• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERI-URBAN BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN DATA TERRASAR-X ARIF NOFYAN SYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERI-URBAN BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN DATA TERRASAR-X ARIF NOFYAN SYAH"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI

BERDASARKAN CIRI TEKSTUR

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERI

BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN

DATA TERRASAR-X

ARIF NOFYAN SYAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

UTUPAN LAHAN WILAYAH PERI-URBAN

MENGGUNAKAN

(2)

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERI-URBAN

BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN

DATA TERRASAR-X

ARIF NOFYAN SYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(3)

ABSTRACT

ARIF NOFYAN SYAH. Classification of Land Cover in Peri-urban Area Based-on Textural Feature Using TerraSAR-X Data. Under the supervision of HARI AGUNG ADRIANTO dan BAMBANG H. TRISASONGKO.

Peri-urban is developed in urban or metropolitan fringe. The area has particular characteristics such as scattered settlements, slightly urbanized, fast population growth and a tendency of environmental degradation. Monitoring in this area is then required, especially to assess agricultural land conversion. This paper discusses an application of dual-polarized TerraSAR-X Spotlight Mode to retrieve various land cover in Sidoarjo, East Java. Specifically, the research studied discrimination among water bodies, rice fields, settlements, woody vegetation and industrial parks at X-band. The research compiled tonal and textural information from those land cover types and fed those signatures into statistical analysis. Decision tree classification method is applied to classify and to find most informative features. The results suggested that TerraSAR-X has capability to distinguish some land cover features; nonetheless, some objects could not have specific tonal/textural signatures, making them hard to classify.

(4)
(5)

Judul : Klasifikasi Tutupan Lahan Wilayah Peri-Urban Berdasarkan Ciri Tekstur Menggunakan Data Terrasar-X

Nama : Arif Nofyan Syah NRP : G64070031

Menyetujui:

Pembimbing 1,

Hari Agung Adrianto, S.Kom., M.Si. NIP. 19760917 200501 1 001

Pembimbing 2,

Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc. NIP. 19700903 200812 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu Komputer,

Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. NIP. 19601126 198601 2 001

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Klasifikasi Tutupan Lahan Wilayah Peri-Urban Berdasarkan Ciri Tekstur Menggunakan Data Terrasar-X, dengan baik dan lancar. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2011 sampai dengan November 2011, bertempat di Departemen Ilmu Komputer.

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik yang bersifat moral maupun materi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Atas bantuan tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta, serta adik-adikku atas semua nasehat, kasih sayang, do’a yang tulus, kesabaran, serta kata-kata bijak yang dapat menjadikan motivasi dan inspirasi, 2. Bapak Hari Agung Adrianto, S.Kom., M.Si. dan Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu, pengarahan dan saran,

3. Bapak Aziz Kustiyo S.Si., M.Kom. selaku penguji yang telah memberi banyak masukan terhadap tugas akhir yang saya kerjakan,

4. Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. selaku ketua Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberikan nasehat dan saran,

5. Teman satu bimbingan yaitu Ridwan Agung, M. Hilman Fadly, Hendra Gunawan (Hensum), Rommy Maulana Yusuf, Ana Maulida, dan Erna Piantari. Terima kasih sudah memberi dukungan, perhatian, saran, kerjasama, pengertian, dan waktunya,

6. Fanny Risnuraini yang selalu memberi semangat, kritik, saran, dukungan, perhatian, dan waktunya,

7. Muhamad Arief Fauzi, Muhamad Akbar Mulyono, Teguh Cipta, Huswantoro Anggit, Putra Wira Kurniawan, Bang Ahmad Muhtadi Rangkuti, dan Kang Asep Hamzah. Terima kasih atas pengertian, dukungan, saran, kritik, perhatian, dan waktunya,

8. Yoga Permana, Hendra Gunawan (Henjek), El Kriyar, Yuridhis Kurniawan, Ayi Immaduddin, Khamdan Amin, Dean Apriana Ramadhan, Ira Nurazizah, Ria Astriratma, Fani Wulandari, Aprilia Ramadhina, Laras M. Diva, Tri Setiowati, Dedek Apriyani, Isna Mariam, Sulma Mardiah Setiani, dan rekan-rekan ilkomerz 44 atas persahabatan, bantuan, doa, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan selama kuliah hingga penelitian ini selesai, serta kebersamaan yang diberikan selama 3 tahun ini,

9. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik secara langsung ataupun tidak.

Bogor, Januari 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari ayahanda bernama Zaza Harsza dan ibunda bernama Rohmani.

Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 12 Jakarta Timur pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun yang sama di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Algoritma dan Pemrograman pada tahun 2009 dan asisten praktikum Bahasa Pemrograman pada tahun 2010.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada tanggal 28 Juni 2010 sampai tanggal 13 Agustus 2010.

(8)

v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1

Ruang Lingkup Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Peri-urban ... 1 Radar ... 2 SAR Polarimetri ... 2 TerraSAR-X ... 2 Speckle Noise ... 3

Hamburan Balik (Backscatters) ... 3

Lee Filtering ... 3

Transformed Divergence (TD) ... 3

Convolution Kernel ... 4

Texture Filtering ... 4

Klasifikasi Pohon Keputusan (Decision Tree) ... 4

METODE PENELITIAN Alat Penelitian ... 5 Data Penelitian ... 5 Studi Pustaka ... 6 Pengumpulan Data ... 6 Pra-proses Data ... 6

Analisis Keterpisahan Kelas ... 6

Pembentukan Rule ... 6

Penerapan Rule ... 7

Perhitungan Akurasi ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Keterpisahan Kelas ... 8

Rule Berdasarkan Rona (Tone) ... 9

Rule Berdasarkan Rona (Tone) dan Tekstur (Texture) ... 10

Rule Berdasarkan Pakar (Expert Judgement) ... 10

Perhitungan Akurasi ... 12

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 12

Saran ... 12

(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi satelit TerraSAR-X. ... 2

2 Ilustrasi tiga meknisme scattering dasar. ... 3

3 Proses konvolusi dengan kernel 3x3 piksel ... 4

4 Metode penelitian ... 5

5 Citra TerraSAR-X (HH-VV) beserta lokasi pengambilan contoh. ... 6

6 Kenampakan pada citra Google Earth™. ... 7

7 Daerah contoh tiap kelas untuk data latih... 8

8 Nilai TD pasangan kelas industri dengan pemukiman padat. ... 9

9 Variasi nilai TD pasangan kelas industri dengan pemukiman menengah. ... 9

10 Nilai TD pasangan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah. ... 9

11 Nilai TD pasangan kelas pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu. ... 9

12 Fluktuasi nilai TD pasangan kelas sawah dengan vegetasi berkayu. ... 10

13 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berbasis rona... 11

14 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berbasis rona dan tekstur. ... 11

15 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berdasarkan pakar. ... 12

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rule pohon keputusan berbasis rona ... 15

2 Rule pohon keputusan berbasis rona dan seluruh tekstur ... 16

3 Rule pohon keputusan berdasarkan pakar ... 17

(10)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Wilayah peri-urban yang berkonotasi sebagai wilayah yang berada di sekitar kota dapat diartikan juga sebagai wilayah Pra-Urban. Istilah ini mengandung makna bahwa wilayah peri-urban merupakan wilayah batas antara perkotaan dan pedesaan (Yunus 2008). Terbentuknya wilayah peri-urban didorong oleh meningkatnya arus urbanisasi. Wilayah peri-urban ini dapat ditemukan di pinggiran perkotaan seperti di pinggiran Jakarta, Bogor, Surabaya, Bandung, dan kota-kota besar lainnya.

Salah satu persoalan di wilayah peri-urban adalah konversi lahan pertanian. Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman di wilayah peri-urban jika tidak dipantau akan menjadi masalah baru. Persebaran “daerah hijau” sebagai wilayah tangkapan air juga akan berkurang. Wilayah perairan juga harus mendapat perhatian, mengingat air adalah sumber kehidupan. Oleh karena itu, pemantauan lahan pertanian, pemukiman, ruang terbuka hijau, dan wilayah perairan ini menjadi penting untuk daerah peri-urban.

