Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan Berolahraga
Namora Lumongga Lubis dan Martdaira Simanjuntak
Program Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang mengungkap mood dan self report tentang kategori kebiasaan berolahraga.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga (dengan reliabilitas skala mood = 0,922), dimana subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) mengalami mood yang lebih positif dari subyek lainnya. Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini adalah adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari usia subyek penelitian dimana subyek yang berusia 31-40 tahun memiliki mood yang lebih positif daripada subyek yang berusia 20-30 tahun. Hasil penelitian selanjutnya yang juga mendukung adalah adanya perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari pernikahan subyek penelitian dimana subyek yang menikah memiliki mood yang lebih positif dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah. Namun, tidak ditemukan perbedaan mood yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan lamanya bekerja dalam sehari.
Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi para pekerja agar memahami arti pentingnya olahraga dalam kehidupan kerjanya. Dan bagi orang yang berolahraga agar mengetahui manfaat dari olahraga yang sebenarnya.
Kata kunci: mood, olahraga, kebiasaan berolahraga
fitness reduce the potential foe stress and its effects health. People who exercise or are physically fit often report less anxiety, and tension in their lives than do people who do not exercise or are less fit.
This research involved 120 early adults in Medan. The respondents participated in this research were the ones who met the criteria: work man or woman, age 20-40 years old. The method used the select the respondent was the non-probability incidental sampling. Data collected in this research was tested by using Analysis of Variance. Measuring instrument used are mood scale and stages of exercise self report.
Data analysis of this research shows that there is a significant difference of mood based on the stage of exercise (reliability mood scale = 0,922). Respondents whoses presently exercise on a regular basis and have been doing so for longer than six months had the most positive mood than the respondent in other stages. Additional findings of this research shows that there is a significant difference of mood between the 20-30 and 31-40 years old respondent and married and unmarried respondent.
The implication of this research can be used for workers to know the advantages of exercise in their lives and for the exercisers to know the main goal of exercise.
Keywords: mood, exercise, stage of exercises
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap orang pasti mempunyai masalah dalam hidupnya, begitu juga dengan orang-orang dewasa. masa dewasa dini merupakan ‘masa bermasalah’ dimana banyak masalah baru yang harus mereka hadapi. Apabila orang dewasa dini merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupan mereka, mereka sering demikian terganggu secara emosional, sehingga mereka memikirkan atau mencoba untuk bunuh diri1
. Kejadian emosional yang signifikan seperti yang diuraikan di atas adalah salah satu hal
yang dapat memicu munculnya mood
tertentu2
. Mood adalah keadaan emosional
yang predominan3
. Kita semua memiliki
mood. Kita bisa mengamati mood pada orang
lain dan melihat bahwa mood setiap orang
berbeda-beda. Mood bisa positif dan bisa juga negatif dan keduanya memiliki banyak jenis, baik yang positif maupun yang negatif. Kadang-kadang kita merasa sedih, khawatir, marah, merasa bersalah, energik, tidak percaya, benci, antusias, frustasi, dan merasakan perasaan yang lainnya4
.
Mood datang dan pergi, dan ketika hal itu terjadi kita biasanya dapat mengatasinya.
Kadang-kadang ktia dikuasai oleh mood
tersebut. Suatu depresi yang sepertinya tidak juga mau pergi, dan setiap kali kita berusaha mengusirnya, keadaannya justru semakin
memburuk, semakin mencengkeram dalam-dalam. Hal ini mulai mempengaruhi kita, baik hubungan kita dengan orang lain maupun dalam pekerjaan kita3
.
Mood berbeda dengan emosi. Emosi biasanya berlangsung sementara. Emosi kita terus-menerus menanggapi berbagai gagasan, kegiatan dan keadaan sosial yang kita hadapi
sepanjang hari. Sebaliknya, mood adalah
perpanjangan dari emosi yang berlangsung selama beberapa waktu, kadang-kadang beberapa jam, beberapa hari kita akan mewarnai pengalaman kita dan berpengaruh kuat terhadap cara kita berinteraksi. Gejolak
naik-turun mood bukan hanya merusak
individu yang bersangkutan, namun juga mengakibatkan ketegangan yang tidak lazim pada orang lain yang dekat dengan orang itu3
.
