• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Page 1 of 20

JASA FREIGHT FORWARDING DALAM ASPEK PAJAK PENGHASILAN Ahmad Yusuf (2)

Birochi Puspo Raharjo (7) Indriani Natasya (17)

Rahmat Stiady (22) Tigor Ramadhan Lubis (27)

Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai jasa freight forwarding dan bagaimana proses pengenaan pajak penghasilannya apabila ditinjau dari peraturan

perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

Keywords : freight forwarding, peraturan, pajak penghasilan

+

I. Pendahuluan

Istilah freight forwarding pertama kali disebut di Amerika Serikat pada tahun 1942 dalam Freight Forwarders Act, 1942. Kegiatan usaha freight forwarding sudah dimulai sejak tahun 1930 oleh beberapa forwarder yang melayani jasa pengangkutan di darat dan di air dan hanya melayani pengangkutan domestik. Menurut Giles Morrow dan G. Lloyd Wilson (1943) dalam jurnalnya yang berjudul Some Problems of Freight Forwarders menyebutkan pengertian freight forwarding adalah sebagai berikut

“Freight forwarders or freight forwarding company are the companies engaged in consolidation of small lots of less-than-carload or less-than-truckload freight from shippers, either at their depots or through the pickup services maintained by motor carriers; the forwarding of the consolidated shipments via the services of railroads, steamship lines, or motor truck carriers, usually in carload or truckload lots to destination; and the distribution of the goods to the individual consignees of the small lots at the depots or by motor carrier distributing services.”

Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa perusahaan freight forwarding adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mengurusi pengangkutan/pengiriman barang muatan dari kapal laut, juga barang-barang yang berada di gudang melalui pengangkutan mobil, mengurusi pengiriman barang melalui kereta api, kapal laut, atau melalui mobil/truk ke tujuan yang diminta/tempat si penerima barang dan pengiriman barang dari gudang si penjual ke tempat si pembeli.

(2)

Page 2 of 20 Dalam perkembangan volume perdagangan Indonesia semakin meningkat sehingga memerlukan perusahaan jasa angkutan yang betul-betul dapat dapat menunjang kegiatan ekspor komoditi Indonesia ke luar negeri, pada tanggal 25 Juli 1989 terjadilah peleburan antara beberapa assosiasi yang bergerak dalam bidang pengurusan barang export – import yang terdiri dari INFAA ( Indonesia Freight Forwarder Association ) GAVEKSI ( Gabungan Veem dan Ekspedisi Seluruh Indonesia = EMKL ) – EMPU ( Espedisi Muatan Pesawat Udara = EMKU ) , yang menjadi INFA ( Indonesia Forwarder association ) atau GAFEKSI (Gabungan Freight dan Ekspedisi Seluruh Indonesia ) yang diresmikan oleh menteri Perhubungan pada dengan jumlah anggota pada saat itu 288 anggota dan pada tahun 2011 telah mencapai 1800 perusahaan yang tersebar berbagai daerah di Indonesia dengan pembinaan dari Departement Perhubungan RI.

Pengertian jasa freight forwarding di Indonesia disebut didalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988 yaitu:

“kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut, dan darat, dengan kegiatan penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang, penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya.”

Jasa freight forwarding dibagi dalam empat segmen yaitu : a. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK)

b. Jasa pengurusan transportasi murni (JPT) c. Trucking

d. Pergudangan

Definisi pengusaha pengurusan jasa kepabeanan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-24/BC/2007 adalah “badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir”. Sedangkan definisi kewajiban pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan melayani konsumennya (eksportir dan importir) sebagai custom brokers. Pada dasarnya, pemilik barang (eksportir dan importir) bisa menyelesaikan kewajiban pabeannya sendiri, namun tidak semua eksportir dan importir mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana kewajiban pabean. Oleh karena itu, seringkali pemilik barang memberikan kuasa penyelesaian kewajiban pabean tersebut kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Untuk dapat menjadi custom brokers, maka pengusaha pengurusan jasa kepabeanan harus mempunyai Nomor Pokok Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat.

(3)

Page 3 of 20 yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman dan jenis transportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut. Jenis pelayanan yang diberikan dalam jasa pengurusan transportasi murni mulai dari door to door (barang diantar dari tempat/gudang penjual ke tempat/gudang pembeli), door to port (barang diantar dari tempat/gudang penjual ke pelabuhan tempat pembeli), port to door (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke tempat/gudang pembeli) dan port to port (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke pelabuhan tempat pembeli).

Pengertian trucking sendiri tidak ada diatur dalam peraturan sehingga setiap orang dapat memberikan definisinya. Secara umum trucking merupakan jasa freight forwarding melalui transportasi darat dengan menggunakan truk.

Pengertian pergudangan juga tidak diatur dalam peraturan. Secara umum pergudangan adalah salah satu jenis jasa freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpanan barang-barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.

Seiring peningkatan jumlah perusahaan freight forwarding di Jakarta sendiri yang tidak terarah yang berimbas pada banyaknya perusahan freight forwarding yang tumbuh secara liar, mengakibatkan pihak pemerintah diwakili oleh Dirjen Perhubungan melakukan batasan dan pengketatan pengajuan perijinan perusahaan freight forwarding. Selain isu terkait perbankan, kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua lembaga. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit data pajak.

