• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam rangka mencegah dimanfaatkannya Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, yang meliputi penerbit dan/atau acquirer dalam kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), penerbit dan/atau acquirer Uang Elektronik (e-money) dan/atau penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), yang selanjutnya disebut Penyelenggara, sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, Penyelenggara wajib menerapkan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 14/3/PBI/2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank (PBI APU dan PPT).

A. Pencucian Uang

1. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU):

a. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU PPTPPU.

b. Tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan:

1) menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

(2)

2) menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

3) menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana yang diatur dalam UU PPTPPU.

c. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

1) Korupsi; 2) Penyuapan; 3) Narkotika; 4) Psikotropika;

5) penyelundupan tenaga kerja; 6) penyelundupan migran; 7) di bidang perbankan; 8) di bidang pasar modal; 9) di bidang perasuransian; 10) kepabeanan;

11) cukai;

12) perdagangan orang;

13) perdagangan senjata gelap; 14) terorisme;

(3)

15) penculikan; 16) pencurian; 17) penggelapan; 18) penipuan; 19) pemalsuan uang; 20) perjudian; 21) prostitusi; 22) di bidang perpajakan; 23) di bidang kehutanan;

24) di bidang lingkungan hidup;

25) di bidang kelautan dan perikanan; atau

26) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih,

yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

2. Pada dasarnya proses pencucian uang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi:

a. Penempatan (placement), adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Contoh penempatan dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran antara lain:

1) Menyetorkan uang hasil tindak pidana kepada Penyelenggara untuk disampaikan kepada pihak lain. 2) Menambah (top up) nilai Uang Elektronik dengan

menggunakan hasil tindak pidana.

(4)

b. Transfer (layering) adalah upaya untuk mentransfer harta kekayaaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil ditempatkan ke dalam sistem keuangan untuk lebih mengaburkan asal usul harta kekayaan. Contoh transfer dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran antara lain:

1) Melakukan transfer nilai Uang Elektronik yang berasal dari hasil tindak pidana.

2) Memerintahkan Penyelenggara untuk mentransfer dana hasil tindak pidana kepada pihak lain.

c. Penggunaan harta kekayaan (integration), adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang seolah-olah sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang legal, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. 3. Beberapa modus pencucian uang yang banyak dilakukan oleh

pelaku pencucian uang adalah:

a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.

b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil.

c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan melakukan beberapa kali transaksi untuk kemudian dikembalikan ke pengirim asalnya.

d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil tindak pidana melalui pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan hasil tindak pidana.

(5)

e. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana. f. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana

dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya.

g. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang.

B. Pendanaan Terorisme

1. Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme. Pendanaan terorisme pada dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun demikian, keduanya mengandung kesamaan, yaitu menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk melakukan suatu tindak pidana.

2. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan, maka tujuan tindak pidana pendanaan terorisme adalah membantu kegiatan terorisme, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah. 3. Untuk mencegah Penyelenggara digunakan sebagai sarana

tindak pidana pendanaan terorisme, maka setiap Penyelenggara perlu menerapkan Program APU dan PPT secara memadai.

C. Kebijakan Penerapan Program APU dan PPT

1. Untuk mencegah agar Penyelenggara tidak dijadikan sebagai sarana kegiatan pencucian uang dan/atau pendanaan

(6)

terorisme, Penyelenggara tersebut wajib menerapkan Program APU dan PPT.

2. Program APU dan PPT merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian Penyelenggara yang paling kurang mencakup: a. Tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan

Komisaris;

b. Kebijakan dan prosedur; c. Pengendalian intern; dan d. Sumber daya manusia.

3. Dalam menerapkan Program APU dan PPT, Penyelenggara wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup:

a. pelaksanaan CDD dan EDD, yang terdiri dari: 1) permintaan informasi dan dokumen; 2) verifikasi dokumen; dan

3) pemantauan transaksi. b. penatausahaan dokumen;

c. penetapan profil pengguna jasa dan pengkinian informasi pengguna jasa;

d. penolakan dan penghentian hubungan usaha; e. kebijakan dan prosedur transfer dana; dan f. pelaporan kepada PPATK.

4. Kebijakan dan prosedur di atas dituangkan dalam Pedoman APU dan PPT, serta harus mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan terorisme, termasuk jika Penyelenggara mengeluarkan produk dan jasa baru.

5. Pedoman Program APU dan PPT tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai serta diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan untuk tercapainya penerapan program APU dan PPT yang efektif.

(7)

D. Pelaporan Kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Penyelenggara wajib menyampaikan kepada PPATK:

1. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR).

Termasuk dalam unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan sesuai dengan UU PPTPPU adalah:

a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan;

b. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan UU PPTPPU;

c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana; dan

d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. 2. Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash

Transaction Report (CTR):

LTKT yang harus dilaporkan adalah Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.

Yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah ...

(8)

sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.

Yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam.

3. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang harus dilaporkan ditetapkan oleh PPATK.

Tata cara pelaporan mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK.

(9)

BAB II MANAJEMEN

Dalam rangka mendukung penerapan Program APU dan PPT dibutuhkan tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris, serta pembentukan unit kerja khusus dan/atau penunjukan pegawai yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Program APU dan PPT. A. Tanggung Jawab Direksi dan Pengawasan Aktif Dewan Komisaris

1. Tanggung Jawab Direksi

Tanggung jawab Direksi paling kurang mencakup:

a. Menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis penerapan program APU dan PPT berdasarkan persetujuan Dewan Komisaris.

b. Memastikan penerapan program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan.

c. Memastikan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU dan PPT sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, teknologi, modus pencucian uang atau pendanaan terorisme, serta ketentuan yang berlaku terkait dengan program APU dan PPT.

d. Memastikan penyampaian LTKM, transaksi keuangan tunai, serta transaksi keuangan dari dan ke luar negeri kepada PPATK sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

e. Memastikan bahwa seluruh pegawai telah memperoleh pengetahuan dan/atau pelatihan mengenai penerapan program APU dan PPT, dan

f. Memastikan pengkinian profil nasabah dan profil transaksi nasabah.

(10)

2. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris

Pengawasan aktif Dewan Komisaris Penyelenggara paling kurang mencakup:

a. Memberikan persetujuan atas kebijakan penerapan program APU dan PPT; dan

b. Mengawasi pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap pelaksanaan program APU dan PPT.

B. Unit Kerja Khusus

1. Pembentukan Unit Kerja Khusus

a. Penyelenggara wajib membentuk Unit Kerja Khusus (UKK) yang bertanggung jawab atas penerapan Program APU dan PPT.

b. Apabila berdasarkan pertimbangan beban tugas dan kompleksitas usahanya Penyelenggara tidak dapat membentuk UKK, maka Penyelenggara wajib menunjuk paling kurang seorang pegawai yang bertanggungjawab atas penerapan Program APU dan PPT.

Tanggung jawab penerapan Program APU dan PPT tersebut dapat dirangkap oleh pegawai yang mempunyai tugas lain sepanjang tugas lain tersebut tidak terkait dengan pelaksanaan operasional dan/atau pengawasan penerapan Program APU dan PPT. Yang dimaksud dengan pelaksana operasional yaitu pegawai yang melayani Pengguna Jasa dan/atau calon Pengguna Jasa antara lain kasir (teller) atau customer service. Yang dimaksud dengan pengawas penerapan Program APU dan PPT antara lain pegawai unit audit internal.

c. Dalam hal Penyelenggara tidak dapat membentuk UKK dan tidak dapat menunjuk pegawai yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program APU dan PPT, maka tanggung

(11)

jawab penerapan Program APU dan PPT dilaksanakan oleh salah satu anggota Direksi.