Keadaan mood yang negatif seperti
depresi, kecemasan dan kebingungan, disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negatif pula. Ada banyak hal yang dapat
mempengaruhi mood kita, misalnya suhu,
bau, obat-obatan dan lain-lain2
. Mungkin dengan menghilangkan sumber bau, mengatasi suhu atau menggunakan obat-obatan, akan memicu munculnya mood yang positif. Selain itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan yang positif yang dapat menghalangi munculnya
mood yang negatif adalah dengan
berolahraga5
Keadaan mood yang paling baik dianggap berasal dari olahraga fisik6
. Bryant, psikolog olahraga di ACE, mengatakan bahwa olahraga dapat membantu individu mengatasi stres,
depresi ringan dan memperbaiki mood.
Olahraga berhubugan negatif dengan depresi dan kecemasan. Artinya, dengan berolahraga secara teratur maka depresi dan kecemasan
semakin menurun7
. Sebagian studi menunjukkan bahwa orang yang berolahraga atau yang memiliki tubuh yang bugar mengalami kecemasan, depresi dan tekanan hidup yang lebih kecil daripada mereka yang tidak berolahraga8
.
Peribahasa yang berbunyi ‘mens sana in
corpore sano’ yang menyatakan hubungan antara tubuh yang sehat dan jiwa yang sehat (didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat), yang sampai sekarang banyak dipakai dalam literatur olahraga6
. Hubungan tersebut juga diperkuat oleh pemberitaan di berbagai media mengenai olahraga dan kebugaran fisik yang dapat melindungi kita dari stres dan bahaya yang ditimbulkan terhadap kesehatan8
. Menurut Leonard olahraga merupakan
petualangan tubuh dan jiwa manusia (the
adventures of body and mind) menuju suatu
kesatuan yang harmonis9
. Latihan olahraga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latihan aerobik dan latihan anaerobik. Latihan anaerobik dilakukan tanpa mengkonsumsi oksigen yang tinggi dalam setiap detak
jantung. Contohnya, pada saat push-up ada
kalanya kita menahan nafas selama beberapa detik sementara jantung kita terus berdetak.
Sementara itu, latihan aerobik (aerobic:
menggunakan oksigen) adalah latihan dengan menggunakan oksigen. Artinya, bahwa seseorang mengkonsumsi volume oksigen (VO2) yang tinggi setiap detak jantung selama
melakukan kegiatan olahraga. Jadi, olahraga aerobik bukan hanya senam aerobik, tetapi banyak jenis olahraga lain seperti jogging, bersepeda, berenang, jalan cepat dan lari lintas alam yang merupakan bentuk-bentuk pilihan olahraga yang dapat meningkatkan harapan hidup yang lebih lama dan untuk hidup sehat10
.
Olahraga (aerobik) memiliki kapasitas untu mencegah berbagai masalah dan juga mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan dari depresi dan kecemasan. Olahraga itu bersifat alami dan gaya hidup di abad 21 ini
tidak alami dengan udara yang kotor dan pohon yang sedikit, gaya hidup merokok, makanan yang tidak sehat serta gaya hidup lainnya4
.
Olahraga merupakan suatu pilihan gaya hidup. Sebagian orang mungkin memilih untuk tidak berolahraga, namun sebagian orang justru menganggap olahraga merupakan kegiatan yang harus mereka lakukan. Penelitian LaFontaine terhadap 58 persen orang dewasa Amerika yang bekerja di kantor (dimana pekerjaannya dilakukan dengan posisi duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25 persen dari mereka mengalami depresi dan kecemasan ringan sampai berat dan 50 persen dari mereka yang melakukan olahraga secara teratur mengalami penurunan depresi dan kecemasan setelah enam bulan5
. Penelitian ini didukung oleh penelitian Cardinal yang membagi tahapan olahraga, dengan acuan
waktu selama enam bulan (Stage of Exercise
Scale) menjadi 5 bagian mulai dari orang yang tidak berolahraga dan tidak berencana untuk berolahraga selama enam bulan ke depan sampai pada tahap yang teratas yaitu orang yang sudah berolahraga secara teratur selama lebih dari enam bulan5
.