II. Pengertian Freight Forwarding

Menurut Koleangan (2004:20) pengertian Freight Forwading adalah “orang atau badan usaha yang melakukan jasa pengurusan dokumen dan atau definisi baku yang diberlakukan secara international, pengapalan barang atas permintaan importer atau eksportir dengan menerima pembayaran sebagai kompensasi”.

Menurut Suyono (2003:155) pengertian Freight Forwarding adalah “badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atau seluruh kegiatan diperlukan bagi terlaksananya pengiriman , pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut atau udara”.

Menurut Suyono (2005), freight Forwarder adalah

badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi terlaksanannya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport melalui darat, laut , dan/udara. Disamping itu, freight forwarder juga melaksanakan pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah Negara export, Negara transit dan Negara import. Freight Forwarding adalah seseorang yang mendapatkan order dari langganan untuk pengangkutan barang-barang tersebut ketempat tujuan “. Sukrisman (1985:1).

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1988 tanggal 26 Januari 1988, disebutkan bahwa,

(4)

Page 4 of 20 Penimbangan, Pengurusan Penyelesaian Dokumen, Penerbitan Dokumen Angkutan, Perhitungan Biaya Angkutan, Klaim, Asuransi atas Pengiriman Barang serta Penyelesaian Tagihan dan Biaya-Biaya Lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. “

Sedangkan orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding adalah seorang freight forwarder. Freight forwarder adalah seseorang atau suatu badan hukum yang melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau beberapa orang pemilik barang,yang di kumpulkan dari satu atau beberapa tempat , sampai ke tempat tujuan akhir melalui system pengaturan lalu lintas barang dan dokumen , dengan menggunakan satu atau beberapa jenis angkutan dengan tanpa harus memiliki sarana angkutan di maksud.

III. Klasifikasi Freight Forwarding

Dalam kegiatannya sehari-hari, Freight Forwarding dapat dibagi dalam 2 jenis golongan yaitu:

A. Dari segi operasionalnya

Forwarder dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan sesuai dengan tingkat profesionalisme dalam melaksanakan proses penanganan dan pengiriman barang serta ketersediaan agen sebagai mitra usahanya di luar negeri. Dari ke-tiga golongan tersebut, masing-masing adalah International Freight Forwarder (Klasifikasi A),Domestik/Regional Forwarder (Klasifikasi B),Local Forwarder (Klasifikasi C)

1. International Freight Forwarder

IFF yang berklasifikasi A ini adalah merupakan Forwarder professional dalam hal menjalankan kegiatan Freight Forwarding dengan memberikan jasa penanganan serta pengiriman barang kepada para customernya yang bertaraf internasional, yaitu melakukan pengiriman barang ke atau dari salah satu atau berbagai negara di luar negeri. Jenis Forwarder seperti ini banyak diminati oleh para pemilik barang terutama oleh Exportir atau Importir. Faktor-faktor yang mendukung mengapa mereka yang selalu diminati oleh para pemakai jasa antara lain:

 Berhak menerbitkan/menggunakan FIATA B/L dan  Memiliki tenaga ahli dibidang pengiriman barang.

 Adanya jaringn kerja secara Internasional serta Agen/Mitra kerja yang tangguh.  Memiliki sarana dan prasarana kerja yang cukup.

 Berpengalaman luas serta mampu memberikan saran-saran yang diperlukan oleh pemilik barang terhadap suatu maksud untuk pengiriman barang ke negara tujuan tertentu.

 Mampu memberikan tarif angkutan yang relative murah serta dapat membantu mencari jalan keluar untuk menurunkan biaya produksi terhadap suatu barang yang akan di pasarkan di dunia internasional, serta selalu membayar tuntutan ganti rugi. 2. Domestik/Regional Forwarder

Perbedaan yang mendasar dengan Internasional Freight Forwarder adalah mereka berhak untuk menggunakan FIATA B/L sedangkan dari Forwarder Domestik/Regional belum berhak menggunakannya atau menerbitkan B/L sendiri (House B/L)

(5)

Page 5 of 20 Jenis Forwarder ini merupakan forwarder dengan klasifikasi yang minim. Hal ini dikarenakan forwarder local termasuk golongan yang belum memiiki agen di luar negeri, dan mereka adalah para pengelolah jasa EMKL dan EMKU

B. Dari Segi dasar sarana angkutan

1. Sea Freight Forwarder

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah mereka yang telah mengkhususkan kegiatan usahanya pada pengiriman barang muatan melalui angkutan laut atau melalui kombinasi antara angkutan darat lainnya.Ada kategori umum mengenai barang muatan atau cargo yang harus diketahui oleh seorang Forwarder tentang teknik pelayanannya (Cargo handling) masing-masing jenisnya yaitu :

- Bulk cargo

Yaitu semua jenis barang yang secara fisik bentuknya tidak dapat atau tidak harus dikemas tersendiri dengan jenis kemasan apapun juga kecuali di sesuaikan dengan unit alat angkutan itu sendiri.Contoh dari katagori jenis ini adalah

a) Biji-bijian, seperti jagung, beras, tepung terigu dll.

b)Bijih tambang, seperti batubara, besi, serta bahan mineral lain yang belum dip roses. c) Kayu-kayuan, berupa kayu gelondong (logs), chips (pecahan kayu) dan hasil-hasil hutan lainnya.

d)Berbagai macam jenis mesin-mesin serta produk-produk lain yang tidak dapat dimasukkan kedalam salah satu jenis kemasan atau dimaskkan kedalam petikemas, seperti transformer, reactor, turbin dan sebagainya.

e) Kendaraan bermotor, truk, dan alat angkutan lainnya.

f) Berbagai macam jenis produk besi-besi atau jenis produk metal lainnya yang telah selesai maupun berupa semi proses.

