• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI [(Triticum aestivum (L.)] DI AGROEKOSISTEM TROPIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI [(Triticum aestivum (L.)] DI AGROEKOSISTEM TROPIKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

72

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI [(Triticum aestivum (L.)] DI

AGROEKOSISTEM TROPIKA

ABSTRAK

Penampilan yang diperlihatkan oleh suatu tanaman di sebut fenotipe yang merupakan hasil ekspresi dari penampilan genotipe tanaman pada suatu lingkungan tertentu dan interaksinya. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh interaksi genotipe x lingkungan dan stabilitas hasil genotipe gandum di agroekosistem tropika. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Seameo-Biotrop (< 400 m.dpl) dan kebun percobaan Balithi-Cipanas (>1000 m.dpl). masing masing dua musim tanam. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh interaksi musim x elevasi x genotipe terhadap karakter tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah spikelet, jumlah floret, bobot biji/malai, laju pengisian biji, hasil, luas daun bendera, kerapatan stomata, klorofil b dan kehijauan daun, sementara karakter yang tidak dipengaruhi oleh interaksi musim x genotipe x elevasi, tapi hanya interaksi genotipe x elevasi adalah karakter umur panen, persen floret hampa, jumlah biji/malai, bobot 1000 biji, jumlah malai/m2 dan bobot biji/tanaman. Penampilan karakter agronomi dan fisiologis umumnya mengalami penurunan dengan penurunan elevasi dari Cipanas (>1000 mdpl) ke Bogor (< 400 m dpl). Terdapat dua genotipe yang memiliki hasil lebih tinggi dari varietas pembanding Selayar yaitu Basribey (2.00 t.ha-1) dan Alibey (2.13 t.ha-1 ). Genotipe yang memperlihatkan hasil stabil adalah HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1) dan varietas Selayar (1.92 t.ha-1) , Menemen (1.82 t.ha-1) merupakan genotipe yang spesifik lingkungan

Kata Kunci : interaksi genetik x lingkungan, genotipe gandum, stabilitas hasil, agroekosistem tropis

ABSTRACT

The appearance shown by a plant called phenotype is a result of expression from genotipe of lines on ap articular environment and their interactions. The study aimed to obtain information about the influence of genetic x environment interactions and stability of the wheat lines yield in tropical agro-ecosystems. The research carried out in SEAMEO-BIOTROP (<400 m.dpl) and Balithi-Cipanas research stations (> 1000 m.asl), respectively, in two cropping seasons. The results showed that the interaction of genotype x season x elevation effected the plant height, days of flowering, spikelet number, floret number, seed weight per spike, seed filling rate, yield, flag leaf area, stomata density, chlorophyll b and green leaves characters, while some characters were not influenced by the interaction of season x genotype x elevation, but affected by the interaction of genotype x elevation namely harvesting time, percent of hollow floret, seeds number per spike, 1000 grains weight, spike number per m2 and seeds weight per plant characters. Appearance of agronomical and physiological characters generally decreased by the decreasing of elevation from Cipanas (> 1000 m.asl) to

(2)

73

Bogor (<400 m asl). There was no lines showed better yield than Selayar variety in Bogor, while in Cipanas there were two lines which higher yield than Selayar variety namely Basribey (4.31 t.ha-1) and Alibey (4.74 t.ha-1). The lines that showed a stable yield were HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1), while Selayar (1.92 t.ha-1) and Menemen (1.82 t.ha-1) varieties were the specific environmental lines

Key words: genetic x environment interaction, genotipes of wheat, yield stability, tropical agroecosystems

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi pengembangan gandum di Indonesia sangat tinggi, dimana permintaan gandum setiap tahun sebagai bahan baku pangan sangat tinggi. Namun di sisi lain pengembangan gandum di Indonesia mengalami beberapa kendala yaitu adaptasi tanaman gandum yang berasal dari agroekosistem subtropika dengan suhu (8 – 10oC). Agroekosistem Indonesia dengan suhu yang mirip dengan agroekosistem subtropika adalah sebagian besar berada di daerah dengan ketinggian > 1000 m dpl dengan suhu udara yang rendah (15 – 20oC). Pada ketinggian tersebut tanaman gandum bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis jauh lebih tinggi dari gandum. Tujuan pengembangan gandum ke depan harus diarahkan dengan merakit varietas gandum yang dapat beradaptasi baik di dataran rendah dan toleran suhu tinggi dengan suhu rata-rata (25– 35oC) (Handoko 2007).

Faktor pembatas pengembangan tanaman gandum di dataran rendah adalah besarnya cekaman lingkungan. Dua jenis cekaman utama yang dihadapi tanaman gandum adalah kekeringan dan suhu tinggi. Efek suhu tinggi menyebabkan bunga rontok, aborsi, pengurangan viabilitas butir tepung sari, gangguan pembentukan tabung polen dalam tangkai putik dan mengurangi ukuran biji. Menurut Stone (2001) pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan bulir pada serealia meliputi laju perkembangan bulir yang lebih cepat, penurunan berat bulir, biji keriput, berkurangnya laju akumulasi pati dan perubahan komposisi lipid dan polipeptida.

(3)

74

Besarnya pengaruh penurunan elevasi terhadap pertumbuhan dan penurunan produksi gandum serta adanya respon yang berbeda dari tiap genotipe terhadap perubahan lingkungan, menyebabkan perlu adanya kajian khusus mengenai interaksi genetik x lingkungan. Penampilan fenotip tanaman merupakan hasil ekspresi dari penampilan genotipe tanaman pada suatu lingkungan tertentu dan interaksinya (Brennan & Byth 1979). Menurut Allard dan Bradsaw (1964), interaksi genotipe lingkungan tersebut bersifat kompleks karena bervariasinya komponen-komponen faktor lingkungan. Adanya pengaruh interaksi genetik x lingkungan menyebabkan sulit untuk menentukan genotipe yang stabil dan spesifik lingkungan.

Yang dan Baker (1991), menyatakan bahwa interaksi genotipe x lingkungan sebagai perbedaan yang tidak tetap diantara genotipe - genotipe yang ditanam dalam satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Macam interaksi tersebut penting diketahui karena dapat menghambat kemajuan seleksi dan sering mengganggu dalam pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas (Eberhart-Russell 1966) dan seringkali menyulitkan pengambilan kesimpulan secara sahih jika suatu percobaan varietas/genotipe dalam kisaran lingkungan yang luas (Nasrullah 1981).

Mekanisme stabilitas secara umum dikelompokkan dalam empat hal yaitu heterogenitas genetik, kompensasi komponen hasil, ketenggangan terhadap deraan (stress tolerance) dan daya pemulihan yang cepat terhadap deraan. Stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil terhadap perubahan kondisi lingkungan. Stabilitas dapat bersifat dinamik artinya selalu berubah pada kisaran tertentu pada lingkungan yang berbeda atau bersifat statis artinya kondisi dimana daya hasil suatu genotipe selalu tetap pada berbagai lingkungan. Mekanisme stabilitas lebih dikendalikan oleh kompensasi dari komponen hasil jika genotipe tersebut mampu mempertahankan hasil yang tinggi di lingkungan yang optimal

Metode yang telah banyak digunakan untuk menganalisis stabilitas adalah model Eberhart dan Russell (1966) berdasarkan metode regresi, namun metode ini hanya mampu menggambarkan genotipe yang stabil dan tidak stabil. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganlisis stabilitas adalah model

(4)

AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction). Kelebihan model AMMI adalah mampu memetakan genotipe yang stabil dan tidak stabil, disamping itu dapat memetakan genotipe spesifik lingkungan. Model AMMI dapat menggambarkan struktur interaksi yang sangat kompleks sehingga hasilnya dapat menjelaskan pengaruh interaksi dengan lebih baik.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pengaruh interaksi genetik x lingkungan dan stabilitas karakter hasil genotipe gandum di agroekosistem tropis.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Seameo-Biotrop pada elevasi < 400 m dpl dan kebun percobaan Balithi-Cipanas pada elevasi >1000 m dpl. masing masing dua musim tanam. Penelitian berlangsung mulai bulan Mei 2010 - Juli 2011.

Rancangan Penelitian dan Bahan Genetik

Penelitian dimasing – masing musim dan lingkungan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan, ukuran plot 1.5 x 5 m. Materi evaluasi terdiri atas 10 genotipe (Oasis/Skauz//4*BCN, HP 1744, Laj/MO88, Rabe/MO88, Basribey, Alibey, Menemen, G-21, G-18, dan H-21) dan dua varietas nasional sebagai pembanding (Selayar, dan Dewata).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan lahan. Lahan dibersihkan dari gulma kemudian dicangkul untuk membalikkan tanah. Tanah digemburkan dan dibuat petakan sepanjang 5 m dengan lebar 1.5 m, jumlah petakan semua di setiap musim dan lokasi adalah 36 petakan.

Penanaman. Sebelum ditanam benih gandum diberi perlakuan pestisida atau seed treatment untuk menghindari semut dan lalat bibit di lokasi penelitian.

(5)

76

Insektisida seed treatment yang digunakan adalah karbaril 85%. Penanaman dilakukan dengan cara larikan. Setiap genotipe ditanam/petak terdiri dari 6 baris. Jarak antar barisan 25 cm, benih dilarik dalam baris. Jumlah benih yang digunakan untuk setiap baris 10 – 12 g sehingga total benih yang dibutuhkan dalam satu petak 60 – 72 g. Setelah penanaman ditaburi insektisida karbofuran 3%

Pemupukan. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 300, 200 dan 100 kg.ha-1. Pemupukan diberikan dua kali yaitu pemupukan pertama pada umut tanaman 10 HST dengan dosis 150, 200 dan KCl 100 kg.ha-1. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan sekaligus. Pemupukan kedua pada umut 30 HST dengan dosis 150 kg.ha-1 Urea.

Pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit. Intensitas penyiangan dilakukan tergantung dari kecepatan perkembangan gulma disekitar pertanaman. Penyiangan (weeding) dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul

atau sabit. Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan pertama (10 HST), penyiangan kedua sebelum pemupukan kedua (30 HST) dan

penyiangan selanjutnya dilakukan pada saat tanaman memasuki fase generatif. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida Deltamethrin 25 g/l untuk mengendalikan belalang, walang sangit dan aphids, sedangkan pengendalian penyakit menggunakan fungisida difekonazol 250 gr/l untuk mengendalikan cendawan.

Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi, fisiologi dan agronomi tanaman gandum. Karakter – karakter tersebut adalah : 1) Tinggi tanaman (cm) yaitu tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai, 2) Jumlah anakan produktif yaitu jumlah anakan yang membentuk malai, 3) Umur berbunga (Hari) yaitu Jumlah hari dari waktu tanam sampai lebih dari 50% tanaman telah mengeluarkan malai dalam setiap plot, 4) Umur panen (Hari) yaitu Jumlah hari dari waktu tanam sampai lebih dari 50 % tanaman telah menguning malainya dalam setiap plot, 5) Panjang malai (cm) yaitu diukur mulai dari lingkaran cincin sampai ujung malai tidak termasuk bulu, 6) Jumlah spikelet/malai, 7) Jumlah floret hampa/malai, 8) Persentase floret hampa/malai, 9) Bobot biji/tanaman, 10) Bobot biji/malai (g), 11) Jumlah

(6)

malai/m2 yaitu jumlah malai yang dihitung pada 4 baris tengah panjang 1 m, 12) Laju pengisian biji yaitu jarak antara umur berbunga hingga dan umur panen, 13) Bobot 1000 biji (g), 14) Jumlah biji/malai, 15) Jumlah biji/Tanaman, 16) Hasil biji (t.ha-1) yaitu hasil biji diperoleh dari hasil panen seluruh plot dengan menyisakan baris pinggir yang kemudian dikonversikan ke dalam t.ha-1.

Karakter fisiologis terdiri dari karakter 1) Kerapatan stomata yaitu menentukan jumlah stomata per satuan luas daun, pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel dari bagian tengah daun bendera dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku) pada bagian bawah daun untuk mencetak pola stomata pada permukaan daun. Kerapatan stomata dihitung dengan rumus *) :

Ǿok = Ǿol x pl /pk

Diameter bidang pandang ( 10 x 40) = 5 x 10-1mm = 0.5 mm

Dimana : Ǿ ok = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran kuat

Ǿ ol = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran lemah

pl = perbesaran lensa obyektif lemah pk = perbesaran lensa obyektif kuat

Luas bidang pandang = ¼ πd2

= ¼ (3.14) (0.5)2 = 0.19625 mm2 Jumlah stomata Kerapatan stomata = ---

Luas bidang pandang

2) Luas daun bendera (LD) diukur dengan menggunakan leaf area meter. Luas daun diukur pada saat tanaman telah mengeluarkan malai dan daun bendera telah terbuka sempurna dengan cara destruktif tanaman pinggir, 3) Klorofil a, klorofil b, klorofil total dan nisbah klorofil a/b, metode disajikan pada lampiran 9, 5) Ketebalan daun, diukur dengan menggunakan metode mikro teknik, 6) Intensitas kehijauan daun yaitu di ukur menggunakan chlorophyl meter pada

(7)

78

Analisis Data

Data hasil pengamatan berupa karakter morfologi dan fisiologis di analisis dengan menggunakan analisis ragam, ragam gabungan dua musim dua lokasi, dan analisis stabilitas hasil dengan menggunakan model AMMI (Singh dan Chaudhary 1985; Falconer 1989; Gauch 1992).

Analisis Ragam dan Ragam Gabungan

Tabel 21. Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi gandum introduksi pada masing-masing lokasi

Sumber Keragaman Db KT KT Harapan

Ulangan Genotipe Galat r-1 g-1 (g-1)(r-1) KT1 KT2 2 + r2g 2

Keterangan : r = banyaknya ulangan, g = banyaknya genotipe, 2g = ragam genotipe,

2 = ragam galat

Tabel 22. Ragam gabungan musim, lokasi dan genotipe menggunakan model acak

Sumber

keragaman Derajat bebas

Kuadrat

tengah Kuadrat tengah harapan

Musim (M) (m-1) KT9 - Lokasi (L) (l-1) KT8 - M x L (m-1) (l-1) KT7 - Ulangan/ML (r-1) ml KT6 - Genotipe (G) (g-1) KT5 ζ2+rζ2glm+lrζ2gm+rmζ2gl+lrmζ2g M x G (m-1) (g-1) KT4 ζ2 + rζ2glm + rmζ2gl L x G (l-1) (g-1) KT3 ζ2 + rζ2glm + rlζ2gm M x L x G (m-1) (l-1) (g-1) KT2 ζ2 + rζ2glm Galat (g-1) (r-1) ml KT1 ζ2

Keterangan : r = ulangan, M = Musim, L = lokasi, G = genotipe, 2g = ragam genotipe, 2 m = ragam musim,  2 l = ragam lokasi, ζ 2 gml = ragam interaksi,  2 e = ragam galat

Tabel 23. Analisis ragam gabungan lokasi dan genotipe model acak

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah KT Harapan Lokasi (L) Ulangan/Lokasi Genotipe (G) Genotipe x Lokasi Galat l-1 l (r-1) (g-1) (g-1)(l-1) l (g-1)(r-1) KT5 KT4 KT3 KT2 KT1 ζ2 + g ζ2 r / l + gr ζ2 l ζ2 + g ζ2 r / l ζ2 + r ζ2 gl + rl ζ2 g ζ2 + r ζ2gl ζ2

Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = lokasi, g = banyaknya genotipe, 2g = ragam

genotipe, ζ2gl = ragam interaksi,  2

(8)

Analisis Stabilitas dengan Menggunakan model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction)

Analisis stabilitas model AMMI biasa diterapkan pada uji daya hasil. Model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda. Asumsi yang mendasari pengujian ini adalah perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, ragam yang homogen dan galat bebas (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Gauch (1992) menggunakan model AMMI dengan menyatakan genotipe yang stabil berdasarkan gabungan antara analisis ragam dan analisis komponen utama, dan Yan (2000) dengan menyatakan genotipe yang stabil dengan model biplot. Model AMMI secara lengkap:

0 Ygen = μ+αg+βe+∑√λnφgnρen+δge+εgen Keterangan: g=1,2,…,a; e=1,2,…,b; n=1,2,…,m

Parameter √λn adalah nilai singular untuk komponen bilinier ke - n. Pengaruh ganda genotipe ke - g melalui komponen bilinier ke-n dilambangkan dengan φgn, dan ρen merupakan pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinier ke-n. Asumsi - asumsi yang mendasari analisis ragam adalah galat percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam homogen (εijk ~ N (0,ζ2ε) (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Tabel 24. Analisis ragam gabungan model AMMI

Sumber keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

Genotipe a-1 JKGenotipe KTGenotipe

Lingkungan b-1 JKLingkungan KTLingkungan

Interaksi GxL (a-1)(b-1) JKGL KTGL

KUI-1 a+b-1-2 r1 KTKUI1

KUI-2 a+b-1-4 r2 KTKUI2

… … … …

KUI-r a+b-2r rr KTKUIr

Simpangan Substraksi JKS=JKGL-r1-…-rr KTS

Galat percobaan ab(r-1) JKG

(9)

80

HASIL DAN PEMBAHASAN

Interaksi Musim x Elevasi x Genotipe Gandum Introduksi di Aagroekosistem Tropis

Analisis ragam gabungan musim x elevasi x genotipe (Tabel 25) menunjukkan bahwa musim berpengaruh sangat nyata terhadap beberapa karakter kecuali karakter tinggi tanaman, jumlah spikelet, jumlah biji/malai, bobot biji/malai, bobot biji/tanaman, laju pengisian biji dan kerapatan stomata. Pengaruh elevasi dan interaksi musim x elevasi sangat nyata hampir terhadap semua karakter, kecuali karakter umur berbunga (elevasi), luas daun bendera, kerapatan stomata, nisbah klorofil a/b dan kehijauan daun (musim x elevasi).

Genotipe gandum yang diuji berpengaruh nyata terhadap agronomis dan fisiologis kecuali terhadap karakter jumlah anakan produktif, kerapatan stomata dan kehijauan daun. Interaksi musim x elevasi x genotipe, genotipe x lokasi dan genotipe x musim berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, jumlah floret hampa, bobot biji/malai, laju pengisian biji, hasil, luas daun bendera dan kehijauan daun, namun karakter panjang malai, jumlah biji/tanaman, jumlah malai/m2, klorofil a, nisbah klorofil a/b, klorofil total dan ketebalan daun tidak dipengaruhi oleh interaksi tersebut. Besarnya pengaruh interaksi mengindikasikan perbedaan lingkungan dan musim terhadap pertumbuhan dan perkembangan genotipe gandum. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu, kelembaban, lama penyinaran dan intensitas penyinaran di masing-masing lingkungan dimana tanaman gandum merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap faktor lingkungan tersebut di atas. Menurut Handoko (2007) yang mempengaruhi selama periode pertumbuhan dan perkembangan genotipe gandum adalah suhu udara. Setiap penurunan ketinggian tempat terjadi kenaikan suhu udara. Hal ini menjadi cekaman utama selama periode pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu rata-rata pada elevasi > 1000 m dpl berkisar 20.2oC – 20.66 oC sedangkan pada elevasi < 400 m dpl mencapai 25.9oC – 26.0 oC dengan kelembaban masing-masing 81.3% - 84.4% (BMG 2012). Rata-rata kehilangan hasil pada gandum akibat suhu tinggi sekitar 10 – 15% terutama disebabkan oleh penurunan berat bulir yang mencapai 4% untuk setiap peningkatan suhu 1°C di atas suhu optimum.

