• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESENSI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ESENSI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ESENSI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : Syahrul Budiman

A. Pendahuluan

Peserta didik dalam pendidikan Islam ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan, bukan hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan orangtuanya, bukan pula hanya anak-anak dalam usia disekolah, tetapi mencakup seluruh individu. Dalam dunia pendidikan, ada beberapa pandangan yang berkembang berkaitan dengan peserta didik. Ada yang mendefenisikan peserta didik sebagai manusia yang belum dewasa, dan karenanya, ia membutuhkan pengajaran, pelatihan dan bimbingan dari orang dewasa atau pendidik untuk mengantarkannya menuju kepada kedewasaan.

(2)

Membicarakan peserta didik sebagai bagian dari unsur-unsur pendidikan ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, dan itu akan diuraikan dalam pembahasan ini, antar lain: peserta didik dalam perspektif flsafat pendidikan Islam, tugas dan tanggung jawab peserta didik, sifat-sifat yang harus dimiliki peserta didik.

B. Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.

Dalam falsafah pendidikan Islami, semua makhluk pada dasarnya adalah peserta didik. Sebab, dalam Islam, sebagai Murabbi, Mu’allim atau Muaddib, Allah Swt pada hakikatnya adalah pendidik bagi makjluk ciptaan-Nya. Dia lah yang Mencipta dan Memelihara seluruh makhluk. Pemeliharaan Allah Swt mencakup sekaligus kependidikan-Nya, baik dalam artu Tarbiyah, ta’lim maupun ta’di.

Karenanya, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, peserta didik itu mencakup seluruh makhluk ciptaan Allah Swt, seperti makhluk jin, malaikat, manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.1

Namun, dalam arti khusus – dalam perspektif falsafah pendidikan Islami – peserta didik adalah al-Insan, al-Basyar atau Bany Adam yang sedang berada dalam proses perkembangan menuju kepada kesempurnaan atau suatu kondisi yang dipandang sempurna (al-Insan al-Kamil). Terma al-Insan, al-Basyar, atau Bany Adam dalam defenisi ini memberikan makna bahwa kedirian peserta didik ini tersusun dari unsur-unsur jasmani, ruhani, dan memiliki kesamaan

1Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami; Membangun Kerangka Ontologi,

(3)

universal, yakni sebagai makhluk yang diturunkan atau dikembangbiakkan dari Adam a.s. Kemudian, terma perkembangan dalam pengertian ini berkaitan dengan proses mengarahkan kedirian peserta didik , baik dari fsik (jismiah) maupun diri psikhis (ruhiyah) –

‘aql, nafs, qalb-agar mampu menjalankan fungsi-fungsinya secara sempurna.

Dalam pengertian di atas, yang dimaksud dengan kesempurnaan adalah suata keadaan dimana dimensi jismiah dan

ruhiyah peserta didik, melalui proses ta’lim, tarbiyah atau ta’dib , diarahkan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuan mengaktualisasikan seluruh daya atau kekuatannya (quwwah al-jismiah wa al-ruhiyah). Dalam perspektif ini secara sederhana, kesempurnaan dimensi jismiah adalah suatu kondisi dimana seluruh unsur atau anggota jasmani manusia mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuannya melakukan tugas-tugas fsikal-biologis, seperti bergerak, berpindah, dan melakukan berbagai aktivitas fsikal lainnya. Demikian pula halnya dengan kesempurnaan dimensi ruhiyah. Dalam makna ini ‘aql, nafs dan qalb,

peserta didik mencapai tingkatan terbaik dalam berpikir atau menalar (al-‘aql al-mustasyfad), dalam mengendalikn dan mensucikan diri ( al-nafs al-muthmainnah), dan dalam menangkap cahaya (qalb al-salim).2

Berdasarkan pengertian di atas, dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, pada halilatnya manusia adalah peserta didik. Sebab pada hakikatnya, semua manusia adalah makhluk yang

(4)

senantiasa berada dalam proses perjalanan menuju kesempurnaan atau suatu tingkatan yang dipandang semmpurna, dan proses itu berlangsung sepanjang hayat. Sebab, sesuai dengan naturnya, sebagai realitas relatif-manusia adalah makhluk yang tidak pernah ‘sempurna’. Semua manusia berada dalam proses menuju kesempurnaan atau suatu tingkatan yang dipandang sempurna. Untuk itu, semua manusia harus belajar dan membelajarkan diri. karenanya Nabi Saw menegaskan : tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat. Itu artinya, manusia harus menjadi peserta didik atau pembelajar sepanjang masa kehidupannya.