- Unit load cargo

Yaitu satu atau lebih kemasan barang yang digabung /diikat atau ditumpuk menjadi satu tumpukan pada sesuatu ”palet” atau bentuk lainnya sedemikian rupa (skidded),sehingga dengan demikian seluruh unit tersebut dapat di terima oleh kapal dan siap dimuat dengan man serta ditata diatas kapal dan di bongkar dengan mudah di pelabuhan tujuan dengan menggunakan alat mekanik tertentu. Adapun maksud dan tujuan untuk mengelompokkan komoditi tersebut pada satu unit “Pallet” adalah karena hal-hal sebagai berikut:

Menghemat biaya tenaga kerja (labor saving), item “unit load” ini akan memperkecil biaya operasional untuk pelayanan barang muatan ,yaitu dengan jalan menggunakan peralatan bongkar /muat, seperti forklift yang hanya dengan satu orang operator mampu melaksanakan pekerjaan mengangkat sebagian besar barang muatan/cargo ;demikian pula dengan crane,yang mampu membongkar /memuat sejumlah besar peti, karton maupun karung-karung,untuk sekali angkat.

Menghemat waktu pelayanan, banyak sekali waktu yang berharga terbuang percuma untuk melayani barang muatan yang terdiri dari berbagai macam bentuk kemasan.Dengan menggunakan system “Unit Load” akan mampu menggerakkan atau memindahkan sebagian besar komoditi di pelabuhan dengan menggunakan berbagai peralatan mesin bongkar/muat.

(6)

Page 6 of 20 terhadap kerusakan maupun kehilangan atas suatu barang , di bandingkan system konvensional.

- Containerised Cargo (Containerisation)

Adalah “suatu kegiatan dimana sejumlah barang muatan yang diisi kedalam suatu unit petikemas untuk selanjutnya petikemas tersebut diangkut/dikirim melalui pelabuhan muat dengan sarana angkutan tertentu ketempat tujuan atau pelabuhan pembongkaran yang di kehendaki.” Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya petikemas antara lain sebagai berikut:

Mengurang biaya pengemasan barang karena secara umum petikemas merupakan alat kemasan yang sebenarnya (actual packing material)

Mengurangi biaya tenaga kerja terhadap proses pelayanan barang sebagai contoh unit petikemas yang harus dimuat keatas kapal dapat dilaksanakan dalam waktu satu hari sedangkan kapal konvensional dengan volume barang yang sama akan memerlukan waktu muat paling sedikit 5 hari.

Mengurangi masa transit kapal yang menyebabkan masa perjalanan kapal menjadi lebih pendek (turnaraound time) sehingga perjalan kapal menjadi lebih ekonomis.

Keamanan barang lebih terjamin selama barang berada di petikemas.

2. Air Freight Forwarder

Mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sektor angkutan udara dengan kombinasi angkutan kereta api atau truk. Lokasi kegiatan sebagian besar berada di sekitar Bandar udara, baik kegiatan penyelesaian dokumen maupun penumpukan baranng serta lalu lintasnya.

Airwaybill atau House Airway (AWB atau HAWB) adalah tata cara seorang forwarder yang akan melakukan pemesanan ruang muatan (booking cargo space system)pada setiap pengapalan yang telah diatur secara internasional ,yaitu sebagaimana yang tertera berikut ini :

- Nomor seri Airwaybill ,bahwa pada setiap pengapalan akan selalu tercantum nomor seri dari setiap Airwaybill yang diterbitkannya.Nomor ini merupakan factor yang sangat penting sekali peranannya,dalam rangka mengidentifikasikan suatu pengapalan barang muatan melalui suatu penerbangan sampai pada saat pnyerahan barang I Bandar udara pada tujuan akhirnya.

- Jumlah paket (collie) ,jumlah paket harus di ketahui dengn pasti sebagai kelengkapan pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat penyerahan.

- Berat barang ,seperti diketahui dengan pasti sebagai kelengkapan pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat penyerahan.

- Jenis barang muatan ,untuk melaksanakan pemesanan ruang muatan pada pesawat udara,jenis serta bentuk barang sangat penting sekali untuk diketahui.

- Ukuran dan isi barang,informasi atau keterangan lengkap mengenai ukuran dan isi barang yang akan dimuat keatas kapal,disamping tentunya berat barang bersangkutan ,adalah sangat di perlukan,yang dinyatakan dalam Cm dan In - Bandar udara pemberangkatan dan tujuan nama-nama Bandar udara pemberangkatan

serta tujuannya sangat penting sekali untuk hal-hal sebagai berikut : o menentukan trayek pengapalan.

o mengatur tempat penimbunan yang sesuai dengan tata ruang yang telah ditentukan,menjelang keberangkatan meupun kedatangan barang bersangkutan.

(7)

Page 7 of 20 o Memberikan kesempatan kepada pengirim barang untuk mengatur segala

sesuatunya baik di tempat transit maupun ditempat tujuan barang.

3. Rail and Inland freight Forwarder

Yaitu mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sector angkutan darat dengan menggunakan jasa angkutan kereta api dan sarana angkutan lainnya sampai jauh ke pedalaman pada suatu daerah atau Negara.