Pemantauan wilayah peri-urban dapat dilakukan dengan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Teknologi ini memanfaatkan wahana satelit untuk melakukan pengambilan citra kenampakan bumi dari luar angkasa. Terdapat dua sistem pencitraan yang paling banyak dimanfaatkan, yaitu sistem pasif dan sistem aktif.

Citra penginderaan jauh sistem pasif memiliki kekurangan bila diimplementasikan pada wilayah tropika basah. Pengambilan citra oleh sensor ini hanya bisa dilakukan ketika langit cerah. Jika terhalang awan, citra yang diharapkan belum dapat diperoleh dalam rekaman tunggal. Oleh karena itu, wilayah tropika basah seperti Indonesia memerlukan mekanisme pemantauan satelit yang tidak terganggu oleh adanya awan, yaitu satelit SAR (synthetic aperture radar), di antaranya adalah TerraSAR-X.

Telaah pustaka menunjukan bahwa data TerraSAR-X telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Rizal (2009) telah berhasil menggunakan data TerraSAR-X untuk memetakan sawah baku pada kawasan berbukit di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi petakan sawah dan

mengestimasi luas sawah per-petak. Martinis et

al. (2009) menunjukkan bahwa TerraSAR-X

juga dapat dimanfaatkan untuk deteksi banjir pada tingkat near real time sehingga sangat bermanfaat untuk pemantauan kejadian bencana alam. Aplikasi citra satelit ini pada bidang pemantauan lahan basah juga telah dilakukan (Hong et al. 2010). Lisini et al. (2008) telah melakukan pemetaan menggunakan data TerraSAR-X untuk pemetaan wilayah urban (perkotaan). Pendekatan yang digunakan adalah ekstraksi ciri spasial dan elemen tekstur pada data SAR asli dan berhasil memetakan persebaran wilayah pemukiman, pepohonan, dan perairan.

Penelitian ini memanfaatkan citra TerraSAR-X untuk membedakan berbagai tutupan lahan di wilayah peri-urban dengan metode klasifikasi pohon keputusan (decision

tree). Pendekatan yang digunakan adalah

berbasis rona dan ekstraksi ciri elemen tekstur. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan aturan (rule) klasifikasi yang handal dan mudah dipahami untuk tujuan tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji metodologi yang implementatif untuk memantau tutupan lahan di kawasan peri-urban memanfaatkan data SAR resolusi tinggi TerraSAR-X.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan batasan sebagai berikut:

1. Jenis tutupan lahan dibedakan menjadi 6 (enam), yaitu tubuh air, sawah, pemukiman padat, pemukiman menengah, vegetasi berkayu, dan industri.

2. Filter tekstur yang digunakan pada penelitian ini ada 4 (empat) filter, yaitu

mean, variance, data range, dan entropy.

3. Data yang digunakan adalah data polarisasi linier ganda TerraSAR-X di Sidoarjo, Jawa Timur.

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Peri-urban

Hogrewe et al. (1993) dan Iaquinta & Drescher (2000) memaparkan bahwa wilayah peri-urban sebagai batas antara perkotaan dan pedesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Secara geografis berada di pinggiran

wilayah urban, 2. Pemukiman tersebar,

(11)

2 3. Tata letak yang rumit,

4. Ketersediaan air terbatas, 5. Vegetasi berkayu sedikit, 6. Kepadatan penduduk tinggi, dan 7. Tempat perubahan sosial yang dinamis.

Radar

Radar merupakan sistem penginderaan jauh aktif karena dapat menyediakan sendiri sumber energinya. Sistem mengiluminasi medan dengan energi elektromagnetik, mendeteksi pantulan energi dari medan, dan mencatat pantulan energi sebagai sebuah citra. Sistem radar beroperasi secara bebas pada berbagai kondisi pencahayaan dan umumnya tidak tergantung pada cuaca.

Radar merupakan singkatan dari “radio

detection and ranging” bekerja pada spektrum

elektomagnetik dengan panjang gelombang 1 mm - 1 m. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Semakin besar panjang gelombang maka semakin kuat daya tembus gelombang. Panjang gelombang yang digunakan berpengaruh pada citra yang diperoleh (Sabins 2007 dalam Handayani 2011).

SAR Polarimetri

Polarisasi gelombang elektromagnetik menggambarkan orientasi vektor bidang elektrik pada titik yang diberikan selama satu periode gerakan (Ban 1996 dalam Handayani 2011). Kedalaman penembusan dari sumber gelombang mikro tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang (Sabins 2007 dalam Handayani 2011). Gelombang sinyal radar dapat ditansmisikan atau diterima dalam polarisasi yang berbeda. Sinyal dapat disaring sehingga gelombang dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang (tenaga yang tidak terpolarisasi menyebar kesemua arah tegak lurus arah perambatannya).

Suatu sinyal SAR (Synthetic Aperture

Radar) dapat ditransmisikan pada bidang

mendatar (H) ataupun tegak (V). Oleh karena itu, terdapat empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu dikirim Horizontal diterima Horizontal (HH), dikirim Horizontal diterima Vertikal (HV), dikirim Vertikal diterima Horizontal (VH), dan dikirim Vertikal diterima Vertikal (VV). Citra dengan polarisasi searah (parallel

polarization) dihasilkan dari paduan HH dan

VV. Citra polarisasi silang (cross polarization) dihasilkan dari paduan HV atau VH (Lillesand

dan Kiefer 1990 dalam Handayani 2011). Berbagai obyek dapat mengubah polarisasi energi radar yang dipantulkan sehingga bentuk polarisasi sinyal sangat memengaruhi kenampakan obyek pada citra yang dihasilkan (Sabins 2007 dalam Handayani 2011)

TerraSAR-X

TerraSAR-X merupakan satelit buatan Jerman. TerraSAR-X pertama kali diluncurkan pada 15 Juni 2007 dari Baikonur, Kazakstan. TerraSAR-X termasuk satelit dengan sensor aktif. TerraSAR-X menggunakan radar X-band berkualitas tinggi untuk pemantauan bumi di orbit polar pada ketinggian antara 512 km hingga 530 km. TerraSAR-X dirancang untuk melaksanakan tugas selama lima tahun (Gambar 1). TerraSAR-X menggunakan radar dengan panjang gelombang 31 mm dan bekerja pada frekuensi 9,6 GHz.

Gambar 1 Ilustrasi satelit TerraSAR-X (Infoterra 2011).

TerraSAR-X memiliki kelebihan yaitu independen terhadap kondisi cuaca dan pencahayaan, artinya satelit ini dapat melakukan pencitraan meskipun daerah yang diamati terhalangi oleh awan. Hal ini dapat dilakukan karena satelit ini menggunakan sensor elektromagnetik gelombang mikro. TerraSAR-X juga dapat diandalkan untuk menyediakan citra radar dengan resolusi hingga 1 m (Lisini et al. 2008).

Fitur teknis TerraSAR-X antara lain: • X-band SAR (panjang gelombang 31 mm,

frekuensi 9.6 GHz),

single, dual, dan quad polarisasi,

sudut geometri akuisisi: side-looking, perulangan orbit: sun-synchronous

dawn-dusk,

repetition rate: 11 hari; karena petak overlay, waktu kembali 2,5 hari dapat

(12)

3 • ketinggian orbit berkisar dari 512 km

hingga 530 km, dan

tiga operasional imaging mode: Spotlight,

StripMap, dan ScanSAR.

Speckle Noise

Gelombang radar dapat memengaruhi secara konstruktif atau destruktif untuk menghasilkan piksel terang dan gelap yang dikenal sebagai speckle noise. Speckle noise biasa terlihat di sistem penginderaan radar.