2. Struktur Organisasi

a. Dalam menjalankan tugasnya, UKK atau pegawai yang ditunjuk melapor dan bertanggung jawab kepada Direktur yang berwenang.

b. UKK atau pegawai yang ditunjuk mengkoordinasikan penerapan Program APU dan PPT di seluruh unit kerja operasional, termasuk kantor cabang.

3. Tugas dan Tanggung Jawab

Tugas pokok UKK atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penerapan Program APU dan PPT adalah:

a. memantau berjalannya sistem yang mendukung program APU dan PPT, antara lain dengan mengembangkan mekanisme komunikasi yang baik dari unit kerja operasional atau pegawai terkait kepada UKK atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penerapan program APU dan PPT, dengan menjaga kerahasiaan informasi (anti tipping off);

b. memantau pengkinian profil Pengguna Jasa dan profil transaksi Pengguna Jasa;

c. memantau bahwa kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan perkembangan Program APU dan PPT yang terkini, risiko produk Penyelenggara, kegiatan dan kompleksitas usaha Penyelenggara, dan volume transaksi Penyelenggara; d. menerima dan melakukan analisis terhadap laporan

transaksi keuangan yang berpotensi mencurigakan dari unit kerja operasional;

e. menyusun LTKM dan laporan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU untuk disampaikan kepada PPATK;

(12)

f. memantau area yang berisiko tinggi terhadap potensi terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dan sumber informasi yang memadai; dan

g. berperan sebagai petugas penghubung (contact person) bagi otoritas yang berwenang terkait dengan pelaksanaan program APU dan PPT, antara lain Bank Indonesia, PPATK, dan aparat penegak hukum.

4. Persyaratan dan Kewenangan

a. Pegawai UKK atau pegawai yang bertanggung jawab dalam menerapkan program APU dan PPT wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai mengenai APU dan PPT dan peraturan lainnya yang terkait dengan jasa sistem pembayaran; dan

b. Pegawai UKK atau pegawai yang bertanggung jawab dalam menerapkan program APU dan PPT harus memiliki kewenangan untuk mengakses seluruh data Pengguna Jasa dan informasi lainnya yang terkait dalam rangka pelaksanaan tugas.

(13)

BAB III

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR CDD DAN EDD

A. Kebijakan dan Prosedur CDD dan EDD secara Umum

Costumer Due Dilligence (CDD) merupakan kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan Penyelenggara untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan sesuai dengan profil Pengguna Jasa tersebut. Dalam hal Penyelenggara berhubungan dengan Pengguna Jasa yang tergolong berisiko tinggi terhadap kemungkinan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Penyelenggara wajib melakukan prosedur CDD yang lebih mendalam yang disebut dengan Enhanced Due Diligence (EDD).

1. Penyelenggara wajib melakukan prosedur CDD pada saat:

a. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa atau calon Pengguna Jasa; atau

b. meragukan kebenaran informasi identitas yang diberikan oleh Pengguna Jasa, calon Pengguna Jasa dan/atau Beneficial Owner.

2. Terhadap Pengguna Jasa yang telah ada sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, Penyelenggara wajib melakukan CDD, jika:

a. terdapat transaksi dalam jumlah yang signifikan;

b. terdapat perubahan standar dokumentasi yang mendasar; c. terdapat perubahan pola transaksi yang signifikan;

dan/atau

d. informasi pada profil Pengguna Jasa tidak lengkap, dalam hal Penyelenggara menatausahakan data Pengguna Jasa. 3. Penyelenggara wajib melakukan prosedur EDD apabila calon

Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa:

a. tergolong berisiko tinggi, termasuk Politically Exposed Person (PEP);

(14)

b. diduga melakukan kegiatan atau transaksi mencurigakan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan/atau

c. bertransaksi dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Apabila dari hasil EDD diperoleh dasar transaksi/alasan yang jelas, maka pemantauan terhadap transaksi tersebut dilakukan sebagaimana biasanya, sedangkan apabila tidak diperoleh alasan yang jelas maka terhadap transaksi tersebut wajib dilakukan pemantauan yang lebih ketat.

4. Penetapan penggolongan berisiko tinggi dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan PPATK yang mengatur mengenai pedoman identifikasi produk, Pengguna Jasa, usaha, dan negara berisiko tinggi bagi penyedia jasa keuangan dan pedoman mengenai identifikasi transaksi keuangan mencurigakan terkait pendanaan terorisme bagi penyedia jasa keuangan.

5. Penyelenggara wajib melakukan EDD sebagaimana dimaksud pada angka 3 di atas dengan cara melakukan CDD serta melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan kebenaran profil calon Pengguna Jasa;

b. meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran informasi mengenai identitas dan sumber dana; c. melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap

informasi mengenai sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak-pihak yang terkait; dan d. memantau lebih ketat pola transaksi untuk kepentingan

pengkinian profil Pengguna Jasa atau Beneficial Owner. 6. Penyelenggara harus mewaspadai transaksi atau hubungan

usaha dengan calon Pengguna Jasa yang terkait dengan negara

(15)

yang belum memadai dalam melaksanakan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF), misalnya Calon Pengguna Jasa mempunyai mitra usaha dari negara yang memenuhi kriteria berisiko tinggi.

7. Penyelenggara wajib menolak menyelenggarakan jasa kepada calon Pengguna Jasa yang:

a. tidak memiliki dokumen identitas yang sah;

b. tidak dapat menunjukkan identitas yang sah dari Beneficial Owner-nya;

c. tidak dapat menyediakan informasi yang cukup untuk penyusunan profil Pengguna Jasa; atau

d. diduga menggunakan nama fiktif atau tidak bersedia menginformasikan nama (anonim).

8. Penyelenggara mendokumentasikan Pengguna Jasa yang ditolak sebagaimana dimaksud pada angka 7 di atas dalam suatu daftar tersendiri dan melaporkannya dalam LTKM apabila transaksinya tidak wajar atau mencurigakan.

B. Kebijakan dan Prosedur dalam Kegiatan Identifikasi

Kebijakan dan prosedur tertulis tentang identifikasi Pengguna Jasa dan calon Pengguna Jasa paling kurang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Identifikasi terhadap calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa dilakukan sesuai tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme. Dalam hal calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa diidentifikasi memiliki risiko tinggi, maka Penyelenggara melakukan EDD.

2. Dalam rangka identifikasi calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa, Penyelenggara meminta informasi dan dokumen identitas serta dokumen pendukung dari calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa.

(16)

3. Permintaan informasi mencakup:

a. identitas calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa;

b. identitas Beneficial Owner, apabila Pengguna Jasa memiliki Beneficial Owner;

c. nilai dan tanggal transaksi, kecuali untuk Pengguna Jasa yang melakukan transaksi yang bersifat penerimaan; dan d. informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk

mengetahui profil Pengguna Jasa apabila diperlukan.

C. Permintaan Informasi

1. Dalam hal calon Pengguna Jasa adalah selain perorangan (badan/lembaga) maka Penyelenggara harus melakukan identifikasi terhadap badan/lembaga yang bersangkutan dan Beneficial Owner-nya.

