• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Catatan Tentang Konvensi Hak An

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Beberapa Catatan Tentang Konvensi Hak An"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BEBARAPA CATATAN TENTANG KONVENSI HAK ANAK

EDY IKHSAN Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

A. Latar Belakang

Apakah Konvensi Hak Anak itu?

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), untuk seterusnya akan disingkat dengan KHA, merupakan sebuah perjanjian internasional yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar perlindungan hak anak di muka bumi. Dalam hukum internasional Konvensi dikelompokkan sebagai salah satu sumber hukum internasional, selain kebiasaan internasional (International Custom), prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab (The General Principles of Law Recognized by Civilized Nations) dan keputusan atau resolusi organisasi internasional (vide pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Agung Internasional).

Merujuk kepada informasi UNICEF (United Nation children’s Fund), sebuah badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang khusus menangani persoalan anak di seluruh dunia, KHA merupakan sebuah konvensi PBB yang paling lengkap menguraikan dan mengakui instrumen-instrumen hak azasi manusia di dalam sejarah pertumbuhan organisasi bangsa-bangsa tersebut.1 Di dalamnya diatur secara detail hak azasi anak dan tolak ukur yang harus dipakai pemerintah secara utuh dalam implementasi hak azasi anak di negara masing-masing. Dilahirkan dari system hukum dan nilai-nilai tradisional yang pluralis, KHA menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan dan diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB. Ia mencerminkan hak dasar anak dimanapun di dunia ini: hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh buruk, penyiksaan dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial.

Melirik sejarah perkembangannya, masyarakat dunia sekarang ini nampaknya harus berhutang kepada Eglantynee Jebb, pendiri Save the Children Fund ( sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang bekerja untuk perlindungan anak). Beliau, setelah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, merawat para pengungsi anak di Balkan, akibat Perang Dunia I, membuat sebuah rancangan “Piagam Anak” pada tahun 1923. Dalam ringkasan tersebut, Jebb mengembangkan 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak,2 yaitu:

1. Anak harus dilindungi dari segala pertimbangan mengenai ras, kebangsaan dan kepercayaan;

2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;

3. bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material, moral dan spritual.

1

http://www.unicef.org/crc/crc.htm 2

(2)

4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus.diberi perumahan;

5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan;

6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari rpogram kesejahteraan dan jaminan sosial, nmendapatkan pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi;

7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat.

Langkah hukum pertama untuk menempatkan hak-hak anak dalam piagam PBB baru dimulai pada tahun 1924, ketika Liga Bangsa-Bangsa ( Cikal Bakal PBB) mendukung Deklarasi Pertama Hak-Hak Anak. Sinyal selanjutnya adalah ketika Deklarasi Umum Hak Azasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) mencatatkan pengakuan dan perlindungan hak-hak anak didalam isi deklarasi tersebut dan selanjutnya di adopsi oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1948. Deklarasi Umum tersebut menyatakan: “ Semua manusia dilahirkan merdeka dan sama dalam keluhuran dan hak” dan juga menekankan bahwa “ Ibu dan Anak berhak atas perlakuan perlindungan khusus” serta harus merujuk kepada “keluarga sebagai kelompok yang fundamental dalam masyarakat”.3 Setelah itu pada tahun 1958 ada pengakuan

kedua terhadap Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1924 tersebut. Kerangka hukum Internasional tentang hak-hak anak selanjutnya mendapatkan dukungan pada tahun 1962 melalui adopsi dua kovenan internasional (perjanjian internasional), yang pertama Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, dan yang kedua tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dua perjanjian tersebut mengikat negara peratifikasi pada tahun 1976, dimana didalamnya dosebutkan bahwa negara wajib respek kepada hak azasi manusia yang dimiliki individu.

Deklarasi yang disebutkan terdahulu hanya himbauan moral dan etik dan oleh karena itu jelaslah ia tidak mempunyai daya ikat secara hukum bagi tiap negara untuk menjalankannya. Upaya yang lebih sistematis barulah datang pada tahun 1978, ketika negara Polandia mengajukan sebuah rancangan tekst konvensi hak-hak anak pada sebuah acara memperingati tahun anak, yang disponsori oleh PBB. Setahun kemudian Komisi Hak Azasi Manusia PBB membentuk sebuah kelompok kerja untuk merancang secara serius Konvensi Hak-Hak Anak. Komisi tersebut bekerja dengan acuan Deklarasi HAM 1948, Dua Kovenan yang disebutkan terdahulu. Pada tanggal 20 November 1989, akhirnya, Konvensi Hak Anak, dengan 54 buah pasal yang kita kenal sekarang, diadopsi oleh PBB dan dinyatakan berlaku sejak September 1990. Sejak saat itu, KHA mempunyai ikatan hukum yang kuat bagi tiap negara yang meratifikasinya.