Speckle noise dalam data radar diasumsikan

memiliki model kesalahan multiplikative

(perkalian) dan harus dikurangi sebelum data dapat dimanfaatkan. Idealnya, speckle noise di citra radar harus benar-benar dihapus, namun dalam praktiknya noise ini dapat dikurangi secara signifikan. Secara umum, speckle noise dapat dikurangi dengan pengolahan multi-look atau spatial filtering.

Spatial filtering dikategorikan ke dalam dua

kelompok yang berbeda, yaitu non-adaptive dan adaptive. Fast Fourier Transform (FFT) adalah contoh non-adaptive filtering. Mean,

median, Lee-Sigma, Local-Region, Lee,

Gamma MAP, dan Frost filtering adalah contoh adaptive filtering (Mansourpour et al. 2006).

Hamburan Balik (Backscatters)

Koefisien hamburan balik (backscatter

coefficient) adalah ukuran kuantitatif dari

intensitas energi yang balik ke antena. Hamburan balik radar banyak dipengaruhi oleh karakteristik permukaan, seperti kekasaran permukaan (Sabins 2007 dalam Handayani 2011). Oleh karena itu, hasil interpretasi Radar ditentukan oleh hamburan balik (backscatter) dari obyek yang diterima kembali oleh sensor.

Menurut Freeman dan Durlen (1998), terdapat tiga mekanisme scattering dasar (Gambar 2):

surface scattering (single bounce):

hamburan dari suatu permukaan objek • double bounce scattering: hamburan dari

pemantul sudut dihedral, permukaan pemantul dapat terbuat dari bahan dielektrik yang berbeda, misalnya interaksi tanah-batang pohon untuk hutan

volume (canopy) scattering: hamburan yang

berkaitan dengan hamburan acak total, sehingga gelombang yang terhambur adalah gelombang yang sepenuhnya tak terpolarisasi.

Gambar 2 Ilustrasi tiga meknisme scattering

dasar: (a) canopy scatter, (b)

double-bounce scatter, (c) surface scatter

(Freeman dan Durlen 1998).

Lee Filtering

Lee filter didasarkan pada asumsi bahwa

mean dan variance dari piksel yang penting

adalah sama dengan lokal mean dan variance dari semua piksel dalam suatu kernel. Rumus yang digunakan untuk Lee filter (Lee 1981 dalam Mansourpour et al. 2006):

= + − dengan =1 = + = !" # $ ℎ $ & $ +' ( + 1 $ ℎ $ & $ ) − $ ℎ $ & $ Transformed Divergence (TD)

Keterpisahan spektral pada berbagai sensor merupakan isu yang penting dikaji sebelum metode klasifikasi diterapkan (Panuju et al. 2010). Penelitian ini menggunakan nilai

Transformed Divergence (TD) untuk

(13)

4 kelas yang berbeda, yang dihitung dengan

rumus:

* += 2 -1 − . /− +1 238

+= 0.5 789 − 9+:89;<− 9+;<:=

+0.5 9;<− 9+;< > − >+ > − >+ ?

* = @ @;<< ∑@;<< ∑@+ B<* +

dengan * adalah nilai Transformed Divergence, > adalah nilai rataan vektor kelas ke-i, 9 adalah nilai matriks koragam kelas ke-i, m adalah jumlah kelas, tr adalah fungsi trace dalam aljabar matriks, T adalah fungsi transposisi. Nilai TD berkisar antara 0 sampai dengan 2. Semakin mendekati nilai TD=2, maka dua kelas tersebut semakin terpisah secara baik (Richards & Jia 2006 dan Panuju et

al. 2010).

Convolution Kernel

Semua filter dihitung dalam lingkup area lokal menerapkan strategi convolution kernel. Proses konvolusi diilustrasikan pada Gambar 3 (Trisasongko 2002). Ukuran kernel filter tekstur yang diamati pada penelitian ini adalah sebesar 3x3, 5x5, 7x7, 9x9, 11x11, 13x13, dan 15x15 piksel. Hal ini dilakukan untuk mengamati kemampuan tiap filter tekstur dalam berbagai ukuran kernel untuk menyelesaikan masalah keterpisahan pasangan kelas.

Gambar 3 Proses konvolusi dengan kernel 3x3 piksel: (a) citra awal (b) citra hasil konvolusi.

Texture Filtering

Fitur tekstur berisi informasi mengenai distribusi variasi derajat keabuan (grayscale) dalam channel tertentu (Haralick et al. 1973 dalam Trisasongko 2002). Penelitian ini menggunakan pendekatan texture filtering untuk mendapatkan fitur tekstur. Terdapat empat macam filter tekstur yang diamati pada penelitian ini, yaitu data range, mean,

variance, dan entropy. Data range adalah

selisih antara nilai piksel terbesar dengan nilai

piksel terkecil dalam kumpulan nilai piksel tertentu. Mean adalah rataan dari kumpulan nilai piksel yang diamati. Variance adalah ukuran penyebaran nilai, yaitu seberapa jauh suatu nilai piksel berada terhadap rataan dari kumpulan nilai piksel. Entropy adalah ukuran sebaran peluang, yaitu sebuah ukuran (variasi atau keragaman) yang didefinisikan pada distribusi probabilitas kejadian yang diamati (Trisasongko 2002).

Klasifikasi Pohon Keputusan (Decision Tree)

Decision tree adalah sebuah struktur pohon,

dimana setiap simpul (node) pohon merepresentasikan atribut yang telah diuji, setiap cabang merupakan suatu pembagian hasil uji, dan node daun (leaf) merepresentasikan kelompok kelas tertentu. Level node teratas pada sebuah decision tree adalah node akar (root) yang biasanya berupa atribut yang paling memiliki pengaruh terbesar pada suatu kelas tertentu. Pencarian solusi pada

decision tree umumnya dilakukan secara top-down. Proses mengklasifikasi data baru

(testing) dilakukan dengan menguji nilai atribut, yaitu dengan cara melacak jalur dari

root sampai leaf, kemudian akan diprediksi

kelas yang dimiliki oleh suatu data baru tersebut.

Salah satu metode yang digunakan untuk membuat decision tree adalah algoritme ID3 atau Iterative Dichotomiser 3 (baca: tree). Algoritme pada metode ini menggunakan konsep dari entropi informasi. Secara ringkas, strategi pembentukan decision Tree dengan algoritme ID3 adalah:

1. Penghitungan Information Gain untuk setiap atribut dengan menggunakan

C D, F = G .H D − ID|D| GJI .H DJ

∀ MN O

dengan

G .H D = −PBlog PB− P;log P;

2. Pemilihan atribut yang memiliki nilai

information gain terbesar,

3. Pembentukan simpul yang berisi atribut tersebut,

4. Proses perhitungan information gain akan terus diulangi sampai semua data telah masuk dalam kelas yang sama. Atribut yang telah dipilih tidak diikutkan lagi dalam perhitungan nilai information gain.

Algoritme C4.5 adalah pengembangan dari algoritme ID3 yang diperkenalkan oleh

(14)

5 Quinlan (Quinlan 1993 dalam Han & Kamber

2006). Pemilihan atribut pada algoritme C4.5 dilakukan dengan menggunakan Gain Ratio dengan rumus:

C T D, F =D.U V W D, FC D, F

Atribut dengan nilai Gain Ratio tertinggi dipilih sebagai atribut uji untuk simpul. Nilai

gain adalah information gain. SplitInfo

menyatakan entropi atau informasi potensial dengan rumus:

D.U V W D, F = − DD log DD

@ <

Algortime C4.5 memiliki keunggulan dibandingkan dengan ID3. Algoritme C4.5 mampu menangani atribut dengan tipe numerik dan kategori, mampu menangani atribut yang kosong (missing value), dan dapat memangkas cabang.

Telaah pustaka menunjukan bahwa algoritme pohon keputusan telah banyak digunakan untuk pembentukan rule klasifikasi citra SAR. Trisasongko (2009) telah melakukan penelitian pemetaan hutan

mangrove menggunakan data radar fully-polarimetric. Penelitian tersebut menggunakan

tiga algoritme pohon keputusan berbeda, antara lain Classification and Regression Trees (CART), C4.5, dan Random Forests (RF).

