PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN KLINIK HEMODIALISA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Jurnal)
Oleh:
Mohammad Refsanjani Al Halim 1212011207
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN KLINIK HEMODIALISA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
Mohammad Refsanjani Al Halim1, Dr. H.S. Tisnanta, S.H., M.H.2, Syamsir Syamsu, S.H., M.H.3 Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
Email : aliprefsanjani@yahoo.com
Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan. Perizinan klinik hemodialisa diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik, Klinik tersebut termasuk di dalamnya adalah klinik hemodialisa. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan pemberian izin klinik hemodialisa dan apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pelaksanaan pemberian izin klinik hemodialisa di kota bandar lampung.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Undang-undang dan pendekatan kasus. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Data yang diolah dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk selanjutnya ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan dalam penelitian.
Hasil penelitian dalam skripsi ini dapat dinyatakan bahwa: (1) Pelaksanaan pemberian izin pada klinik hemodialisa dilakukan secara langsung di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Izin penyelenggaraan klinik pelayanan hemodialisa harus disertai dengan rekomendasi dari Organisasi Profesi yaitu Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) sebagai kelayakan fasilitas pelayanan dialisis menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2) Faktor penghambat pemberian izin klinik hemodialisa yaitu keterlambatan dalam penerbitan izin karena sarana dan prasarana penunjang yang tersedia di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung kurang memadai, serta kurangnya pemahaman dan keingintahuan masyarakat mengenai arti penting izin klinik hemodialisa.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung semestinya lebih tegas dalam penerapan sanksi yang tidak melengkapi perizinan pada klinik hemodialisa. (2) Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar lebih rutin dalam melakukan sosialisasi tentang pentingnya izin penyelenggaraan klinik hemodialisa sehingga mendaftarkan klinik secara legal.
Kata kunci : Pemberian Izin Klinik Hemodialisa, Faktor Penghambat Klinik Hemodialisa
1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung 2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung 3
ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF HEMODYALISIS CLINICAL PERMIT IN BANDAR LAMPUNG CITY
By
Mohammad Refsanjani Al Halim4, Dr. H.S. Tisnanta, S.H., M.H.5, Syamsir Syamsu, S.H., M.H.6 Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
Email : aliprefsanjani@yahoo.com
Licensing is an act of State-First Administrative Law that is applied in regulations based on the requirements and procedures as the provisions of legislation. The licensing of hemodialysis clinic has been regulated in Minister of Health Regulation no. 9/2014 regarding Clinic, including hemodialysis clinic. The problems in this research are formulated to find out the implementation of hemodialysis clinical permit and the inhibiting factors in the implementation of hemodialysis clinical permit in the city of Bandar Lampung.
The approaches used in this research consisted of the law and the case approach. The data sources included primary and secondary data. The data collection technique was done through library research. The processed data were analyzed descriptively qualitative to draw a conclusion to answer the research's problems.
The results of the research showed that: (1) the implementation of hemodialysis clinical permit was issued directly in the Health Department Office of Bandar Lampung. The permit of running hemodialysis clinical service must be accompanied by a recommendation from a Profession Organization namely Indonesian Nephrology Association (Pernefri) as feasibility of dialysis service facility according to the Regulation of Minister of Health of Republic of Indonesia Number 812/2010 regarding Organizing Dialysis Service At Health Service Facility. (2) There were several inhibiting factors in the implementation of hemodyalisis clinical permit, such as: the delay in issuing permit due to inadequate number of supporting facilities and infrastructures available in the Health Department of Bandar Lampung, and the lack of understanding and curiosity about the importance of hemodialysis clinical permit.
The researcher suggested that: (1) the Health Department of Bandar Lampung should be more assertive in the implementation of sanctions for clinics who cannot meet the license requirements, including hemodyalisis clinic. (2) the Health Department of Bandar Lampung should conduct a routine socialization about the importance of having a legal permit for hemodialysis clinic.
Keywords: Granting Hemodialysis Clinical Permit, Inhibiting Factors of Hemodialysis Clinical Permit
4
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung 5
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung 6
I. PENDAHULUAN
Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang
diaplikasikan dalam peraturan
berdasarkan persyaratan dan prosedur
sebagaimana ketentuan
perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.
Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik bahwa klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik. Klinik utama yang salah satunya yaitu klinik hemodialisa fasilitas pelayanan dialisis kronik di luar rumah sakit secara rawat jalan dan mempunyai kerja sama dengan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
dialisis sebagai sarana pelayanan
kesehatan rujukan.
Perizinan klinik hemodialisa
diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik, bahwa setiap penyelenggaraan klinik wajib memiliki izin mendirikan dan izin operasional. Izin mendirikan diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan izin operasional diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 812 Tahun
2010 tentang penyelenggaraan
pelayanan hemodialisis hanya dapat dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki izin dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Setiap
penyelenggaraan pelayanan
hemodialisis harus memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan, meliputi sarana dan prasarana, peralatan, serta ketenagaan.
Berdasarkan pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 812 tahun
2010 bahwa izin penyelenggaraan klinik dialisis diberikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setelah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh
Menteri. Izin tersebut berlaku untuk jangka waktu 5 (lima tahun) dan dapat
diperpanjang selama memenuhi
persyaratan yang berlaku. Izin
penyelenggaraan klinik pelayanan
hemodialisis harus disertai dengan rekomendasi dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan organisasi sebagai
kelayakan fasilitas pelayanan dialisis. Tujuan Pemberian Izin secara umum adalah untuk pengendalian dari pada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi
pedoman-pedoman yang harus
dilaksanakan oleh baik yang
berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Tujuan perizinan dari
sisi Pemerintah yaitu untuk
melaksanakan peraturan apakah
ketentuan dalm peraturan tersebut
sesuai dengan kenyataan dalam
praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban, sebagai sumber pendapatan daerah yaitu dengan adanya permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah, karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi lebih dahulu. Kemudian tujuan perizinan dari sisi masyarakat yaitu
untuk adanya kepastian hukum,
kepastian hak dan untuk mudahnya mendapatkan fasilitas. Suatu misal dalam hal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tujuan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ini adalah untuk melindungi kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang ditujukan atas kepentingan hak atas tanah.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) PMK. No. 9 tahun 2016 bahwa Lokasi Klinik harus memenuhi ketentuan
lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan.
Ketentuan mengenai persebaran Klinik harus memenuhi ketentuan mengenai
persyaratan kesehatan lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, tidak berlaku
untuk Klinik perusahaan atau Klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan, warga binaan, atau pegawai instansi tersebut.
Berdasarkan Pasal 6 PMK. No. 9 Tahun 2016 bahwa Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik bangunannya dengan tempat tinggal perorangan. Ketentuan tempat tinggal perorangan sebagaimana bahwa Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik bangunannya dengan tempat tinggal perorangan tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis. Bangunan Klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
Dinas Kesehatan Propinsi
memberikan Izin kepada Pemerintah Daerah setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
serta rekomendasi Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (Pernefri) setempat dan izin berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persayaratan yang berlaku. Izin
mendirikan yaitu mempersiapkan sarana dan prasarana serta SDM dan izin-izin dari instansi lain. Berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang satu kali. Izin
Penyelenggaraan Sementara
dikeluarkan oleh kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dengan disertai rekomendasi Pernefri dan izin tersebut berlaku selama 2 tahun. Sedangkan Izin
Penyelenggaraan tetap yaitu dalam 2 tahun diatas, Pernefri harus melakukan visitasi kembali untuk mengevaluasi dengan menggunakan data dan bila baik diberikan izin yang berlaku 5 tahun.
Data sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, Kota Bandar Lampung memiliki populasi penduduk sebanyak 1.015.910 jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 193 km2, maka Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk
4.881,85 jiwa/km2 dan tingkat
pertumbuhan penduduk 1,23% per tahun. Berdasarkan fakta yang ada, Rumah Sakit di Kota Bandar Lampung berjumlah 8 (delapan) yaitu RSU Dr H Abdu Moeloek, Rumkit Tk IV 02.07.04, RSU Advent Bandar Lampung, RSU (satu) yaitu Klinik Hemodialisa Lions Bandar Lampung. Salah satu Contoh kasus pada tahun 2016 di kota Bandar Lampung bahwa terdapat Poliklinik Tirtayasa Medika yang tidak memiliki izin beroperasi maka dari itu Poliklinik tersebut ditutup. Seharusnya memiliki
izin beroperasi maupun izin
penyelenggaraan pelayanan dan
pengawasan seperti yang telah diuraikan diatas.