Dalam tradisi pendidikan Islam, ada beberapa ungkapan populer yang digunakan untuk menyebut peserta didik, diantaranya

murid, thalib al-‘ilm (jamaknya al-tullab), dan tilmidz (jamaknya

talamidz). Terma murid berarti orang yang memerlukan atau membutuhkan sesuatu, dalam hal ini pendidikan. Kemudian terma

tilmidz menurut Munawwir sebagaimana dikutip Al-Rasyidin diartikan juga murid3 , yaitu orang yang berguru kepada seseorang untuk mendapatkan pengetahuan. sedangkan terma thalib al-‘ilm

berasal dari kata thalab yang berarti pencari, penuntut, atau pelamar 4, dan ‘ilm yang bermakna pengetahuan. Dengan demikian, thalib al-ilm

– sering digunakan untuk menyebut para pelajar pada tingkat pendidikan menengah atau mahasiswa di perguruan tinggi.5

3 A. W. Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, cet. Ke–14 (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), h. 138 4Ibid., h. 858

(5)

Selain istilah-istilah di atas, Al-Rasyidin yang dikutip oleh Zainuddin dan Mohd. Nasir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, setidaknya ada 3 istilah peserta didik yang dapat dirangkum dalam esensi flsafat pendidikan Islam. Ketiga istilah tersebut yaitu:6

Pertama, term mutarobbi mengandung pengertian bahwa peserta didik dalam arti manusia yang selalu memerlukan pendidikan, baik dalam arti pengasuhan dan pemeliharaan fsik – biologis, penambahan pengetahuan dan keterampilan, tuntunan dan pemeliharaan diri, serta pembimbingan jiwa. Dengan demikian,

mutarabbi mampu melaksanakan fungsi dan tugas penciptaan Allah Swt. Tuhan maha Pencipta, Pemelihara dan Pendidik bagi alam semesta.

Kedua, muta’allim, peserta didik mempelajari semua al-asma’kullah yang terdapat pada ayat-ayat kauniyah maupun quraniyah

dalam rangka pencapaian pengenalan, peneguhan dan aktualisasi

syahadah primordial yang telah pernah ia ikrarkan di hadapan Allah Swt. Kemampuan peserta didik merealisasikan terhadap apa yang pernah ia nyatakan ini merupakan esensi dari peserta didik itu sendiri dalam flsafat pendidikan Islam.

Ketiga, muta’addib, merupakan proses pendisiplinan adab ke dalam jism, dan ruhnya, sehingga akal, ruh dan hatinya terisi dengan adab melalui mua’dib (pendidik). Esensinya dalam mutaadib dalam pendisiplinan adab adalah ahklak, yaitu syariat yang menata

6Zainuddin dan Mohd. Nasir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka

(6)

hubungan komunikasi antara manusia dengan dirinya sendiri, sesamanya dan mahkluk Allah lainnya termasuk dalam semesta ini serta juga kepada sang Pencipta dan Pemelihara serta Pendidik alam semesta.7

C. Tugas dan Tanggungjawab Peserta Didik.

Tujuan dari setiap proses pembelajaran adalah mentarbiyah,

menta’lim atau menta’dibkan al-‘Ilm ke dalam diri setiap peserta didik.