METODE PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap, yaitu studi pustaka, pengumpulan data, pra-proses data, analisis keterpisahan kelas, pembentukan rule,

penerapan rule, dan analisis hasil (Gambar 4).

Data Penelitian

Citra utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data satelit TerraSAR-X wilayah Sidoarjo, Jawa Timur. Modus pencitraan yang digunakan adalah Spotlight dan diakuisisi tanggal 22 Desember 2007. Data TerraSAR-X yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra polarisasi linier ganda, yaitu polarisasi HH dan polarisasi VV.

Citra dari Google Earth™ digunakan sebagai citra acuan pada penelitian ini. Citra acuan ini digunakan untuk mengetahui penutupan lahan lebih detail pada daerah pengamatan secara visual.

Gambar 4 Metode penelitian.

Alat Penelitian

Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data TerraSAR-X pada penelitian ini antara lain: • ENVI 4.5 • Google Earth™ 6.0 • WEKA 3.6 • OpenOffice SpreadSheet 3.3 • Notepad++ 5.8

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah notebook dengan spesifikasi:

Processor Intel® Core™2 Duo

Mobile Intel® 965 Express Chipset

• RAM 2 GB

(15)

6

Studi Pustaka

Pustaka tentang penginderaan jauh (remote

sensing) dan metode pengolahan citra

TerraSAR-X dipelajari pada tahap ini. Pencarian pustaka juga dilakukan untuk materi analisis keterpisahan kelas dan klasifikasi. Pencarian literatur dilakukan dari paper,

textbook, makalah, hasil penelitian

sebelumnya, dan internet.

Pengumpulan Data

Data citra TerraSAR-X dan citra Google Earth™ dikumpulkan pada tahap ini. Berdasarkan kenampakan objek pada Google Earth™, 6 kelas penutupan lahan ditetapkan secara visual, yaitu sawah, tubuh air, pemukiman padat, pemukiman menengah, vegetasi berkayu, dan daerah industri. Kumpulan piksel berbeda diambil sebagai contoh (sample) untuk analisis citra untuk masing-masing kelas penutupan lahan yang ditetapkan. Jumlah piksel yang digunakan untuk data latih setiap kelas penutupan lahan adalah 1500 piksel. Sebanyak 1500 piksel lagi digunakan untuk data uji. Data uji ini diambil dari lokasi yang berbeda dengan data latih.

Pra-proses Data

Pra-proses data dilakukan terhadap citra TerraSAR-X pada tahap ini. Proses pra-pengolahan dimulai dengan membangun citra komposit dari dua band data yang tersedia (Gambar 5). Selanjutnya citra dipotong sesuai dengan daerah pengamatan. Proses pra-pengolahan dilanjutkan dengan aplikasi filter mengingat citra TerraSAR-X mengandung

speckle noise. Speckle noise pada citra

TerraSAR-X direduksi dengan Lee filtering dengan ukuran kernel 5x5 piksel. Reduksi

speckle noise pada penelitian ini merupakan

proses restorasi citra. Speckle noise

berhubungan dengan distribusi wishart (Gaussian pada bilangan kompleks). Citra hasil Lee filtering untuk selanjutnya disebut sebagai citra tone (berbasis rona).

Analisis Keterpisahan Kelas

Nilai Transformed Divergence (TD) digunakan untuk mengamati keterpisahan antara dua kelas yang berbeda. Berdasarkan citra tone, nilai TD dihitung untuk tiap pasangan kelas yang berbeda dan pada tiap pasangan kelas tersebut akan diamati keterpisahannya. Pasangan kelas yang memiliki nilai TD lebih besar dari 1.33 dianggap dapat terpisahkan secara baik; di luar

kategori tersebut dianggap belum dapat terpisahkan secara baik. Semakin tinggi nilai TD akan mempertinggi tingkat keterpisahan dalam proses klasifikasi numerik. Analisis dilanjutkan dengan pengamatan keterpisahan pasangan kelas tersebut berbasiskan tekstur terhadap pasangan kelas yang tidak dapat terpisahkan secara baik.

Gambar 5 Citra TerraSAR-X (HH-VV) beserta lokasi pengambilan contoh.

Analisis berbasiskan tekstur diharapkan dapat menyelesaikan masalah pasangan kelas yang belum dapat terpisahkan hanya dengan citra berbasis tone. Penelitian ini menggunakan pendekatan texture filtering untuk analisis berbasiskan tekstur. Terdapat empat macam

filter tekstur yang diamati pada penelitian ini,

yaitu data range, mean, variance, dan entropy. Semua filter dihitung dalam lingkup area lokal menerapkan strategi convolution kernel.

Tiap pasangan kelas yang tidak dapat terpisahkan dengan citra tone, nilai TD dihitung kembali untuk setiap citra tekstur yang tersedia dan untuk setiap ukuran kernel. Nilai TD tiap citra tekstur di-plot pada grafik pasangan kelas terhadap ukuran kernel. Hal ini dilakukan untuk mengamati kemampuan tiap

filter tekstur dalam memisahkan pasangan

kelas. Filter tekstur dianggap sebagai

descriptor yang mampu memisahkan pasangan

kelas jika memiliki nilai TD lebih besar dari 1.33. Filter tekstur yang baik juga ditunjukan dengan grafik yang memiliki pola tertentu yang stabil dan tidak berfluktuasi.

Pembentukan Rule

Pembentukan rule dilakukan dengan algoritme pohon keputusan (decision tree) C4.5. Pembentukan rule dimulai dengan

(16)

7 menggunakan data latih kedua band citra

berbasis rona (tone, sehingga didapatkan pohon keputusan untuk citra berbasis rona.

Pembentukan rule kedua menggunakan data latih citra berbasis rona ditambah dengan seluruh data latih citra berbasis tekstur. Rule kedua berupa pohon keputusan untuk seluruh atribut yang diteliti.

Pembentukan rule ketiga dilakukan secara bertahap dengan mengamati rule untuk citra berbasis rona dan rule untuk seluruh atribut. Pemilihan atribut yang digunakan dalam pembentukan rule ini dilakukan dengan memperhatikan atribut yang mampu memisahkan dua kelas dengan baik. Pemilihan atribut ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan kelas yang akan dihasilkan. Pemilihan atribut dipertimbangkan oleh pakar.

Pembentukan tiga rule ini dilakukan untuk mengamati kemampuan data TerraSAR-X dalam membedakan kelas tutupan lahan. Rule untuk citra berbasis rona akan dibandingkan dengan rule untuk seluruh atribut serta dibandingkan pula dengan rule yang pemilihan atributnya dipertimbangkan oleh pakar.

Penerapan Rule

Rule yang diperoleh pada tahap sebelumnya

diterapkan pada citra TerraSAR-X menurut atribut yang digunakan oleh masing-masing

rule. Ketiga rule diterapkan untuk seluruh citra

yang diamati, termasuk pada data latih dan data uji.

Perhitungan Akurasi

Perhitungan akurasi dilakukan dengan menghitung persentase data uji yang berhasil

diklasifikasikan dengan benar oleh setiap rule. Data uji adalah data yang telah diketahui kelas tutupan lahannya. Akurasi dihitung berdasarkan confusion matrix (Tabel 1). Akurasi keseluruhan untuk masing-masing rule adalah jumlah piksel data uji yang terklasifikasi dengan benar dibagi dengan jumlah piksel pada data uji. Akurasi keseluruhan dihitung dengan rumus:

FX ' = + Y + # + & × 100 %+ &

Tabel 1 Confusion matrix

Prediksi Kelas 1 Kelas 2 A k tu a l Kelas 1 a b Kelas 2 c d

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah peri-urban bagi metropolitan Surabaya. Berdasarkan kenampakan objek yang diamati dari citra Google Earth™ (Gambar 6), daerah ini memiliki persebaran pemukiman yang cukup merata. Sawah dapat dijumpai di banyak wilayah dalam kesatuan yang cukup besar pada daerah ini. Vegetasi berkayu pada daerah ini sangat minim dijumpai, umumnya dalam bentuk kebun campuran dan vegetasi mangrove di wilayah bagian timur. Wilayah tubuh air (sungai dan tambak) banyak dijumpai di bagian timur. Daerah industri yang juga berdekatan dengan pemukiman dapat dijumpai di bagian utara Kabupaten Sidoarjo. Daerah contoh untuk masing-masing kelas penutupan lahan disajikan pada Gambar 7.

