“DINAMIKA POLITIK IDENTITAS
TERHADAP KETERWAKILAN KAUM PEMUDA
DALAM KANCAH PERPOLITIKKAN”
Oleh : Eko Aryono1
Sebagai sebuah definisi umum, politik identitas merujuk pada praktik politik yang berbasiskan identitas kelompok yang memang berdasarkan atas etnis, agama atau denominasi sosial-kultural maupun dominasi atas kelompok tertentu, yang kemudian merujuk pada kontras terhadap praktik politik berbasiskan kepentingan (interest). Walaupun sesungguhnya ini merupakan fenomena yang sudah lama, akan tetapi baru terangkat ketika apabila dibenturkan saat-saat masa kampanye atau masa pilkada.
Kecenderungan berkembangnya politik identitas sama sekali tidak berkaitan dengan sistem politik yang dianut oleh setiap Negara manapun, termasuk juga dengan Indonesia. Hal ini dapat dilihat berdasarkan adanya
ruang-ruang diberikan oleh pemerintah, dengan memberikan kebebasan kepada setiap masyarakatnya untuk bebas untuk berorganisasi, berserikat maupun berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sesuai dengan ayat 1 Pasal 28 UUD 1945, sehingga praktik demokrasi politik identitas di Indonesia dapat dikenali melalui berbagai bentuk, mulai dari keterwakilan kelompok maupun kearifan lokal sangat kental untuk dijumpai.
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa terbentuknya berbagai kelompok kepentingan, kelompok penekan, ormas (organisasi masyarakat) maupun partai politik itu sendiri baik yang berbasiskan suku, agama, kelompok mayoritas maupun minoritas merupakan penjewantahan aspirasi dari mereka untuk mengepresikan diri untuk tampil di kancah perpolitikkan. Menurut Sri Astuti Buchari berpendapat bahwa Politik identitas merupakan suatu alat perjuangan politik terhadap suatu etnis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dimana kemunculannya lebih banyak disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang memang dipandang oleh suatu etnis, kelompok maupun organisasi sebagai adanya suatu
1 Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin
keinginan untuk tampil di kancah perpolitikkan atau juga merupakan suatu bentuk tekanan berupa ketidakadilan politik yang memang dirasakan oleh mereka, sehingga dengan adanya politik identitas akan menjadi kendaraan/ alat politik untuk bisa menunjukkan eksistensi, jati diri dan melawan segala bentuk perlawanan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh mereka, seperti yang dialami oleh kalangan pemuda.
Pemuda merupakan agent pembaruan suatu bangsa, ditangan pemudalah masa depan suatu bangsa akan ditentutkan dan sudah menjadi rahasia umum bahwa pemudalah yang signifikan dapat mendorong kearah perubahan suatu bangsa. Secara historis peran pemuda tak dapat diabaikan dalam sebuah perubahan, apakah kearah yang lebih baik atau pun kearah kehancuran.
Prinsip utama yang tertanam dalam sanubari pemuda yakni sebuah value. atau nilai, karena nilai-lah yang menetukan perilaku dan pembawaan-pembawaan dari perbuatan baik dari masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang. Akan tetapi seiring berjalannnya roda reformasi, partisipasi pemuda untuk tampil dalam kancah perpolitikkan mengalami dilema, hal ini dapat terlihat pada
kontestan pemilihan kepala daerah maupun pemilihan dewan, keterwakilan dari pemuda masih sangat jauh, kebanyakan kontestan pemilu diisi oleh orang-orang dari kelompok mayoritas, kalangan elit partai yang memang berbasiskan agama, suku, budaya, kearifan lokal, yang tentunya saja akan diisi oleh orang-orang dari kalangan tua, bukan dari kalangan muda. Padahal perlu diketahui bahwa untuk membangun suatu bangsa dan Negara, memang perlu adanya patron dari pemuda, partisipasi pemuda untuk ikut andil dalam bagian, apakah dalam pengambilan keputusan maupun perumusan perundang-undangan, yang tentunya untuk mencapi itu harus melalui pemilihan umum.
kepentingan-kepentingan yang mereka miliki akan mudah diakomodir, baik segi pendidikan sosial-budaya, dunia usaha maupun industri/ bisnis.
Namun, yang memberikan permasalahan akan sulitnya politik identitas atas keterwakilan kelompok pemuda untuk bisa tampil dikancah perpolitikkan, yakni dukungan masyarakat dan pemilih yang masih menganggap bahwa pemuda masih sangat muda, masih pemula, belum mampu untuk mewakili aspirasi masyarakat, bahkan pemuda dipandang belum layak untuk mengurusi daerah maupun Negara, sehingga hal ini yang masih menjadi halangan untuk kelompok pemuda untuk bisa tampil dikancah perpolitikkan.
Berdasarkan pandangan dari Guru Besar Ilmu Politik universitas Hasanuddin Makassar, Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si, mengatakan bahwa pemuda untuk bisa tampil dikancah perpolitikkan, dalam arti untuk mudah dipilih dan dilirik oleh masyarakat, maka pemuda harus mempersiapkan diri dalam politik, melalui cara seperti meningkatkan kualitas individu/ diri sendiri, menjaga integritas, perluas jaringan, menjaga moralitas, etika politik dan disarankan untuk meniru yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan istilah