• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK PENGGUNAAN DEKONGESTAN NASAL TOPIKAL DALAM MENURUNKAN TEKANAN TELINGA TENGAH PADA SISWA PENERBANG TNI AU DI PANGKALAN UDARA ADISUTJIPTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK PENGGUNAAN DEKONGESTAN NASAL TOPIKAL DALAM MENURUNKAN TEKANAN TELINGA TENGAH PADA SISWA PENERBANG TNI AU DI PANGKALAN UDARA ADISUTJIPTO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

xi ABSTRAK

PENGGUNAAN DEKONGESTAN NASAL TOPIKAL DALAM MENURUNKAN TEKANAN TELINGA TENGAH PADA SISWA PENERBANG TNI AU DI PANGKALAN UDARA ADISUTJIPTO Latar Belakang. Pada penerbangan militer, perubahan ketinggian yang terjadi mengakibatkan timbulnya perbedaan tekanan udara antara telinga tengah dengan tekanan udara luar yang terjadi lebih cepat dan lebih sering. Sehingga diperlukan kondisi tekanan telinga tengah dan kondisi fisik yang optimal untuk mencegah timbulnya keluhan pada telinga.

Tujuan. Membandingkan perubahan relatif tekanan telinga tengah terjadi sebelum pemberian dekongesan dan setelah pemberian dekongestan.

Metode. Analitik eksperimental rancangan sama subjek atau treatment by subject design, pada 37 siswa penerbang. Penelitian dilaksanakan di pangkalan udara Adisutjipto pada bulan Desember 2016, dengan menggunakan pesawat G 120 TP pada ketinggian 450-3000 meter (1500-10.000 kaki). Tekanan telinga tengah diukur sebelum dan 1 jam sesudah penggunaan oxymetazoline. Tekanan telinga tengah diukur dengan menggunakan tympanometri. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Wilcoxon, tingkat kemaknaan diukur dengan nilai p<0,05.

Hasil. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingan antara rerata tekanan telinga tengah sebelum dan sesudah penggunaan dekongestan nasal topikal. Pada penelitian ini didapatkan bahwa rerata tekanan telinga tengah setelah pemberian dekongestan berbeda secara bermakna dibandingkan dengan tanpa dekongestan dengan nilai p =0,001 (p<0,05) pada telinga kanan dan p=0,020 (p<0,05) pada telinga kiri.

Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian dekongestan nasal topikal dapat menurunkan tekanan telinga tengah setelah paparan ketinggian pada siswa penerbang TNI AU di Pangkalan Udara Adisutjipto.

Kata kunci. Perbedaan tekanan udara, oxymetazoline, penurunan tekanan telinga tengah, siswa penerbang.

(2)

ABSTRACT

THE TOPICAL NASAL DECONGESTANTS USED IN REDUCING OF THE MIDDLE EAR PRESSURE IN MILITARY STUDENT PILOT AT

ADISUTJIPTO AIR BASE

Background. In military aviation, the altitude changes resulting the air pressure difference between middle and outside of the ear occur more quickly and more often. The middle ear pressure condition and the optimal physical performance is required to prevent ear complaints.

Aim. The purpose of this study is to compare the relative changes of middle ear pressure before and after using the decongestant nasal topical.

Method. We conducted an analytic experimental by subject design in December 2016 on 37 student pilot. The study was located at Adisutjipto Air Base in the altitude between 450-3000 meter (1.500-10.000 feet), using G 120 TP aircraft. The middle ear pressure was measured before and 1 hour after used of oxymetazoline. The middle ear pressure was measured with tympanometri. The Wilcoxon test used to analyzed the hypothesis, the significance level was measured with a value of p <0.05.

Results. We compared the mean of middle ear pressure reduction before and after used of oxymetazoline as decongestan nasal topical with Wilcoxon test. The study showed that the average pressure of the middle ear after administration of decongestants differ significantly compared with those without decongestants with a value of p = 0.001 (p <0.05) in the right ear and p = 0.020 (p <0.05) in the left ear.

Conclusion : The administration of decongestant nasal topical can reduce middle ear pressure in the military student pilot.