(17)

8 Beberapa kelas penutupan lahan dapat

dibedakan secara visual (Gambar 7), misalnya kelas tubuh air dengan kelas pemukiman padat, kelas sawah dengan kelas industri, serta pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu. Namun, terdapat kelas yang secara visual memiliki kemiripan, misalnya kelas industri dengan kelas pemukiman padat.

Gambar 7 Daerah contoh tiap kelas untuk data latih.

Analisis Keterpisahan Kelas

Percobaan pertama dilakukan dengan menelaah keberhasilan pemisahan satu kelas dengan kelas lainnya berdasarkan citra tone (citra berbasis rona) dengan hanya memanfaatkan dua polarisasi linier (HH dan VV). Setiap satu kelas dipasangkan dengan satu kelas lainnya dan akan diamati keterpisahannya. Terdapat 6 kelas penutupan lahan pada penelitian ini, sehingga terdapat 15 pasangan kelas. Hasil perhitungan nilai

Transformed Divergence (TD) pada pasangan

kelas yang diamati disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukan bahwa terdapat 5 pasangan kelas yang memiliki nilai TD kurang dari 1.33. Pasangan kelas tersebut tidak dapat terpisahkan secara baik dengan menggunakan citra tone yaitu industri dengan pemukiman padat, industri dengan pemukiman menengah, pemukiman padat dengan pemukiman menengah, pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu, dan sawah dengan vegetasi berkayu. Analisis lanjutan untuk 5 pasangan kelas ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah keterpisahannya. Pasangan kelas lainnya yang memiliki nilai TD lebih besar dari 1.33 diharapkan dapat diklasifikasikan langsung berdasarkan citra tone dengan akurasi harapan yang cukup baik.

Penelitian ini mengusulkan metode texture

filtering untuk menyelesaikan masalah

keterpisahan kelas yang tidak mampu diselesaikan hanya dengan berbasiskan citra

tone. Terdapat 4 filter tekstur yang dicobakan

dalam penelitian ini, yaitu Data Range, Mean,

Variance, dan Entropy. Penelitian ini juga

menambahkan 7 variasi ukuran kernel untuk tiap filter tekstur, yaitu 3x3, 5x5, 7x7, 9x9, 11x11, 13x13, dan 15x15 piksel. Variasi ukuran kernel ini dapat digunakan untuk menilai sensitifitas suatu filter tekstur. Citra

tone diubah ke dalam masing-masing ruang

tekstur untuk tiap ukuran kernel.

Tabel 2 Hasil analisis Transformed Divergence (TD) berdasarkan citra tone

KELAS IndustriPemukiman padat Pemukiman menengah Sawah Tubuh air Vegetasi berkayu Industri x 0.0330 0.5715 1.9978 2.000 1.9018 Pemukiman padat x x 0.5777 1.9989 2.000 1.9430 Pemukiman menengah x x x 1.6118 2.000 0.9538 Sawah x x x x 1.999 0.2399 Tubuh air x x x x x 1.9999 Vegetasi berkayu x x x x x x

Nilai TD untuk setiap filter tekstur pada daerah contoh dihitung kembali untuk 5 pasangan kelas yang belum dapat terpisahkan secara baik. Nilai TD untuk semua ukuran kernel juga dihitung untuk 5 pasangan kelas tersebut. Hasil perhitungan nilai TD untuk setiap pasangan kelas tersebut di-plot ke dalam grafik hubungan antara filter tekstur dengan ukuran kernelnya. Oleh karena itu, terdapat 5 grafik hubungan antara filter tekstur dengan ukuran kernelnya. Grafik nilai TD untuk setiap pasangan kelas tersebut disajikan pada Gambar 8 sampai Gambar 12.

Gambar 8 menunjukan bahwa kelas industri dengan kelas pemukiman padat memiliki nilai TD kurang dari 0.8 untuk setiap filter tekstur dan untuk setiap ukuran kernel. Hal ini menunjukan bahwa kelas industri dengan kelas pemukiman padat tidak dapat terpisahkan secara baik dengan berdasarkan citra tekstur. Hal ini akan mengakibatkan proses klasifikasi untuk memisahkan kelas industri dengan pemukiman padat akan memiliki akurasi rendah. Hasil ini memberikan informasi bahwa dengan citra TerraSAR-X, analisis berbasis citra tone dan analisis berbasis citra tekstur tidak disarankan untuk menyelesaikan keterpisahan antara kelas industri dengan kelas pemukiman padat.

Kelas industri dengan kelas pemukiman menengah memiliki nilai TD lebih besar dari 1.33 pada beberapa filter tekstur (Gambar 9). Kedua kelas ini dapat terpisahkan dengan baik dengan filter tekstur variance atau mean

(18)

dengan ukuran kernel lebih besar dari 7x7 piksel. Filter tekstur entropy

memberikan keterpisahan yang baik dengan ukuran kernel 15x15 piksel.

range tidak dapat memberikan keterpisahan

yang baik pada berbagai ukuran kernel yang dicobakan. Hal ini memberikan informasi bahwa filter tekstur variance

ukuran kernel lebih dari 7x7 piksel dapat disarankan untuk memisahkan kelas ind dengan kelas pemukiman menengah.

Gambar 8 Nilai TD pasangan dengan pemukiman

Gambar 9 Variasi nilai industri d menengah.

Grafik nilai TD pasangan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah ditampilkan pada Gambar

menunjukan bahwa filter

mean dengan ukuran kernel lebih dari 11x11

piksel dapat disarankan untuk memisahkan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah.

Gambar 11 menunjukan bahwa tekstur data range dan

memisahkan kelas pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu secara baik. tekstur mean dengan ukuran kernel lebih dari 9x9 piksel juga dapat memisahkan kedua kelas tersebut secara baik. Namun,

entropy tidak mampu menyelesaikan

keterpisahan kedua kelas tersebut. Hal ini memberikan informasi bahwa untuk memisahkan kelas pemukiman menengah nel lebih besar dari 7x7

entropy hanya dapat

memberikan keterpisahan yang baik dengan ukuran kernel 15x15 piksel. Filter tekstur data tidak dapat memberikan keterpisahan yang baik pada berbagai ukuran kernel yang dicobakan. Hal ini memberikan informasi

variance atau mean dengan

ukuran kernel lebih dari 7x7 piksel dapat disarankan untuk memisahkan kelas industri dengan kelas pemukiman menengah.

asangan kelas industri emukiman padat.

ilai TD pasangan kelas dengan pemukiman

Grafik nilai TD pasangan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah ditampilkan pada Gambar 10. Grafik tersebut tekstur variance atau dengan ukuran kernel lebih dari 11x11 piksel dapat disarankan untuk memisahkan ukiman padat dengan pemukiman

menunjukan bahwa filter dan variance dapat memisahkan kelas pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu secara baik. Filter dengan ukuran kernel lebih dari pat memisahkan kedua kelas tersebut secara baik. Namun, filter tekstur tidak mampu menyelesaikan keterpisahan kedua kelas tersebut. Hal ini memberikan informasi bahwa untuk memisahkan kelas pemukiman menengah

dengan vegetasi berkayu dapat disarankan menggunakan filter tekstur

variance. Gambar 10 Nilai TD pemukiman pemukiman Gambar 11 Nilai TD pemukiman vegetasi berkayu

Kelas sawah dengan kelas vegetasi berkayu memiliki grafik nilai TD yang bervariasi. Hal ini dapat disimpulkan dari Gambar 1

variance dapat menyelesaikan masalah

keterpisahan kedua kelas ini dengan u kernel lebih dari 7x7 piksel.

dengan ukuran kernel 5x5 piksel memiliki nilai TD sebesar 2. Namun, filter

ukuran kernel 11x11 piksel memiliki nilai TD sebesar 0.3. Hal ini menunjukan bahwa

data range memiliki grafik yang fluktuatif,

sehingga tidak disarankan untuk menyelesaikan keterpisahan kedua kelas ini.

entropy tidak mampu menyelesaikan

keterpisahan kedua kelas ini, sebab nilai TD untuk kedua filter ini pada semua ukuran kernel lebih kecil dari 1.33.