(10)

Nilai kuadrat tengah interaksi musim x elevasi x genotipe lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh musim, elevasi atau pengaruh genotipe. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter yang memperlihatkan interaksi musim x elevasi x genotipe ekspresinya lebih banyak ditentukan oleh lokasi, khususnya ketinggian elevasi. Adanya variasi lingkungan tumbuh makro tidak akan menjamin suatu genotipe atau varietas tanaman tumbuh baik dan menghasilkan hasil panen yang tinggi di semua wilayah dalam kisaran area yang luas, atau sebaliknya (Baihaki, Wicaksono 2005). Karakter yang tidak dipengaruhi oleh interaksi memberikan gambaran bahwa karakter tersebut mampu melakukan kompensasi terhadap perubahan elevasi dan musim. Perbedaan faktor penginduksi aktivasi faktor transkripsi di dua kondisi agroekosistem yang berbeda menjadi salah satu penyebab perbedaan ekspresi gen yang menyebabkan perbedaan nilai fenotipe (Griffiths et al. 2008).

Interaksi Genetik x Lingkungan Genotipe Gandum Introduksi Di Agroekosistem Tropis

Hasil analisis ragam gabungan elevasi di elevasi < 400 m dpl dan elevasi > 1000 m dpl (Tabel 26) memperlihatkan adanya perbedaan respon dari setiap genotipe yang diuji. Hasil pengujian di Bogor pada elevasi < 400 m dpl (Bogor) memperlihatkan bahwa lokasi, genotipe dan interaksi lokasi x genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter agronomi yaitu tinggi tanaman, anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah floret hampa, persen floret hampa, jumlah biji/malai, bobot biji/malai, laju pengisian biji, jumlah malai/meter, bobot 1000 biji, hasil, jumlah biji/tanaman, sementara karakter fisiologis lokasi, genotipe dan interaksi lokasi x genotipe hanya berpengaruh nyata terhadap karakter kerapatan stomata. Di Cipanas pada elevasi > 1000 m dpl lokasi, genotipe dan interaksi lokasi x genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah floret hampa, hasil dan luas daun bendera. Sementara untuk karakter lainnya memiliki respon yang berbeda.

(11)

78

Tabel 25. Analisis ragam gabungan musim, elevasi dan genotipe karakter agronomi, morfologi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di Agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Karakter Kuadrat tengah

Musim Elevasi Musimx Elevasi Genotipe Genotipe x Musim Genotipex Elevasi Musim x Elevasix Genotipe

Tinggi tanaman 93.8tn 3605.5** 1487.3** 243.4** 66.75* 44.59tn 86.44**

Jumlah anakan produktif 7.7** 598.8** 26.5** 0.8tn 0.62tn 0.47tn 0.35 tn

Umur berbunga 941.3** 28.7tn 169.3** 174.7** 44.04** 136.34** 36.94**

Umur panen 679.6** 2992.5** 1860.0** 262.4** 119.45** 39.81tn 57.21 tn

Panjang malai 3.4* 89.3** 5.4** 3.3* 1.12 tn 1.22tn 0.59 tn

Jumlah spikelet 0.7 tn 696.9** 2.7** 22.6tn 1.29 tn 2.39** 2.74**

Jumlah floret hampa 145.8** 95.3** 4201.8** 83.7** 39.03** 88.96** 44.47**

Persentase floret hampa 1770** 8812.7** 16027** 434.3** 123.48** 364.83** 53.54 tn

Bobot biji/tanaman 0.160tn 82.26** 8.45** 0.26** 0.11* 0.10* 0.09 tn

Bobot biji/malai 0.04 tn 15.89** 2.99** 0.1** 0.07** 0.06** 0.05**

Jumlah malai/meter 143188** 279082** 140564** 12946** 4120tn 3956tn 2292 tn

Laju Pengisian Biji 0.485tn 2856** 677.28** 82.06** 68.66** 65.32** 51.68**

Bobot 1000 Biji 22.8** 103.1** 82.3** 4.2** 2.06* 3.17** 1.73 tn Jumlah biji/malai 13.5 tn 8074.2** 5012.6** 210.5** 35.03 tn 84.86** 24.46 tn Jumlah biji/tanaman 11.36* 2327** 473.9** 14.19** 2.35tn 3.80tn 0.90 tn Hasil 5.4** 177.4** 10.8** 0.7** 0.51** 0.46** 0.76** Luas daun 446.5** 548.8** 12.9tn 49.0** 3.99** 16.89** 16.29** Kerapatan stomata 118.0tn 1306.7** 41.4tn 313.4** 86.47 tn 152.77* 173.02* Klorofil a 298.3** 37.1** 30.8** 0.34tn 0.24 tn 0.22tn 0.28tn Klorofil b 294.6** 8.0** 5.9** 0.02tn 0.04* 0.02tn 0.03*

Nisbah Klorofil a/b 146.2** 0.4** 0.002tn 0.03tn 0.04tn 0.05tn 0.05tn

Klorofil Total 427.6** 49.3** 36.9** 0.65tn 0.39tn 0.40tn 0.51tn

Ketebalan daun 58105** 9569.8** 4100.4** 857.1tn 674.76tn 473.85tn 589.9 tn

Kehijauan daun 8.8** 227.5** 316.2tn 9.94** 9.39** 8.88** 9.80**

Keterangan : * : Nyata pada taraf uji P  0,05, ** : Sangat nyata pada taraf uji P  0,01, tn : tidak nyata pada taraf uji P  0,05 dan P  0,01

(12)

Analisis gabungan kedua elevasi yaitu Bogor dengan elevasi < 400 m dpl dan Cipanas dengan elevasi > 1000 m dpl memperlihatkan bahwa genotipe, elevasi dan interaksi genotipe x elevasi berpengaruh nyata terhadap karakter tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah spikelet, jumlah floret hampa, persen floret hampa, jumlah biji/malai, bobot biji/malai, laju pengisian biji, jumlah malai/meter, bobot 1000 biji, hasil, bobot biji/tanaman, luas daun bendera, kerapatan stomata dan kehijauan daun. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi genotipe x lingkungan (G x E) yang nyata disebabkan oleh pengaruhi genotipe dan lingkungan yang nyata secara bersama. Namun demikian, tidak secara otomatis pengaruh genotipe dan lingkungan yang nyata menyebabkan adanya interaksi G x E yang nyata. Interaksi yang berpengaruh nyata tersebut menunjukkan bahwa faktor elevasi berpengaruh secara nyata terhadap ekspresi gen - gen adaptasi pada genotipe yang diuji untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Petersen (1994) yang mengemukakan bahwa hasil panen merupakan karakter kuantitatif sehingga faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap penampilan hasil tanaman. Untuk itu, diperlukan pengujian dengan pengulangan musim dan lokasi yang lebih banyak untuk mengetahui stabilitas dan adaptabilitas dari suatu varietas baru. Perbedaan faktor penginduksi aktivasi faktor transkripsi di dua kondisi agroekosistem yang berbeda menjadi salah satu penyebab perbedaan ekspresi gen yang menyebabkan perbedaan nilai fenotipe (Griffiths et al. 2008). Perbedaan respon setiap genotipe diduga kuat karena perbedaan elevasi dan perbedaan suhu kedua. Bogor merupakan lokasi dengan elevasi rendah (<400 m dpl) dengan suhu yang relatif lebih tinggi 25OC dibandingkan lokasi di Cipanas dengan elevasi (>1000 m dpl) dengan suhu 20OC. Menurut Martin dan Leonard (1967) tanaman gandum dapat tumbuh pada kondisi suhu udara yang tinggi (> 20oC) dengan syarat kondisi tersebut tidak bertepatan dengan kelembaban yang tinggi. Kondisi suhu dan kelembaban udara yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan tanaman gandum sebagai akibat tingginya serangan penyakit.

(13)

84

Berdasarkan analisis gabungan memperlihatkan bahwa umumnya karakter fisiologis tidak memberikan respon yang nyata dengan adanya perbedaan lokasi. Hal ini menunjukkan bahwa karakter fisiologis ini tidak terpengaruh dengan terjadinya penurunan elevasi dan peningkatan suhu dari 20oC menjadi 25oC. Karakter fisiologis ini khususnya karakter klorofil a, nisbah klorofil a/b, klorofil total dan ketebalan daun mampu melakukan kompensasi dengan adanya perubahan lingkungan. Untuk seleksi kedepan dalam program pemuliaan perlu difokuskan pada karakter yang tidak mampu melakukan kompensasi dengan perubahan lingkungan, khususnya cekaman suhu tingg. Perubahan anatomis pada tanaman terhadap cekaman suhu tinggi meliputi berkurangnya ukuran sel, penutupan stomata dan terbatasnya kehilangan air, meningkatnya kepadatan stomata dan trikorma, pembesaran pembuluh xilem pada akar dan tajuk (Anon et al. 2004).

Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan (Tabel 25 dan 26) karena adanya perubahan partisi ragam dan memperlihatkan bahwa setelah dilakukan partisi ragam dengan mengeluarkan musim dari model ragam nampak bahwa terdapat beberapa karakter yang tidak dipengaruhi oleh musim, namun hanya dipengaruhi oleh interaksi elevasi x genotipe yaitu karakter umur panen, persen floret hampa, jumlah biji/malai, bobot 1000 biji, jumlah malai/m2 dan bobot biji/tanaman, sedangkan karakter yang tidak dipengaruhi oleh interaksi musim x genotipe x elevasi adalah jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah biji/tanaman, klorofil a, nisbah klorofil a/b, klorofil total dan ketebalan daun. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk lingkungan bercekaman, khususnya suhu tinggi. Karakter panjang malai dan jumlah biji/tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada generasi awal dengan pertimbangan nilai heritabilitas yang tinggi masing-masing 71.82 dan 80.56 (Tabel 16), sedangkan karakter jumlah anakan produktif dan karakter fisiologis dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada generasi lanjut karena nilai heritabilitas sedang.

(14)

Tabel 26. Analisis ragam gabungan lokasi dan genotipe karakter agronomi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di Agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Karakter

Bogor Cipanas Gabungan

Lokasi Genotipe

Lokasi x

Genotipe Lokasi Genotipe

Lokasi x

Genotipe Elevasi Genotipe

Genotipe x Elevasi Tinggi tanaman 1164.16** 220.64** 38.04* 595.70** 64.69 tn 114.15* 1728.87** 243.41** 65.93tn Anakan produktif 33.47** 0.40* 0.34* 6.51 tn 0.84 tn 1.32 tn 209.22** 0.76 tn 0.52 tn Umur berbunga 954.56** 297.80** 78.86** 190.13** 11.57tn 2.01tn 384.74** 173.46** 72.70** Umur panen 2394** 191.27** 96.47** 6.42tn 83.01** 37.28 * 1935** 214.61** 60.23** Panjang malai 8.68** 2.77** 0.28** 0.01 tn 1.93 tn 1.36 tn 32.70** 3.26** 0.98 tn Jumlah spikelet 0.32tn 15.46** 1.57* 3.60 tn 9.80** 2.55* 227.55** 22.32** 2.09**

Jumlah floret hampa 2957** 118.69** 41.99** 1497** 56.00** 37.86* 1457.20** 83.86** 57.39**

Persen loret hampa 14225** 664.97** 83.57* 3667** 124.44* 88.46tn 8869 ** 434.26** 180.64**

Bobot biji/tan. 15.08tn 1.91tn 2.49tn 135.77** 8.58** 5.44 tn 516.14** 6.61** 2.77* Bobot biji/malai 1.83** 0.06** 0.02** 27450** 47.83 tn 48.01 tn 6.31** 0.12** 0.62** Jumlah malai/m2 954.56* 5270** 3429.75* 297478** 11722** 3680 tn 178829** 13155** 4112** Laju PengisianBiji 320.76* 68.35** 98.02** 266.42 tn 83.28** 31.94 tn 1177** 82.06** 61.89** Bobot 1000 Biji 759.90** 30.44** 14.43* 74.21** 28.67** 14.34 tn 550.40** 33.22** 18.40** Jumlah biji/malai 2773** 176.30** 21.27** 13573** 27.96 tn 25.12 tn 4367** 210.51** 48.12** Jumlah biji/tan. 64329** 1743** 482.92** 190777** 8408* 1849tn 470577** 7955** 1772tn Hasil 0.60* 0.19** 0.03* 18.39* 1.24** 1.10** 64.49** 0.68** 0.58**

Luas daun bendera 305.56** 32.20** 5.73tn 219.92** 37.87** 16.76** 336.08** 49.03** 12.39**

Kerapatan stomata 149.58tn 274.67** 166.86* 0.49 tn 172.23** 100.42 tn 494.70** 310.26** 136.95**

Klorofil A 68.71** 0.20tn 0.24tn 288.85** 0.35 tn 0.28 tn 122.10** 0.35 tn 0.25 tn

Klorofil B 108.42** 0.01tn 0.01tn 210.79** 0.03 tn 0.05** 102.85** 0.17 tn 0.30*

Nisbah klorofil a/b 73.63** 0.06tn 0.06tn 79.84** 0.02 tn 0.03tn 48.90** 0.34 tn 0.45 tn

Klorofil total 106.63** 0.33tn 0.41tn 398.31** 0.66 tn 0.48tn 171.25** 0.65 tn 0.43 tn

Ketebalan daun 46538** 603.50tn 531.33tn 19441** 757.72 tn 742.38tn 23925** 857.00 tn 579.55 tn

Kehijauan daun 109.73* 14.99** 3.17tn 190.78** 4.53 tn 16.85** 184.18** 9.94** 9.36**

Keterangan : * : Nyata pada taraf uji P  0,05, ** : Sangat nyata pada taraf uji P  0,01, tn : tidak nyata pada taraf uji P  0,05 dan P  0,01

(15)

86

Penampilan Karakter Agronomi Genotipe Gandum Introduksi Di Agroekosistem Tropis

Keragaan batang penting dalam penentuan produktivitas sereal karena mempengaruhi potensial hasil dan kerebahan. Uji BNT memperlihatkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif di elevasi < 400 m dpl dan elevasi > 1000 m dpl tidak berbeda nyata dibanding dengan varietas selayar sebagai varietas pembanding (Tabel 27). Sementara tinggi tanaman rata-rata di Bogor dan Cipanas genotipe H-21, G-21 dan G-18 berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas selayar. Rata – rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif di elevasi < 400 m dpl lebih rendah dibandingkan di elevasi > 1000 m dpl. Penurunan tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif diduga disebabkan oleh perbedaan elevasi kedua lokasi. Bogor berelevasi rendah dengan suhu 25oC yang lebih tinggi dibanding Cipanas elevasi tinggi dengan suhu 20oC. Pertumbuhan dan perkembangan gandum optimum berada pada kisaran 15 – 20oC. Hasil penelitian Vaz et al. (2004) menunjukkan bahwa cekaman suhu tinggi menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tandan bunga dan berat kering tanaman Psygmorchis pusilla Dodson and Dressler secara in vitro.

Tabel 27. Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan produktif

Elevasi < 400 m dpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi< 400 mdpl Elevasi> 1000 mdpl Rata-rata Oasis/skauz //4* bcn var-28 58.76 66.75 62.76 b 1.51 6.00 3.76 Hp 1744 53.10 70.65 61.87 b 1.66 5.83 3.74 Laj/mo88 52.18 66.23 59.21 b 1.32 5.71 3.52 Rabe/mo88 53.90 67.70 60.80 b 1.86 5.35 3.61 H-21 65.80 73.33 69.57 a 1.73 6.50 4.12 G-21 68.17 74.95 71.56 a 1.97 5.55 3.76 G-18 68.32 72.53 70.43 a 2.09 6.37 4.23 Menemen 54.39 66.07 60.23 b 1.83 6.48 4.16 Basribey 57.14 67.52 62.33 b 1.49 5.85 3.67 Alibey 55.31 67.47 61.39 b 1.95 6.37 4.16 Selayar 56.24 65.08 60.66 b 1.86 5.85 3.86 Rata-rata 58.48 68.93 63.71 1.75 5.99 3.87

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf 5%

(16)

Uji beda nyata memperlihatkan genotipe yang diuji di elevasi < 400 m dpl dan elevasi > 1000 m dpl memiliki umur berbunga dan umur panen yang berbeda dengan varietas pembanding. Genotipe yang memiliki umur berbunga dan umur panen nyata lebih genjah dibandingkan varietas Selayar adalah HP 1744 di elevasi < 400 m dpl, sementara di elevasi > 1000 m dpl umur berbunga tidak berbeda dengan varietas Selayar. Umur panen genotipe HP1744 berbeda nyata lebih genjah dibanding varietas Selayar. Fase reproduksi pada berbagai tanaman yang paling peka terhadap suhu tinggi adalah gametogenesis (8-9 hari sebelum anthesis) dan pembuahan (1-3 hari setelah anthesis) (Foolad, 2005). Respon genotipe dan gametophytes jantan dan betina terhadap suhu tinggi bervariasi, namun umumnya ovula lebih sensitif daripada serbuk sari (Peet and Willits 1998). Umur berbunga dan umur panen genotipe gandum introduksi disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28. Umur berbunga dan umur panen genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Umur berbunga (Hari) Umur panen (Hari)

Elevasi < 400 m dpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi < 400 m dpl Elevasi > 1000 m dpl Rata-rata Oasis/skauz //4* bcn var-28 61d-g 61d-g 61bc 87kl 98c-g 93b-d Hp 1744 43d 61ef 52e 78n 96d-h 87e Laj/mo88 68ab 61d-f 64ab 94g-i 99c-g 97ab Rabe/mo88 58fg 60d-g 59d 90i-l 95f-h 92b-d

H-21 64a-d 60d-g 62a-d 92h-i 102a-c 97ab

G-21 69a 64b-e 66a 97d-g 104ab 101a

G-18 66a-c 62c-f 64ab 95e-h 106a 100a

Menemen 64b-e 64b-e 64a-c 89j-l 99 c-f 94b-d

Basribey 62b-e 63b-e 62a-d 86lm 95 g-i 90de

Alibey 57c-f 62c-f 59cd 82mn 100c-e 91c-e

Selayar 59e-f 60e-f 59cd 91h-k 100b-d 96bc

Rata-rata 61 62 61 89 99 94

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Karakter panjang malai genotipe gandum introduksi di elevasi < 400 m dpl dan elevasi > 1000 m dpl tidak memperlihatkan perbedaan nyata dengan varietas Selayar, namun rata-rata kedua elevasi memperlihatkan perbedaan yang nyata antara genotipe yang diuji dengan varietas pembanding (Tabel 29). Terdapat lima genotipe yang memiliki panjang malai lebih panjang dibanding varietas Selayar

(17)

88

yaitu HP 1744, H-21, G-21, G-18 dan menemen. Karakter jumlah spikelet genotipe gandum introduksi kedua lokasi berbeda nyata dengan varietas Selayar. Genotipe-genotipe yang memiliki jumlah spikelet nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar di kedua elevasi adalah H-21, G-21, G-18, Menemen dan Basribey. Kedua karakter panjang malai dan jumlah spikelet mengalami penurunan dengan penurunan elevasi.