2. Informasi yang wajib diminta terhadap calon Pengguna Jasa dalam rangka CDD paling kurang sebagai berikut:

Tabel 1. Informasi calon Pengguna Jasa dalam rangka CDD

No. Perorangan Selain Perorangan Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Badan Hukum (termasuk Yayasan dan Perkumpulan Berbadan Hukum) Lembaga Pemerintah/ Negara 1. Nama lengkap termasuk alias Nama badan usaha tidak berbadan hukum Nama badan hukum Nama lembaga Negara/ pemerintah 2. Nomor dokumen identitas Nomor izin usaha dari instansi yang berwenang

Nomor izin atau persetujuan sebagai badan hukum dari instansi yang berwenang. 3. Alamat ...

(17)

No. Perorangan Selain Perorangan Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Badan Hukum (termasuk Yayasan dan Perkumpulan Berbadan Hukum) Lembaga Pemerintah/ Negara 3. Alamat tempat tinggal yang tercantum pada kartu identitas Alamat kedudukan Alamat kedudukan Alamat kedudukan 4. Alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon apabila ada 5. Tempat dan tanggal lahir Tempat dan tanggal pendirian Tempat dan tanggal pendirian 6. Nomor Pokok Wajib Pajak Nomor Pokok Wajib Pajak 7. Identitas perorangan yang bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa

Identitas

perorangan yang bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa

Identitas perorangan yang bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa 8. Surat kuasa atau dokumen hukum lainnya yang memberikan kewenangan bagi perorangan untuk bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa

Surat kuasa atau dokumen hukum lainnya yang memberikan kewenangan bagi perorangan untuk bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa Surat kuasa atau dokumen hukum lainnya yang memberikan kewenangan bagi perorangan untuk bertindak

untuk dan atas nama Pengguna Jasa

9. Kewarganegaraan 10. Jenis kelamin

(18)

No. Perorangan Selain Perorangan Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Badan Hukum (termasuk Yayasan dan Perkumpulan Berbadan Hukum) Lembaga Pemerintah/ Negara 11. Pekerjaan dan/atau nama instansi/perusaha an dan jabatan 12. Identitas Beneficial

Owner apabila ada

Identitas Beneficial Owner apabila ada Identitas Beneficial Owner apabila ada 13. Informasi lain yang

memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan. Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan. Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan.

3. Informasi yang wajib diminta terhadap calon Pengguna Jasa dalam rangka EDD sebagaimana dimaksud pada butir A.3 paling kurang mencakup informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditambah dengan informasi sumber dana, sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi.

D. Penyediaan Informasi dalam Pelaksanaan Transfer Dana

Dalam rangka memperoleh dan memastikan kelengkapan informasi identitas Pengguna Jasa Pengirim, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Penyelenggara penerus atau Penyelenggara penerima wajib memperoleh dan memastikan kelengkapan informasi identitas Pengguna Jasa Pengirim.

(19)

2. Informasi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang meliputi:

a. nama; dan

b. nomor rekening, nomor referensi unik lainnya, alamat, nomor identitas, atau informasi tempat dan tanggal lahir. 3. Dalam rangka memastikan kelengkapan informasi identitas

Pengguna Jasa Pengirim sebagaimana dimaksud pada angka 1, Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima dapat meminta informasi Pengguna Jasa Pengirim kepada Penyelenggara Pengirim.

4. Permintaan informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus diajukan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang, baik melalui surat maupun melalui media elektronik.

5. Permintaan dan penyampaian informasi antar Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 3 bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan pelaksanaan program APU dan PPT.

6. Permintaan dan penyampaian informasi wajib didokumentasikan oleh Penyelenggara.

E. Permintaan Dokumen

1. Untuk Pengguna Jasa perorangan, informasi pada tabel 1 di atas wajib didukung dengan dokumen identitas yang masih berlaku yang mencantumkan foto diri dan diterbitkan oleh pihak yang berwenang.

Contoh dokumen identitas Pengguna Jasa perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), paspor, atau dokumen lainnya yang memuat foto Pengguna Jasa. Apabila diperlukan, Penyelenggara dapat meminta dokumen pendukung antara lain

(20)

kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau Kartu Keluarga (KK).

2. Untuk calon Pengguna Jasa berupa badan usaha tidak berbadan hukum, dokumen identitas yang wajib diminta adalah izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang.

Contoh dokumen identitas Pengguna Jasa berupa badan usaha tidak berbadan hukum adalah Surat Izin Usaha Perdagangan, surat keterangan domisili atau Surat Izin Tempat Usaha (SITU). 3. Untuk calon Pengguna Jasa berupa badan hukum, dokumen

identitas yang wajib diminta adalah:

a. akte pendirian dan/atau anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

b. izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang, contoh: izin kegiatan usaha dari Bank Indonesia sebagai Pedagang Valuta Asing atau sebagai penyelenggara APMK. 4. Untuk calon Pengguna Jasa berupa Lembaga Negara atau

Pemerintah, dokumen identitas yang wajib diminta adalah surat penunjukan bagi pihak yang mewakili lembaga untuk melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara.

F. Verifikasi Dokumen

1. Informasi yang disampaikan oleh calon Pengguna Jasa beserta dokumen pendukungnya wajib diteliti kebenarannya dengan melakukan verifikasi terhadap dokumen identitas dan pendukung untuk memastikan bahwa informasi tersebut adalah informasi yang benar dan terkini. Dalam hal terdapat keraguan, verifikasi dilakukan berdasarkan dokumen dan/atau sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya.

2. Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon Pengguna Jasa, verifikasi dilakukan dengan:

(21)

a. Mencocokkan kesesuaian calon Pengguna Jasa berdasarkan foto diri yang tercantum dalam kartu identitas. b. Penelitian atas kebenaran dokumen identitas dan dokumen

pendukung.

c. Meminta kepada calon Pengguna Jasa untuk memberikan lebih dari satu dokumen identitas atau dokumen pendukung yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, apabila timbul keraguan terhadap kartu identitas yang ada. d. Penyelesaian proses verifikasi identitas calon Pengguna

Jasa sebelum membina hubungan usaha dengan calon Pengguna Jasa.

e. Pertemuan langsung/tatap muka dengan calon Pengguna Jasa yang pertama kali melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara.

Dalam hal Penyelenggara menggunakan hasil CDD yang dilakukan oleh pihak ketiga, maka Penyelenggara tidak perlu melakukan pertemuan langsung jika pertemuan langsung sudah dilakukan oleh pihak ketiga tersebut.

Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah pihak yang merupakan pihak pelapor sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

f. Apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan calon Pengguna Jasa untuk memperoleh keyakinan atas keabsahan dan kebenaran informasi, bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung calon Pengguna Jasa.

g. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya konsistensi dari berbagai informasi yang disampaikan oleh calon Pengguna Jasa, antara lain seperti:

1) menghubungi Pengguna Jasa melalui telepon (rumah atau kantor);

(22)

2) menghubungi pejabat sumber daya manusia tempat dimana Pengguna Jasa bekerja apabila pekerjaan Pengguna Jasa adalah karyawan suatu perusahaan atau instansi; atau

3) melakukan konfirmasi atas penghasilan Pengguna Jasa dengan mensyaratkan bukti simpanan Pengguna Jasa pada Bank yang berkedudukan di Indonesia. h. Dalam rangka verifikasi, Penyelenggara juga melakukan

pengecekan nama calon Pengguna Jasa dalam Daftar Teroris. Daftar Teroris adalah daftar nama-nama teroris yang tercatat pada Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1267.