Rule Berdasarkan Rona (Tone

Penelitian dilanjutkan dengan pembentukan

rule. Rule pertama adalah pohon keputusan

yang terbentuk berdasarkan data latih berbasis rona, yaitu rona polarisasi HH dan rona polarisasi VV (Lampiran 1).

9 dengan vegetasi berkayu dapat disarankan tekstur data range atau

ilai TD pasangan kelas emukiman padat dengan emukiman menengah.

TD pasangan kelas emukiman menengah dengan

erkayu.

Kelas sawah dengan kelas vegetasi berkayu memiliki grafik nilai TD yang bervariasi. Hal ini dapat disimpulkan dari Gambar 12. Filter dapat menyelesaikan masalah keterpisahan kedua kelas ini dengan ukuran kernel lebih dari 7x7 piksel. Filter data range dengan ukuran kernel 5x5 piksel memiliki nilai

filter data range dengan

ukuran kernel 11x11 piksel memiliki nilai TD sebesar 0.3. Hal ini menunjukan bahwa filter grafik yang fluktuatif, sehingga tidak disarankan untuk menyelesaikan keterpisahan kedua kelas ini. Filter mean dan tidak mampu menyelesaikan keterpisahan kedua kelas ini, sebab nilai TD ini pada semua ukuran kernel lebih kecil dari 1.33.

Tone)

enelitian dilanjutkan dengan pembentukan pertama adalah pohon keputusan yang terbentuk berdasarkan data latih berbasis rona, yaitu rona polarisasi HH dan rona

(19)

Gambar 12 Fluktuasi nilai TD sawah dengan

Pohon keputusan untuk rona menunjukan bahwa merupakan data citra TerraSAR

polarisasi HH. Pohon keputusan ini memiliki 24 leaf. Leaf dengan kelas tutupan lahan tubuh air hanya ada satu leaf. Hal ini menunjukkan bahwa kelas tubuh air sangat mudah untuk dibedakan terhadap kelas lainnya. Hasil ini sesuai dengan analisis keterpisahan kelas pada tahap sebelumnya, bahwa kelas tubuh air dapat dipisahkan dengan baik hanya dengan citra TerraSAR-X berbasis rona.

Rule dari pohon keputusan yang terbentuk

kemudian diterapkan pada data TerraSAR berbasis rona. Tahap ini menghasilkan pemetaan penutupan lahan dengan berbasiskan rona. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 1 hasil pemetaan ini menunjukan

tutupan lahan yang dihasilkan berupa titik yang tersebar. Pengamatan tutupan lahan dengan citra ini tidak menghasilkan informasi yang baik.

Rule Berdasarkan Rona ( (Texture)

Rule kedua adalah pohon keputusan yang

terbentuk dari seluruh atribut yang diamati, yaitu atribut rona dan seluruh atribut tekstur (Lampiran 2). Penelitian ini menggunakan citra berbasis rona serta 4 elemen tekstur dengan 7 variasi ukuran kernel, sehingga terd

atribut tekstur. Citra TerraSAR digunakan memiliki dua

ada sebanyak 58 atribut. Pohon keputusan

menunjukan bahwa tidak semua atribut terdapat pada pohon keputusan yang terbentuk. Hanya terdapat 8 atribut

HH 7x7 dan 15x15, range VV 13x13 dan 15x15,

variance VV 13x13, dan

Hal ini menunjukan bahwa 8 atribut tersebut cukup untuk dapat membentuk

ilai TD pasangan kelas engan vegetasi berkayu.

untuk rule berdasarkan bahwa node akar (root) merupakan data citra TerraSAR-X dengan polarisasi HH. Pohon keputusan ini memiliki dengan kelas tutupan lahan tubuh . Hal ini menunjukkan a kelas tubuh air sangat mudah untuk dibedakan terhadap kelas lainnya. Hasil ini sesuai dengan analisis keterpisahan kelas pada tahap sebelumnya, bahwa kelas tubuh air dapat dipisahkan dengan baik hanya dengan citra

X berbasis rona.

on keputusan yang terbentuk kemudian diterapkan pada data TerraSAR-X berbasis rona. Tahap ini menghasilkan pemetaan penutupan lahan dengan berbasiskan rona. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 13. Citra unjukan bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan berupa titik-titik yang tersebar. Pengamatan tutupan lahan dengan citra ini tidak menghasilkan informasi

Berdasarkan Rona (Tone) dan Tekstur

kedua adalah pohon keputusan yang terbentuk dari seluruh atribut yang diamati, yaitu atribut rona dan seluruh atribut tekstur . Penelitian ini menggunakan citra berbasis rona serta 4 elemen tekstur dengan 7 variasi ukuran kernel, sehingga terdapat 28 atribut tekstur. Citra TerraSAR-X yang digunakan memiliki dua band, sehingga total

ohon keputusan untuk rule ini bahwa tidak semua atribut terdapat pada pohon keputusan yang terbentuk. Hanya terdapat 8 atribut yang ada, yaitu range

range VV 15x15, mean

VV 13x13 dan 15x15, variance HH 15x15, VV 13x13, dan entropy HH 15x15. Hal ini menunjukan bahwa 8 atribut tersebut cukup untuk dapat membentuk rule pohon

keputusan untuk membedakan berbagai kelas penutupan lahan.

Tekstur variance menjadi keputusan ini, diikuti dengan

range dan mean. Hal ini menunjukan bahwa

atribut tersebut paling berpengaruh dalam menentukan kelas penutup

memperkuat analisis keterpisahan kelas, bahwa tekstur variance, data range

disarankan untuk menyelesaikan masalah keterpisahan pasangan kelas penutupan lahan.

Rule dari pohon keputusan kedua ini

kemudian diterapkan pada

dengan seluruh atribut yang diamati. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 1

pemetaan ini menunjukan bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan tidak lagi berupa titik titik yang tersebar, melainka

petak penutupan lahan. Hasil ini

bahwa pengamatan persebaran setiap penutupan lahan dapat dilakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan hasil

Contoh wilayah yang dapat dibedakan dengan baik adalah wilayah pemukiman

membuktikan bahwa analisis berbasis tekstur dapat disarankan untuk membedakan penutupan lahan dengan data TerraSAR

Rule Berdasarkan Pakar (

Rule ketiga adalah pohon keputusan yang

terbentuk dengan pemilihan atribut yang melibatkan hasil pengamatan pakar

3). Pembentukan rule dimulai dengan memilih kelas yang dapat dengan mudah dibedakan dengan kelas lainnya. Analisis keterpisahan kelas dan rule berbasis rona

bahwa kelas tubuh air dapat dibedakan dengan baik hanya dengan menggunakan citra berbasis rona, sehingga dicari rule

kelas tubuh air dengan kelas lainnya dengan atribut rona HH.

Kelas sawah menjadi kelas yang dibedakan selanjutnya, sebab dari analisis keterpisahan kelas, sawah dapat dipisahkan dengan baik terhadap kelas lainnya kecuali terhadap kelas vegetasi kayu. Hasil analisis keterpisahan kelas berbasis tekstur (Gambar 1

informasi bahwa pasangan kelas sawah dengan vegetasi kayu dapat dipisahkan dengan baik menggunakan tekstur

sehingga dicari rule untuk memisahkan kelas sawah dengan kelas lainnya dengan atribut tekstur mean VV 15x15 dan

15x15.