Partisipai aktif dalam berbagai bentuk olahraga semakin berkurang pada masa dewasa ini. Hal ini bukan karena orang dewasa dini kurang sehat, tetapi karena kurang memungkinkan dari segi waktu dan dana karena sibuk dengan pekerjaan dan keluarga serta kedudukan dalam pekerjaan yang belum memadai yang mempengaruhi penghasilan. Karena kurangnya kesempatan untuk berolahraga, mereka umumnya menunjukkan perhatian pada olahraga dengan mendengarkan radio, atau menyaksikan pertandingan olahraga di televisi, membaca berita olahraga atau membicarakan berbagai olahraga1
.
Dari uraian diatas, dapat dikatakan orang dewasa dini adalah kelompok orang yang jarang berolahraga karena kurang memungkinkan dari segi waktu dan dana dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan dan penghasilan yang tidak besar. Padahal orang yang bekerja rentan terhadap stres, rasa marah dan depresi yang mengakibatkan munculnya
secara teratur selama enam bulan (lebih). Namun, bagaimana jika olahraga tersebut dilakukan secara tidak teratur atau bahkan tidak sama sekali? Apakah mood yang dialami orang yang berolahrga secara teratur lebih baik daripada orang yang berolahraga secara tidak teratur dan orang yang tidak berolahraga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “perbedaan mood ditinjau dari
kebiasaan berolahraga”.
METODE PENELITIAN
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung: Mood
2. Variabel bebas: Kebiasaan Berolahraga
a. Berolahraga secara teratur selama
enam bulan (lebih) dan masih melanjutkannya.
b. Berolahraga secara teratur hanya
selama enam bulan.
c. Berolahraga secara tidak teratur
d. Tidak berolahraga tetapi berpikir
untuk berolahraga selama enam bulan ke depan.
e. Tidak berolahraga dan tidak berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan.
Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 120 orang dewasa dini yang bekerja di Kota Medan. karakteristik sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Laki-laki/perempuan yang bekerja b. Berusia 20-40 tahun
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen alat ukur berupa
skala dan self report/kuesioner untuk
mengetahui fakta.
1. Skala Mood
Skala yang digunakan untuk mengukur
mood dalam penelitian ini adalah skala Mood
dari McNair, Lorr, dan Droppleman yang disusun berdasarkan enam dimensi utama dari
mood yakni Tension-Anxiety,
Depression-Dejection, Anger-Hostility, Vigor-Activity, Fatigue-Inertia, dan Confusion-Bewilderment. Skala ini diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh peneliti dengan bantuan ahli. Skala ini semula hanya berupa kata-kata sifat yang harus direspon, kemudian dimodifikasi dalam bentuk kalimat sehingga lebih mudah dimengerti11
.
Skala tersebut terdiri dari aitem yang
favourable (mendukung) dan unfavourable
(tidak mendukung). Penilaian skala untuk
aitem favourable adalah nilai empat untuk
pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai tiga untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai dua untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai satu untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem
unfavourable adalah nilai satu untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai dua untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai tiga untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai empat untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS).
2. Self-report/Kuesioner Kebiasaan Berolahraga Fakta-fakta yang ingin diungkap dalam kuesioner ini adalah mengenai kebiasaan berolahraga serta identitas diri lainnya dari subyek penelitian. Adapun kategori kebiasaan berolahraga dalam penelitian ini dibuat berdasarkan tahapan perilaku berolahraga (Stage of Exercise Scale/SES) yang dibuat oleh Cardinal (dalam Cox, 2002). Tahapan tersebut terdiri dari lima bagian antara lain:
a. Saya sudah berolahraga secara teratur
dalam enam bulan dan masih melanjutkannya.
b. Saya hanya berolahraga secara teratur
selama enam bulan dan tidak melanjutkannya.
c. Saya berolahraga secara tidak teratur.
d. Saya tidak berolahraga tetapi berpikir
untuk mulai berolahraga selama enam bulan ke depan.
e. Saya tidak berolahraga dan tidak
berencana untuk berolahraga selama enam bulan ke depan.