Al-Ilm yang akan dita’lim, ditarbiyah atau ta’dibkan tersebut adalah al-Haqq, yaitu semua kebenaran yang bersumber dan datang dari Allah Swt, baik yang didatangkan-Nya melalui Nabi dan Rasul (ayah al-quraniyah),maupun yang dihamparkan-Nya pada seluruh alam semesta, termasuk diri manusia itu sendiri (al-ayah al-kauniyah). Al-Ilm

tersebut merupakan penunjuk jalan bagi peserta didik untuk mengenali dan meneguhkan kembali syahadah primordialnya kepada Allah Swt sehingga ia mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan keseharian. Karenanya, dalam konteks ini, tugas utama setiap peserta didik adalah mempelajari al-‘ilm dan mempraktikkan atau mengamalkannya sepanjang kehidupan.8

Berkenaan dengan tugas utama yang harus dilakukan peserta didik ini, sebagaimana dikutip Al-Rasyidin dalam Mausu’ah al-sunnah al-Kutub al-sitah wa syarhuha, Rasulullah saw melalui salah satu hadis menegaskan : menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan

7Ibid., h. 103

(7)

muslimat.9 Proses menuntut atau mempelajari al-‘ilm itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, baik yang tersurat maupun yang tersirat, mengeksplorasi, meneliti, dan mencermati fenomena diri, alam semesta, dan sejarah umat manusia; berkontemplasi, berpikir, atau menalar, berdialog, berdiskusi atau bermusyarah, mencontoh atau meneladani, mendengarkan nasehat, bimbingan, pengajaran dan peringatan, memetik ‘ibrah atau hikmah, melatih atau membiasakan diri, dan masih banyak lagi aktivitas belajar lainnya yang harus dilakukan setiap peserta didik untuk meraih al-ilm dan mengamalkannya dalam kehidupan.

Seluruh aktivitas pembelajaran sebagaimana dipaparkan di atas wajib ditempuh atau dilakukan peserta didik dalam proses belajar atau menuntut al-‘ilm. Karenanya, peserta didik tidak boleh mencukupkan aktivitas belajarnya pada satu aktivitas saja. Dalam berbagai surah, alquran senantiasa menyeru manusia untuk berpikir, mengingat, membaca, mengambil pelajaran, memetik hikmah. Bereksplorasi, bertadabbur, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan agar peserta didik mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga mampu diberdayakan dalam rangka aktualisasi diri sebagai makhluk yang bersyahadah kepada Allah Swt, beribadah secara tulus ikhlas hanya kepada-Nya, dan menjadi khalifah atau pemimpin dan pemakmur kehidupan dibumi.

9Abdurrahman Ahmad ibn Syu’aib, Mausu’ah al-Sunnah al-Kutub al-Sitah wa

(8)

Berkenaan dengan tanggung jawab, dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, tanggung jawab utama peserta didik adalah memelihara agar semua potensi yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya dapat diberdayakan sebagaimana mestinya. Dimensi

jismiyah wajib dipelihara, agar secara fsikal peserta didik mampu melakukan aktivitas belajar, meskipun harus melakukan rihlah ke berbagai tempat. Demikian pula, dimensi ruhiyah juga wajib dipelihara, agar bisa difungsikan sebagai energi atau kekuatan untuk melakukan aktivitas belajar. Ketika peserta didik tidak mampu memelihara dimensi jismiyah dan ruhiyahnya, maka energi, daya, atau kemampuan membelajarkan diri akan terganggu, bahkan bisa menjadi tidak mampu. Karenanya, sebagaimana juga dikemukakan Nata 10, agar tetap mampu melakukan aktivitas belajar, setiap peserta didik memerlukan kesiapan fsik prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenang. Untuk itu, perlu adanya upaya pemeliharaan dan perawatan secara sungguh-sungguh semua potensi yang bisa digunakan untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan.11

Athiyah al-Abrasyi12 mengemukakan sebagaimana yang dikutip Al-Rasyidin bahwa kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa dilakukan peserta didik adalah:

10 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logois Wacana Ilmu, 1997), h.

82

11 Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, h. 152-153

12M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,cet. Ke-6, terj. Bustami

(9)

1. Sebelum memulai aktivitas pembelajaran, peserta didik harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari sifat yang buruk, karena belajar mengajar itu merupakan ibadah dan ibadah harus dilakukan dengan hati yang bersih.

2. Peserta didik belajar harus dengan maksud mengisi jiwanya dengan berbagai keutamaan untuk mendekatkan diri kepada Allah. 3. Bersedia mencari ilmu ke berbagai tempat yang jauh sekalipun,

meskipun harus meninggalkan keluarga dan tanah air.