Keywords. Differences in air pressure, oxymetazoline, middle ear pressure reductions, student pilot

(3)

xiii DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Anatomi Telinga ... 8

2.2 Fisiologi Pendengaran ... 13

2.3 Zona Fisiologi Atmosfer ... 14

2.4 Tekanan Atmosfer ... 15

2.5 Hukum Gas ... 16

2.6 Pengaruh Ketinggian Pada Tekanan Telinga Tengah ... 18

2.7 Barotrauma Pada Telinga Tengah... 20

2.8 Timanometri ... 26

2.9 Oxymetazoline ... 30

2.10 Sekolah Penerbang TNI AU ... 34

211 Pesawat Grob 120 TP ... 34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 37

3.1 Kerangka Berpikir... 37

3.2 Kerangka Konsep ... 38

3.3 Hipotesis Penelitian ... 39

BAB IV METODE PENELITIAN ... 40

(4)

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

4.3.1 Populasi Target ... 41 4.3.2 Populasi Terjangkau... 41 4.3.3 Kriteria Sampel ... 42 4.3.4 Besar Sampel ... 42 4.3.5 Pemilihan Sampel ... 44 4.4 Identifikasi Variabel ... 44

4.4.1 Bagan Hubungan Antar Variabel ... 44

4.5 Definisi Operasional Variabel ... 45

4.6 Instrumen Penelitian ... 47 4.7 Cara Kerja ... 48 4.7.1 Alur Penelitian ... 48 4.7.2 Pemeriksaan Awal ... 49 4.7.3 Prosedur Pemeriksaan ... 49 4.7.4 Pemeriksaan Lanjutan ... 49 4.7.5 Pengumpulan Data ... 49 4.8 Analisis Data ... 50

BAB V. HASIL PENELITIAN ... 51

5.1 Karakteristik Subjek ... 51

5.2 Efek Pemberian Dekongestan Nasal Topikal Pada Penurunan Tekanan Telinga Tengah ... 52

5.3 Efek Samping Pemberian Dekongestan Nasal Topikal Pada Subjek Penelitian ... 55

BAB VI PEMBAHASAN ... 56

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 63

7.1 Simpulan ... 63

7.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(5)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi telinga ... 8

Gambar 2.2 Gambar Skematik Telinga dan Penampang Melintang Koklea ... 12

Gambar 2.3 Hubungan Antara Tekanan Udara dengan Ketinggian ... 16

Gambar 2.4 Timpanogram Tipe A ... 27

Gambar 2.5 Timpanogram Tipe B ... 27

Gambar 2.6 Timpanogram Tipe C ... 28

Gambar 2.7 Timpanogram Tipe AS... 28

Gambar 2.8 Timpanogram Tipe AD ... 28

Gambar 2.9Struktur Kimia Oxymetazoline ... 30

Gambar 2.10 Pesawat Grob 120 TP ... 35

Gambar 2.11 Instrumen kokpit pesawat G 120 TP ... 36

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian ... 38

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 40

Gambar 4.4.1 Bagan Hubungan Antar Variabel ... 44

Gambar 4.7.1 Bagan Alur Penelitian ... 48

Gambar 6.1 Briefing pada para siswa penerbang mengenai penelitian yang akan dilakukan ... 85

Gambar 6.2 Pemeriksaan tekanan telinga tengah dengan tympanometri sebelum terbang ... 85

Gambar 6.3 Persiapan pesawat G 120 TP sebelum terbang ... 86

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Karakteristik dasar subjek penelitian ... 52 Tabel 5.2 Perbandingan tekanan telinga tengah kanan dan kiri sebelum dan setelah terbang tanpa dekongestan ... 53 Tabel 5.3 Perbandingan tekanan telinga tengah kanan dan kiri sebelum dan setelah terbang dengan dekongestan ... 53 Tabel 5.4 Perbandingan perubahan tekanan telinga tengah antara

sebelum dan setelah pemberian dekongestan ... 54 Tabel 5.5 Gambaran jumlah menelan sebelum dan setelah pemberian

(7)

xvii DAFTAR SINGKATAN AU : Angkatan Udara C : Carbon Cl : Chlorida daPa : dekapascal