4. Combined Transport Operator

Yaitu Forwarder yang dalam usaha jasanya menggunakan lebih dari satu jenis alat angkutan atau berbagai sarana angkutan yang melalui laut,udara dan kereta api dan truk,atau kombinasi diantaranya.

Adapun Syarat untuk disebut sebagai seorang Forwarder yang professional adalah sebagai berikut :

a. Memiliki sejumlah pengalaman luas dan memiliki berbagai aspek perdaganngan internasional, angkutan serta memiliki hubungan luas serta mitra kerja yang baik pada sector paengangkutan darat ,laut dan udara ,pergudangan stevedoring ,bank asuransi dan sebagainya.

b. Memiliki ketrampilan kerja yang efektif dan efisien yang didukung oleh tenaga ahli di bidangnya seperti ahli logistic dan mobilitasi ,bongkar muat, tata cara pengemasan, dan asuransi dan sebagainya.

c. Mampu memberikan pelayanan maksimal kepada para pemakai jasa. Sebagai forwarder professional mereka perluvmemiliki sarana-sarana serta perlengkapannya untuk penumpukan dan pelayanan barang muatan selama berada dibawah kekuasaannya. d. Mampu membayar segala jenis biaya-biaya tekait pada setiap proses pengiriman barang

terlebih dahulu untuk kemudian menagih pembiayaan tersebut kepada pera pemakai jasa bersangkutan dan mampu memberikan tariff yang relative lebih murah.

C. Dari segi Jenis Layanan

Dengan begitu banyak ragam fungsi maupun peranan seorang forwarder dalam rangka melaksanakan sejumlah pengiriman barang baik dengan meggunakan armada milik pihak lain atau miliknya sendiri. Maka hal tersebut akan memberikan suatu lingkup konsekuensi maupun tanggung jawab yang cukup luas. Untuk memenuhi keinginan para pemakai jasa, seorang forwarder sebelum menyetujui untuk melaksanakan pengiriman barang akan mengambil beberapa langkah –langkah penting,antara lain mencari informasi tentang kredibilitas pemakai jasanya tersebut,untuk selanjutnya barulah mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan rencana pelaksanaan pengiriman barang bersangkutan.Dimana prospek yang akan dapat memberikan sesuatu kepadanya khususnya pekerjaan untuk melaksanakan pengiriman barang.Beberapa jenis pelayanan pengiriman barang muatan yang dapat ditawarkan kepada calon pemakai jasanya, antara lain :

1. Door to Door Services

(8)

Page 8 of 20

2. Port to Port Services

Suatu system pelayanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang Forwarder , dimulai dari gudang/truck/tongkang di pelabuhan pemuatan sampai dengan gudang /truck/tongkang di pelabuhan tujuan (Pembongkaran),degan menggunakan satu jenis sarana angkutan (single transportation system)

3. Port to Door Services

Suatu sistem pengiriman barang yang dilaksankan oleh seorang Forwarder yang mulai dari pelabuhan pemuatan ,sampai dengan pintu gudang si penerima (end User) , dengan meggunakan lebih dari sarana angkutan.

4. Door to Port Services

Suatu layanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang forwarder mulai dari pintu gudang pengirim sampai dengan pelabuhan pembongkaran di tempat tujuan dengan menggunakan lebih dari sarana angkutan.

D. Dari segi tanggung jawabnya (Tipologi Freight Forwarder)

Berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya , freight forwarder dikelompokan menjadi 2 (dua) tipe , yaitu :

1. Sebagai agen

Freight Forwarder bertindak sebagai agen apabila:

A. menerima kewajiban/tanggung jawab atas pengaturan pengangkutan barang dilakukan atas dasar aturan tradisional keagenan, melakukan pemesanan ruangan kapal, mengatur transportasi, pengurusan di Bea Cukai, dan sebagainya, dan dalam melaksankan tugasnya patuh kepada prinsipal, mematuhi instruksi-instruksi yang beralasan dan harus mampu melaksanakan seluruh transaksi yang terjadi.

B. tidak bertanggung jawab terhadap tindakan atau kesalahan maupun kelalaian pihak ketiga, seperti carrier, re-forwarder dan sebagainya, dengan catatan bahwa pemilihan pihak ketiga tersebut telah dilakukan sungguh-sungguh. Contoh-contoh kesalahan terbatas yang menjadi tanggung jawabnya yaitu :

penyerahan barang tidak sesuai dengan instruksi pengirim barang kesalahan mengasuransikan barang yang tidak sesua dengan instruksi kesalahan selama pengurusan di pabean/Bea Cukai (customs operations) barang dikirim kepelabuhan yang salah

re-export dilakukan tanpa memenuhi syarat kepabeanan/Bea Cukai penyerahan barang tanpa menagih uang freight dari consignee

2. Sebagai principal

Freight Forwarder bertindak sebagai prinsipal apabila:

A. Freight Forwarder berlaku sebagai suatu kontraktor bebas (independent contractor), bertanggung jawab atas namanya sendiri, tidak hanya kesalahnnya sendiri tetapi terhadap seluruh pelaksanaan angkutan termasuk periode barang selama dalam pengawasan carrier dan semua penangung jawab multimoda lainnya yang diguanakan atas pekerjaan yang diminta pelanggan.

B. Bertanggung jawab atas tindakan dan kesalahan carrier dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan kontrak angkutan.