Pada saat dilahirkan tahun 1989, belum semua negara menandatangani dan meratifikasi Konvensi tersebut. Di tahun 2001 ini, tinggal 2 (dua) negara lagi dari 193 negara yang belum meratifikasinya, yakni negara Amerika Serikat dan Somalia. Menurut keterangan UNICEF, Amerika serikat dalam waktu dekat akan meratifikasinya, ini terlihat dari telah ditandatanganinya Konvensi tersebut oleh Amerika Serikat, sedangkan Somalia, masih mengalami persoalan-persoalan internal di negaranya.4

3

http://www.unicef. Op.Cit. 4

(3)

Republik Indonesia termasuk negara yang melakukan penandatangan dan ratifikasi paling awal dibanding sejumlah besar negara lainnya. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.36 tahun 1990, KHA diratifikasi. Secara normatif, penandatanganan konvensi berarti bahwa negara tersebut harus secara luas melakukan konsolidasi dalam negaranya sendiri terhadap standard yang ada dalam konvensi dan memulai melakukan identifikasi hukum nasional dan praktek-praktek yang dibutuhkan untuk menyesuaikannnya dengan standard yang ada dalam KHA. Ratifikasi adalah langkah selanjutnya, yang secara formal mengikat negara, atas nama rakyat , untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawab yang digariskan dalam KHA.

Selain kewajiban untuk mengimplementasikan hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam KHA, maka Indonesia, sebagai negara peratifikasi berkewajiban mengusahakan prosedur pelaporan dan pembentukan lembaga yang mendukung hak-hak anak. Adapun kewajiban membuat laporan (country report) kepada UNICEF, dilaksanakan setelah 2 (dua) tahun negara yang bersangkutan meratifikasi KHA, dan laporan rutin setelah itu dalam periode 5 (lima) tahun sekali. Pemerintah Indonesia telah mengusahakan dan mengirimkan laporan pertama pada tahun 1992 (dua tahun setelah ratifikasi) namun, belum membuat laporan berikutnya pada tahun 1997.

4 (Empat) Hak Dasar Anak dalam KHA

Hak-hak anak yang terdapat dalam KHA bisa dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak5, yaitu:

1. hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak-hak anak untuk

mempertahankan hidu[ dan hak untuk memperoleh standar kesehatan dan perawatan sebaik-baiknya;

2. hak untuk tumbuh kembang, yang meliputi segala hak untuk mendapatkam pendidikan, dn untuk mendapatkan standar hidup yang layak bagi perkembangan fiski, mental, spritual, moral dan sosial anak;

3. hak untuk mendapatkan perlindungan, yang meliputi perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak-anak yang tidak mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi;

4. hak untuk berpartisipasi, meliputi hak-hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak.

1. Hak untuk Hidup

1.1 Kehidupan Yang Layak 1.1.1 Kodrat Hidup

Wacana hak asasi manusia didasarkan pada hukum kodrat. Penalaran logisnya mulai dengan sebuah proposisi bahwa setiap orang di mana pun adalah makhluk yang sama; karena itu, masing-masing dan semuanya memiliki kodrat kemanusiaan yang sama, dan oleh karenanya memiliki hak yang sama pula. Proposisi dan penalaran seperti itulah yang melandasi klaim bahwa hak-hak itu asasi. Hak itu melekat pada setiap diri manusia karena kodratnya, oleh karena itu tak terhapuskan. Begitu lahir sebagai manusia, masing-masing dari kita memilki hak kodrati, hak asasi yang tak terhapuskan. Penalaran yang sama itu pulalah yang melandasi klaim universalitas hak asasi. Dalam kodratnya, setiap dan semua makhluk manusiawi itu sama, oleh

5

(4)

karenanya memiliki hak dasar yang sama. Hak itu universal, dalam arti melekat pada setiap dan semua manusia, tanpa kecuali.

Berdasarkan proposisi dan penalaran itu pulalah muncul klaim Independensi hak asasi. Karena melekat pada kodrat manusia, setiap dan semua manusia memiliki hak itu, entah itu diakui atau tidak, entah konvensi-konvensi mengenai hal itu diakui oleh suatu negara atau tidak , entah hak-hak itu dilegalisasi dalam hukum positif atau tidak. Hak-hak independen itu bahkan kemudian dijadikan dasar justifikasi yang lebih luas yang memungkinkan orang untuk mengambil tindakan tertentu yang bertentangan dengan hukum positif maupun pelaksanaannya, yang dalam konteks tertentu dirasa tidak adil. Alasannya jelas: yaitu karena hukum kodrat lebih umum daripada hukum positif. Bahkan para pembela hukum kodrat menganggap bahwa hukum positif itu hanya merupakan upaya untuk mempositifkan nilai-nilai umum yang ditarik dari hukum kodrat. Tetapi, dengan demikian positivisasi itu selalu menyebabkan dirinya lebih sempit dan karena itu bisa dikritik dari keluasan sember kodrat itu sendiri.