10 keputusan untuk membedakan berbagai kelas

menjadi root pada pohon keputusan ini, diikuti dengan node tekstur data . Hal ini menunjukan bahwa atribut tersebut paling berpengaruh dalam an lahan. Hasil ini memperkuat analisis keterpisahan kelas, bahwa

range, dan mean dapat

disarankan untuk menyelesaikan masalah keterpisahan pasangan kelas penutupan lahan.

dari pohon keputusan kedua ini kemudian diterapkan pada data TerraSAR-X dengan seluruh atribut yang diamati. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 14. Citra hasil bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan tidak lagi berupa titik-titik yang tersebar, melainkan berupa petak-asil ini menunjukan pengamatan persebaran setiap penutupan lahan dapat dilakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan hasil rule pertama. wilayah yang dapat dibedakan dengan pemukiman. Hasil ini membuktikan bahwa analisis berbasis tekstur dapat disarankan untuk membedakan penutupan lahan dengan data TerraSAR-X.

(Expert Judgement)

ketiga adalah pohon keputusan yang terbentuk dengan pemilihan atribut yang ibatkan hasil pengamatan pakar (Lampiran dimulai dengan memilih kelas yang dapat dengan mudah dibedakan nalisis keterpisahan berbasis rona menunjukan elas tubuh air dapat dibedakan dengan baik hanya dengan menggunakan citra berbasis untuk memisahkan kelas tubuh air dengan kelas lainnya dengan

Kelas sawah menjadi kelas yang dibedakan selanjutnya, sebab dari analisis keterpisahan dipisahkan dengan baik terhadap kelas lainnya kecuali terhadap kelas asil analisis keterpisahan kelas berbasis tekstur (Gambar 12) memberikan informasi bahwa pasangan kelas sawah dengan vegetasi kayu dapat dipisahkan dengan baik

variance 15x15,

untuk memisahkan kelas sawah dengan kelas lainnya dengan atribut VV 15x15 dan variance VV

(20)

11 Kelas vegetasi kayu menjadi kelas yang

dibedakan selanjutnya. Kelas vegetasi kayu dapat dengan baik dipisahkan dengan kelas lainnya menggunakan tekstur variance

(Gambar 11). Oleh karena itu, tekstur variance HH 15x15 dipilih untuk mencari rule dalam memisahkan kelas vegetasi kayu dengan kelas lainnya.

Tahap selanjutnya adalah memisahkan pasangan kelas pemukiman menengah dengan pemukiman padat. Pasangan kelas ini dapat terpisah secara baik dengan tekstur variance dan mean (Gambar 9). Oleh karena itu, rule untuk memisahkan pasangan kelas ini dicari dengan atribut tekstur mean VV 15x15 dan

variance VV 15x15.

Pemilihan atribut dilanjutkan untuk memisahkan pasangan kelas industri dengan pemukiman padat. Analisis keterpisahan kelas menunjukan bahwa pasangan kelas ini belum dapat terpisah secara baik dengan analisis berbasis rona maupun tekstur. Namun,

keterpisahan kelas tertinggi diperoleh dengan menggunakan atribut tekstur mean dan

variance. Oleh karena itu, rule untuk

memisahkan pasangan kelas ini dicari dengan atribut tekstur mean VV 15x15 dan variance VV 15x15.

Terdapat 4 atribut dalam rule pohon keputusan ketiga ini, yaitu rona HH, mean VV 15x15, variance HH dan VV 15x15. Oleh karena itu, rule ini diterapkan hanya pada 4 atribut tersebut. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 15. Citra hasil pemetaan menunjukan bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan juga berupa petak-petak penutupan lahan. Terdapat perbaikan pada citra hasil tersebut bila dibandingkan dengan citra hasil rule pohon keputusan kedua. Contoh perbaikan dapat diamati pada wilayah tubuh air, khususnya daerah tambak yang memiliki petak-petak yang lebih jelas dan lebih mirip dengan kenampakan pada citra Google Earth™.

Gambar 13 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berbasis rona.

(21)

12 Gambar 15 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berdasarkan pakar.

Perhitungan Akurasi

Akurasi dihitung untuk ketiga rule yang diamati. Hasil perhitungan akurasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Akurasi keseluruhan yang didapatkan untuk rule dari pohon keputusan pertama sebesar 44,24%.

Rule dari pohon keputusan kedua

menghasilkan akurasi keseluruhan 63,46%. Akurasi keseluruhan yang didapatkan oleh

rule dari pohon keputusan ketiga sebesar

74,69%. Bila diamati lebih rinci pada hasil perhitungan akurasi untuk pohon keputusan ketiga, kelas industri memiliki akurasi terkecil yaitu 52,67%, sedangkan kelas sawah memiliki akurasi 64,67%.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa data TerraSAR-X dua polarisasi linier (HH dan VV) mampu membedakan penutupan lahan secara baik. Analisis berbasis rona dan analisis berbasis tekstur dapat disarankan untuk membedakan penutupan lahan di wilayah peri-urban, kecuali untuk pasangan kelas tutupan lahan industri dengan pemukiman padat. Tutupan lahan tubuh air dapat dipisahkan terhadap tutupan lahan lainnya dengan sangat baik hanya dengan citra berbasis rona, yaitu nilai TD mencapai 2.

Pembentukan rule klasifikasi menggunakan metode pohon keputusan dengan pertimbangan oleh pakar akan meningkatkan kemampuan

rule untuk membedakan penutupan lahan. Rule

berdasarkan seluruh atribut citra menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar 63%, sedangkan

rule berdasarkan pertimbangan pakar

menghasilkan akurasi keseluruhan mencapai hampir 75%.

Saran

Penelitian ini masih memiliki kekurangan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan saran antara lain:

1. Melakukan penelitian untuk mengkaji metodologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterpisahan pasangan kelas tutupan lahan industri dengan pemukiman padat,

2. Menambahkan kelas penutupan lain untuk diamati keterpisahannya,

3. Menggunakan data SAR lain, contohnya ALOS PALSAR,

DAFTAR PUSTAKA

Ban Y. 1996. Synthetic Aperture for a Crop

information System: a Multipolarization and Multitemporal Approach. Canada:

University of Waterioo.

Freeman A, Durlen SL. 1998. A Three-Component Scattering Model for Polarimetric SAR Data. IEEE

Transactions on Geoscience and

Remote Sensing, 36(3): halaman

963-973.

Han J, Kamber M. 2006. Data Mining:

Concepts and Techniques 2nd Edition.

San Francisco: Morgan Kaufmann. Handayani LDW. 2011. Geomorfologi

Gunungapi Guntur (Garut, Jawa Barat) dan Analisis Aliran Lava Menggunakan Data Synthetic Aperture Radar

Polarimetri Penuh (fully polarimetry) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(22)

13 Haralick RM, Shanmugam K, Dinstein I. 1973.

Textural Features for Image Classification. IEEE Transaction on

Systems, Man and Cybermetics, 3:

halaman 610-621.

Hogrewe W, Joyce SD, Perez EA. 1993. The

Unique Challenges of Improving Peri-Urban Sanitation. Washington, DC:

Bureau for Research and Development U.S. Agency for International Development.

Hong SH, Wdowinski S, Kim SW. 2010.

Evaluation of TerraSAR-X observations for wetland InSAR application. IEEE

Transactions on Geoscience and Remote Sensing 48(2): halaman 864-873. Iaquinta DL, Drescher AW. 2000. Defining

Periurban: Understanding Rural-Urban Linkages and Their Connection to Institutional Contexts. FAO: Land

Reform, 8-26.

[infoterra] Infoterra. 2011. TerraSAR-X Satellite and Mission. http://www.infoterra.de/terrasar-x-satellite. (6 Desember 2011).

Lee JS. 1981. Speckle Analysis and Smoothing of Synthetic Aperture Radar Images.

Computer Graphics and Image

Processing, Vol. 17: halaman 24-32.

Lillesand TM dan Kiefer RW. 1990.

Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. (diterjemahkan oleh: Dulbahri,

Prapto S, Hartono, Suharyadi). Fakultas Geografi, Universitas Gajah Mada. Lisini G, Acqua D, Gamba P. 2008. Rapid

Land Mapping by TerraSAR-X VHR Data. International Geoscience and

Remote Sensing Symposium. Vol II:

halaman 383.

Mansourpour M, Rajabi MA, Blais JAR. 2006.

Effects and Performance of Speckle Noise Reduction Filters on Active Radar and SAR Images. The WG I/5 & I/6

Workshop on Topographic Mapping from Space, Ankara, Turkey.

Martinis S, Twele A, Voigt S. 2009. Towards operational near real-time flood detection using a split-based automatic thresholding procedure on high resolution TerraSAR-X data. Natural

Hazards and Earth System Sciences 9:

halaman 303-314.

Quinlan JR. 1993. C4.5: Programs for

Machine Learning. San Mateo, CA:

Morgan Kaufmann.

Richards JA, Jia X. 2006. Remote Sensing

Digital Image Analysis 4th Edition.

Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Rizal S. 2009. Pemetaan Sawah Baku Kawasan

Berbukit dengan Citra Quickbird Dan TerraSAR-X [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Panuju DR, Iman LS, Trisasongko BH, Barus B, Shiddiq D. 2010. Simulasi Data Losat untuk Pemantauan Pesisir. Satelit

Mikro untuk Mitigasi Bencana dan Ketahanan Pangan. Bogor: IPB Press.

Sabins, FF. 2007. Remote Sensing Principle

and Interpretation Third Edition. Los

Angeles: University of California and Remote Sensing Enterprises incorporated.

Trisasongko Bambang H. 2002. Land Use

Discrimination Based On Textural

Characteristics. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Trisasongko Bambang H. 2009. Tropical Mangrove Mapping Using Fully-Polarimetric Radar Data. ITB J. Sci. Vol. 41, No.2: halaman 98-109.

Yunus HS. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban; Determinasi Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta.

(23)
(24)

15 Lampiran 1 Rule pohon keputusan berbasis rona

(25)

16 Lampiran 2 Rule pohon keputusan berbasis rona dan seluruh tekstur

(26)

17 Lampiran 3 Rule pohon keputusan berdasarkan pakar

(27)

18 Lampiran 4 Perhitungan akurasi

Rule 1 berbasis rona

Overall Accuracy = (3982/9000) 44.2444%

Ground Truth (Pixels)

Class industri pemukiman p pemukiman m sawah tubuh air veg kayu Total 0 0 0 0 0 0 0 industri 344 280 156 46 0 177 1003 pemukiman p 753 701 341 17 0 62 1874 pemukiman m 173 182 380 419 8 373 1535 sawah 152 188 363 856 0 587 2146 tubuh air 2 0 27 0 1414 14 1457 veg kayu 76 149 233 162 78 287 985 Total 1500 1500 1500 1500 1500 1500 9000

Ground Truth (Percent)

Class industri pemukiman p pemukiman m sawah tubuh air veg kayu Total 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 industri 22.93 18.67 10.40 3.07 0.00 11.80 11.14 pemukiman p 50.20 46.73 22.73 1.13 0.00 4.13 20.82 pemukiman m 11.53 12.13 25.33 27.93 0.53 24.87 17.06 sawah 10.13 12.53 24.20 57.07 0.00 39.13 23.84 tubuh air 0.13 0.00 1.80 0.00 94.27 0.93 16.19 veg kayu 5.07 9.93 15.53 10.80 5.20 19.13 10.94 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Class Prod. Acc. (Percent) industri 22.93 pemukiman p 46.73 pemukiman m 25.33 sawah 57.07 tubuh air 94.27 veg kayu 19.13

Rule 2 berbasis rona dan seluruh tekstur

Overall Accuracy = (5711/9000) 63.4556%

Ground Truth (Pixels)

Class industri pemukiman p pemukiman m sawah tubuh air veg kayu Total 0 0 0 0 0 0 0 industri 797 490 211 0 0 0 1498 pemukiman_p 664 819 199 0 0 0 1682 pemukiman_m 39 191 1089 0 0 156 1475 sawah 0 0 0 721 0 115 836 tubuh_air 0 0 0 0 1056 0 1056 veg_kayu 0 0 1 779 444 1229 2453 Total 1500 1500 1500 1500 1500 1500 9000

Ground Truth (Percent)

Class industri pemukiman p pemukiman m sawah tubuh air veg kayu Total 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 industri 53.13 32.67 14.07 0.00 0.00 0.00 16.64 pemukiman_p 44.27 54.60 13.27 0.00 0.00 0.00 18.69 pemukiman_m 2.60 12.73 72.60 0.00 0.00 10.40 16.39 sawah 0.00 0.00 0.00 48.07 0.00 7.67 9.29 tubuh_air 0.00 0.00 0.00 0.00 70.40 0.00 11.73 veg_kayu 0.00 0.00 0.07 51.93 29.60 81.93 27.26 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Class Prod. Acc. (Percent) industri 53.13 pemukiman_p 54.60 pemukiman_m 72.60 sawah 48.07 tubuh_air 70.40 veg_kayu 81.93

(28)

19 Lanjutan

Rule 3berdasarkan pakar

Overall Accuracy = (6722/9000) 74.6889%

Ground Truth (Pixels)

Class industri pemukiman p pemukiman m sawah tubuh air veg kayu Total 0 0 0 0 0 0 0 Industri 790 167 1 0 0 0 958 Pmk P 628 1327 390 0 0 59 2404 Pmk M 79 6 1065 0 0 95 1245 Sawah 0 0 0 970 0 145 1115 Tubuh Air 3 0 43 7 1413 44 1510 Veg Kayu 0 0 1 523 87 1157 1768 Total 1500 1500 1500 1500 1500 1500 9000

Ground Truth (Percent)

Class industri pemukiman p pemukiman m sawah tubuh air veg kayu Total 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Industri 52.67 11.13 0.07 0.00 0.00 0.00 10.64 Pmk P 41.87 88.47 26.00 0.00 0.00 3.93 26.71 Pmk M 5.27 0.40 71.00 0.00 0.00 6.33 13.83 Sawah 0.00 0.00 0.00 64.67 0.00 9.67 12.39 Tubuh Air 0.20 0.00 2.87 0.47 94.20 2.93 16.78 Veg Kayu 0.00 0.00 0.07 34.87 5.80 77.13 19.64 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Class Prod. Acc. (Percent) Industri 52.67 Pmk P 88.47 Pmk M 71.00 Sawah 64.67 Tubuh Air 94.20 Veg Kayu 77.13

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi satelit TerraSAR-X  (Infoterra 2011).
Gambar 4 Metode penelitian.
Gambar 5 Citra TerraSAR-X (HH-VV) beserta  lokasi pengambilan contoh.
Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth™.
+4

Referensi

Dokumen terkait

kampanye merupakan di dalam pilkada adalah: (a) sebagai komunikasi politik yaitu.. contohnya melaksanakan kampanye; (b) sebagai pendidikan politik

Belum holistiknya proses penyusunan rencana kerja pembangunan daerah terlihat dari beberapa proses tahapan musrenbang, mulai dari musrenbang tingkat kelurahan,

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Tingkat Kesadaran Wajib Pajak, Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, serta

Communication Objective Dari riset penyelenggara pasca event yang dilakukan melalui 60 responden yang mengetahui Klub sepatu roda kota Semarang, sebanyak 43, yang berminat gabung

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis temukan dalam pelaksanaan metode demonstrasi, proses pelaksanaan demonstrasi yang perlu di siapkan adalah peralatan untuk

Dalam Bahan Ajar ini anda akan mempelajari kompetensi dasar Perwajahan serta memperhatikan dasar-dasar pokok perwajahan serta membuat desain secara manual sebagai salah

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari &#34;arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

Kod savijanja krutost modela s LCP plo icama iznosi 85%, a kod postrani nog optere enja 89% krutosti modela s rekonstrukcijskim plo icama.. Znatno ve a razlika u krutosti