Dikmapa : Pendidikan Dasar Kemiliteran Dan Perwira

FDA : Federal Drug Assiciation

G 120 TP : Grob 120 Turbo Propeller

H : Hidrogen

KAE : Kanalis Akustikus Eksternus

kPa : kilopascal

lb/in : pounds per square inch

MdpL : meter diatas permukaan laut

mmHg : Mili meter merkuri

Mmho : milli hos

NAR : Nasal Airway Resistance

O2 : Oksigen

Pa : Partial

RR : Relative Risk

RWN : Rown Window Niche

Sa : Saturasi

Sekbang : Sekolah Penerbang

(8)

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMU : Sekolah Menegah Umum

THT-KL : Telinga Hidung Tenggorok–Kepala Leher

TNI : Tentara Nasional Indonesia

VAS : Visual Analog Scale

(9)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan dan Form Persetujuan Penelitian ... 69

Lampiran 2. Lembar Pengumpulan Data ... 74

Lampiran 3 Keterangan Kelaikan Etik ... 76

Lampiran 4 Data Subjek Penelitian ... 77

Lampiran 5 Analisis SPSS ... 80

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Barotrauma merupakan masalah kesehatan yang paling sering dikaitkan dengan penerbangan dan dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan penerbangan.

Barotrauma telinga tengah atau disebut juga aerotitis media adalah perubahan tekanan udara yang terjadi secara cepat yang menyebabkan trauma akut atau kronik telinga tengah, akibat ketidakmampuan seseorang untuk menyamakan perbedaan tekanan antara telinga tengah dengan tekanan kabin pesawat saat turun dari ketinggian (Jones dkk, 1998). Dalam suatu penerbangan seseorang akan mengalami perubahan ketinggian yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara disekitarnya. Tekanan udara akan berkurang saat lepas landas (ascend) dan bertambah saat landing (descend) (Darmafindi & Indriawati, 2009). Normalnya tekanan udara pada telinga tengah sama dengan tekanan atmosfer di liang telinga, dalam usaha untuk menyamakan tekanan tersebut, tuba Eustachius akan membuka secara berulang melalui gerakan menelan serta menguap (Ramsden & Axon, 2002).

(11)

2

edema mukosa, meningkatnya jumlah dan viskositas mukus dipermukaan mukosa tuba sehingga terjadi penyempitan lumen tuba Eustachius (Ramsden & Axon, 2002). Perubahan tekanan atmosfer yang mendadak mengakibatkan kegagalan tuba Eustachius menyamakan tekanan telinga tengah dengan tekanan udara luar (Taylor, 2011; Mc Millan, 2006; Gallanger & Hackett, 2004).

Pada keadaan istirahat tuba Eustachius dalam keadaan tertutup dan akan terbuka secara involunter saat menelan atau menguap. Otot tensor palatini saat berkontraksi akan menarik kartilago tuba sehingga membuka lumen tuba Eustachius, selain itu otot- otot yang terlibat adalah otot salphingofaringeus dan otot tensor timpani (Caldera & Skipper, 2006).

Pada dunia penerbangan sesuai dengan hukum Boyle, udara pada kavum timpani dipengaruhi oleh perubahan tekanan udara di sekitarnya. Saat naik ke ketinggian udara di telinga tengah akan mengembang serta menekan membran timpani bagian lateral. Hal ini kan menyebabkan membukanya tuba Eustachius secara pasif diikuti oleh pelepasan udara dari tuba Eustachius ke dalam nasofaring (Caldera & Skipper, 2006).

Saat turun dari ketinggian peningkatan tekanan atmosfir menyebabkan penurunan volume udara dalam telinga tengah. Hal ini menyebabkan tekanan telinga tengah menjadi cenderung negatif. Tekanan negatif ini juga disebabkan oleh absorpsi udara melalui lapisan mukosa pada telinga tengah. Dalam upaya untuk mempertahankan keseimbangan tekanan dan volume udara, tuba Eustachius harus dalam kondisi terbuka. Hal ini memerlukan proses aktif seperti menelan, menguap atau dengan manuver Valsava. Apabila usaha aktif membuka tuba

(12)

3

Eustachius tidak dilakukan, maka peningkatan perbedaan tekanan udara disekitar tuba Eustachius akan mencegah membukanya tuba. Jika tekanan negatif tidak segera diatasi misalnya dengan manuver Valsava, maka membran timpani akan mengalami retraksi dalam upaya mengabsorpsi perbedaan tekanan udara. Selanjutnya perbedaan tekanan akan menyebabkan bintik-bintik perdarahan pada membran timpani, keluarnya cairan transudat, perdarahan pada lapisan mukosa telinga tengah serta ruptur membran timpani (Caldera & Skipper, 2006).