Agar lebih terkait dengan tema kita, marilah kita lihat apa yang selama ini di lihat sebagai hak asasi. John Locke, misalnya, berangkat dari hukum kodrat dan menetapkan tiga hak dasar yang bersifat umum bagi setiap dan semua manusia: hak atas kehidupan, hak milik pribadi, dan hak atas kebebasan. Sebagai makhluk hidup yang berkesadaran dan berkehendak, dari kodratnya manusia memiliki hak untuk hidup, hak atas sarana untuk menunjang hak atas kehidupannya (yaitu hak milik), dan hak atas kebebasan untuk mewujudkan kehendaknya. Akan tetapi, bukanlah juga ada fakta universal bahwa kodrat manusia tidak hanya…bukankah melekat pada kodratnya bahwa setiap orang pada suatu saat mati…karena ia itu, menurut kodratnya, manusia itu bukan makhluk abadi;bahkan entah berapa usianya, dia toh akan mati. Pertanyaannya, kenapa kematian tidak dinyatakan sebagai hak asasinya….Ada fakta bahwa dia bisa menghendaki kematiannya sendiri, sesuai dengan caranya sendiri.

Kodrat hidup manusia sejak lahir yang paling hakiki adalah kemerdekaan. Merdeka dalam pengertian ini adalah terbebas dari intervensi kekuatan di luar diri manusia itu sendiri. Begitu manusia diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk mengelola kehidupan diri sendiri, maka dia akan melakukan pemberontakan ketika hak pengelolaan kehidupan tersebut dirampas. Dalam masa pertumbuhan manusia, kemerdekaan menjadi paling hakiki. Kesempatan untuk memberi hak kemerdekaan menjadi sesuatu yang jadi mutlak adanya. Pada diri anak-anak kemerdekaan juga menjadi sesuatu yang mutlak mereka miliki. Kemerdekaan dalam hal ini adalah kebebasan mereka menentukan sikap dan pemikiran. Kemerdekaan untuk memberi ruang berpikir bagi anak-anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak menginjak usia sekolahan. Apa yang dikatakan John Locke diatas setidaknya bisa dijadikan rujukan bahwa kemerdekaan menjadi kodrat hidup terbesar dalam diri manusia, terlebih lagi bagi anak-anak.

(5)

1.1.2 Pengembangan Anak

Adalah tanggung jawab terbesar orang tua untuk memikirkan kelangsungan hidup putra-putra mereka. Petikan lagu anak yang ada padamu, jangan kau sia-siakan, agaknya menjadi kekuatan bahasa bahwa anak menjadi beban tanggung jawab orang tua. Dalam praktiknya, kalangan orang tua mengganggap bahwa tanggung jawab pada anak hanya sebatas memberi makan, menyekolahkan yang juga diselingi pemberian uang jajan. Hampir semua orang tua bekerja mengalami kesulitan untuk 'punya' waktu bersama anak-anak mereka sehari-hari. Sebagin besar dari mereka harus berangkat pagi dan pulang malam demi pekerjaan. Sedangkan waktu anak-anak dipadati dengan sekolah, les dan banyak kegiatan ekstra kurikuler lainnya. Kapan waktu untuk bersama?

Keseharian anak-anak kerap tidak lepas dari pramu wisma atau baby sitter. Bahkan mungkin sampai mereka menginjak remaja. Jika dihitung secara matematis, tanpa memperhitungkan waktu tidur, dalam sehari mungkin 10 sampai 15 persen saja waktu yang dapat orang tua gunakan bersama anak-anak. Suatu angka yang barangkali di luar perkiraan kita. Kadang Sabtu dan Minggu pun harus kita gunakan untuk kepentingan yang tidak melibatkan anak-anak.

Kenyataan tersebut membuat orang tua tidak tahu perkembangan yang terjadi pada anak mereka. Sungguh merupakan dilema yang sulit dihindari, apalagi waktu tempuh menuju kantor sangat panjang. Habis waktu di jalan! Perkembangan anak sangat perlu diperhatikan orang tua, terutama perkembangan yang berhubungan dengan emotional intelligence (kecerdasan emosional) atau lebih dikenal dengan EQ. Dalam buku Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, Lawrence E. Shapiro, PhD menulis banyak ilmuwan percaya bahwa emosi manusiawi kita terutama berkembang melalui mekanisme kelangsungan hidup. Kehidupan moderen telah menghadirkan banyak tantangan emosional yang tidak dapat diantisipasi secara alami. Oleh karena itu, Shapiro percaya bahwa kecerdasan emosi harus diajarkan atau dibentuk. Orang tua memegang peran yang sangat penting untuk membentuk EQ anaknya.