Metode Analisa Data
Data dalam penelitian akan dianalisa dengan analisa statistik. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
One-Way ANOVA untuk melihat perbedaan
mood ditinjau dari kebiasaan berolahraga
asumsi penelitian yaitu: Uji normalitas sebaran
dianalisis dengan menggunakan One Sample
Kolmogorov Smirnov Test dan uji homogenitas dianalisa dengan menggunakan
Anova melalui Levene’s Statistic.
HASIL PENELITIAN UTAMA
1. Uji Asumsi
1.1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran menggunakan
Kolmogorov-Smirnov test menunjukkan sebaran normal. Hal ini ditunjukkan dari nilai Z = 0.659 dengan p = 0,778 di mana jika nilai p>0,05, maka subyek adalah normal.
1.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas menggunakan Levene’s
Statistic menunjukkan populasi dan sampel dalam penelitian adalah homogen. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas 0.042 di mana nilai ini berada di atas 0.05 yang berarti populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah homogen.
2. Uji Hipotesa
Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga. Hasil uji analisis statistik dengan menggunakan Anova menunjukkan nilai Fhitung adalah 15,453
(Ftabel = 3,07) dengan nilai p<0.05 maka
hipotesa mayor diterima.
HASIL TAMBAHAN
1. Tidak terdapat perbedaan mood yang
signifikan ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitrung (0,24) < Ftabel (3,92) dan
taraf signifikansi p = 0.876 (p > 0.05).
2. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau usia subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung
(12,562) > Ftabel (3.92) dan taraf
signifikansi p = 0.001 (p > 0.05).
3. Terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau status perkawinan subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hitung Fhitung (6,300) > Ftabel (3.92) dan
taraf signifikansi p = 0.013 (p > 0.05).
4. Tidak terdapat perbedaan mood yang
signifikan ditinjau dari lamanya subyek penelitian bekerja dalam sehari. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung (0,18) <
Ftabel (3.92) dan taraf signifikansi p = 0.94
(p > 0.05).
KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga. Subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih)
memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang berolahraga secara tidak teratur dan subyek yang tidak berolahraga dan tidak berpikir berolahraga selama enam bulan ke depan.
2. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau
dari jenis kelamin subyek penelitian.
3. Terdapat perbedaan mood yang sangat
signifikan ditinjau dari usia subjek penelitian. Subyek yang berusia 31-40 tahun memiliki mood yang lebih positif dibandingkan dengan subyek yang berusia 20-30 tahun.
4. Terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari status pernikahan subyek penelitian. Subyek yang menikah memiliki
mood yang lebih positif dibandingkan
dengan subyek yang tidak menikah.
5. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau
dari lamanya bekerja subyek penelitian bekerja dalam sehari.
DISKUSI
Pada saat melakukan penelitian, peneliti tidak mendapatkan subyek yang berada pada tahapan hanya berolahraga secara teratur selama enam bulan dan subyek yang tidak berolahraga tetapi berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan mood yang
sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga. Dimana, subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih)
memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang berolahraga secara tidak teratur dan subyek yang tidak berolahraga dan tidak berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil analisa varians yakni nilai Fhitung yang didapat sebesar
penelitian ini sesuai dengan pernyataan Sarafino berdasarkan hasil dari sebagian studi yang menunjukkan bahwa orang yang berolahraga atau memiliki tubuh yang bugar mengalami kecemasan, depresi dan tekanan hidup yang lebih kecil daripada mereka yang tidak berolahraga8
. Olahraga dan keadaan fisik yang fit dapat melindungi seseorang dari stres dan bahaya yang ditimbulkan stres terhadap
kesehatan. Keadaan mood yang paling baik
dianggap berasal dari olahraga fisik6
.