Membran timpani yang mengalami retraksi menjadi lebih tegang. Gelombang suara yang masuk ke liang telinga akan menghentakkan membran timpani yang menyebabkan sebagian besar energinya dipantulkan dengan tekanan yang lebih besar (Ramsden & Axon, 2002). Kondisi ini menimbulkan keluhan telinga terasa penuh, tinitus, vertigo, tuli konduktif dan nyeri pada telinga (Jones dkk, 1998; Brown dkk, 1992), yang ditandai dengan kongesti hingga perdarahan membran timpani, hemotimpanum atau terjadi ruptur mukosa kavum timpani (Jones dkk, 1998). Dalam hal ini terjadi kegagalan compliance pada telinga tengah (Ramsden & Axon, 2002).

Perubahan tekanan udara akan mempengaruhi semua organ tubuh berrongga termasuk telinga tengah. Awak pesawat harus memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani, yang hanya

(13)

4

mencegah terjadinya barotrauma. Nilai tekanan telinga tengah yang dianggap normal masih kontroversial, beberapa penelitian menetapkan besaran nilai yang berbeda. Jerger (1978) menyebutkan jika tekanan telinga tengah dikatakan patologi jika nilainya lebih dari -100 mmH2O. Tekanan telinga tengah yang negatif menggambarkan kegagalan fungsi tuba Eustachius. Secara internasional,

nilai tekanan telinga tengah normal adalah ±100 mmH2O.

Pada penelitian Ghosh dan Kumar (2002) mengenai tekanan telinga tengah dan hubungannya dengan patensi tuba Eustachius pada pilot pesawat militer dan komersil. Pada penelitian didapatkan tekanan telinga tengah antara 28 sampai

-100 mmH2O, semua timpanogram menunjukkan hasil tipe C kecuali 1 subjek tipe

A. Dikatakan semua subjek mengalami patensi pada tuba Eustachius, namun tidak disebutkan pada ketinggian berapa keluhan terjadi.

Pada penelitian Mirza dan Richardson (2005) disebutkan adanya keluhan pada telinga berupa rasa tidak nyaman atau nyeri pada penerbangan berulang terjadi sekitar 65% anak dan 46% pada orang dewasa. Insiden terjadinya barotrauma pada siswa penerbang militer yang sehat di Amerika Serikat sekitar 1,9-9%.

Penelitian Pitoyo dkk (2009) mengenai hubungan nilai tekanan telinga tengah dengan derajat barotrauma pada calon penerbang, didapatkan korelasi yang tidak bermakna antara derajat barotrauma dengan tekanan telinga tengah pasca pajanan (p=0,136, r=0,175) serta korelasi yang bermakna antara derajat barotrauma dengan nilai tekanan telinga tengah setelah prasat Toyenbee (p<0,001, r=0,503). Csertan dkk tahun 1984 meneliti tentang efikasi pseudoefedrin dalam mencegah

(14)

5

terjadinya barotrauma selama penerbangan. Gangguan telinga didapatkan pada 32% subjek yang mendapatkan pseudoefedrin dibandingkan dengan 62% tanpa

menggunakanpseudoefedrin (χ2= 15,34, p=0,001).

Jones dkk (1998) membandingkan penggunaan oral pseudoefedrine dengan oxymetazoline. Barotrauma terjadi pada 34% pada subjek yang menggunakan pseudoefedrin dibandingkan dengan kelompok kontrol, RR=52% (95% tingkat kepercayaan). Kelompok yang menggunakan oxymetazoline 64% mengalami barotrauma, RR= 10% (95% tingkat kepercayaan). Penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan pseudoefedrin lebih efektif untuk mencegah terjadinya barotrauma dibandingkan dengan oxymetazoline. Penelitian Capes dkk tahun

1996 menunjukkan penggunaan dekongestan nasal topikal khususnya

oxymetazolin lebih disarankan dibandingan dengan penggunaan obat peroral (χ2 =20,8, p<0,001). Hal ini disebabkan oleh karena efek samping penggunaan obat oral seperti drowsiness dan peningkatan tekanan darah.