C. Melakukan konsolidasi, yaitu mengumpulkan muatan partai kecil dari beberapa shipper dan mengirim muatan tersebut dalam satu shipment kepada agent consolidation di pelabuhan tujuan dan menyerahkannya kepada consignee.

(9)

Page 9 of 20 transport, menerbitkan House Bill of Lading atau House Airwaybill sendiri, maka dapat dikatakan freight forwarder tersebut berlaku prinsipal.

IV.

Pendirian Perusahaan Freight Forwarding

Untuk dapat melakukan kegiatan usaha Jasa Pengurusan Transportasi (freight

forwarding) harus memiliki lzin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT) yang

dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Untuk memperoleh Surat Izin Usaha harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki akta pendirian yang disahkan oleh instansi yang berwenang;

b. Memiliki modal disetor sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

c. Saham-saham perusahaan seluruhnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan

atau badan hukum Indonesia, apabila terdapat modal asing harus mendapatkan izin

prinsip dari Instansi yang berwenang (BKPM);

d. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku;

e. Memiliki Nomor Pokok WaJib Pajak (NPWP);

f. Memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli di bidang kepabeanan bagi

Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Internasional; dan

g. Rekomendasi dari Asosiasi Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang diakui

pemerintah dan Kamar Dagang dan lndustri (KADIN).

Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Nasional atau Badan Hukum Indonesia

atau Warga Negara Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan Jasa

Pengurusan Transportasi Asing, Badan Hukum Asing atau Warga Negara Asing, dalam

bentuk usaha patungan (

joint venture

) dengan membentuk perusahaan Jasa Pengurusan

Transportasi Nasional. Usaha Jasa Pengurusan Transportasi yang dilakukan oleh usaha

patungan (

joint venture

) wajib memiliki Surat lzin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi

(SIUJPT).

V.

Proses bisnis atas jasa Freight forwader

(10)

Page 10 of 20

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa kegiatan

freight forwarder

diawali dengan

adanya permintaan pengurusan barang dari

shipper

yang ingin melakukan ekspor ke

pembeli di luar negeri. Shipper meminta bantuan forwarder dikarenakan keahliannya

dalam mengurus proses pengiriman barang ke seluruh penjuru dunia, seperti

penentuan moda transportasi, pengurusan dokumen kepabeanan atau pengangkutan,

baik di negara asal maupun negara tujuan. Setelah terjadi kesepakatan harga

Freight

forwarder

melakukan kegiatan pengurusan seperti

pick up order, packing, storage,

pengurusan dokumen kepabeanan dengan meminta bantuan Pengusaha Pengurusan

Jasa Kepabeanan (PPJK), menghubungi agen pelayaran

(feeder vessel atau mother vessel)

dan pengangkutan barang ke pengangkut. Selanjutnya,

forwader

menghubungi

agen/mitra

forwarder

di luar negeri guna pengurusan barang di pelabuhan tujuan dan

mengirim ke

consignee

(pemilik barang). Setelah barang diterima, kegiatan

freight

forwarder

dianggap selesai dan forwarder akan melakukan penagihan atas jasa yang

dilaksanakan.

International Freight forwarder

adalah perusahaan pengurusan jasa transportasi yang

khusus melayani pengurusan barang shipper untuk tujuan ekspor maupun impor, tidak

termasuk pengurusan barang di dalam negeri. Jasa layanan yang diberikan umumnya

bersifat

door to door

(gudang

shipper

ke gudang

consignee

atau sebaliknya). Adapun

pihak-pihak terkait dan dokumen-dokumen pengurusan pengiriman barang

ekspor-impor dapat dijelaskan sebagi berikut:

(gambar 3 dan gambar 4)

1. Proses Pengurusan Barang Ekspor

(11)

Page 11 of 20

Terakhir, dokumen

Ocean Bill of Lading

dan

House Bill of Lading

dikirim

ke Agen/mitra

Forwarder di negara tujuan.

(12)

Page 12 of 20

Kegiatan pengurusan barang impor di mulai ketika

Freight forwarder

menerima

Ocean

B/L

(OBL) dan

House Bill of Lading

(HBL) dari

Agent forwarder

di LN. F

orwarder

melakukan

cross check

ke agen pelayaran terkait rencana kedatangan kapal di

Pelabuhan Indonesia. Selajutnya,

freight forwarder

mengirimkan

Notice of Arrival

(pemberitahuan kedatangan kapal) kepada importir. Tahap selanjutnya,

forwarder

menyiapkan tagihan-tagihan ke importir tergantung jenis pembayaran untuk

ocean

freight

-nya, apakah

Freight Prepaid

atau

Freight Collect

.

Freight forwarder

memberikan

Surat Pengantar Pengambilan D/O ke importir untuk proses

clearence

di Pelabuhan

termasuk pengurusan di Bea Cukai. F

orwarder

melakukan pengurusan

clearence

ke

untuk penerbitan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

VI. Ruang Lingkup Perusahaan Freight Forwarding

Lingkup kegiatan forwarder jika dilihar dari segi fungsinya sebagai konsultan

angkutan, maka freight forwarder dapat mewakili pihak shipper atau pihak penerima

Barang (consignee) yang akan melakukan kegiatan pengiriman /

penerimaan

barang dari tempat asal ke tempat lain yang dituju atau sebaliknya,

baik

yang

berskala Nasional (Interinsuler) maupun Internasional (Export/ import), maka untuk

memudahkan pekerjaan tersebut, pihak pemilik barang (cargo owner) dapat

mempercayakan pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan oleh Freight forwarder.