Berdasarkan uraian dari latar belakang dan data yang diperoleh di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pelaksanaan Pemberian Izin Klinik Hemodialisa Di Kota Bandar Lampung.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan
adalah Penelitian Ilmu Hukum
teknis sesuai dengan isu yang dihadapi.
Pengkajian ilmu hukum normatif
memberikan arah dalam menjawab pertanyaan atau isu hukum yang diketengahkan. Menyajikan langkah-langkahnya sehingga dapat dikontrol
pihak lain dan pada akhirnya
memberikan argumentasi hukum. Jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian menggunakan dua macam jenis pendekatan, antara lain pendekatan Undang-Undang (Statue Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach).
Data yang digunakan dalam berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat
untuk penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.
812/Menkes/per/VII/2011 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hukum sekunder yaitu merupakan
bahan hukum yang memberikan
keterangan terhadap bahan hukum primer dan diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya atau dengan kata lain dikumpulkan oleh pihak lain, berupa buku jurnal hukum,
dokumen-dokumen resmi, penelitian yang
berwujud laporan dan buku-buku
hukum.
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
3.1.1 Pelaksanaan Pemberian Izin Klinik Hemodialisa
Perizinan klinik hemodialisa
diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik, dimana dalam Pasal 1 Peraturan Menteri tersebut yang dimaksud dengan klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. Klinik tersebut termasuk di dalamnya adalah klinik hemodialisa.
Mengacu pada Pasal 25
Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik mengatur bahwa:
1) Setiap penyelenggaraan klinik wajib memiliki izin mendirikan dan izin operasional.
2) Izin mendirikan diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
3) Izin operasional diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota
atau kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Berdasarkan pada pasal tersebut diketahui bahwa dalam hal perizinan klinik termasuk didalamnya klinik
hemodialisa wajib memiliki izin
mendirikan dan juga izin operasional. Dikatakan bahwa klinik hemodialisa yang berada di Kota Bandar Lampung wajib menaati peraturan perundang-undang yang berlaku salah satunya adalah dengan memiliki izin klinik, baik izin mendirikan klinik dan juga izin operasional klinik hemodialisa.
dipenuhi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu izin mendirikan dan izin operasional. Kemudian, menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 812 Tahun 2010 tentang
penyelenggaraan pelayanan dialisis
pada fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan alur penetapan izin pada klinik hemodialisa Lions di Bandar Lampung sesuai wawancara dengan dr. Adelina Siregar selaku Direktur Klinik Hemodialisa Lions yaitu kelengkapan
administrasi seperti izin amdal,
kemudian mengajukan kelengkapan
administrasi ke organisasi profesi yang
disebut PERNEFRI (Perhimpunan
Nefrologi Indonesia) yang berada di
Sumatera Selatan karena klinik
hemodialisa bandar lampung berada di Sumatera Bagian Selatan oleh karena itu mengajukan ke Pernefri yang berada di
Sumatera Selatan. Mengajukan
persyaratan izin SITU (Surat Izin Tempat Usaha), SIUP (Surat Izin Usaha
Perdagangan), TDP (Tanda Daftar
Perusahaan) serta Izin Gangguan (HO) ke Badan Penanaman Modal dan Perizinan. Setelah mendapati surat izin
dari Pernefri Sumatera Selatan,
kemudian diajukan lagi ke Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung
setelah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan yang ada. Setelah memenuhi persyaratan dan tahapan-tahapan tersebut Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
siap untuk menerbitkan Izin
Penyelenggaraan Klinik Hemodialisa Di Bandar Lampung.
3.1.2 Prosedur Izin Mendirikan Klinik Hemodialisa
Diketahui bahwa seluruh
persyaratan izin mendirikan klinik hemodialisa menurut Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, penyelenggara klinik haruslah melengkapi persyaratan berikut :
1) Identitas lengkap pemohon. Identitas pemohon yaitu dengan melampirkan
Kartu Tanda Penduduk (KTP)
pemohon.