Skadron Pendidikan 101 melaksanakan operasi pendidikan dan latihan serta penerbangan khusus dengan struktur organisasi berkedudukan di bawah Wing Pendidikan Terbang Pangkalan Udara Adisutjipto Yogyakarta. Sekolah Penerbang (Sekbang) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) adalah pusat

(15)

6

10.000 kaki yang di laksanakan selama kurang lebih 2 jam tiap latihan terbang (Lanud Adisutjipto, 2016).

Penelitian tentang penggunaan dekongestan nasal topikal dalam menurunkan tekanan telinga tengah dengan menggunakan timpanometri belum ada. Untuk itu dilakukan penelitian tentang penggunaan dekongestan nasal topikal dengan oxymetazoline hydrochloride 0,05% untuk menurunkan tekanan telinga tengah sebagai upaya mencegah terjadinya aerotitis media setelah paparan ketinggian penerbangan pada siswa penerbang TNI di Pangkalan Udara Adisutjipto.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah penggunaan dekongestan nasal topikal dapat menurunkan tekanan telinga tengah setelah paparan ketinggian penerbangan pada siswa penerbang TNI AU di Pangkalan Udara Adisutjipto?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian

Untuk mengetahui manfaat penggunaan dekongestan nasal topikal dapat menurunkan tekanan telinga tengah setelah paparan ketinggian penerbangan pada siswa penerbang di Pangkalan Udara Adisutjipto.

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian

1. Mengukur tekanan relatif telinga tengah pada siswa penerbang di Pangkalan Udara Adisutjipto sebelum pemberian dekongestan.

(16)

7

2. Membandingkan tekanan relatif telinga tengah sebelum pemberian dekongesan dan setelah pemberian dekongestan pada siswa penerbang di Pangkalan Udara Adisutjipto.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah

Penelitian ini dapat membuktikan bahwa pemberian dekongestan nasal topikal dapat menurunkan tekanan telinga tengah setelah penerbangan sehingga bisa digunakan untuk pengembangan penelitian di masa yang akan datang, serta untuk menguatkan penelitian yang sudah ada.

1.4.2 Manfaat Praktis

Pemberian dekongestan nasal topikal menurunkan tekanan telinga tengah setelah penerbangan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk terapi pencegahan sehingga menurunkan keluhan pada telinga, mencegah terjadinya aerotitis media dan meningkatkan kualitas hidup para penerbang.

Referensi

Dokumen terkait

bagi negeri dan anak-cucu, perlindungan dari bencana, sakit- penyakit serta minta pengampunan 8. Aturan Adat dan Sanksi 1) Masing-masing petugas, kelompok (Soa) melakukan

Peningkatan koordinasi antar lembaga dan kesbangpol.. Strategi dan Kebijakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. Sebagai wujud derivasi tujuan dan sasaran untuk rentang waktu

AJAX merupakan singkatan dari Asynchronous JavaScript and XML. AJAX merupakan teknologi baru dalam dunia web yang menggunakan teknologi dari JavaScript untuk

Apabila kita memiliki himpunan beberapa objek, misalnya {1, 2, 3, 4, 5} dan kita akan menyusun suatu bilangan yang terdiri atas 2 angka dari angka-angka pada himpunan itu,

Usaha yang dapat dilakukan untuk menekan penyakit gummy stem blight adalah penyemprotan fungisida seperti “azoxystrobin and kresoxym-methyl” dan melakukan persilangan

Persiapan yang dilakukan yaitu mempersiapkan RPP dan modifikasi alat untuk kegiatan pembelajaran.pada siklus I siswa melakukan gerak dasar tolak peluru dengan

Materi yang digunakan yaitu 216 ekor puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) umur 18 hari yang ditempatkan dalam 27 unit kandang sistem dua tingkat (double cage) terbuat dari