Untuk mendapatkan genotipe yang toleran suhu tinggi, khususnya di lingkungan elevasi rendah perlu dilakukan seleksi genotipe dengan tingkat kehampaan floret yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah floret hampa dan persentase floret hampa dikedua elevasi masih sangat tinggi (Tabel 30). Genotipe yang diuji berbeda nyata dengan varietas Selayar, tetapi tidak terdapat genotipe yang betul-betul menunjukkan jumlah floret hampa dan persentase floret hampa konsisten lebih rendah dibanding varietas Selayar. Tingginya jumlah floret hampa dan persentase floret hampa dikedua elevasi, khususnya elevasi < 400 m dpl (Bogor) yang lebih tinggi diduga disebabkan oleh kegagalan pada berkembangnya tepung sari, sehingga tidak mampu memproduksi biji. Pengaruh sangat negatif dari suhu pada suhu musim panas selama pengisian bulir terkait langsung dengan hasil panen gandum (Kristensen et al. 2011; Brisson et al. 2010)

Tabel 29. Panjang malai dan jumlah spikelet genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Panjang malai (cm) Jumlah spikelet

Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi< 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Oasis/skauz //4*

bcn var-28 7.40 8.67 8.03a-c 14.67i 19.00c-e 16.83c-e

Hp 1744 6.53 9.75 8.14a-c 12.56j 17.35gh 14.96f Laj/mo88 6.33 8.73 7.53c 12.94j 18.60ef 15.77ef Rabe/mo88 6.39 8.05 7.22c 12.84j 17.55fg 15.19f H-21 7.94 9.29 8.61ab 16.28h 20.02a-c 18.15ab G-21 8.27 9.41 8.84ab 17.09gh 20.53ab 18.81a G-18 8.21 9.68 8.94a 16.56gh 20.70ab 18.63a Menemen 7.46 8.83 8.14a-c 15.12i 21.07a 8.09ab

Basribey 7.36 8.53 7.94a-c 16.29h 19.58b-e 17.94a-c

Alibey 7.23 8.48 7.85bc 14.68h 19.83b-c 17.26b-d

Selayar 7.11 8.93 8.02a-c 14.06h 18.82de 16.44de

Rata-rata 7.29 8.94 8.12 14.83 19.37 17.10

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter jumlah biji/malai di kedua elevasi dan antar genotipe yang diuji berbeda nyata. Karakter jumlah biji/tanaman tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antar genotipe yang diuji, walaupun terdapat perbedaan yang sangat nyata jumlah biji/tanaman antar elevasi (Tabel 31). Baik karakter jumlah biji/malai maupun jumlah biji/ tanaman mengalami penurunan mencapai 50% dengan kenaikan suhu. Genotipe yang memperlihatkan jumlah biji/malai berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar di kedua lokasi adalah genotipe G-18, Menemen, Basribey dan Alibey.

Tabel 30. Persentase floret hampa dan jumlah floret hampa genotipe gandum pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Persentase floret hampa Jumlah floret hampa

Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi <400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Oasis/skauz

//4* bcn var-28 46.39ef 44.01e-g 45.20cd 20.59e-h 25.08c-e

22.84bc

Hp 1744 73.34a 46.77ef 60.05a 27.57bc 24.31c-f 25.94a-c

Laj/mo88 67.19ab 41.55f-h 54.37ab 25.93bc 23.23c-g 24.58bc Rabe/mo88 66.62ab 36.98g-i 51.80a-c 25.63b-d 19.38gh 22.50bc

H-21 62.30bc 35.07hi 48.69b-d 30.21ab 21.14d-h 25.67bc

G-21 65.76ab 43.73e-g 54.74ab 34.24a 27.09bc 30.67a

G-18 51.23de 43.27e-h 47.25b-c 25.76b-d 27.06bc 26.41ab Menemen 43.07e-h 40.06f-h 41.56d 19.70f-h 25.03c-e 22.36bc Basribey 50.71de 30.63i 40.67d 24.74c-e 17.94h 21.34c Alibey 44.32e-g 43.34e-h 43.83cd 19.57gh 25.73b-d 22.65bc Selayar 57.20cd 42.96e-h 50.08bc 24.29c-f 24.33c-e 24.31bc

Rata-rata 57.10 40.76 48.93 25.29 23.67 24.48

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Penurunan jumlah biji/tanaman di Cipanas (246 biji) menurun menjadi 56 biji di Bogor. Suhu tinggi merupakan penyebab gugur bunga, sehingga menurunkan biji per tanaman dan hasil biji pada tanaman Brassica napus (Angga et al. 2000) B. rapa (Morrison & Stewart, 2002) dan B. juncea (Gan et al. 2004). Reproduksi terutama untuk menghasilkan biji sering tertekan oleh tingginya suhu sehingga meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan vegetatif. Inisiasi bunga berkurang pada suhu lebih dari 32 °C dan pembentukan biji tertunda pada 30-40 °C (Thomas et al. 2003). Porter dan Gawith (1999) melaporkan suhu optimal untuk pengisian bulir gandum berada antara 19.3OC dan 22.1OC.

(19)

90

Tabel 31. Jumlah biji/malai dan jumlah biji/tanaman genotipe gandum pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Jumlah biji/malai Jumlah biji/tanaman

Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata- rata Oasis/skauz

//4* bcn var-28 23.58gh 29.07e-g 26.32b-d 61.60 210.07 135.83a-c

Hp 1744 10.33j 26.27fg 18.30e 28.64 183.85 106.25c

Laj/mo88 13.85ij 33.14c-e 23.50c-e 38.42 228.21 133.3a-c

Rabe/mo88 12.45j 33.27c-e 22.86de 37.77 216.38 127.08bc H-21 16.15ij 39.89ab 28.02a-d 50.63 309.24 179.94ab G-21 15.60ij 36.65a-d 26.13b-d 50.58 241.25 145.92a-c G-18 23.45gh 37.25a-d 30.35ab 81.76 272.82 177.29ab Menemen 25.67g 40.45a 33.06a 76.88 301.87 189.38a Basribey 23.60gh 38.20a-c 30.90ab 63.48 267.68 165.58ab

Alibey 23.79gh 34.20b-e 29.00a-c 72.38 251.77 162.07a-c

Selayar 19.64hi 31.78d-f 25.71b-d 57.61 219.98 138.80a-c

Rata-rata 18.92 34.56 26.74 56.34 246 151

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Penurunan jumlah biji/malai dan jumlah biji/tanaman berdampak langsung terhadap penurunan karakter bobot biji/malai dan bobot biji/tanaman. Hal ini terlihat pada Tabel 32, bahwa karakter bobot biji/malai dan rata-ratanya berbeda nyata antar genotipe yang diuji baik dalam lokasi maupun antar lokasi. Karakter bobot biji/tanaman hanya memperlihatkan perbedaan nyata antar genotipe di rata-rata kedua lokasi pengujian. Hanya genotipe Menemen memiliki bobot biji/malai (0.81g) berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar (0.68 g) di kedua lokasi pengujian, karakter bobot biji/tanaman genotipe Menemen paling tinggi dibanding genotipe lain dan varietas Selayar.

Tanaman sereal hanya dapat menerima rentang suhu yang sempit, yang jika melebihi selama fase pembungaan dapat merusak pembuahan dan produksi benih, sehingga mengurangi hasil (Porter 2005). Gerbang et al. (2010) telah menghitung efek dari cekaman suhu tinggi selama pengisian bulir menggunakan jumlah hari dimana suhu maksimum melebihi 250C selama pengisian bulir sebagai indikator. Studi-studi ini menunjukkan bahwa setiap hari di atas 25OC dapat dihubungkan dengan kerugian rata-rata sekitar 0.8 g dari seribu bobot biji, yang setara dengan 0.15 t.ha-1 kehilangan hasil.