Olahraga berhubungan negatif dengan depresi dan kecemasan, yang berarti bahwa dengan berolahraga secara teratur maka depresi dan kecemasan semakin menurun. Aktivitas fisik kelihatannya berhubungan
dengan mood yang positif dadn dapat
mengurangi kecemasan dan depresi. Bryant, psikolog olahraga di ACE (American Council on Exercise), mengatakan bahwa olahraga dapat membantu individu mengatasi stres, depresi ringan dan mood yang dialaminya7
. Seligman yakin bahwa modernisasi menghasilkan kepasifan dan perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan, putus asa dan
harga diri yang rendah4
. Penelitian yang dilakukan LaFontaine dkk terhadap 58 persen orang dewasa di Amerika yang bekerja di kantor (pekerjaannya dilakukan dengan duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25 persen dari mereka mengalami depresi dan kecemasan ringan sampai yang berat dan 50 persen dari mereka yang melakukan olahraga secara teratur selama enam bulan mengalami penurunan depresi dan kecemasan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa orang yang berolahraga akan mengalami kepasifan dan perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan dan putus asa, serta depresi dan kecemasan yang lebih kecil daripada mereka yang tidak berolahraga5
.
McDowell-Larsen dalam penelitiannya terhadap senior eksekutif, menemukan bahwa mereka yang sering berolahraga secara teratur tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga efektif dalam bekerja daripada mereka yang tidak berolahraga5
. Selain itu, hasil studi cross-sectional dari Hassmen, Koivula dan Uutela menunjukkan bahwa individu yang rajin berolahraga, paling tidak dua kali seminggu mengalami depresi, kemarahan, rasa tidak percaya dan stres yang lebih kecil daripada mereka yang berolahraga (tidak teratur) dan
yang tidak berolahraga sama sekali. Selain itu mereka juga merasakan perasaan integrasi sosial yang lebih kuat daripada mereka yang jarang berolahraga12
.
Selain hasil penemuan utama di atas, penelitian lain menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan mood yang signifikan
ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian
(F = 0,024 dan p = 0,876). Dimana, mood
yang dialami oleh laki-laki dan perempuan adalah relatif sama. Hasil penemuan didukung oleh hasil penemuan lain menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan depresi dan kecemasan yang signifikan ditinjau dari jenis kelamin13
. Hal ini mungkin disebabkan karena pada masa dewasa dini merupakan ‘masa bermasalah’ dimana banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang, baik laki-laki
maupun perempuan1
. Oleh sebab itu mereka, baik laki-laki maupun perempuan, masih memiliki sifat umum yang relatif sama.
Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini adalah adanya perbedaan mood
yang sangat signifikan ditinjau dari usia subyek penelitian (F = 12.562 dan p = 0,001) dimana subyek yang berusia 31-40 tahun (M –
136,67) memiliki mood yang lebih positif
daripada subyek yang berusia 20-30 tahun (M = 126,09). Sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluhan, kebanyakan orang muda telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik yang mengarah kepada tercapainya penyesuaian diri yang baik terhadap tugas perkembangan mereka sehingga mereka menjadi stabil dan tenang secara emosional1
.
Hasil penelitian selanjutnya yang juga
mendukung adalah adanya perbedaan mood
yang signifikan ditinjau dari status pernikahan subyek penelitian (F = 6,300 dan p = 0,013) dimana subyek yang menikah (M = 133,57)
memiliki mood yang lebih positif
dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah (M = 126,20). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen bahwa orang yang tidak pernah menikah mengalami depresi yang lebih tinggi daripada orang yang menikah, orang yang bercerai dan juga orang yang berpisah.
