MATSELL PRIANUGRAH MALLU E21116509
PABRIK SMELTER BANTAENG
“Antara Industri dan Agraria”
Sebanyak delapan perusahaan asal Tiongkok bakal membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Total nilai investasinya sekitar US$ 2,4 miliar. Sejalan dengan itu, Pemda Bantaeng menyediakan lahan seluas 3.000 hektare (ha) bagi investor smelter, yang dinamakan Bantaeng Industrial Park. Perusahaan itu masing-masing akan membangun smelter nikel di atas lahan seluas 300 ha. Kapasitas satu smelter dirancang mengolah 1,2 jutaton nikel. Nilai investasinya sekitar US$ 300 juta per smelter. Rencananya investor-investor tersebut juga membangun infrastruktur, termasuk pelabuhan dengan kapasitas sesuai kebutuhan. Untuk listrik, mereka juga akan berkoordinasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Kawasan Industri Bantaeng (Bantaeng Industrial Park/BIP) diperkirakan menarik investasi sebesar US$ 5 miliar atau Rp 55 triliun. Investasi sebesar itu akan dikucurkan sejumlah perusahaan asal Tiongkok. BIP dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pemkab menargetkan BIP menjadi kawasan industri mineral terintegasi terbesar di Sulsel. BIP siap menampung ekspansi besar-besaran perusahaan Tiongkok ke Indonesia. Delapan smelter bijih besi dan nikel akan beroperasi di Bantaeng. Nilai investasinya sekitar US$ 2,4 miliar atau US$ 300 juta per smelter. Selain membangun smelter, investor menggelontorkan dana US$ 600 juta untuk proyek pendukung, seperti pengadaan limestone, air bersih, dan material konstruksi. Dengan demikian, total investasinya mencapai US$ 3 miliar.
Kewajiban membangun smelter tertuang dalam Undang-Undang No. 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara atau Minerba, diantaranya mengatur ekspor bahan tambang yang belum dimurnikan dan larangan bagi perusahaan tambang di Indonesia untuk mengekspor bahan tambang mentah mulai Januari 2014. Dalam Undang-Undang Minerba ditegaskan pembangunan smelter selambat-lambatnya dilakukan pada 12 Januari 2014. Alasan utama ketetapan tersebut diantaranya karena ekspor bijih mineral yang terus meningkat sejak 2008, namun tidak memicu perkembangan sektor hilir pertambangan.
Disamping itu muncul pro dan kontra terkait pembangunan pabrik smelter sebagai pusat industry terbesar di Indonesia dengan visi misi dan cikal bakal Kabupaten Bantaeng sebagai kabupaten yang berbasis pada agrarian dan maritim sebagai pengolahan sumber daya alam dalam pemanfaatannya. Apakah pemerintah Kabupaten Bantaeng tepat mengambil langkah ini kalau menilik kebelakang bahwa Bantaeng merupakan kabupaten dengan Luas wilayah yang kecil dibandingkan kabupaten atau wilayah lain yang ada di Sulawesi selatan ? apakah ini merupakan langkah tepat untuk mengambil keuntungan yang berdasarkan pada New Public Manajemen yang orientasi bisnis ? .Peran masyarakat tentunya dibutuhkan bagi suatu wilayah demi tercapainya wilayah yang maju dan sejahtera. Sasaran fungsional berupa meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pembangunan itu men jadi hal yang penting bagi terciptanya kegiatan pembangunan. Bagaimana dengan pemerintah daerah itu sendiri ? Bantaeng dalam beberapa tahun terakhir pusat pertumbuhan ekonomi bertumbuh pesat terkhusus pembangunan insfraktruktur, pariwisata maupun pendapatan per kapita masyarakat. Tapi tak lepas dari itu, Bantaeng merupakan kabupaten yang tingkat kemiskinan dan kesenjangan masyarakatnya masih tinggi. Tak lepas dari pembangunan yang begitu maju, daya saing dan keterjangkauan wilayah juga sangat rendah. Apakah dengan adanya pabrik smelter ini Bantaeng sebagai wilayah yang berhasil dalam pembangunan juga berhasil dalam memberdayakan masyarakatnya sendiri mengingat nantinya banyak orang luar yang berbondong-bondong masuk di Kabupaten Bantaeng. Semoga pemerintah siap dengan perubahan ciri khas Kabupaten Bantaeng yang dulunya focus ke sumber daya alam beralih ke industry.