Informasi mengenai Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh melalui website PBB:

http://www.un.org/sc/committees/1267/consolist.shtml

G. Pemantauan

1. Untuk mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi Pengguna Jasa dengan profil Pengguna Jasa, Penyelenggara melakukan pemantauan dengan ketentuan sebagai tersebut:

a. dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko; dan

b. dilakukan melalui analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan profil Pengguna Jasa, dengan memperhatikan transaksi yang bersifat kompleks, yang bernilai besar dan di luar kebiasaan, atau yang tidak memiliki kepentingan ekonomi.

2. Kegiatan pemantauan profil dan transaksi Pengguna Jasa yang dilakukan secara berkesinambungan meliputi kegiatan:

a. memastikan kelengkapan informasi dan dokumen Pengguna Jasa;

(23)

b. meneliti kesesuaian antara profil transaksi dengan profil Pengguna Jasa; dan

c. meneliti kemiripan atau kesamaan nama Pengguna Jasa dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang antara lain PBB, dan nama tersangka atau terdakwa yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.

Informasi mengenai Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh melalui website PBB :

http://www.un.org/sc/committees/1267/consolist.shtml. 3. Penyelenggara dapat meminta informasi kepada Pengguna Jasa

tentang latar belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil Pengguna Jasa, dengan memperhatikan ketentuan anti tipping-off sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU.

4. Apabila berdasarkan hasil pemantauan terdapat kemiripan atau kesamaan nama sebagaimana dimaksud pada butir 2.c di atas, maka Penyelenggara harus melakukan klarifikasi kepada Pengguna Jasa untuk memastikan kemiripan tersebut.

5. Dalam hal nama dan identitas Pengguna Jasa sesuai dengan nama tersangka atau terdakwa dan/atau daftar teroris sebagaimana dimaksud pada butir 2.c, maka Penyelenggara wajib melaporkan Pengguna Jasa tersebut dalam LTKM.

6. Pemantauan terhadap Pengguna Jasa harus dilakukan dengan lebih ketat antara lain jika terdapat:

a. transaksi pengiriman dan penerimaan uang ke dan dari negara yang berisiko tinggi; atau

b. transaksi yang dilakukan Pengguna Jasa yang tergolong PEP.

Pemantauan dengan lebih ketat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan frekuensi pelaksanaan pemantauan.

(24)

7. Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan tertib.

H. Enhanced Due Dilligence (EDD)

1. EDD atau kegiatan CDD yang lebih mendalam harus dilakukan terhadap Pengguna Jasa yang berisiko tinggi termasuk PEP. 2. Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Pengguna Jasa yang

perlu diperoleh harus memberikan gambaran mengenai tingkat risiko yang timbul dari hubungan usaha yang terjadi.

3. Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan memberikan keyakinan terhadap profil Pengguna Jasa sesungguhnya.

4. Terhadap calon Pengguna Jasa:

a. meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan kebenaran profil calon Pengguna Jasa; dan/atau

b. meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran informasi mengenai identitas, sumber dana, sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi.

5. Bagi Pengguna Jasa atau Beneficial Owner :

a. melakukan kegiatan seperti yang dilakukan terhadap calon Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 4;

b. melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap informasi mengenai identitas, sumber dana, sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi; dan

c. memantau lebih ketat pola transaksi nasabah untuk memastikan kewajaran transaksi.

I. Pengkinian

1. Penyelenggara wajib melakukan pengkinian dokumen, data, dan informasi Pengguna Jasa.

(25)

2. Pengkinian dokumen, data, dan informasi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko.

3. Pendekatan berdasarkan risiko dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. tingkat risiko negara tujuan atau negara asal transaksi; b. tingkat risiko Pengguna Jasa, misalnya yang tergolong PEP; c. terdapat transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau

menyimpang dari profil transaksi atau profil Pengguna Jasa.

4. Seluruh kegiatan pengkinian data harus didokumentasikan secara tertib.

J. CDD oleh Pihak Ketiga

1. Penyelenggara dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan pihak ketiga. Dalam hal masih terdapat keraguan, Penyelenggara wajib melakukan identifikasi dan verifikasi atas hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga tersebut misalnya dengan melakukan pencocokan nama calon Pengguna Jasa. Tanggung jawab akhir atas hasil identifikasi dan verifikasi serta keputusan untuk melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penyelenggara.

2. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah pihak pelapor sesuai ketentuan mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan dan Pendanaan Terorisme.

3. Hasil CDD yang dapat digunakan oleh Penyelenggara adalah hasil CDD dari pihak ketiga yang memenuhi kriteria paling kurang sebagai berikut:

a. memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

(26)

b. memiliki kerja sama dengan Penyelenggara dalam bentuk kesepakatan tertulis;

c. berkedudukan di negara yang telah menerapkan rekomendasi FATF; dan

d. bersedia memenuhi permintaan informasi yang paling kurang mengenai:

1) nama lengkap sesuai dengan yang tercantum pada kartu identitas;

2) alamat, tempat, dan tanggal lahir; 3) nomor kartu identitas; dan

4) kewarganegaraan dari calon Pengguna Jasa,

serta salinan dokumen pendukung apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Penyelenggara dalam rangka pelaksanaan Program APU dan PPT. Kesediaan dimaksud dituangkan dalam kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

4. Jika dalam melaksanakan CDD Penyelenggara bekerjasama dengan pihak lain yang bukan merupakan pihak pelapor (termasuk outsourcing atau agen), maka pelaksanaan kegiatan CDD oleh pihak lain tersebut dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan CDD yang dilakukan oleh Penyelenggara sendiri. Dengan demikian, pihak lain tersebut bukan merupakan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2. Dalam hal ini, Penyelenggara tetap bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan CDD oleh pihak lain tersebut dan memastikan kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku.

5. Penyelenggara bertanggung jawab untuk melaksanakan penatausahaan dokumen hasil CDD yang dilakukan pihak ketiga dan data hasil identifikasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 serta dokumen hasil CDD yang dilakukan oleh Penyelenggara sendiri melalui pihak lain yang

(27)

bukan merupakan pihak pelapor (termasuk outsourcing atau agen).

K. Beneficial Owner

1. Penyelenggara wajib memastikan apakah calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa bertindak mewakili Beneficial Owner untuk melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara.

2. Dalam hal calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa bertindak mewakili Beneficial Owner, Penyelenggara wajib melakukan seluruh prosedur CDD atau EDD terhadap calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa dan Beneficial Owner.

3. Dalam hal Beneficial Owner digolongkan sebagai Politically Exposed Person (PEP), maka prosedur yang diterapkan adalah prosedur EDD.

4. Penyelenggara wajib memperoleh dokumen identitas dan/atau dokumen pendukung informasi dari Beneficial Owner, yang sama dengan dokumen calon Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada Tabel 1 ditambah dengan dokumen sebagai berikut:

Tabel 2. Dokumen dan informasi lainnya terkait Beneficial Owner (BO)

No. BO dari Pengguna Jasa Perorangan

BO dari Pengguna Jasa Badan Usaha Tidak Berbadan

Hukum

BO dari Pengguna Jasa Badan Hukum

1. Dokumen yang menunjukkan hubungan atau keterkaitan antara calon Pengguna Jasa dengan Beneficial Owner yang ditunjukkan antara lain dengan surat penugasan, surat perjanjian, surat kuasa atau dokumen lainnya

Dokumen yang menunjukkan

seseorang sebagai Beneficial Owner dari Pengguna Jasa, yang ditunjukkan antara lain dengan surat pernyataan.