Hasil penelitian terakhir menunjukkan
tidak terdapat perbedaan mood yang
0,018 dan p = 0,894). Dimana, moodi yang dialami subyek yang bekerja maksimal delapan jam sehari dengan subyek yang bekerja minimal delapan jam sehari adalah relatif sama. Hasil ini berbeda dengan teori yang diungkapkan oleh Luthans yang mengatakan bahwa pekerja yang bekerja dengan jam kerja yang lebih lama (umumnya orang bekerja 7-8 jam sehari) akan mengalami stres yang lebih besar14
. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pembiasaan dan penerimaan dari pekerja sendiri terhadap jam kerja mereka sejak mereka memilih untuk bekerja di bidang tersebut.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan diskusi yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti mencoba memberikan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah
mengenai olahraga dan mood serta berguna
bagi pekerja dan ahli kesehatan.
Pegawai bank lebih mengalami konflik dibandingkan pekerjaan lainnya. Kemudian berturut-turut diikuti subjek yang memiliki pekerjaan dokter, pengusaha, PNS, konsultan, pedagang kecil, guru, dan terakhir guru privat. Menurut O’Neil ketika suami merasa mampu untuk membiayai kehidupan keluarganya ia tidak bisa menerima isterinya yang bekerja
karena berdasarkan asumsi gender wilayah
mencari nafkah adalah hak mutlak bagi para pria kecuali jika suami tidak mampu membiayai keluarganya. Sehingga ketika isterinya bekerja tidak dikarenakan kebutuhan ekonomi melainkan karena aktualisasi diri maka suami merasa tidak dapat menerimanya sehingga timbul konflik dalam dirinya6
.
Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran:
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti karakteristik sampel berdasarkan faktor-faktor lain seperti pekerjaan, jam kerja, fleksibilitas waktu kerja, latar belakang keluarga, yang dapat mempengaruhi konflik peran ganda.
2. Penelitian selanjutnya hendaknya
memperhatikan proporsi sampel bila hendak membandingkan sampel agar kesimpulan yang diambil lebih tepat dan dapat digeneralisasikan.
3. Peneliti selanjutnya sebaiknya menambah-kan tinjauan konflik peran ganda berdasarkan variabel-variabel lain yang
berkaitan dengan konflik peran ganda seperti kepuasan pada pekerjaan, kepuasan pada pernikahan, kepribadian, suku, dikarenakan berkaitan dengan konflik peran ganda.
4. Penelitian selanjutnya dapat juga
dilakukan dalam bentuk kualitatif agar dapat diketahui faktor-faktor apa yang lebih banyak menyebabkan rendahnya konflik peran ganda pada individu yang mengalami konflik peran ganda.
5. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan memberikan skala motivasi kerja untuk isteri yang dibedakan dari suami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendytio, M.K., Moelyarto, V., Gaduh,
A.B., & Feridhahusetiawan, T. (1999). Indonesia: A Gender Review of Globalization, Legislation, Policies and Institutional Framework. Manila; ILO Manila.
2. Sekaran, U. (1986). Dual career family.
San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc. 3. Katz, D., & Kahn, R.L., (1966). The social
psychology of organization. New York: John Wiley and Sons, Inc.
4. Greenhaus. (1997). Work family conflict
[On-line]. http://www.bcfwp.org/conference_ papers/ greenhouse.pdf. Diakses tanggal 3 November, 2005.
5. Bailey, S.J. (2002, September). Weaving
together family and work. Montguide: Montana State University, B10-B11. http://www.montana.edu/wwwpb/pubs/ mt200211.html. Diakses tanggal 5 April, 2006.
6. Nauly, M. (2003). Fear of success wanita
bekerja. Studi banding perempuan batak, minangkabau dan jawa. Yogyakarta: Arti
7. Wolfman, B.S. (1992). Peran kaum
wanita: Bagaimana menjadi cakap dan seimbang dalam aneka peran. Yogyakarta: Kanisius.
8. Djamal, C. (2000). Women in the
9. Wikarta, L.S., (2005). Working women: Kiat jitu mengatasi permasalahan diri, keluarga, dan pekerjaan bagi wanita karir. Yogyakarta: Quills Book Publisher.
10.Hurlock E. (1980). Psikologi