4. Tidak terlalu sering menukar guru, dan hendaklah berpikir panjang sebelum menukar guru.

5. Hendaklah menghormati guru, memuliakan dan

mengangungkannya karena Allah serta berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik.

6. Jangan merepotkan guru, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya, dan jangan mulai bicara sebelum diizinkan guru.

7. Jangan membukakan rahasia kepada guru atau meminta guru membukakan rahasia, dan jangan pula menipunya.

8. Bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar

9. Saling bersaudara dan mencintai antara sesama peserta didik. 10. Peserta didik harus terlebih dahulu memberi salam kepada guru

dan mengurangi percakapan dihadapan gurunya.

(10)

12. Bertekad untuk belajar seumur hidup.13

D. Sifat-sifat yang Harus dimiliki oleh Peserta Didik.

Belajar bukanlah aktivitas yang mudah untuk dilakukan. Meskipun seorang peserta didik telah mendatangi sejumlah guru dan membaca banyak buku, namun hasil belajar yang baik belum tentu bisa dicapai. Belajar tidak hanya membutuhkan kehadiran, apalagi dalam arti fsik, tetapi juga kemauan, kasadaran, kesabaran, dan masih banyak lagi sifat-sifat lain yang idealnya dimiliki peserta didik. Dalam perspektif Islam, kepemilikan sifat-sifat itu merupakan prasyarat untuk mempermudah jalannya proses pembelajaran, berhasilnya pencapaian tujuan, berkahnya ilmu pengetahuan, dan kemampuan mengamalkan ilmu dalam kehidupan.

Sesuai dengan karakter dasarnya, dalam Islam, ilmu itu datangnya dari al-Haq dan karenanya ia merupakan al-Nur atau cahaya kebenaran yang akan menerangi kehidupan para pencarinya. Sebagai al-Haq, Allah Swt Maha Suci, dan kesucian_Nya hanya bisa dihampiri oleh yang suci pula. Karenanya, sifat utama dan pertama yang harus dimiliki peserta didik adalah mensucikan diri atau jiwanya (tazkiyah) sebelum menuntut ilmu pengetahuan.14

Dalam Islam, al-‘Ilm yang harus di-ta’lim, di-tarbiyah, atau

di-ta’dibkan ke dalam diri peserta didik adalah al-Nur (cahaya, kebenaran

(11)

atau hidayah Allah). Agar al-Ilm atau al-Nur tersebut bisa tertanam dan bersemi dalam diri dan kepribadian peserta didik, maka al-jism, al-‘aqal, al-nafs dan al-qalb –nya harus terlebih dahulu ditadzkiyah,

dibersihkan atau disucikan. Itulah sebabnya, mengapa para nabi dan rasul ditugaskan untuk melakukan proses pensucian (tadzkiyah) terlebih dahulu sebelum menta’limkan al-Kitab, al-Hikmah, dan al-‘ilm

kepada umatnya.

Hal di atas sesuai dengan frman Allah Swt dalam Surah Al-Baqarah ayat 151 :

Artinya :

“ Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.15

Tadzkiyah juga di singgung dalam Surah Ali ‘Imran ayat 164 yaitu :

(12)

Artinya:

“ Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.16

Dan Surah al-Jumu’ah ayat 2 yaitu:

Artinya:

“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”17

Ada 2 titik fokus perhatian peserta didik dalam mensucikan diri atau jiwanya (tadzkiyah). Pertama, dari sisi jasmani, peserta didik harus mampu mentadzkiyah tuubuhnya dari kotoran, najis, makanan dan minuman yang haram, serta dosa-dosa fsik lainnya. Sebagaimana yang dikutip Al-Rasyidin dalam bukunya Hasan Asari yang berjudul Etika Akademis dalam Islam, bahwa peserta didik harus menjaga agar

(13)

setiap kebutuhannya, makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain, semuanya dari bahan dan diperoleh lewat cara-cara yang halal dan bersih.18 Itulah pentingnya setiap orangtua memberikan nafah yang halal-baik benda maupun cara memperolehnya kepada anak-anaknya.