Dokumen yang menunjukkan

seseorang sebagai Beneficial Owner dari Pengguna Jasa, yang ditunjukkan antara lain dengan anggaran dasar, akta pendirian, atau surat pernyataan.

(28)

2. Pernyataan tertulis dari calon Pengguna Jasa mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner

Pernyataan tertulis dari calon Pengguna Jasa mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner

Pernyataan tertulis dari calon Pengguna Jasa mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner

5. Kewajiban penyampaian dokumen Beneficial Owner sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak berlaku bagi lembaga pemerintah atau perusahaan yang telah terdaftar di bursa efek (listing). Beneficial Owner yang mendapatkan pengecualian tetap wajib didokumentasikan dengan cara mencatat identitas dari Beneficial Owner tersebut.

6. Apabila Penyelenggara meragukan atau tidak dapat meyakini identitas Beneficial Owner, Penyelenggara wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha atau transaksi dengan calon Pengguna Jasa.

L. Pengguna Jasa Berisiko Tinggi dan PEP

1. Penyelenggara wajib mengidentifikasi calon Pengguna Jasa, Pengguna Jasa dan/atau Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi dan/atau PEP.

2. Penyelenggara harus menyusun daftar Pengguna Jasa yang merupakan PEP dalam daftar tersendiri.

3. Dalam melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa berisiko tinggi dan/atau PEP, Penyelenggara harus menunjuk pejabat senior yang memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai APU dan PPT sebagai pejabat yang berwenang untuk:

(29)

a. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon Pengguna Jasa yang berisiko tinggi dan/atau PEP; dan/atau

b. membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa atau Beneficial Owner yang berisiko tinggi dan/atau PEP.

M. Penetapan Kriteria Area Berisiko Tinggi

Dalam mengelompokkan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risikonya, Penyelenggara antara lain dapat berpedoman pada ketentuan PPATK yang mengatur mengenai Pedoman Identifikasi Produk, Pengguna Jasa, Usaha, dan Negara Berisiko Tinggi Bagi Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut dengan Pedoman Identifikasi PPATK.

Area berisiko tinggi dalam pedoman ini, selain mendasarkan pada Pedoman Identifikasi PPATK juga referensi lainnya yang dikeluarkan oleh otoritas berwenang atau yang telah menjadi kelaziman internasional.

1. Produk dan Jasa Berisiko Tinggi

Secara umum, karakteristik dari produk berisiko tinggi dan jasa berisiko tinggi adalah produk/jasa yang ditawarkan kepada Pengguna Jasa yang mudah dikonversikan menjadi kas atau setara kas, atau yang dananya mudah dipindah-pindahkan dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lainnya dengan maksud mengaburkan asal-usul dana tersebut.

2. Pengguna Jasa Berisiko Tinggi

Salah satu Pengguna Jasa yang berisiko tinggi adalah PEP yaitu orang yang mendapatkan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik diantaranya adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggara negara, dan/atau orang

(30)

yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing. Untuk PEP yang merupakan penyelenggara negara di Indonesia kriterianya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria mengenai PEP

Ketentuan Definisi Keterangan

UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

• Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;

• Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; • Menteri;

• Gubernur; • Hakim;

• Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan • Pejabat lain yang

memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan

negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain direksi BUMN dan direksi BUMD. SE/03/M.PAN/01/2 005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Penyelenggara Negara Pejabat eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan/atau lembaga negara.

• Semua kepala kantor di lingkungan

Departemen Keuangan • Pengawas Bea dan

Cukai; • Auditor;

(31)

Ketentuan Definisi Keterangan • Pejabat yang mengeluarkan perijinan; • Pejabat/Kepala Unit Masyarakat; dan • Pejabat pembuat regulasi

Pihak-pihak yang tergolong PEP termasuk juga:

a. perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP; b. keluarga PEP sampai dengan derajat kedua; dan/atau

c. pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan dekat dengan PEP.

3. Usaha Berisiko Tinggi

Contoh usaha yang berisiko tinggi antara lain:

a. pedagang efek yang melakukan fungsi sebagai perantara efek (nasabah perusahaan);

b. perusahaan asuransi dan broker asuransi (perusahaan); c. money changer (perusahaan);

d. dana pensiun dan usaha pendanaan (perusahaan); e. tempat hiburan dan executive club;

f. jasa pengiriman uang;

g. jasa akuntan, pengacara dan notaris (perusahaan/perorangan);

h. jasa surveyor dan agen real estat (perusahaan); i. pedagang logam mulia (perusahaan/perorangan);

j. usaha barang-barang antik, dealer mobil, kapal serta penjual barang/barang mewah; atau

k. agen perjalanan.

4. Transaksi Pengguna Jasa yang terkait dengan negara lain yang berisiko tinggi.

(32)

Contoh negara yang berisiko tinggi antara lain:

a. negara yang pelaksanaan rekomendasi FATF diidentifikasikan belum memadai;

b. termasuk dalam daftar FATF statement;

c. diketahui secara luas sebagai tempat penghasil dan pusat perdagangan narkoba;

d. dikenal secara luas menerapkan banking secrecy laws yang ketat;

e. dikenal sebagai tax haven antara lain berdasarkan data terkini dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Posisi Mei 2009 terdapat 35 negara/wilayah yang tergolong tax haven yaitu:

1. Aruba 2. Anguilla 3. Antigua and Barbuda 4. Bermuda 5. Bahamas 6. Bahrain 7. Belize 8. British Virgin Islands 9. Cook Islands 10. Cyprus 11. Dominica 12. Gibraltar 13. Grenada 14. Guernsey 15. Isle of Man 16. Jersey 17. Liberia 18. Malta 19. Marshall Islands 20. Mauritius 21. Montserrat 22. Niue 23. Nauru 24. Netherlands Antilles 25. Samoa 26. Panama 27. San Marino 28. Seychelles 29. St. Lucia

30. St. Kitts & Nevis 31. St. Vincent and

the Grenadines 32. Turks & Caicos

Islands

33. US Virgin Islands 34. Vanuatu

35. Cayman Islands

(33)

f. dikenal memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain dari publikasi Transparency International; atau

g. terkena sanksi PBB.

(34)

BAB IV

PENDEKATAN BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED APPROACH)

1. Profil risiko menggambarkan tingkat risiko dari Pengguna Jasa, produk maupun jasa yang memiliki potensi pencucian uang atau pendanaan teroris, antara lain jasa pengiriman uang atau produk bank menggunakan jasa elektronik.

2. Pengidentifikasian Pengguna Jasa berdasarkan risiko dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. identitas Pengguna Jasa;

b. alamat/lokasi usaha Pengguna Jasa; c. profil Pengguna Jasa; dan

d. nilai transaksi.

Tabel 4. Contoh klasifikasi profil risiko

Rendah Menengah Tinggi

Identitas Pengguna Jasa

Menyerahkan lebih dari satu identitas yang masih berlaku dan berdomisili sesuai dengan alamat dalam kartu identitas. Data/informasi identitas calon Pengguna Jasa kadaluarsa, namun Pengguna Jasa tetap kooperatif melakukan updating.

• Pengguna Jasa tidak memiliki identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.

• Data/informasi identitas calon Pengguna Jasa diragukan, misalnya kartu identitas tidak dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, data tidak benar, dll. • Data/informasi identitas ...

(35)

Rendah Menengah Tinggi

identitas tidak sesuai dengan domisili atau Pengguna Jasa selalu berpindah tempat atau tidak dapat dihubungi.