Dalam melaksanakan perwalian tersebut freight forwarder akan mengambil alih

semua tanggung jawab atas barang, mulai pada saat barang diserahkan oleh cargo

owner sampai barang tersebut tiba dan diterima oleh pihak yang berhak menerimanya

atau pihak yang tercantum dalam dokumen pengapalan di suatu tempat tujuan yang

telah ditentukan.

Prosedur dalam pelaksanaan perwalian ini, freight forwarder memiliki lingkup

kegiatan yang mencakup:

1. Forwarder Bertindak Atas Nama Eksportir

:

a.

Memilih route serta mode transport yang dikehendaki

b.

Melakukan booking space ke perusahaan Shipping Line

c.

Melakukan serah terima barang dengan cargo owner (Eksportir). Pada saat

serah terima barang dilakukan, maka freight forwarder menyerahkan

dokumen Forwarders Cerificate of Receipt (CFR) dan Forwarder

Certificate of Transport (FCT) kepada eksportir.

d.

Mempelajari bentuk Letter of Credit (L/C) serta aturan pemerintah yang

relevan dengan rencana pengiriman barang, baik di Negara eksportir

(Country of Origin) dan Negara yang memungkinkan barang tersebut akan

transit (Country of Transito) serta Negara tujuan dimana barang tersebut

akan dibongkar (Country of Destination).

(13)

Page 13 of 20

i.

Melakukan pengangkutan barang ke pelabuhan muat (Port of Loading)

dengan terlebih dahulu mengurus dokumen ekspor Barang (PEB) serta

dokumen pelengkap lainnya yang dibutuhkan oleh (carrier).

j.

Membayar semua biaya yang timbul terkait dengan pengangkutan dan

pengurusan dokumen, termasuk pembayaran freight

k.

Menerima full set Bill of Lading (B/L) dari carrier

l.

Memonitor pergerakan barang selama dalam perjalanan serta melakukan

komunikasi dengan forwarding agent yang ada di luar negeri (Port of

Destination) dengan terlebih dahulu mengirim Telex Release dalam rangka

persiapan clearance dokumen dan Cargo delivery saat barang tiba.

m.

Dalam hal terjadi kerusakan barang, maka forwarder, melalui agentnya di

pelabuhan tujuan, melaksanakan pencatatan kerusakan serta kehilangan

barang dalam proses claim.

2. Bertindak Atas Nama Importir

Lingkup kegiatan forwarder dalam hal bertindak sebagai importer dapat

diuraikan sebagai berikut :

a.

Menerima dan mengecek dokumen impor serta dokumen pelengkap lainnya yang

dibutuhkan dalam rangka impor

b.

Memonitor pergerakan barang impor untuk mengetahui kapan

barang tersebut akan tiba.

c.

Mengurus pengambilan Delivery Order (D/O) atas barang pada perusahaan

pelayaran serta membayar biaya yang timbul terkait kegiatan impor

d.

Membuat dan mengajukan surat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke kantor

bea cukai dengan terlebih dahulu membayar Bea Masuk, pajak dan Pajak lainnya

dalam rangka impor ke bank devisa yang ditunjuk atau mengajukan surat

permohonan penimbunan sementara di luar kawasan pabean ( Gudang Lini II )

dalam hal PIB belum memenuhi syarat pengajuan.

e.

Mempersiapkan gudang sementara (jika memungkinkan)

f.

Melakukan pengurusan Job Slip ke pihak operator pelabuhan (Pelindo) divisi

Usaha Terminal Peti Kemas (UTPK) dengan melampirkan dokumen dari

customs sebagai legalitas bahwa barang impor tersebut telah memenuhi syarat

untuk dikeluarkan.

g.

Melakukan pengangkutan serta penyerahan barang kepada consignee.

VII. Istilah dalam Ekspor Impor

Incoterms atau International Commercial Terms adalah kumpulan istilah yang dibuat untuk menyamakan pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional. Incoterms menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan dengan pengiriman barang. Hal-hal yang dijelaskan meliputi proses pengiriman barang, penanggung jawab proses ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul dan penanggung risiko bila terjadi perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.

(14)

Page 14 of 20 menggantikan 4 istilah lama. Istilah baru dalam Incoterms 2010 yaitu Delivered at Terminal (DAT); dan Delivered at Place (DAP). Sedangkan 4 istilah lama yang digantikan yaitu: Delivered at Frontier (DAF); Delivered Ex Ship (DES); Delivered Ex Quay (DEQ); Delivered Duty Unpaid (DDU).