2) Salinan/fotokopi pendirian badan
hukum atau badan usaha Salinan fotokopi pendirian apabila berbentuk badan hukum atau badan usaha,
kecuali untuk kepemilikan
perorangan. Usaha berbadan hukum apabila klinik hemodialisa berupa PT, badan usaha apabila klinik hemodialisa berupa CV atau Firma, apabila usaha milik perorangan
dengan Surat Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) Perseorangan
(PO).
3) Salinan fotokopi yang sah sertifikat tanah, bukti kepemilikan lain yang disahkan oleh notaris, atau bukti surat kontrak minimal untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
4) Profil klinik yang akan
didirikan. Profil klinik yang akan didirikan meliputi pengorganisasian,
lokasi, bangunan, prasarana,
ketenagaan, peralatan, kefarmasian, laboratorium, serta pelayanan yang diberikan.
Izin mendirikan klinik di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung diberikan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan apabila belum dapat memenuhi persyaratan. Apabila batas waktu habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan, maka
pemohon harus mengajukan
permohonan izin mendirikan yang baru. Berdasarkan pada hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa izin mendirikan klinik hemodialisa di Kota Bandar Lampung telah sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Namun, terdapat peryaratan terpenting yang harus dipenuhi jika
ingin mengajukan permohonan
sebagai pengawas yang memiliki sertifikasi dan kompetensi di bidang hemodialisa tertentu baik dokter umum yang telah mengikuti training atau dokter spesialis, daftar tenaga kesehatan dan sarana dan prasarana yang dimiliki yaitu Peralatan Medis dan Non Medis di klinik hemodialisa, apabila tidak dapat memenuhi persyaratan maka tidak dapat
mengajukan usaha sebagai klinik
hemodialisa.
3.1.3 Prosedur Izin Operasional Klinik Hemodialisa
Pengurusan izin operasional
klinik hemodialisa mengacu pada Pasal 27 Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik, diatur
mengenai persyaratan untuk
mendapatkan izin operasional klinik
hemodialisa, dimana dalam pasal
tersebut diatur bahwa dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan izin
operasional, penyelenggara klinik
haruslah melengkapi persyaratan
berikut :
1) Untuk mendapatkan izin operasional,
penyelenggaara klinik harus
memenuhi persyaratan teknis dan administrasi.
2) Persyaratan teknis meliputi
persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, dan laboratorium. 3) Persyaratan administrasi meliputi
izin mendirikan dan rekomendasi
dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Izin operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
3.1.4 Persyaratan Teknis
Persayaratan teknis dalam
mengajukan izin penyelenggaraan
klinik meliputi lokasi, bangunan,
prasarana, ketenagaan/SDM, peralatan
kefarmasian, laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan/klasifikasi klinik.
Pada persyaratan lokasi, klinik
hemodialisa harus diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan
perundang–undangan. Pada bangunan
klinik pun harus memperhatikan fungsi,
kemanan, kenyamanan, kemudahan
dalam pemberian pelayanan dan
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang. Kemudian bangunan klinik paling sedikit terdiri dari ruang peralatan mesin hemodialisa, ruang pemeriksaan dokter/konsultasi, ruang
tindakan, ruang perawatan, ruang
sterilisasi, ruang penyimpanan obat dan
ruang penunjang medik, ruang
administrasi dan ruang tunggu pasien, dan ruang lainnya sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Selain itu, untuk
peralatan klinik harus dilengkapi
dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai yang memenuhi standar mutu, keamanan dan keselamatan.
3.1.5 Persyaratan Administrasi
Persyaratan adminstrasi meliputi izin mendirikan dan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota Bandar Lampung. Izin mendirikan di Badan
Penanaman Modal dan Perizinan
(BPMP) Kota Bandar Lampung
Perizinan usaha klinik hemodialisa
terdiri dari Surat Izin Usaha
Kepariwisataan (SIUK) dan Tanda
Daftar Perusahaan (TDP) klinik
hemodialisa, setelah itu baru
mengajukan dan mendapatkan
rekomendasi dari dinas kesehatan
kabupaten/kota Bandar Lampung. Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
Bandar Lampung mengeluarkan
operasional, paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterima permohonan izin.
