• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang ambon (Musa paradisiaca L.) dapat dengan mudah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang ambon (Musa paradisiaca L.) dapat dengan mudah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman pisang ambon (Musa paradisiaca L.) dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. Pisang merupakan buah yang banyak disenangi oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Hal ini dikarenakan selain harganya yang terjangkau, pisang memiliki rasa yang enak dan memiliki kandungan gizi yang diperlukan oleh tubuh. Selain kandungan gizinya yang tinggi, bagian daun, akar, bunga, dan getah memiliki manfaat untuk pengobatan (Onyenekwe, 2013). Masyarakat Banjar menggunakan daun pisang yang belum mekar (masih kuncup) untuk mengobati luka teriris (Melayu Online, 2007). Penggunaan kulit pisang untuk mempercepat proses penyembuhan luka masih belum banyak didokumentasikan. Kulit pisang masih dianggap sebagai limbah, padahal kulit pisang memiliki salah satu khasiat dalam pengobatan luka (Supriadi, 2012).

Cara penggunaan kulit pisang ambon untuk mempercepat proses penyembuhan luka, yaitu dengan menempelkan kulit pisang pada bagian kulit yang menggalami luka. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, cara tersebut dianggap tidak fleksibel. Untuk itu perlu adanya pengembangan bentuk sediaan dari kulit pisang ambon ini sehingga lebih memudahkan dan memberikan kenyamanan dalam penggunaannya.

(2)

Penelitian yang telah dilakukan oleh Supriadi (2012) menyebutkan bahwa ekstrak etanolik kulit pisang ambon dapat mempercepat durasi penyembuhan luka insisi dengan kadar optimum 10%. Kulit pisang mengandung flavonoid, saponin, steroid, glikosida dan tanin (Akpuaka & Ezem, 2011). Flavonoid dan tanin bertanggung jawab dalam proses wound contraction (James and Friday, 2010). Flavonoid memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan luka, yaitu menginhibisi pertumbuhan fibroblast. Flavonoid dapat memperpendek waktu peradangan (inflamasi) yang dapat menghambat proses penyembuhan luka (Kompas, 2010). Tanin dapat bereaksi dengan protein yang terdapat dalam luka sehingga membantu pembentukan jaringan baru untuk menutup luka (James, 1996).

Krim merupakan salah satu sediaan topikal yang ditujukan untuk pemakaian luar yang dioleskan pada bagian kulit yang sakit dan mengandung tidak kurang 60% air. Span 80 merupakan surfaktan nonionik yang berfungsi sebagai emulgator agar fase minyak dan fase air dapat bercampur dengan stabil. Sedangkan cera alba merupakan basis krim yang berfungsi meningkatkan konsistensi krim dan dapat membuat krim melekat lama dikulit. Kombinasi antara span 80 dan cera alba diharapkan dapat menghasilkan krim ekstrak etanolik kulit pisang yang memiliki sifat fisik yang baik sehingga menghasilkan sediaan yang efektif, aman dan nyaman ketika digunakan.

Untuk mendapatkan sifat fisik yang baik dari pembuatan sediaan kirm dari kombinasi span 80 dan cera alba maka perlu mendapatkan formula optimum dari

(3)

kombinasi bahan tersebut. Metode yang digunakan untuk formulasi pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda adalah Simplex Lattice Design (Bolton, 1997). Keuntungan dari metode ini adalah praktis cepat karena bukan merupakan formula dengan coba-coba (trial and error) (Amstrong dan James, 1996).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh cera alba dan span 80 serta berapakah komposisi keduanya untuk menghasilkan sifat fisik formula optimum sediaan krim ekstrak etanolik kulit pisang?

2. Apakah respon prediksi sifat fisik formula optimum sediaan krim ekstrak etanolik kulit pisang ambon menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan terhadap sifat fisik hasil percobaan?

C. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak etanolik kulit pisang ambon sebagai penyembuh luka. Selain itu, hasil formula optimum sediaan krim dari ekstrak etanolik kulit pisang ambon dengan kombinasi span 80 dan cera alba diharapkan nantinya dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif sebagai penyembuh luka yang bisa digunakan untuk masyarakat luas.

(4)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kombinasi antara cera alba dan span 80 serta komposisi keduanya yang dapat menghasilkan sifat fisik formula optimum sediaan krim ekstrak etanolik kulit pisang ambon.