• Pengguna Jasa WNI yang pada saat pembukaan rekening menggunakan alamat yang wilayahnya berada di luar wilayah Indonesia. Alamat/ Lokasi Usaha Pengguna Jasa Alamat/lokasi usaha di dalam kabupaten/ kota yang sama atau berbatasan dengan lokasi kabupaten/kota berada. Alamat/lokasi usaha di luar kabupaten/ kota dimana lokasi kabupaten/ kota Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank berada. Alamat/lokasi usaha Pengguna Jasa berada di zona perdagangan bebas.

Profil Pengguna Jasa

Petani/buruh tani. Pegawai Perusahaan. • Orang yang digolongkan berisiko tinggi dengan berpedoman pada ketentuan PPATK. • Pegawai dari perusahaan yang tergolong berisiko tinggi. Pedagang di pasar tradisional. Pedagang valuta asing atau pengiriman uang

Kegiatan usaha yang berbasis uang tunai seperti mini market, jasa pengelolaan parkir, rumah makan ...

(36)

Rendah Menengah Tinggi

rumah makan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), pedagang isi pulsa. Nilai Transaksi Nilai transaksi rendah, misal dibawah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan sesuai dengan profil pengguna jasa. Jumlah transaksi cukup besar namun didukung dengan dokumen yang memadai atau masih tergolong wajar atau masih sesuai dengan profil pengguna jasa.

Transaksi secara tunai dalam jumlah besar, misalnya di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan/atau tidak sesuai dengan profil nasabah.

3. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi Pengguna Jasa yang tergolong sebagai PEP. Dengan demikian apabila terdapat calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa yang karena pekerjaannya atau jabatannya tergolong sebagai PEP, maka yang bersangkutan secara otomatis diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.

(37)

BAB V

PENATAUSAHAAN DOKUMEN DAN PELAPORAN

A. Penatausahaan Dokumen

1. Penyelenggara wajib menatausahakan dokumen dengan baik sebagai upaya untuk membantu pihak yang berwenang dalam melakukan penelusuran terhadap dana-dana yang diindikasikan berasal dari hasil tindak pidana. Dengan demikian, dokumen yang dimiliki/disimpan Penyelenggara harus akurat dan lengkap, sehingga mudah pencariannya jika diperlukan.

2. Dokumen yang ditatausahakan paling kurang mencakup:

a. dokumen yang terkait dengan informasi calon Pengguna Jasa, Pengguna Jasa atau Beneficial Owner, antara lain berupa identitas (contoh: fotokopi kartu identitas) dan informasi transaksi; dan

b. dokumen keuangan yang terkait Pengguna Jasa, antara lain berupa catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha Penyelenggara.

3. Jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut: a. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.a,

paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya transaksi dan/atau pemberian jasa kepada Pengguna Jasa;

b. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai dokumen perusahaan.

4. Dokumentasi dapat dilakukan lebih lama jika terkait kasus tertentu dan diminta oleh otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia atau PPATK.

(38)

5. Dokumen dapat ditatausahakan dalam bentuk asli, salinan, electronic form, microfilm, atau dokumen yang berdasarkan undang-undang yang berlaku dapat digunakan sebagai alat bukti.

6. Penatausahaan salinan dokumen identitas dilakukan setelah pencocokan salinan dokumen identitas dengan dokumen identitas asli.

B. Pelaporan

1. Penyelenggara wajib menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam UU PPTPPU.

2. Jenis laporan lain antara lain sebagaimana yang dimaksud dalam UU PPTPPU Pasal 23 ayat (1) huruf c yaitu laporan transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

3. Berdasarkan hasil pemantauan atas profil dan transaksi Pengguna Jasa, Penyelenggara wajib melaporkan dalam LTKM apabila:

a. Transaksi keuangan yang memenuhi kriteria mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU;

b. Pengguna Jasa memiliki kemiripan atau kesamaan nama dan identitas dengan nama tersangka atau terdakwa dan/atau sesuai dengan daftar teroris yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang;

c. Pengguna Jasa yang ditutup hubungan usahanya karena tidak bersedia melengkapi informasi dan dokumen pendukung dan berdasarkan penilaian Penyelenggara transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan; atau

(39)

d. Pengguna Jasa dan calon Pengguna Jasa yang ditolak atau dibatalkan transaksinya karena tidak bersedia melengkapi informasi yang diminta oleh Penyelenggara dan berdasarkan penilaian Penyelenggara transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan.

4. Penyelenggara wajib menyampaikan LTKM kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Penyelenggara mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan.

5. Penyelenggara wajib menyampaikan LTKT kepada PPATK paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan.

6. Tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan (termasuk transaksi yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme atau pendanaan terorisme), transaksi keuangan tunai dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam Pedoman PPATK yang mengatur mengenai Pedoman Identifikasi dan Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan.

C. Sistem Pencatatan

1. Untuk keperluan pemantauan profil dan transaksi Pengguna Jasa, Penyelenggara perlu membuat sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa.

2. Sistem pencatatan yang dimiliki harus dapat memungkinkan Penyelenggara untuk menelusuri setiap transaksi individual, baik untuk keperluan intern dan atau Bank Indonesia, maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan.

3. Tingkat kecanggihan sistem pencatatan untuk mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan disesuaikan dengan

(40)

kompleksitas, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki Penyelenggara.

(41)

BAB VI

PENGENDALIAN INTERNAL

1. Penyelenggara wajib memiliki fungsi pengendalian internal yang efektif yang dilakukan dengan penetapan kebijakan Direksi mengenai:

a. batas wewenang dan tanggung jawab satuan kerja yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT; dan

b. pelaksanaan pemeriksaan terhadap efektivitas penerapan program APU dan PPT oleh fungsi audit intern.

2. Yang dimaksud dengan sistem pengendalian internal yang efektif adalah yang dapat memastikan bahwa pelaksanaan Program APU dan PPT telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

3. Untuk memastikan efektivitas pelaksanaan program APU dan PPT, Penyelenggara dapat mengoptimalkan satuan kerja atau pelaksana fungsi audit intern yang telah ada, antara lain untuk melakukan uji kepatuhan (termasuk penggunaan uji transaksi) terhadap kebijakan dan prosedur yang terkait dengan program APU dan PPT.

4. Pelaksana fungsi audit intern harus memiliki kewenangan untuk: a. melakukan akses terhadap seluruh dokumen yang terkait

dengan penerapan Program APU dan PPT;

b. memberikan rekomendasi upaya-upaya perbaikan terhadap temuan yang ada; dan

c. melaporkan kepada PPATK setiap transaksi keuangan mencurigakan yang ditemukan saat melakukan audit dan belum dilaporkan oleh UKK atau pejabat yang ditunjuk.

5. Pelaksana fungsi audit intern harus:

a. memiliki sarana yang memadai antara lain meliputi program dan prosedur audit yang mencakup uji kepatuhan dengan fokus pada CDD, operasional, produk dan jasa yang berisiko tinggi;

(42)

b. memiliki kemampuan dan pengatahuan terkait APU dan PPT; c. melakukan penilaian kecukupan proses yang berlaku di

Penyelenggara dalam mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang mencurigakan; dan

d. menyampaikan pelaporan temuan pemeriksaan kepada Direksi dan/atau manajemen dengan tepat waktu.