Keputusan sebagaimana dimaksud
dapat berupa penerbitan izin, penolakan
izin atau pemberitahuan untuk
kelengkapan berkas.
3.2 Faktor Penghambat Pemberian Izin Klinik Hemodialisa
Berdasarkan penelitian yang
penulis lakukan, terdapat faktor-faktor yang menjadi penghambat atau kendala dalam pemberian izin pada klinik hemodialisa di Kota Bandar Lampung,
sehingga menyebabkan kurang
terwujudnya pemberian izin pada klinik
hemodialisa secara baik yang
disebabkan 2 (dua) faktor yaitu internal dan faktor eksternal.
3.2.1 Faktor Internal
Keterlambatan dalam penerbitan izin masih sangat sering terjadi pada
Dinas Kesehatan Kota Bandar
Lampung, hal ini disebabkan karena melihat sarana prasarana penunjang yang tersedia, jumlah dan kondisinya
kurang memadai serta kurang
mendukung dalam operasional
pekerjaan dan dalam rangka mendukung kegiatan survey lokasi dan pengawasan
Dinas Kesehatan Kota Bandar
Lampung.
Seharusnya, Pemerintah Kota Bandar Lampung agar semestinya menambahkan dan melengkapi sarana dan prasarana yang ada di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar
proses pemberian izin dapat
berlangsung dengan lebih baik dan efisien. Pelaksanaan pemberian izin
klinik hemodialisa pun dapat
dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu dalam pengerjaan maupun proses pemberian izin klinik hemodialisa tersebut.
3.2.2 Faktor Eksternal
Faktor penghambat pemberian izin klinik hemodialisa adalah dari sisi
masyarakat. Disebabkan karena
kurangnya pemahaman dan
keingintahuan masyarakat mengenai arti penting perizinan klinik hemodialisa dalam hal ini menyebabkan lemahnya kesadaran hukum pada masyarakat
terhadap pentingnya izin klinik
hemodialisa. Faktor penghambat
lainnya yaitu besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh para pemilik klinik hemodialisa yang menyebabkan klinik hemodialisa tetap menjalankan usaha klinik tersebut tanpa legalitas berupa tanda daftar klinik hemodialisa. Selain itu pemilik klinik belum merasa perlu untuk mendaftarkan kliniknya karena menganggap usahanya masih berskala kecil. Seharusnya, Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar lebih rutin
dalam melakukan sosialisasi dan
penyampaian informasi kepada
masyarakat dan klinik – klinik di Kota Bandar Lampung tentang pentingnya
perizinan dalam mendirikan dan
operasional penyelenggaraan klinik
hemodialisa sehingga mendaftarkan
klinik – klinik secara legal.
3.3 Pengawasan Terhadap Klinik Hemodialisa
Penegakan hukum administrasi menurut ahli yaitu P. Nicolai, yang menyatakan bahwa sarana penegakan hukum administrasi berisikan:
1) Pengawasasan Dimana organ
pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang – undang yang ditetapkan
secara tertulis dan pengawasan
terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban;
2) Penerapan kewenangan sanksi
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penyimpangan. Pengawasan ini
dilakukan pemerintah dengan maksud
untuk menghindari adanya
penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki.
Pengawasan preventif akan lebih
bermanfaat dan bermakna jika
dilakukan oleh atasan langsung,
sehingga penyimpangan yang
kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. Di sisi lain, pengawasan
represif adalah pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
Pengawasan secara preventif yang harus dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Bandarlampung
terhadap klinik hemodialisa dapat
dilakukan pada proses pengajuan izin oleh badan usaha dan juga dengan melakukan pengawasan secara berkala ke klinik hemodialisa yang ada di Kota Bandar Lampung. Sebagaimana pada umumnya penerbitan sebuah izin akan menempuh prosedur sebagai berikut:
1) Permohonan Sebagai sebuah
keputusan dari badan/pejabat yang
berwenang, izin lain melalui
serangkaian proses yang dimulai dari permohonan yang kemudian diproses melalui serangkaian tahapan yang kadangkala begitu panjang.