2. Mengetahui respon hasil prediksi sifat fisik formula optimum sediaan krim ekstrak etanolik kulit pisang ambon berbeda signifikan atau tidak berbeda signifikan dengan sifat fisik dari hasil percobaan.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pisang ambon (Musa paradisiaca L.)

Gambar 1. Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.)

Pisang merupakan adalah tanaman buah herba yang berasal dari Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan. Pisang adalah buah yang sangat

(5)

bergizi, mengandung sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Hampir disetiap tempat dapat dengan mudah ditemukan tanaman pisang. Di Indonesia tanaman pisang dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun di daerah subtropis pisang masih tetap dapat tumbuh. Pada kondisi tanpa air, pisang masih dapt tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi produksinya tidak dapat diharapkan (Warintek, 2011).

a. Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Scitamineae

Suku : Musaceae

Marga : Musa

Jenis : Musa paradisiaca L.

(Tjitrosoepomo, 1997) b. Kulit pisang

Kulit pisang banyak mengandung pati (3%), protein (6-9%), lemak (3,8-11%), serat makanan (43,2-49,7%), dan asam lemak poliunsaturasi, terutama asam linoleat dan α-asam linoleat, pektin, asam amino esensial

(6)

(leucine, valine, phenylalanine and threonine) serta mengandung mikronutrien (K, P, Ca, Mg). Buah pisang yang matang mengakibatkan kenaikan kandungan gula, menurunkan kandungan pati dan hemiselulosa serta sedikit menurunkan protein dan kandungan lemak. Degradasi pati dan hemiselulosa oleh enzim endogenus menggambarkan peningkatan kandungan gula pada kulit pisang yang sudah matang. Kulit pisang juga menghasilkan lignin (6-12%), pektin (10-21%), selulosa (7,6-9,6%), hemiselulosa (6,4-9,4%) dan galacturonic acid (Mohapatra dkk., 2010).

Kulit pisang mengandung flavonoid, saponin, steroid, alkaloid dan tanin (Akpuaka & Ezem, 2011). Flavonoid dapat memperpendek waktu peradangan (inflamasi) yang dapat menghambat proses penyembuhan luka (Kompas, 2010). Flavonoid yang terdapat dalam buah pisang adalah leucocyanidin. Tanin memiliki kemampuan sebagai antimikroba serta dapat meningkatkan epitelialisasi. Flavonoid dan tanin bertanggungjawab dalam proses wound contraction (James and Friday, 2010)

2. Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan (Lachman, 1994). Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehataan dan kehidupan. Kulit

(7)

juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Djuanda, 1993).

Kulit berfungsi untuk mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial, melindungi dari masuknya zat-zat kimia beracun dari lingkungan dan mikroorganisme, fungsi-fungsi imunologis, melindungi dari kerusakan akibat radiasi sinar UV, mengatur suhu tubuh, sintesis vitamin D (Brown and Tony, 2005).

Menurut Djuanda (1999) secara garis besar pembagian kulit dibagi tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :

a. Lapisan epidermis

Lapisan dermis terdiri dari beberapa lapisan, yaitu stratum korneum (lapisan tanduk), startum lusidum, stratum granulosum (lapisan keratohialin), stratum spinosum (stratum malphigi), dan stratum basale (Djuanda, 1999)

b. Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Secara garis besar lapisan dermis dibagi menjadi dua, yaitu pars papilare dan pars retikulare (Djuanda, 1999). c. Lapisan subkutis

Jaringan subkutis merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Lapisan subkutis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya (Djuanda, 1999).

(8)

3. Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagaian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk luka bermacam-macam tergantung penyebabnya, misalnya luka sayat atau vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tusuk atau vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau vulnus laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata disebabkan oleh benda yang permukaanya tidak rata. Luka lecet pada permukaan kulit akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga dapat menyebabkan luka bakar (Syamsuhidayat & De Joong, 2004).

Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase , yaitu a. Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka kan menyebabkan peradangan, dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi) dan reaksi homeostasis. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjelas, berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (rumor) (Syamsuhidayat & De Joong, 2004).

(9)

b. Fase poliferasi

Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini, serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali untuk menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal (Syamsuhidayat & De Joong, 2004).

c. Fase remodelling

Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lentur, serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan (Syamsuhidayat & De Joong, 2004).

4. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunkan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

(10)

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Jadi ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi yang tertentu pula. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan ekstrak, antara lain :

a. Jumlah simplisia yang akan diekstraksi

Jumlah ini digunakan untuk perhitungan dosis obat. b. Derajat kehalusan simplisia

Penting untuk proses penarikan dapat berjalan semaksimal mungkin. Kehalusan menyakut luas permukaan yang akan kontak langsung dengan pelarut ekstraksi.

c. Jenis pelarut yang digunakan

Pelarut yang digunakan harus aman. Selain itu, pelarut menentukan efisiensi proses penarikan zat berkhasiat dari tanaman obat.

d. Suhu penyari

Digunakan untuk menentukan jumlah dan kecepatan penyarian. e. Lama waktu penyarian

Penting untuk menentukan jumlah bahan yang tersari. f. Proses ekstraksi

Adanya bahan atau komponen ekstrak yang peka terhadap cahaya maka proses ekstraksi yang harus terlindung dari cahaya.

(11)

Salah satu cara ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara bahan simplisia dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) yang direndam dengan cairan pengekstraksi dan disimpan terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna. Lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Rendaman harus dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari) agar dapat menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat didalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1984).

5. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995). Krim merupakan sediaan topikal yang diaplikasikan dipermukaan kulit dan memiliki efek lokal. Sebagian besar sediaan topikal juga mengandung bahan aktif teraupetik yang didispersikan atau dilarutkan dalam basis. Kombinasi bahan aktif dan basis memungkinkan aplikasi sediaan topikal dalam rentang yang luas sesuai dengan tipe sistem penghantaran obat dan tujuan terapi (Agoes, 2012).

(12)

Berdasarkan basisnya maka terdapat dua jenis krim yaitu krim hidrofobik (tipe A/M) dan hidrofilik (tipe M/A). Krim hidrofobik menggunakan emulgator jenis lemak, sorbitan ester atau monogliserida dengann nilai HLB sekitar 3-6 sedangkan krim hidrofilik menggunakan emulgator denagn HLB antara 8-18. Krim hidrofobik banyak digunakan sebagai emolien, memiliki efek perlindungan lebih kecil dan daya sebar yang lebih baik sedangkan krim hidrofilik dapat dicuci dengan air sehingga mudah dibersihkan dari kulit atau pakaian. Contoh krim hidrofobik adalah vanishing cream dan hyrophilic ointment USP sedangkan krim hidrofilik adalah salep air mawar, krim Nivea, cold cream dan salep hydrous BP (Swarbrick dan Boylan, 1997).

Metode yang biasanya digunakan ada dua, yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam metode percampuran, semua komponen dicampur bersama-sama dengan sampai sediaan yang homogen tercapai. Sedangkan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dicampurkan sampai melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Dalam pembuatan krim dari formula dengan tipe emulsi, metode pembuatan secara umum meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak dapat bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama di penangas air pada temperatur sekitar 70-75ºC (Ansel, 1989).

(13)

6. Monografi bahan a. Cera alba

Cera alba atau malam putih adalah hasil pemurnian dan pengelantangan malam kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera Linne (Familia Apidae) dan uji kekeruhan penyabunan. Pemerian cera alba berupa padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis lebih kurang 0,95. Kelarutan : tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian dari miristin, yang merupakan kandungan malam putih. Larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzena dingin dan dalam karbon disulfida dingin. Pada suhu lebih kurang 30º larut sempurna dalam benzena, dan dalam karbon disulfida (Anonim, 1995).

b. Span 80

Span 80 disebut juga sorbitan monooleat. Span 80 berupa cairan kental berwarna kuning. Secara luas digunakan dalam kosmetik, makanan dan sediaan farmasi sebagai surfaktan nonionik. Banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi sebagai agen pengemulsi pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal. Selain dapat berfungsi sebagai agen pembasah, agen pencampuran, agen pendispersi dan agen pensuspensi. Ketika digunakan sendiri pada emulsi

(14)

air dan minyak pada konsentrasi 1-15% akan menghasilkan emulsi air dalam minyak yang stabil dan membentuk mikroemulsi (Rowe, 2009). c. Mineral oil

Nama lain dari mineral oil adalah paraffin cair, minyak mineral putih, petrolatum cair atau petrolatum cair berat. Mineral oil merupakan hasil dari campuran cairan alifatik jenuh dan hidrokarbon siklik pada petrolatum tidak dapat dicerna dan sangat sedikit diabsorpsi (limit). Pemerian bahan yaitu transparan, tidak berwarna, cairan berminyak, tidak berfluoresensi, tidak berasa, tidak berbau ketika dingin dan menimbulkan bau yang membuat pusing dari petrolatum ketika dipanaskan. Mineral oil biasanya digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi sediaan topikal yang berfungsi sebagai emolien, lubrikan, dan suatu pembawa minyak (Rowe, 2009).

