah dan dataran tinggi (>600 m dpl) Keterangan : Toleran terhadap kekeringan
Tabel Lampiran 8. Deskripsi Jagung Varietas C7
Deskripsi
Asal : C5134004 (C717) Modified Single Cross (CA
001/002) dengan CB 003, dimana induk betina (CA 001/CA 002) adalah sister line Single Cross dan induk ja ntan Cb 003 adalah galur murni yang dikembangkan dari populasi yang sama sedangkan galur dikembangkan dari populasi yang berbeda
Genetik : (CA 001/CA 002) dan ( CB 0030)
Golongan : Modified Single Cross Hibrid
Umur : 90 – 105 hari
Batang : Sedang – besar dan kuat serta berwarna hijau
Tinggi Tanaman : 185 – 200 cm
Daun : Agak tegak
Warna Daun : Hijau
Keragaman Tanaman : Baik
Perakaran : Baik
Kerebahan : Tahan rebah
Tongkol : Besar relatif panjang
Warna Tongkol : Putih
Tinggi Tongkol : 85 – 100 cm
Tip Filling : Baik
Kelobot : Menutup dengan baik
Warna Kelobot : Hijau
Bentuk Biji : Semi mutiara – mutiara
Jumlah Baris/Tongkol : 16 – 18 baris Bobot 1000 butir : 320 g
Rata-rata Hasil : 8.1 ton/ha
Potensi Hasil : 10 – 12.4 ton/ha
Ketahanan Penyakit : Agak tahan karat dan bulai
Daerah Adaptasi : Lebih cocok untuk dataran tinggi dan dataran rendah
Daerah Pengembangan : Hasil sementara baik untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara
Keterangan : Toleran terhadap kekeringan
Tahun dilepas : 1997
(I)
(II)
(III)
Gambar Lampiran 2. Tongkol Tanpa Kelobot pada Tingkat Populasi Tanaman yang Berbeda : I. Varietas NK-33;