Tiga belas istilah dalam Incoterms 2000:

a) EXW (nama tempat): Ex Works, pihak penjual menentukan tempat pengambilan barang. b) FCA (nama tempat): Free Carrier, pihak penjual hanya bertanggung jawab untuk

mengurus izin ekspor dan meyerahkan barang ke pihak pengangkut di tempat yang telah ditentukan.

c) FAS (nama pelabuhan keberangkatan): Free Alongside Ship, pihak penjual bertanggung jawab sampai barang berada di pelabuhan keberangkatan dan siap disamping kapal untuk dimuat. Hanya berlaku untuk transportasi air.

d) FOB (nama pelabuhan keberangkatan): Free On Board, pihak penjual bertanggung jawab dari mengurus izin ekspor sampai memuat barang di kapal yang siap berangkat. Hanya berlaku untuk transportasi air.

e) CFR (nama pelabuhan tujuan): Cost and Freight, pihak penjual menanggung biaya sampai kapal yang memuat barang merapat di pelabuhan tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat kapal berangkat dari pelabuhan keberangkatan. Hanya berlaku untuk transportasi air.

f) CIF (nama pelabuhan tujuan): Cost, Insurance and Freight, sama seperti CFR ditambah pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim. Hanya berlaku untuk transportasi air.

g) CPT (nama tempat tujuan): Carriage Paid To, pihak penjual menanggung biaya sampai barang tiba di tempat tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat barang diserahkan ke pihak pengangkut.

h) CIP (nama tempat tujuan): Carriage and Insurance Paid to, sama seperti CPT ditambah pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim.

i) DAF (nama tempat): Delivered At Frontier, pihak penjual mengurus izin ekspor dan bertanggung jawab sampai barang tiba di perbatasan negara tujuan. Bea cukai dan izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.

j) DES (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Ship, pihak penjual bertanggung jawab sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan siap untuk dibongkar. izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk transportasi air.

k) DEQ (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Quay, pihak penjual bertanggung jawab sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan barang telah dibongkar dan disimpan di dermaga. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk transportasi air.

l) DDU (nama tempat tujuan): Delivered Duty Unpaid, pihak penjual bertanggung jawab mengantar barang sampai di tempat tujuan, namun tidak termasuk biaya asuransi dan biaya lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak pembeli. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.

(15)

Page 15 of 20

VIII. Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan atas Freight Forwarding di Indonesia 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. 3. Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa

Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 5. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku

industri freight forwarding dan logistik terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-178/PJ/2006

6. Peraturan lain yang terkait dengan perpajakan atas ekspor/impor.

IX. Sekilas tentang PPh Pasal 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pemotong PPh Pasal 23:

(16)

Page 16 of 20 b) Subjek Pajak badan dalam negeri;

c) penyelenggaraan kegiatan; d) bentuk usaha tetap (BUT);

e) perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

f) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

a) WP dalam negeri; b) BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

a) 15% dari jumlah bruto atas: dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti; hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

b) 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

c) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.

d) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang ditetapkan di PMK Nomor 244/PMK.03/2008

PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 36 tahun 2008, antara lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen) dari penghasilan bruto. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/20081 tanggal 31 Desember 2008 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 yang berlaku sejak 1 Januari 2009, antara lain diatur bahwa :

a) Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara atau keagenan;

Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang termasuk jasa perantara dalam PMK ini sehingga freight forwarding dianggap tidak termasuk dalam jasa perantara.

1

(17)

Page 17 of 20 b) Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa tersebut tidak memiliki NPWP,

besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif sebagimana dimaksud pada ayat (1)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight forwarding bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Bahkan sebelumnya, dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-785/PJ.032/2007 ditegaskan pula bahwa freight forwarding bukanlah jasa perantara.

Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh, sebab, jika dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta dan atau jasa-jasa yang menjadi Objek PPh Pasal 23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh. Hal ini sesuai dengan pasal 23 ayat 1 huruf c Yang menyatakan akan dipotong sebesar 2% untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);

Hal ini yang harus dipahami oleh mereka yang dalam kegiatan usahanya terkait dengan bisnis freight forwarding, terutama shipper yang menurut peraturan pajak diembani dengan kewajiban memotong PPh Pasal 23, agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan. Dalam konteks ini, pihak-pihak yang terkait dengan bisnis freight forwarding tersebut harus memahami apa saja jenis jasa yang disediakan oleh freight forwarder dan bagaimana cara penagihan (invoicing) yang dilakukan. Karena bisa jadi jasa-jasa yang disediakan freight forwarding tadi merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.

Kegiatan operasional freight forwarding mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang dimuat dalam kontainer), sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, dan penimbangan. Selain itu, freight forwarder juga bertugas melakukan pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi, serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang tersebut.

Dalam praktik, sebagian dari kegiatan-kegiatan operasional tersebut ada yang dilakukan sendiri oleh freight forwarder (dengan menggunakan sarana dan prasarana milik sendiri atau sewaan) dan ada pula yang menggunakan jasa-jasa dari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan memadai.

Apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan operasional tersebut dilakukan secara

menyatu (misalnya dengan menggunakan nama akun imbalan jasa forwarder’s fee atau

handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasa operasional tersebut semestinya tidak dipotong PPh Pasal 23.

Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah (di-breakdown), dan ini yang biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan tersebut dapat menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa pengepakan atau jasa fumigasi2 (jasa pembasmian hama terhadap barang-barang yang akan dimasukan ke kontainer) yang ditagih secara terpisah, maka imbalan jasa tersebut akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23

2

(18)

Page 18 of 20 Sementara sebagian lagi dapat masuk ke dalam wilayah remang-remang (grey area), seperti jasa penyimpanan-yang merupakan salah satu rangkaian dari jasa-jasa freight forwarding dalam proses pengiriman barang—dilakukan sendiri oleh freight forwarder, baik dengan menggunakan gudang milik sendiri atau gudang yang disewa dari pihak ketiga.