Mineral oil berguna sebagai agen penggerus basah (livigating agent) untuk membasahi dan inkorporasi bahan padat (misal asam salisilat dan seng oksida) ke dalam sediaan salap dengan pembawa berminyak (oleaginous). Dalam USP/NF ada 2 tipe minyak mineral, yaitu minyak mineral (parafin liquidum) dan minyak mineral ringan (light liquid paraffine) (Agoes, 2012).

d. Metilparaben

Sinonim metilparaben adalah metil paraben E218; metil ester asam 4-hidoksibenzoat; metil p-hidoksibenzoat; Nipagin M; Uniphen P-23.

(15)

Secara luas, metilparaben digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba dalam kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif pada rentang pH luas and memiliki aktivitas antimikroba pada spektrum yang luas. Meskipun paraben paling efektif melawan jamur dan kapang. Penggunaan metilparaben untuk sediaan topikal biasanya dengan konsentrasi 0,02-0,3%. Metilparaben berupa kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak berbau dan memiliki rasa seperti membakar. Metilparaben harus disimpan dalam wadah tertutup rapat ditempat yang dingin dan kering (Rowe, 2009).

e. Propilparaben

Sinonim propilparaben antara lain E216; propil ester asam 4-hidroksibenzoat; Nipasol M, propagin, propil hidoksibenzoat. Propilparaben merupakan hasil esterifikasi asam p-hidroksibenzoat dengan n-propanol. Pemerian propilparaben berwarna putih, seperti kristal, tidak berbau dan tidak berasa. Secara luas, propilparaben digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba dalam kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi. Propilparaben dapat menghambat aktivitas antimikroba pada rentang pH 4-8 dan lebih aktif dalam melawan jamur dan kapang daripada melawan bakteri. Penggunaan propilparaben pada sediaan topikal sebanyak 0,01-0,6%. Metilparaben harus disimpan dalam wadah tertutup rapat ditempat yang dingin dan kering (Rowe, 2009).

(16)

f. Akuades

Akuades berupa cairan jernih tidak berwarna dan tidak berbau. Akuades adalah pelarut yang digunakan pada sebagian besar preparat farmasi. Keuntungan akuades sebagai pelarut antara lain ketersediaannya yang melimpah, harganya relatif lebih murah, tidak toksik untuk penggunaan oral, dan tidak mengiritasi untuk penggunaan eksternal (Winfield & Richards, 2004).

7. Simplex Lattice Design (SLD)

Simplex Lattice Design (SLD) merupakan suatu metode untuk memprediksi profil respon campuran bahan pada berbagai variasi jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa bagian, dimana jumlah totalnya sama dengan satu bagian. Profil tersebut digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran bahan yang memberikan respon optimum.

Implementasi simplex lattice design dikalukan dengan mempersiapkan berbagai formula dengan kombinasi yang berbeda dari variasi bahan. Kombinasi disiapkan secara sederhana sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam ruang simplex (simplex space). Hasil eksperimen digunakan untuk persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon. nilai prediksi berdasarkan persamaan dapat berbeda karena persamaan empiris (atau model) hanya merupakan pendekatan atau perkiraan terhadap

(17)

sistem eksperimen sehingga persamaan empiris tidak benar-benar menggambarkan sistem eksperimen (Bolton, 1997).

Hubungan fungsional antara respon (variabel tergantung) dengan komposisi (variabel bebas) dinyatakan dengan persamaan :

Y = β1A + β2B + β1.2AB... (1) Keterangan:

Y : respon yang diinginkan A dan B : fraksi dari tiap komponen β1 dan β2 : koefisien regresi dari A, B

β1.2 : koefisien regresi dari interaksi A-B

Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang diinginkan. Apabila nilai A ditentukan, maka nilai B dapat dihitung (Armstrong dan James, 1986). Penentuan formula optimum didapatkan dari respon total yang paling besar. Respon total dihitung dengan rumus :

R total = R1 + R2 + R3 +Rn ... (2)

R1, R2, R3, Rn adalah respon masing-masing sifat fisik sediaan. Dari persamaan respon total tersebut akan diperoleh formula yang optimum. Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon paling optimum (Armstrong dan James, 1986).