(20)

Tabel 32. Bobot biji/malai dan bobot biji/tanaman genotipe gandum pada pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Bobot biji/malai (g) Bobot biji/tanaman (g) Elevasi < 400 m dpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi < 400 m dpl Elevasi > 1000 m dpl Rata-rata Oasis/skauz// 4*bcn var-28 0.40g-i 0.93ef 0.67cd 1.05 6.73 3.89ab Hp 1744 0.21j 0.96ef 0.59d 0.59 6.59 3.59b Laj/mo88 0.38hi 1.08c-e 0.73b-d 2.47 7.36 4.92ab Rabe/mo88 0.25ij 1.07c-e 0.66cd 2.32 6.97 4.64ab H-21 0.39hi 1.31a 0.85ab 1.25 10.19 5.72a G-21 0.37h-j 1.13b-d 0.75b-d 1.21 7.59 4.40ab G-18 0.56g 1.30ab 0.93a 1.99 9.44 5.72a Menemen 0.49gh 1.14b-d 0.81a-c 1.47 8.43 4.95ab

Basribey 0.46gh 1.18a-c 0.82a-c 1.26 8.32 4.79ab

Alibey 0.41g-i 1.00d-f 0.70b-d 1.23 7.45 4.34ab

Selayar 0.47gh 0.89f 0.68 cd 1.37 6.17 3.77b

Rata-Rata 0.40 1.09 0.74 1.47 7.75 4.61

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Pengujian genotipe di agroekosistem tropis, menunjukkan bahwa karakter laju pengisian biji dan jumlah malai berbeda nyata antar genotipe yang diuji dan antar lokasi, demikian halnya dengan rata-rata kedua lokasi (Tabel 33). Rata-rata laju pengisian biji di Bogor lebih cepat 8 hari dibanding lokasi Cipanas. Hal ini disebabkan karena lokasi di Bogor merupakan lokasi dengan elevasi rendah dengan suhu yang lebih tinggi 5oC dibanding lokasi Cipanas. Hasil penelitian Yang et al. (2002) menunjukkan bahwa semakin peka tanaman terhadap suhu tinggi maka waktu pengisian biji menjadi lebih pendek dan bobot biji yang dihasilkan pun menjadi berkurang. Semenov (2009) menggunakan pendekatan yang sama untuk mengevaluasi genotipe kemungkinan toleran terhadap cekaman suhu tinggi yaitu sekitar waktu bunga mekar dan waktu pembentukan jumlah biji sangat rentan. Pendekatan ini memungkinkan untuk mengukur kemajuan waktu keluar bunga yang akan diperlukan untuk mengkompensasi peningkatan cekaman suhu tinggi.

(21)

92

Tabel 33. Laju pengisian biji dan jumlah malai/meter2 genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Laju pengisian biji (Hari) Jumlah Malai (m2) Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi< 400 mdpl Elevasi > 1000mdpl Rata-rata Oasis/skauz// 4*bcn var-28 26.17j-l 37.33b-f 31.75 ab 228.8g-i 359.5 ab 294.1 ab Hp 1744 35.00c-g 34.75d-h 34.88 a 247.0e-h 263.6d-g 255.3 bcd Laj/mo88 26.83i-l 37.83a-e 32.33 ab 175.9 j 258.4e-g 217.2 d Rabe/mo88 31.67f-j 34.67d-h 33.17 ab 186.7 ij 275.7d-f 231.2 cd H-21 27.58i-l 42.00ab 34.79 a 230.2g-i 308.9 cd 269.5 abc G-21 28.33i-l 40.67a-c 34.50 a 164.5 j 289.7 de 227.1 cd G-18 28.92h-l 43.58a 36.25 a 202.9h-j 239.5f-h 221.2 d Menemen 25.50kl 35.42c-g 30.46 ab 230.8f-i 342.6a-c 286.7 ab Basribey 24.25l 31.25g-k 27.75 b 236.0f-h 338.4 bc 287.2 ab Alibey 25.67kl 37.50b-f 31.58 ab 238.7f-h 385.5 a 312.1 a Selayar 32.67e-i 39.92a-d 36.29 a 248.3e-g 306.1 cd 277.2 ab

Rata-Rata 28.42 37.72 33.07 217.26 306.18 261.72

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Rata-rata jumlah malai/m2 (217.26) di Bogor nyata lebih rendah dibanding di Cipanas. Penurunan jumlah malai di Bogor diduga akibat suhu tinggi yang menyebabkan jumlah benih yang berkecambah menjadi berkurang dan menghambat pembentukan jumlah anakan. Suhu dapat menentukan perkecambahan biji, pertumbuhan akar, pembentukan akar, dan pembungaan (Kigel 1994).

Respon hasil dipengaruhi oleh lingkungan namun juga bagaimana sifat tersebut berhubungan satu sama lain dipengaruhi secara berbeda tergantung pada lingkungan yang dianalisis. Karakter bobot 1000 biji dan hasil memperlihatkan perbedaan yang nyata antar genotipe dan antar lokasi serta rata-rata lokasi (Tabel 34). Tidak terdapat genotipe yang berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar di Bogor untuk karakter bobot 1000 biji dan hasil. Terdapat dua genotipe yang memiliki hasil berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar yaitu Barisbey dan Alibey. Hasil penelitian menunjukkan genotipe unggul berdaya hasil tinggi menunjukkan peningkatan jumlah malai/m2, berat 1000 biji, penurunan umur berbunga dan umur panen (Aisawi et al. 2010).

(22)

Tabel 34. Bobot 1000 biji dan hasil genotipe gandum introduksi agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Bobot 1000 biji (g) Hasil (kg.p-1)

Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Oasis/skauz//

4*bcn var-28 22.34f-j 28.21a-d 25.27a-c 0.73fg 2.75c-e 1.74b-d

Hp 1744 23.22f-j 30.49ab 26.86a 0.36gh 2.92b-d 1.64b-d Laj/mo88 21.78g-j 30.07ab 25.93ab 0.31h 2.38e 1.35d Rabe/mo88 20.40ij 30.73a 25.56a-c 0.35gh 2.62de 1.48cd H-21 25.14d-g 27.18a-e 26.16ab 0.54f-h 3.06bc 1.80bc G-21 24.08e-i 28.94a-c 26.51ab 0.39f-h 2.48e 1.43cd G-18 26.92be 27.36a-e 27.14a 0.73fg 2.41e 1.57b-d Menemen 19.98j 23.98e-i 21.98c 0.69f-h 3.12bc 1.90ab Basribey 21.37h-j 25.99c-f 23.68a-c 0.62f-h 3.27b 1.95ab Alibey 20.69ij 25.51c-f 23.10bc 0.71fg 3.74a 2.22a Selayar 25.03d-h 27.25a-e 26.14ab 0.78f 3.06bc 1.92ab Rata-Rata 22.81 27.79 25.30 0.56 2.89 1.73

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Penampilan Karakter Fisiologis Genotipe Gandum Introduksi Di Agroekosistem Tropis

Hasil penelitian (Tabel 35) menunjukkan bahwa luas daun berbeda nyata antar genotipe di kedua lokasi pengujian. Genotipe H-21, G-21 dan G-18 menunjukkan perbedaan yang nyata lebih luas dibandingkan dengan varietas Selayar di kedua lokasi. Penurunan luas daun diduga akibat penurunan elevasi yang diikuti dengan peningkatan suhu, berpengaruh terhadap penurunan produksi. Luas daun yang tinggi akan menghasilkan assimilat hasil fotosintesis yang mencukupi dalam pembentukan sink. Penurunan luas daun juga diikuti oleh penurunan kerapatan stomata daun. Rata-rata penurunan kerapatan stomata di Cipanas (60.3) menurun menjadi (53.70), walaupun penurunan ini dimasing-masing lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rata-rata kerapatan stomata kedua lokasi berbeda nyata antar genotipe, namun tidak terdapat genotipe yang berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar.

(23)

94

Tabel 35. Luas daun bendera dan kerapatan stomata genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe

Luas daun bendera Kerapatan stomata

Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi <400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Oasis/skauz// 4*bcn var-28 10.90fg 12.61d-f 11.76c 45.44 56.19 50.81cd Hp 1744 9.03g-i 17.38ab 13.20bc 50.96 49.26 50.11d

Laj/mo88 7.83hi 14.05c-e 10.94c 48.41 65.11 56.76a-d

Rabe/mo88 7.49i 13.65c-e 10.57c 56.90 66.53 61.71a-c

H-21 12.74d-f 16.36a-c 14.55ab 50.11 56.62 53.36b-c

G-21 14.80b-d 17.73a 16.26a 53.08 56.90 54.99a-d

G-18 13.68c-e 18.90a 16.29a 60.72 63.69 62.21ab

Menemen 10.07f-i 14.30c-e 12.18bc 64.97 65.39 65.18a

Basribey 11.97ef 12.05ef 12.01bc 43.31 61.15 52.23b-d

Alibey 10.14f-i 12.10d-f 11.12c 57.32 64.83 61.08a-c

Selayar 10.22f-h 14.61c-e 12.42bc 59.45 54.64 57.04a-d

Rata-Rata 10.81 14.88 12.84 53.70 60.03 56.86

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

Selain kerapatan stomata, ukuran dan bentuk stomata di Bogor, lebih kecil mengecil dan tidak beraturan bentuknya pada genotipe dan varietas yang diduga peka terhadap suhu tinggi. Perubahan ukuran stomata akibat suhu tinggi, diduga terkait dengan upaya mengurangi kehilangan air dari jaringan daun tanaman. Status air tanaman adalah variabel yang paling penting karena perubahan suhu (Mazorra et al. 2002). Pada kondisi cekaman lingkungan yang tinggi genotipe akan mengadaptasikan diri dengan cara menurunkan kerapatan stomata (Logan et al. 1999). Pada tingkat tanaman, perubahan yang terjadi umumnya adanya kecenderungan penurunan ukuran sel, penutupan stomata dan pengurangan kehilangan air, peningkatan kerapatan stomata dan trichoma, ukuran pembuluh xilem yang lebih besar pada akar dan tunas (Anon et al. 2004). Menurut Zhang et al. (2005), cekaman suhu tinggi mengakibatkan kerusakan pada struktur seluler termasuk organel dan sitoskeleton

(24)

Tabel 36. Klorofil a, klorofil b dan nisbah klorofil a/bgenotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011 Genotipe