Kedua, dari sisi ruhaniah, yaitu setiap peserta didik harus mampu membersihkan pemikiran, jiwa dan hatinya sebelum menuntut ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, sebelum belajar atau membelajarkan diri, peserta didik harus membersihkan ‘’aql, nafs, dan

qalb-nya, agar ilmu yang dita’lim, ditarbiyah, atau dita’dibkan pendidik ke dalam dirinya bisa bersemi, terinternalisasi, tumbuh dan berkembang, dan menjadi bagian integral dari diri dan kepribadian mereka. Sifat lainnnya yang wajib dimiliki setiap peserta didik adalah sabar. 19

Sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki setiap penuntut ilmu pengetahuan antara lain adalah:

1. Mentauhidkan Allah Swt, dalam arti mengakui dan meyakini bahwa semua ilmu engetahuan bersumber dari-Nya.

2. Menyiapkan dan mensucikan diri, baik diri jasmani maupun ruhani, untuk dita’lim, ditarbiyah dan dita’dib oleh Allah Swt. 3. Peserta didik harus senantiasa mengharapkan keridhaan Allah Swt

dalam aktivitasnya menuntut ilmu pengetahuan.

18 Hasan Asari, Etika Akademis dalam Islam, Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sami wa

(14)

4. Peserta didik harus senantiasa berdoa kepada Allah Swt agar kedalam dirinya senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan. 5. Setelah ilmu pengetahuan diraih, maka aktualisasi atau

pengalamannya merupakan bentuk konkrit dari akhlak terpuji peserta didik terhadap Allah Swt.20

E. SIMPULAN.

Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fsik maupun psikologis, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan. Dalam perspektif falsafah pendidikan Islam seluruh makhluk ciptaan Allah Swt merupakan peserta didik. Namun secara khusus dalam pendidikan Islam, peserta didik adalah seluruh al insan, al-basyar atau bany adam

yang sedang menuju al-insan al-kamil, baik dalam pengertian jismiyah

maupun ruhiyah.

Selain istilah murid, thalib dan tilmidz dan ada 3 istilah lain yang dapat dirangkum dalam esensi flsafat pendidikan Islam. Ketiga istilah tersebut yaitu pertama, term mutarobbi. Kedua, muta’allim, dan

Ketiga, muta’addib.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami; Membangun Kerangka Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan Bandung: Citapustaka Media, 2012.

(16)

W. Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, cet. Ke–14 Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Hasan Asari, Etika Akademis dalam Islam, Studi tentang Kitab Tazkirat al-Sami wa al-Mutakallim Karya Ibn Jama’ah Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.

M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,cet. Ke-6, terj. Bustami A. Gani dan Dojhar Bahry Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Tim Penyusun Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bogor: SABIQ, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Konsep dari perancangan sebuah film yang akan penulis buat adalah film yang dimana pada salah satu adegan penulis ingin Memunculkan visual efek dalam sebuah adegan di film,

Hasil tersebut dapat diartikan bahwa UD Nabila dapat melakukan pemesanan sebanyak 21 kali dalam setahun dengan kuantitas pembelian optimal sebanyak 1.403,44 Kg

Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas Sri Kencana dengan populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm memilih tanaman lebih tinggi dengan

Indium diaktivasi dengan dosis neutron lamb at pada nilai dosis 70 mrem - 2300 mrem, dan aktivitas yang terjadi diukur dengan alat cacah gamma.. Hasil percobaan ini diharapkan

Berkaitan dengan kompetensi pedagogik, seorang guru haruslah memiliki pengetahuan yang baik mengenai metode pembelajaran inovatif meliputi metode penyajian, strategi

Saya juga diajari berpuasa sama Ibu, akan tetapi puasa yang dilaksanakan di agama Katolik sedikit berbeda dengan agama Islam, kemudian doa-doa untuk sehari-hari,

Karena memiliki kelebihan dalam memuat informasi lebih banyak dan hingga saat ini Kabupaten Tulungagung belum memiliki sebuah media dalam bentuk buku panduan

mempertimbangkan pentingnya penanganan demam dan tindakan mandiri perawat dalam intervensi keperawatan, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perbedaan penurunan