(18)

F. Landasan Teori

Menurut Supriadi (2012) konsentrasi optimal ekstrak etanol kulit pisang ambon yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka insisi sebesar 10%. Senyawa flavonoid dan tanin berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan luka (Khan, 2012).

Krim merupakan suatu emulsi yang bisa berupa tipe minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak (A/M). Keuntungan dari bentuk emulsi ini adalah dapat memberikan kemudahan krim untuk menyebar dipermukaan kulit dan dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (Akhtar dkk., 2011). Krim tipe w/o memiliki penyebaran yang lebih baik daripada tipe o/w, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan air dalam krim berjalan lambat dan dapat mengurangi rasa panas (Shovyana, 2011).

Span 80 merupakan surfaktan nonionik yang berfungsi sebagai emulgator dalam campuran minyak dan air sehingga dapat membentuk campuran yang homogen dan stabil. Cera alba digunakan sebagai basis krim yang dapat meningkatkan konsistensi krim dan menstabilkan emulsi minyak dalam air (Rowe, 2009). Oleh karena itu, diharapkan dari kombinasi cera alba dan span 80 dengan komposisi yang tepat dalam pembuatan krim tipe a/m dapat menghasilkan krim yang memiliki sifat fisik optimal. Untuk mendapatkan krim dengan sifat fisik yang optimal dilakukan pendekatan menggunakan metode Simplex Lattice Design dari kedua kombinasi tersebut nantinya akan menghasilkan suatu formula optimum dengan cara yang praktis cepat karena bukan merupakan formula dengan

(19)

coba-coba (trial and error) (Amstrong dan James, 1996). Krim dengan formula optimum inilah yang diharapkan memiliki sifat fisik optimal sehingga dapat memberikan sediaan yang efektif, aman, dan nyaman ketika diaplikasikan pada permukaan kulit sesuai dengan fungsinya sebagai pembawa pada obat topikal, sebagai pelunak kulit atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (Lachman, 1994). Idealnya suatu zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi, menyenangkan secara kosmetik, dan zat aktif dalam pembawa mudah dilepaskan (Yahendri & Yenny, 2012).

G. Keterangan Empiris

1. Komposisi tertentu dari kombinasi cera alba dan span 80 dapat menghasilkan formula optimum yang dapat mempengaruhi sifat fisik formula optimum sediaan krim ekstrak etanolik kulit pisang ambon.

2. Respon prediksi sifat fisik formula optimum sediaan krim ekstrak etanolik kulit pisang ambon menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan terhadap sifat fisik hasil percobaan.

Gambar

Gambar 1. Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.)

Referensi

Dokumen terkait

Dari sudut pandang ini, eksplanasi sejarah yang terkandung pada historiografi juga tidak dapat ditempatkan sebagai representasi dari realitas objektif, tetapi lebih sebagai waeana

QA Manager memiliki tugas dalam meneliti dan mengawasi sebelum, setelah maupun selama proses produksi agar hasil yang didapatkan sesuai dengan standar mutu dan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 194 responden dapat diketahui bahwa terdapat 75 responden (38,6%) yang merupakan nasabah Bank Sampah dengan

oleh Kharisna, Dewi dan Lestari dengan judul “ Efektifitas Konsumsi Jus Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Tahun 2010 ”, yang

Peneliti beragumen bahwa perbedaan jumlah universitas di wilayah yang berbeda akan membedakan dukungan terhadap rasa kompetensi, otonomi dan keterhubungan serta

PENGADILAN TINGGI MEDAN.. Halaman 5 dari 10 hal Putusan Nomor.630/PID.SUS/2016/PT.MDN rupiah) kemudian terdakwa mengambil uang sebesar Rp.10,000,- dan menyerahkan

Dalam perancangan game ini, proses pembangunan game juga digambarkan dengan storyboard yang menunjukkan gambaran permainan pada setiap level nya.. Storyboard adalah

Atribut pe layanan pada toko swalayan Vikita mempunyai persepsi konsumen yang berbeda dengan toko swalayan Mirota Gejayan. Konsumen mempersepsikan pelayanan di toko swalayan