Klorofil a Klorofil b Nisbah klorofil a/b

Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi <400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Elevasi <400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Rata-rata Oasis/skauz// 4*bcn var-28 2.39 3.63 3.01 1.94 2.34 2.14 1.20 1.26 1.23 Hp 1744 2.52 3.68 3.10 0.72 0.92 0.82 1.59 1.23 1.41 Laj/mo88 2.47 3.80 3.14 0.77 0.95 0.86 1.40 1.35 1.38 Rabe/mo88 2.30 3.77 3.03 0.69 0.96 0.83 1.43 1.38 1.40 H-21 2.52 3.22 2.87 0.75 0.78 0.77 1.44 1.34 1.39 G-21 2.46 3.20 2.83 0.75 0.80 0.77 1.30 1.31 1.31 G-18 2.24 3.27 2.75 0.70 0.79 0.75 1.39 1.33 1.36 Menemen 2.61 3.89 3.25 0.76 1.05 0.91 1.45 1.16 1.30 Basribey 2.68 3.83 3.25 0.77 0.95 0.86 1.44 1.31 1.37 Alibey 2.86 3.58 3.22 0.89 0.91 0.90 1.46 1.23 1.35 Selayar 2.68 3.50 3.09 0.82 0.85 0.83 1.39 1.34 1.37 Rata-Rata 2.52 3.58 3.05 0.87 1.03 0.95 1.41 1.29 1.35

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

9

(25)

96

Penampilan Karakter fisiologis khususnya karakter klorofil a, klorofil b, nisbah klorofil a/b, klorofil total dan ketebalan daun tidak berbeda nyata antar genotipe yang diuji dan kedua lokasi (Tabel 36 dan 37). Namun rata-rata genotipe yang diuji mengalami penurunan pada karakter klorofil a, klorofil b, dan klorofil total seiring dengan penurunan elevasi dari Cipanas ke biotrop. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter fisiologis seperti klorofil a, klorofl b, dan klorofil total tidak mempengaruhi aktivitas fisiologis dari genotipe yang diuji. Sehingga perbaikan karakter perlu difokuskan ke karakter agronomi, sedang karakter fisiologis dalam perbaikan varietas toleran suhu tinggi adalah genotipe yang mampu mempertahankan aktivitas fisiologis dengan baik.

Sementara karakter klorofil a/b dan ketebalan daun mengalami peningkatan dengan penurunan elevasi (Tabel 36 dan 37). Hal ini diduga bahwa salah satu mekanisme tanaman toleran suhu tinggi dengan meningkatkan ketebalan daun. Genotipe tomat maupun tebu berbeda dalam kapasitas mereka untuk termotoleran, peningkatan klorofil nisbah a/b yang diamati pada genotipe toleran di bawah suhu tinggi, menunjukkan bahwa perubahan ini berhubungan dengan tomat termotoleran (Camejo et al. 2005; Wahid & Ghazanfar, 2006).

(26)

Tabel 37. Klorofil total, ketebalan daun dan kehijauan daun genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011 Genotipe Klorofil total Rata-rata Ketebalan daun Rata-rata Kehijauan daun Rata-rata Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Elevasi < 400 mdpl Elevasi > 1000 mdpl Oasis/skauz// 4*bcn var-28 3.27 4.67 3.97 196.84 165.64 181.24 42.72d-f 45.43ab 44.08 ab Hp 1744 3.34 4.77 4.05 177.02 169.98 173.50 41.75 f 43.07 c-f 42.41 b Laj/mo88 3.29 4.87 4.08 185.14 185.08 185.11 41.32 f 45.40 ab 43.36 b Rabe/mo88 3.11 4.85 3.98 203.24 188.75 195.99 41.28 f 45.83 a 43.56 b H-21 3.38 4.10 3.74 189.04 175.69 182.37 42.88 c-f 45.98 a 44.43 ab G-21 3.32 4.09 3.70 210.17 195.96 203.06 41.10 f 45.62 a 43.36 b G-18 3.02 4.17 3.59 204.29 175.59 189.94 43.17 b-f 45.62 a 44.39 ab Menemen 3.51 5.05 4.28 192.94 193.01 192.97 41.83 f 44.67 a-e 43.25 b Basribey 3.58 4.95 4.27 186.98 168.90 177.94 42.58 ef 45.07a-c 43.83 ab

Alibey 3.84 4.64 4.24 204.68 164.79 184.73 42.42ef 44.88a-d 43.65 b

Selayar 3.59 4.51 4.05 194.71 174.34 184.53 46.80 a 45.17a-c 45.98 a

Rata-Rata 3.39 4.61 4.00 195.00 177.97 186.49 42.53 45.16 43.84

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

(27)

98

Stabilitas Hasil Genotipe- Gandum Introduksi Di Agroekosistem Tropis

Penampilan hasil genotipe introduksi di agroekosistem tropis dengan elevasi yang berbeda memperlihatkan respon sangat beragam dan beberapa diantaranya memiliki potensi dan rata-rata hasil yang nyata lebih unggul dibanding dengan varietas Selayar, namun tidak terdapat genotipe yang memiliki potensi dan rata-rata hasil yang konsisten di dua lokasi baik pada MH maupun MK. Tidak adanya genotipe yang konsisten khususnya di Bogor diduga karena elevasi yang rendah dengan suhu yang tinggi. Di Bogor MH/MK dan rata-rata hasil tidak memperlihatkan adanya genotipe yang memiliki potensi dan rata-rata hasil berbeda nyata lebih tinggi dibanding dengan varietas Selayar, demikian halnya di Cipanas MH. Sementara di Cipanas MK terdapat dua genotipe dengan potensi hasil berbeda nyata lebih tinggi dibanding varietas Selayar yaitu Basribey (4.31 t.ha-1) dan Alibey (4.74). Potensi hasil didefinisikan sebagai hasil dari suatu genotype saat ditumbuhkan dalam suatu lingkungan yang adaptif, dengan hara dan air tidak terbatas serta dengan cekaman hama, penyakit, gulma dan faktor cekaman lainnya yang dikontrol secara efektif (Fischer 1999). Hasil gandum introduksi di agroekosistem tropis disajikan pada Tabel 38

Tabel 38. Hasil gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011

Genotipe Elevasi < 400 m dpl Elevasi > 1000 m dpl Rata-rata

MH10 MK11 MH10 MK 11

Oasis/skauz//4*bcn var-28 0.86 g-j 0.66 g-j 1.81 d-j 3.70 a-c 1.76 ab

Hp 1744 0.46 j 0.71 g-j 2.58 c-e 3.26 a-d 1.75 ab Laj/mo88 0.44 j 0.62 h-j 2.61 c-e 2.16 c-h 1.46 b Rabe/mo88 0.51 j 0.28 j 2.79 b-e 2.45 c-f 1.51 ab H-21 0.69 g-j 0.48 j 2.69 c-e 3.42 a-c 1.82 ab G-21 0.43 j 0.32 j 2.13 c-i 2.83 b-e 1.43 b G-18 0.73 g-j 0.36 j 1.52 e-j 3.30 a-d 1.47 b

Menemen 0.63 h-j 0.41 j 2.59 c-e 3.65 a-c 1.82 ab

Basribey 0.74 g-j 0.74 g-j 2.23 c-g 4.31 ab 2.01 ab

Alibey 0.78 g-j 0.25 j 2.74 b-e 4.74 a 2.13 a

Selayar 0.98 f-j 0.56 ij 2.77 b-e 3.36 a-d 1.92 ab

Rata-Rata 0.66 0.49 2.40 3.38 1.73

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf uji 5%

(28)

Gambar 15 memperlihatkan penampilan potensi dan rata-rata hasil genotipe-genotipe gandum di Bogor jauh lebih rendah dibandingkan di Cipanas. Tidak terdapat genotipe-genotipe yang konsisten mengungguli genotipe lain di lokasi dan musim yang berbeda. Genotipe Alibey merupakan genotipe yang memiliki hasil tertinggi di elevasi > 1000 m dpl (Cipanas) MK 11 di ikuti oleh Basribey dan Oasis dengan hasil masing-masing 4.74 t.ha-1, 4.31 t.ha-1dan 3.70 t.ha-1. Berdasarkan rata-rata elevasi hasil tertinggi terdapat pada gentotipe Alibey (2.13 t.ha-1). Menurut Petersen (1994) bahwa hasil panen merupakan karakter kuantitatif sehingga faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap penampilan hasil tanaman, terlebih lagi jika dihadapkan pada sebagian kondisi lingkungan mengalami cekaman. Pengujian di lingkungan yang memiliki perbedaan sangat ekstrim (optimal dan lingkungan bercekaman) memang sangat menyulitkan untuk mendapatkan genotipe toleran dengan potensi hasil yang baik. Namun demikian pengujian ini setidaknya memberikan gambaran bagaimana respon genotipe-genotipe ini jika ditanam pada lingkungan yang berbeda.

Gambar 15 Kurva respon penampilan potensi dan rata-rata hasil galur gandum di Agroekosistem tropis.