(43)

BAB VII

SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN KARYAWAN

A. Sumber Daya Manusia

1. Penyelenggara wajib melakukan prosedur penyaringan (screening) dalam rangka penerimaan pegawai baru, untuk mencegah digunakannya Penyelenggara sebagai media atau tujuan pencucian uang atau pendanaan terorisme yang melibatkan pegawai Penyelenggara sendiri.

2. Metode screening disesuaikan dengan kebutuhan, kompleksitas kegiatan, dan profil risiko Penyelenggara.

3. Metode screening dilakukan antara lain dengan memastikan bahwa calon pegawai tidak memiliki catatan bahwa pernah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai tidak pidana pencucian uang.

4. Penyelenggara harus melakukan pemantauan terhadap profil karyawan yang telah ada.

B. Pelatihan

1. Peserta Pelatihan

a. Seluruh karyawan harus memperoleh pengetahuan mengenai kebijakan, prosedur, dan pelaksanaan program APU dan PPT. Prioritas pelatihan diberikan kepada karyawan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) berhadapan langsung dengan Pengguna Jasa (pelayanan Pengguna Jasa);

2) melaksanakan tugas terkait dengan pengawasan pelaksanaan program APU dan PPT; atau

3) melaksanakan tugas terkait dengan pelaporan kepada PPATK dan Bank Indonesia.

(44)

b. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan secara berkala kepada karyawan yang memenuhi kriteria di atas. Sedangkan karyawan lainnya yang tidak memenuhi kriteria di atas harus mendapatkan pelatihan paling kurang 1 (satu) kali dalam masa kerjanya.

c. Karyawan yang berhadapan langsung dengan Pengguna Jasa harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan. 2. Metode Pelatihan

Pelatihan dapat dilakukan dengan cara: a. menyelenggarakan in house training;

b. mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak lain yang dapat berupa workshop atau seminar;

c. melakukan knowledge sharing; dan/atau

d. melakukan pembelajaran dengan menggunakan sarana elektronik (e-learning) maupun melalui pertemuan.

3. Topik Pelatihan

Topik pelatihan paling kurang mengenai:

a. implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program APU dan PPT;

b. teknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme termasuk tren dan perkembangan profil risiko jasa sistem pembayaran; dan

c. Kebijakan dan prosedur pelaksanaan Program APU dan PPT serta peran dan tanggungjawab pegawai dalam memberantas pencucian uang atau pendanaan terorisme, termasuk konsekuensi apabila karyawan melakukan pembocoran informasi atas Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK (tipping off).

(45)

BAB VIII

ILUSTRASI DAN CONTOH

KASUS TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN (TKM) DALAM PENYELENGGARAAN JASA

SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK

A. Ilustrasi Kasus TKM

1. Ilustrasi Kasus TKM dalam Industri Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu

Kasus:

Toko X merupakan toko kelontong yang memiliki rata-rata omzet penjualan harian sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Dalam perkembangannya, Toko X kemudian mengajukan permohonan kerjasama untuk dapat menjadi merchant dari Acquirer A. Acquirer A memenuhi permintaan tersebut, dan menempatkan EDC (Electronic Data Capturer) miliknya di lokasi Toko X. Selama 6 (enam) bulan pertama setelah dilakukannya penempatan EDC, omzet harian Toko X meningkat menjadi Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Namun memasuki bulan ke tujuh dan bulan ke delapan, nilai rata-rata omzet harian Toko X meningkat menjadi Rp20.000.000,00 (dua puluh juta). Setelah dilakukan peninjauan, tidak ditemukan adanya perubahan ataupun penambahan jenis maupun jumlah barang yang dijual oleh Toko X.

Indikator Mencurigakan:

− Rata-rata omzet harian PT X setelah menjadi pengguna jasa Acquirer A adalah sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) selama 6 (enam) bulan, yang kemudian tiba-tiba

(46)

meningkat drastis menjadi Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) pada saat memasuki bulan ke tujuh dan ke delapan. − Dari informasi yang didapat, tidak terdapat

perubahan/penambahan jenis dan kapasitas barang yang dijual oleh Toko X.

Unsur-unsur TKM:

Rangkaian transaksi (omzet harian) di atas menyimpang dari profil hasil kegiatan usaha Pengguna Jasa (Toko X).

2. Ilustrasi Kasus TKM dalam Penyelenggaraan Kegiatan Uang Elektronik

Kasus:

Tn. Y, seorang warga DKI Jakarta, merupakan pemegang Uang Elektronik yang dikeluarkan oleh Penerbit B. Sejak awal penggunaan Uang Elektronik, Tn. Y telah memilih untuk menggunakan Uang Elektronik dengan jenis registered yang dapat memiliki nilai maksimal sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan memberikan fasilitas tarik tunai dan transfer dana. Sesuai ketentuan Uang Elektronik yang dikeluarkan Bank Indonesia, batas maksimal total pemakaian uang elektronik selama 1 (satu) bulan adalah sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Selama 1 (satu) tahun pertama penggunaan Uang Elektroniknya, transaksi yang dilakukan oleh Tn. Y seluruhnya adalah transaksi pembayaran tol di wilayah Jakarta, dengan rata-rata penggunaan per bulan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Memasuki tahun kedua, Tn. Y melakukan tambahan pembelian sejumlah 9 (sembilan) buah Uang Elektronik registered baru. Dengan 10 (sepuluh) buah Uang Elektronik yang dimilikinya, selama bulan pertama di tahun kedua Tn. Y melakukan transaksi transfer dana dan tarik tunai dengan nilai total mencapai Rp180.000.000,00 (seratus

(47)

delapan puluh juta rupiah). Selain itu, dari data yang dimiliki Penerbit, diketahui bahwa semua transaksi tarik tunai dilakukan dengan pemberian kuasa kepada pihak ketiga yang berbeda-beda, di berbagai wilayah di Indonesia.

Indikator Mencurigakan:

− Penggunaan awal dari uang elektronik Tn. Y adalah untuk pembayaran tol dengan nilai penggunaan rata-rata sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per bulan. Tn. Y kemudian melakukan pembelian tambahan sejumlah uang elektronik yang digunakan untuk transaksi transfer dana dan tarik tunai dalam jumlah besar.

− Transaksi tarik tunai dilakukan oleh pihak ketiga yang berbeda-beda, dan dilakukan di luar wilayah Jakarta.

Unsur-unsur TKM:

Rangkaian dari transaksi di atas memenuhi unsur menyimpang dari karakteristik Pengguna Jasa.

3. Ilustrasi Kasus TKM dalam Industri Kegiatan Usaha Pengiriman Uang

Kasus:

Penyelenggara KUPU C adalah sebuah perusahaan penyelenggara KUPU yang memiliki lokasi di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Suatu hari, datang Ibu Z yang bermaksud untuk mengirimkan sejumlah uang ke luar negeri. Pengiriman uang yang ingin dilakukan oleh Ibu Z adalah sebanyak 6 (enam) transaksi dengan nilai masing-masing Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah), sehingga secara total transaksinya senilai Rp480.000.000,00 (empat ratus delapan puluh juta rupiah). Transaksi tersebut ditujukan kepada 6 (enam) perusahaan yang berbeda di Hong Kong, namun dengan alamat yang berdekatan (alamat jalan sama,

(48)

hanya berbeda nomor saja). Lebih lanjut, diperoleh informasi bahwa Ibu Z berdomisili di daerah Kelapa Gading dan bekerja untuk sebuah perusahaan ekspor impor di daerah Tanjung Priok.