2) Penelitian persyaratan dan peran serta Hal ini merupakan bagian yang penting dari tahapan penerbitan izin.
Kecermatan, kematangan, dan
kehati-hatian perlu digunakan
meskipun tidak harus sampai
berlebihan. Prinsip bertindak cermat dan hati-hati merupakan hal yang
tidak bisa diabaikan dalam
pengambilan keputusan hukum.
Sekali keputusan keluar dapat
menimbulkan akibat hukum tertentu yang kadang kala implikasinya cukup banyak.
3) Pengambilan keputusan Izin
merupakan keputusan yang lahir dari adanya permohonan, sebelum izin keluar tentu ada dua kemungkinan keputusan terhadap permohonan itu.
Kemungkinan pertama adalah
permohonan itu dikabulkan yang
berarti izin diterbitkan dan
kemungkinan yang kedua
permohonan itu tidak dikabulkan yang berarti izin tidak diterbitkan.
Proses pengambilan keputusan
seringkali dilakukan tidak dengan
seketika melainkan melalui
serangkaian proses. Pengambilan keputusan atas izin kadangkala juga tidak murni sebagai keputusan satu pihak saja melainkan keputusan itu dibuat dalam serangkaian proses memutuskan.
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan Peneliti, pengawasan
preventif terhadap klinik hemodialisa pada proses pengajuan izin oleh badan usaha telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, yaitu
dengan adanya kewajiban bagi
pemohon untuk melengkapi persyaratan untuk mendapatkan izin mendirikan dan izin operasional klinik hemodialisa sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
dengan tidak adanya data yang dimiliki atau Dinas Kesehatan tidak mengetahui
jumlah klinik hemodialisa yang
sebenarnya ada di Kota Bandar
Lampung dan berapa jumlah klinik yang belum memiliki izin.
Menurut Peneliti, Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung masih pasif dalam melakukan pengawasan terhadap klinik hemodialisa atau hanya
menunggu badan usaha untuk
melakukan permohonan izin mendirikan klinik dan izin operasional klinik hemodialisa. Kemudian, terhadap klinik hemodialisa yang telah habis masa
berlaku izin operasionalnya, akan
diberikan teguran secara lisan dan tertulis. Selanjutnya Dinas Kesehatan untuk segera meminta klinik kecantikan tersebut untuk melakukan perpanjangan izin operasionalnya. Sedangkan sanksi yang paling tinggi apabila klinik
hemodialisa tidak melakukan
perpanjangan izin adalah penutupan tempat usaha.
Setiap klinik hemodialisa yang beroperasi di Kota Bandar Lampung harus memiliki izin mendirikan dan izin operasional klinik. Akan tetapi, sanksi apa yang seharusnya diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada klinik yang
belum memiliki izin tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa penegakan hukum administrasi negara terhadap klinik hemodialisa yang belum memiliki izin belumlah terlaksana atau diberlakukan secara tegas oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.
Menurut peneliti, untuk klinik hemodialisa yang belum memiliki izin yang lengkap seharusnya diberikan sanksi yang tegas, yaitu penutupan sementara klinik hemodialisa tersebut sampai klinik hemodialisa tersebut memiliki izin yang lengkap sebagaimana
telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akan
tetapi, Dinas Kesehatan sampai saat ini belum mengambil tindakan terhadap klinik hemodialisa yang tidak memiliki izin.
IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1) Pelaksanaan pemberian izin pada
klinik hemodialisa dilakukan secara langsung di Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung. Setiap
penyelenggaraan klinik wajib
memiliki izin mendirikan dan izin operasional sesuai dengan peraturan perundang undangan yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
Tentang Klinik. Izin
penyelenggaraan klinik hemodialisa diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung setelah memenuhi perysaratan yang ditetapkan. Izin berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan yang berlaku.