Dalam hal ini, grey area akan ada jika seandainya imbalan atas jasa penyimpanan tersebut ditagih secara terpisah. Di sini muncul pertanyaan, apakah jasa tersebut termasuk sebagai jasa penyimpanan atau jasa sewa gudang (sewa tanah dan atau bangunan)? Sebab dalam peraturan pajak tidak dijelaskan batasan dan perbedaan dari kedua jenis jasa tersebut. Begitu juga dengan jasa pengangkutan, termasuk sewa (charter) atau bukan.

Dalam praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yang menyediakan sendiri semua jasa-jasa yang diperlukan dalam proses pengiriman barang. Sebab, semua kegiatan tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit dan beberapa di antaranya membutuhkan izin usaha dan sertifikasi yang khusus seperti misalnya jasa fumigasi. Artinya, dalam hal ini perusahaan freight forwarding biasanya akan memanfaatkan pihak ketiga penyedia jasa.

Bagi shipper agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan, sebaiknya meyakini bahwa apabila terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan jasa forwarding tersebut, pajaknya telah dipotong oleh pengusaha jasa forwarding dengan meminta foto copy bukti potong dan SPT Masa-nya. Jika perusahaan freight forwarding juga bergerak dalam biang pelayaran maka akan dikenai pajak final 1,2% dari peredaran bruto sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 ditetapkan tanggal 14 Juni 1996 tentang Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.

X. Aplikasi Pengenaan Pajak Penghasilan atas Jasa Freight forwarder

Berikut adalah contoh sederhana pengenaan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding.

Tim Fungsional Pemeriksa Pajak yang sedang memeriksa PT. Suka Impor, menemukan transaksi dengan PT. Bantu Impor (Freight Forwarder) di dalam laporan keuangannya. Transaksi tersebut tertulis sebagai “Jasa Freight Forwarding” senilai jumlah yang ditagihkan oleh PT. Bantu Impor tidak termasuk PPN. Untuk itu tim fungsional bermaksud untuk memeriksa bukti transaksi (tagihan) dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian tagihan adalah sbb:

Bagaimana perlakuan terhadap transaksi ini? Jawab:

Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih berlaku, maka atas Jasa Freight Forwarding ini dikenakan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00, dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun apabila transaksi ini terjadi ketika Per-70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas Jasa FF tersebut tidak dipotong PPh pasal 23.

Dari kasus yang sama, detil atas tagihan dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian tagihan adalah sbb:

Biaya yang Ditagih

Nominal

Jasa Freight Forwarder 5,000,000.00

Biaya yang Ditagih

Nominal

Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008

(19)

Page 19 of 20 Maka dalam transaksi ini tim pemeriksa dapat membuat table rincian sebagai berikut:

Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih berlaku, maka atas rincian Jasa Freight Forwarding secara keseluruhan dikenakan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00, dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun apabila transaksi ini terjadi ketika Per-70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas Jasa FF yang dikenakan PPh Pasal 23 hanya terkait dengan Jasa Pengepakan dan Jasa Penyimpanan saja, dengan jumlah total masing-masing Rp103.500,00 dan Rp46.000,00.

Biaya yang Ditagih Nominal Handling Fee 2,000,000.00 Jasa Pengepakan 1,000,000.00 Jasa Penyimpanan 1,300,000.00 Biaya Komunikasi 250,000.00 Biaya Terminal 400,000.00

Biaya Bank 50,000.00

Total 5,000,000.00

Biaya yang Ditagih Nominal Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008

Handling Fee 2,000,000.00 60,000.00 0.00 0.00

Jasa Pengepakan 1,000,000.00 30,000.00 45,000.00 20,000.00 Jasa Penyimpanan 1,300,000.00 39,000.00 58,500.00 26,000.00

Biaya Komunikasi 250,000.00 7,500.00 0.00 0.00

Biaya Terminal 400,000.00 12,000.00 0.00 0.00

Biaya Bank 50,000.00 1,500.00 0.00 0.00

(20)

Page 20 of 20

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku industri

freight forwarding dan logistic terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-178/PJ/2006

Manurung, Surya.2010.

ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA FREIGHT

FORWARDING (STUDY KASUS PADA PT. BBTI )

. Jakarta: Universitas Indonesia

Prabukesuma, FREIGHT FORWARDING (Jasa Pengurusan Transportasi)

http://www.prabukesuma.com/?p=153

Diakses 24 Oktober 2014

DJP. Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 23. http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-23 diakses 26 Oktober 2014

Referensi

Dokumen terkait

Disini kami memiliki keinginan untuk dapat menyelenggarakan kegiatan MENTION yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan kami ingin merealisasikan setiap konten

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja2. Hal ini

pokok, dia juga rujukan dari kitab-kitab fiqh yang ada, dia adalah asal kitab Syeikhani (dua orang Syeikh) Ima m Nawawi dan Imam Rafi’i dan yang paling istimewa adalah Ihya

Dari beberapa pengertian nikah tersebut di atas maka dapat penulis kemukakan bahwa pernikahan adalah suatu akad antara seorang pria dengan wanita atas dasar

Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan ekternal. Keadilan

Energy potensial adalah suatu energy yang tersimpan disebabkan karena kedudukan atau ketinggian atau ketegangan dari pegas.. Tenaga tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan,

1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara

Dengan dirancangnya sistem infomasi manajemen pada PT JAPFA COMFEED INDONESIA Tbk Cabang PALEMBANG dapat membuat waktu untuk menganalisis laporan yang akan diberikan kepada