Indikator Mencurigakan:

− Transaksi yang dilakukan relatif bernilai besar untuk dilakukan melalui jasa pengiriman uang.

− Transaksi ditujukan bagi penerima yang berbeda namun memiliki alamat yang berdekatan.

− Nilai transaksi yang dilakukan secara total mendekati batas Transaksi Keuangan Tunai yang harus dilaporkan kepada PPATK.

− Domisili maupun tempat kegiatan usaha Ibu Z sangat jauh dari lokasi usaha Penyelenggara C.

Unsur-unsur TKM:

Rangkaian dari transaksi di atas memenuhi unsur:

− Pemecahan transaksi yang dilakukan untuk menghindari kewajiban pelaporan kepada PPATK;

− Menyimpang dari profil lokasi pengguna jasa.

B. CONTOH KASUS TKM

1. Transaksi yang Tidak Memiliki Tujuan Ekonomis yang Jelas a. Pembayaran Kartu Kredit yang menyebabkan terdapat saldo

kredit dalam jumlah yang cukup signifikan.

b. Pengiriman uang tanpa didukung alasan yang memadai atau tidak terdapat keterkaitan antara pengiriman uang oleh Pengguna Jasa dengan kegiatan usaha Pengguna Jasa.

(49)

2. Transaksi yang Terkait dengan Perilaku Pengguna Jasa atau Pelaku Transaksi

a. Menggunakan banyak nama untuk melakukan transaksi yang serupa.

b. Transfer dana ke organisasi amal yang terletak di luar negeri.

c. Banyak transaksi yang serupa yang dilakukan pada hari yang sama di lokasi yang berbeda.

d. Pihak ketiga hadir dalam keseluruhan transaksi namun tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan transaksi.

e. Pengguna Jasa bersikeras agar transaksi dilakukan dengan cepat.

f. Transaksi dilakukan melalui telepon atau faksimili atau internet (non face to face).

g. Transfer dana dalam jumlah yang banyak ke atau dari luar negeri dengan instruksi untuk pembayaran dalam bentuk tunai.

h. Pengguna Jasa berbentuk grup tiba di Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank tetapi bertindak seolah-olah tidak saling mengenal satu sama lain, kemudian mereka melakukan transaksi yang bersamaan secara terpisah.

i. Uang dalam jumlah besar namun sumber dana tidak jelas atau tidak konsisten dengan situasi keuangan Pengguna Jasa.

j. Pengguna Jasa memiliki pengetahuan tentang kewajiban pelaporan atau pengendalian internal Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, pengawasan dan proses operasional secara tidak wajar.

k. Pengguna Jasa memberikan informasi yang tidak konsisten kepada pegawai yang berbeda pada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank yang sama.

(50)

l. Informasi detil mengenai Pengguna Jasa tidak jelas atau sulit untuk diverifikasi.

m. Pengguna Jasa memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu yang terkait dengan prosedur pengecualian.

n. Pengguna Jasa tertutup dan menghindari pertemuan secara personal.

o. Pengguna Jasa menjelaskan transaksi secara berlebihan. p. Pertanyaan yang diajukan kepada pegawai Penyelenggara

Jasa Sistemn Pembayaran Selain Bank tidak sesuai atau tidak wajar.

q. Pengguna Jasa terburu-buru, panik, atau gugup.

r. Informasi yang diberikan oleh Pengguna Jasa berlawanan dengan informasi yang didapat dari sumber lain.

s. Pengguna Jasa menggunakan banyak alamat yang mirip/sama.

t. Informasi mengenai nama, alamat, atau tanggal lahir tidak konsisten.

u. Pengguna Jasa menolak memberikan penjelasan atau berusaha menutup-nutupi dengan mengalihkan pembicaraan kepada masalah lain yang tidak terkait dengan transaksi yang ditanyakan (transaksi besar yang dilakukan Pengguna Jasa dalam periode tertentu).

v. Pengguna Jasa menolak menjawab pertanyaan dengan mengatakan bahwa Pengguna Jasa adalah orang terpandang/penting atau dekat dengan pejabat di daerah tertentu pada saat petugas Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank mengklarifikasi data Pengguna Jasa.

w. Pola transaksi Pengguna Jasa di luar kebiasaan, misalnya Pengguna Jasa terbiasa bertransaksi melalui kurir kemudian berubah menjadi perintah tertulis.

(51)

x. Pola transaksi Pengguna Jasa yang biasanya tidak pernah atau jarang dilakukan secara tunai, berubah menjadi tunai dalam jumlah yang sangat signifikan.

y. Pengguna Jasa diberitakan terlibat tindakan kriminal (korupsi, illegal logging, dll), maka terindikasi dananya berasal dari tindakan dimaksud.

z. Pengguna Jasa memberikan penjelasan yang tidak masuk akal atas pengiriman uang secara tunai yang dilakukan dengan jumlah sangat besar.

3. Aktivitas yang Dapat Dikategorikan Illegal

a. Pengguna Jasa diberitakan oleh media masa sebagai seseorang yang diduga terlibat aktivitas illegal atau tindak pidana.

b. Instruksi transfer dana masuk dari negara tax haven atau negara yang terkenal dengan pendanaan terorisme.

4. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Penyelenggara dan atau agen

a. Peningkatan kekayaan karyawan dan/atau agen Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dalam jumlah besar tanpa disertai penjelasan yang memadai. b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi

dengan informasi yang memadai mengenai penerima akhir (ultimate beneficiary).

5. Tipe-tipe Transaksi Lainnya

a. Aktivitas transaksi tidak setara dengan profile Pengguna Jasa (misal: umur, pekerjaan, pendapatan).

b. Pengguna Jasa sering mengubah alamat dan tanda tangan. c. Pengguna Jasa bersikeras tidak mau memberikan informasi

dan dokumen yang dipersyaratkan atau hanya mau memberikan informasi yang minim, dan atau memberikan informasi yang tidak sesuai dengan dokumen pendukung.

Gambar

Tabel 1. Informasi calon Pengguna Jasa dalam rangka CDD
Tabel 2. Dokumen dan informasi lainnya terkait Beneficial Owner (BO)
Tabel 4.  Contoh klasifikasi profil risiko

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PEJUANG DUA (AJUDAN) PEJUANG DUA (AJUDAN) PEJUANG TIGA PEJUANG TIGA SI GILA SI GILA UTUH BATUNG UTUH BATUNG ALUH BUNGSU ALUH BUNGSU LELAKI LELAKI BODIGAT SATU BODIGAT SATU BODIGAT

satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan amat penting adalah melibatkan kaum muda sejak usia awal dalam kegiatan kepramukaan. Konsep pendidikan ini dianggap

Adapun tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah sosialisasi dan pelatihan pembuatan pengharum ruangan aromaterapi yang berbahan dasar rumput

Oleh sebab itu peneliti mengambil judul “ Analisis berpikir kreatif siswa berkemampuan Matematika tinggi Dalam Menyelesaikan Soal Olimpiade. Matematika

Dari keempat aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini yakni kemampuan berbahasa aspek menulis yang di dalamnya terdapat standar kompetensi dan kompetensi

Ragam hias flora pada Masjid Cut Mutia terdapat pada mimbar masjid, mihrab, ruang i‟tikaf, dan juga terdapat pada dinding barat daya lantai 1 bangunan utama.. Bentuknya

Persentase wanita yang melakukan perkawinan pertama pada usia kurang dari 16 tahun tertinggi pada tahun 2013 terdapat di Kalimantan Selatan (15,48 persen), Jawa Barat (15,45