Izin penyelenggaraan klinik
pelayanan hemodialisa harus disertai dengan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Organisasi Profesi yaitu Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (Pernefri) sebagai
kelayakan fasilitas pelayanan dialisis
menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 812 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2) Faktor – faktor penghambat yang
menyebabkan kurang terwujudnya
pemberian izin pada klinik
penerapan sanksi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, pada tenaga kesehatan yang belum mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin
Praktik (SIP) yang seharusnya
dikumpulkan menjadi satu sebagai salah satu persyaratan sehingga
memperhambat pemberian izin
penyelenggaraan klinik hemodialisa, keterlambatan dalam penerbitan izin
karena sarana dan prasarana
penunjang yang tersedia di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung kurang memadai, serta diketahui
bahwa kurangnya sosialisasi
mengenai arti penting izin klinik hemodialisa yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kota Bandar
Lampung. Faktor eksternal yaitu
kurangnya pemahaman dan
keingintahuan masyarakat mengenai arti penting izin klinik hemodialisa hal ini menyebabkan lemahnya
kesadaran hukum masyarakat
terhadap pentingnya izin klinik hemodialisa.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang
telah dikemukakan, maka penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1) Dinas Kesehatan Kota Bandar
Lampung semestinya lebih tegas dalam penerapan sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak melengkapi perizinan pada klinik hemodialisa dan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
Tentang Klinik dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 812 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2) Dinas Kesehatan Kota Bandar
Lampung agar lebih rutin dalam
melakukan sosialisasi dan
penyampaian informasi kepada
masyarakat dan klinik – klinik di Kota Bandar Lampung tentang
pentingnya perizinan dalam
mendirikan dan operasional
penyelenggaraan klinik hemodialisa
sehingga mendaftarkan klinik –
klinik secara legal.
3) Pemerintah Kota Bandar Lampung
agar semestinya menambahkan dan melengkapi sarana dan prasarana yang ada di Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung agar proses
pemberian izin dapat berlangsung dengan lebih baik dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraiani, Jum, (2012). Hukum
Administrasi Negara, Graha
Ilmu Yogyakarta.
Hadjon, Philipus M., (1993). Pengantar
Hukum Perizinan, Penerbit
Yuridika, Surabaya.
Helmi, (2012). Hukum Perizinan,
Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.
HR., Ridwan, (2006). Hukum
Administrasi Negara,
Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik
Sudrajat, (2012). Hukum
Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik,
Nuansa Cendikia, Bandung.
Salmon, Nirahua, (2014). Hukum
Perizinan, Penerbit Rajawali
Sunggono, Bambang, (1997). Metode
Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Sutedi, Adrian, (2011). Hukum
Perizinan Dalam Sektor
Pelayanan Publik, Sinar
Grafika, Jakarta.
Zainal Askin Amiruddin, (2003).
Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta.
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Departemen Kesehatan RI, (2009).
Undang–Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan RI,
(2012). PeraturanMenteri
Kesehatan RI No.
812/MENKES/PER/IV/2010Tent
ang Penyelenggaraan
Pelayanan Dialisis Pada
Fasilitas PelayananJakarta : Ditj.Jend.PPM dan PLP.
____________________________,
(2014). PeraturanMenteri
Kesehatan RI No. 9 Tentang Klinik. Jakarta : Ditj.Jend.PPM dan PLP.
ARTIKEL
Badan Pusat Statistik kota Bandar
Lampung, (2017). Penduduk
Kota Bandar Lampung.
www.bandarlampungkota.Bps.g o.id [Diakses Pada Minggu 12 Maret 2017].
Dharmeizhar, dr., (2015). Regulasi Unit
Hemodialisis Di Indonesia.
www.scribd.com/doc/29678814
3/Regulasi-Unit-Hemodialisis-Di Indonesia [3/Regulasi-Unit-Hemodialisis-Diakses Pada hari kamis 12 Januari 2017].
Erix, Pramayedha, (2013). Hukum
Khayatudin, H, (2012). Pengantar
Mengenal Hukum Perizinan. http://khayatudin.
blogspot.co.id/2012/12/ini- adalah-salah-satu-buku-saya-yang.html [Diakses Pada hari kamis 12 Januari 2017].
Sari, Adies Junita, (2015). Perizinan
Dinas Kesehatan Terhadap
Klinik Kecantikan Di Kota