(29)

100

Stabilitas Hasil Model AMMI

Berdasarkan analisis ragam gabungan (Tabel 26) memperlihatkan lokasi, genotipe dan interaksi genetik x lingkungan terhadap karakter hasil. Perbedaan tanggap genotipe yang diuji pada setiap lingkungan mencerminkan adanya variasi lingkungan pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa karakter hasil diantara ke sebelas genotipe yang diuji tanggapnya terhadap ke dua lokasi MH dan MK untuk tidak sama. Hal ini dapat diartikan bahwa diantara genotipe tersebut terdapat genotipe yang tumbuh baik pada lokasi dan musim tertentu dan memberikan penampilan hasil baik. Yang dan Baker (1991), melukiskan interaksi genotipe x lingkungan sebagai perbedaan yang tidak tetap diantara genotipe-genotipe yang ditanam dalam satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Bentuk interaksi tersebut penting diketahui karena dapat menghambat kemajuan seleksi dan sering mengganggu dalam pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas (Eberhart-Russell 1966) dan seringkali menyulitkan pengambilan kesimpulan secara sahih jika suatu percobaan varietas.genotipe dalam kisaran lingkungan yang luas (Nasrullah 1981). Analisis ragam model AMMI2 untuk hasil genotipe gandum introduksi di Agroekosistem tropis disajikan pada Tabel 39 Tabel 39. Analisis ragam model AMMI2 untuk hasil genotipe gandum introduksi di Agroekosistem tropis.

Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F PROB

Genotipe 10 2.261 0.226 Lokasi 3 64.490 21.496 Genotipe x Lokasi 30 5.786 0.193 Ammi 1 12 4.333 0.361** 4.472 0.002 Ammi 2 10 1.229 0.123* 4.37 0.024 Ammi 3 8 0.225 0.281 1 Total 43 72.537

Analisis ragam gabungan dengan model AMMI menunjukkan bahwa banyaknya komponen yang dapat dipertimbangkan dan berpengaruh nyata adalah AMMI 1 dan AMMI 2 (Tabel 40). Pengaruh utama interaksi dengan penggunaan model AMMI 1 dapat menerangkan sebesar 98% (Gambar 14) dan AMMI 2 dengan dua komponen ini menerangkan keragaman interaksi sebesar 96.1% (Gambar 15), sehingga baik model AMMI 1 dan AMMI 2 yang tidak dapat dijelaskan oleh model ini hanya sebesar 2% dan 3.9%.

(30)

Hasil plot IPCA 1 pada model AMMI 1 menunjukkan bahwa genotipe 6 (G-21) dan genotipe 3 (LAJ/MO88) mempunyai rata – rata indeks penampilan hasil terendah, sedangkan genotipe 10 mempunyai rata-rata indeks penampilan hasil tertinggi. Pada gambar 16 terlihat bahwa genotipe 1 (OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28) dan 2 (HP1744) memiliki rata-rata indeks penampilan hasil yang sama tetapi pengaruh interaksinya dengan lokasi berbeda. Menurut Sumertajaya (2005) bahwa untuk mengetahui daya adaptasi tanaman secara komprehensip dapat dilakukan dengan penggabungan respon yang selanjutnya disebut sebagai indeks penampilan tanaman.

Stabilitas hasil adalah kemampuan genotipe untuk mempertahankan daya hasil terhadap perubahan kondisi lingkungan. Model AMMI (additive main effect and multiplicative interaction) merupakan suatu model gabungan dari pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikasi pada analisis komponen utama (Mattjik & Sumertajaya 2000). Struktur interaksi antara genotipe dan lokasi dapat dilihat dari biplot AMMI 2. Hasil biplot ini dapat menggambarkan keragaman interaksi sebesar 96.1 %.

(31)

102

Dari hasil biplot AMMI 2, nampak bahwa Analisis model biplot AMMI 2 ini mampu memetakan genotipe stabil, genotipe belum stabil dan genotipe yang spesifik lokasi. Genotipe HP 1744, H-21 dan Selayar (pembanding) merupakan genotipe stabil. Genotipe yang mempunyai respon stabil adalah genotipe yang posisinya mendekati titik nol. Hasil biplot AMMI 2 ini belum memperlihatkan genotipe yang stabil melebihi hasil dari varietas pembanding yaitu varietas Selayar (1.92 t.ha-1) (Gambar 17).

Genotipe G-21 termasuk genotipe stabil, namun memiliki rata-rata hasil di bawah dari rata lingkungan (1.73 t.ha-1). Genotipe belum stabil dengan hasil lebih tinggi dari varietas pembanding adalah genotipe Basribey dan Alibey, sedangkan genotipe menemen temasuk genotipe yang spesifik lokasi di Cipanas musim kering. Genotipe yang hasilnya cenderung baik bila diadaptasikan pada daerah tertentu dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan terus dengan tujuan untuk mendapatkan varietas unggul spesifik lokasi, seperti genotipe Menemen.

(32)

Tabel 40 memperlihatkan bahwa kisaran hasil dari semua lingkungan pengujian antara 1.43 – 2,13 t.ha-1 dengan genotipe tertinggi adalah Alibey (2,13 t.ha-1) diikuti Basribey (2,00 t.ha-1), Selayar (1,92 t.ha-1), H-21 dan Menemen masing-masing (1,82 t.ha-1) dan terendah genotipe G-21 (1.43 t.ha-1). Kriteria genotipe stabil adalah genotipe yang memiliki nilai koefisien regresi = 1 dengan galat baku, kuadrat interaksi dan kudrat regresi yang kecil, sementara genotipe yang tidak stabil atau spesifik lokasi memiliki nilai koefisien regresi > 1 dengan nilai galat baku, kuadrat interaksi dan kudrat regresi yang besar. Berdasarkan kriteria di atas maka genotipe stabil adalah HP1744, H-21 dan Selayar, kestabilan genotipe ini ditampilkan pada Gambar 17

Tabel 40. Rata-rata hasil, galat baku, kuadrat tengah interaksi dan kuadrat tengah regresi sebelas genotipe gandum introduksi di agroekosistem tropika

Genotipe Rata-rata Bi Galat Baku Kuadrat interaksi Kuadrat Regresi MS-DEV Oasis/skauz//4*bcn 1.76 0.95 0.21 0.17 0.02 0.25 Hp 1744 1.75 0.98 0.11 0.04 0.00 0.07 Laj/mo88 1.46 0.69 0.25 0.43 0.55 0.37 Rabe/mo88 1.51 0.86 0.25 0.29 0.12 0.38 H-21 1.82 1.04 0.06 0.02 0.01 0.02 G-21 1.43 0.89 0.04 0.03 0.07 0.01 G-18 1.48 0.89 0.20 0.19 0.07 0.24 Menemen 1.82 1.12* 0.01 0.03 0.08 0.00 Basribey 2.00 1.17 0.20 0.22 0.18 0.25 Alibey 2.13 1.45 0.14 0.47 1.18 0.12 Selayar 1.92 0.96 0.09 0.03 0.01 0.05 Rata-rata 1.73 1.00 0.14 0.17 0.21 0.16

(33)

104

SIMPULAN

1. Interaksi genotipe x musim x elevasi berpengaruh nyata terhadap karakter tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah spikelet, jumlah floret, bobot biji/malai, laju pengisian biji, hasil, luas daun bendera, kerapatan stomata, klorofil b dan kehijauan daun. Terdapat karakter yang tidak dipengaruhi oleh musim yaitu karakter umur panen, persen floret hampa, jumlah biji/malai, bobot 1000 biji, jumlah malai/m2 dan bobot biji/tanaman

2. Penampilan karakter agronomi dan fisiologis mengalami penurunan seiring dengan penurunan elevasi dari elevasi >1000 m dpl ke elevasi < 400 m dpl.

3. Terdapat dua genotipe yang memiliki hasil lebih tinggi dari varietas pembanding Selayar yaitu Basribey (2.00 t.ha-1) dan Alibey (2.13 t.ha-1 ). 4. Genotipe dengan hasil stabil adalah HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82

t.ha-1) dan varietas Selayar (1.92 t.ha-1), Menemen (1.82 t.ha-1) merupakan genotipe yang spesifik lingkungan

Gambar

Tabel 25. Analisis ragam gabungan musim, elevasi dan genotipe karakter agronomi, morfologi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di  Agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011
Tabel  26.  Analisis  ragam  gabungan  lokasi  dan  genotipe  karakter  agronomi  dan  fisiologi  genotipe  gandum  introduksi  di  Agroekosistem  tropis MH 2010 dan MK 2011
Tabel 27.  Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif genotipe gandum  introduksi pada agroekosistem  tropis MH 2010 dan MK 2011  Genotipe
Tabel 28.  Umur berbunga dan umur panen genotipe gandum introduksi pada  agroekosistem  tropis MH 2010 dan MK 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan substitusi 15% isolat protein kedelai yaitu 11.6%, yang meningkat tiga kali

kualitas pelayanan yaitu Expeted lIBnice dan pen:eived service, apabila jasa yang diterima oleh pelanggan PDAM Kabupaten Sumbawa sesuai dengan haJapannya maka kualitas pelayanannya

Kelarutan dalam alkohol dapat dihitung dari banyaknya alkohol yang ditambahkan pada minyak daun kayu manis, sehingga terlarut secara sempurna yang ditandai dengan

Saya memberikan informasi terbaru yang berhubungan dengan materi pelajaran sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru yang tidak didaapatkan pada buku?. Saya menggunakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian secara keseluruhan sebesar 86,77% terletak di rentang 81- 100% yang menunjukkan persepsi masyarakat Purwokerto

Riyanto (2001 : 293) mengemukakan, apabila kebutuhan dana sudah demikian meningkatnya karena pertumbuhan perusahaan dan dana dari sumber dana intern sudah digunakan semua, maka

Dalam penelitian ini, akan dikaji lebih lanjut dengan menggunakan metode terbaru yaitu percampuran batu kapur (limestone) dengan bahan bakar batubara kualitas

Figure 3 shows that tbe watcr vapor adsorption uns influenced by the material actination and modification on watcr vapor filter. So, lhe cmdification of zeolit + cocoa