Kembali soal waktu berinteraksi. Waktu bertemu dalam rumah saja sudah kurang, apalagi untuk berinteraksi. Dalam hal ini adalah baik jika orang tua menyempatkan diri mengatur agar waktu berinteraksi dengan anak sebanyak mungkin. Cara yang cukup bijaksana untuk menambah waktu bersama anak-anak adalah memanfaatkan liburan sekolah. Saat liburan sekolah tiba, orang tua sebaiknya mengambil cuti sehingga memiliki waktu yang cukup bersama anak-anaknya. Liburan perlu direncanakan sebaik mungkin sehingga menjadi sangat berguna bagi semua anggota keluarga. Tidak selalu liburan harus diisi dengan rekreasi ke tempat jauh dan tinggal di hotel berbintang. Kebersamaan anggota keluarga membentuk suatu kegiatan bersama adalah tujuan utamanya. Pada kesempatan ini orang tua dapat 'mempelajari' sambil mendidik anak mereka. Bukan mustahil orang tua juga akan memperoleh pendidikan dari anaknya, walau tanpa sengaja.

1.2 Pelayanan Kesehatan 1.2.1 Gizi

(6)

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian. Krisis yang melanda bangsa Indonesia telah berdampak buruk pada status gizi masyarakat khususnya anak balita dan ibu hamil. Selama puncak krisis yang lalu, hampir setiap hari berbagai media massa mengungkap kasus kelaparan, gizi buruk dan marasmus-kwashiorkor. Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kurang gizi pada anak, selain karena makanan anak dan penyakit infeksi yang diderita yang menjadi penyebab langsung, terdapat penyebab tindak langsung yaitu Ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta kesehatan lingkungan. Faktor tidak langsung ini sangat berkaitan dengan tingkat kesadaran pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, terutama pada bayi hingga anak di bawah 7 tahun.

Bicara soal gizi kadangkala selalu berorientasi kepada produk-produk iklan media yang menyediakan ribuan pilihan tentang kesehatan. Selalu saja tingkat kecerdesan anak diukur sebesar apa dia mampu mengkonsumsi susu, makanan bergizi yang biaya pembelian untuk itu jauh melebihi uang sekolahan. Hal semacam ini jelas mempengaruhi orang tua untuk tidak peka terhadap persoalan gizi anak-anak mereka. Padahal, meminum air putih yang cukup pada pagi hari, sebelum atau sesudah sarapan pagi, amat bagus untuk kesehatan tubuh. Setidaknya Anda yang ingin hidup sehat, harus meminum segelas air putih sebelum sikat gigi di pagi hari. Sebab, ludah basi yang terdapat di dalam mulut mengandung banyak enzim yang sangat bagus untuk pencernaan makanan yang disebut enzim amilase, yaitu suatu enzim yang dapat memecahkan karbohidrat pati. Kesalahan persepsi yang muncul di tengah-tengah masyarakat kita adalah bahwa gizi disamartikan dengan kenyang. Maka, anak yang kenyang berarti terpenuhilah gizinya. Dalam realitanya, tidak semua makanan yang mengenyangkan itu memiliki kecukupan gizi.

1.2.2 Hidup yang Sehat

Dalam UU Hak Azasi Manusia pasal…sudah disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin, dan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang barik dan sehat. Hal ini tentunya berlaku pula terhadap diri anak-anak. Pembangunan tidak mungkin terselenggara dengan baik tanpa tersedianya salah satu modal dasar yaitu kondisi kesehatan masyarakatnya. Kesehatan masyarakat harus selalu dijadikan acuan setiap langkah pembangunan baik sebelum maupun selama berjalannya pembangunan. Derajat kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan kondisi pembangunan sosial-ekonomi dan lingkungan. Dalam dokumen Agenda 21 Global (hasil konferensi Rio) disebutkan bahwa antara lingkungan, pertumbuhan sosial-ekonomi, dan kesehatan disamping memiliki keterkaitan yang erat juga memerlukan upaya intersektoral serta harus berorientasi pada upaya promotif dan pencegahan ketimbangan pengobatan.

(7)

1.2.3 Kesehatan Lingkungan

Lingkungan yang sehat akan melahirkan manusia yang sehat. Kesadaran untuk hidup bersih pada diri masyarakat tampaknya tidak mendapat tempat. Umumnya, masyarakat yang tinggal di daerah kumuh selalu mengganggap bahwa kesehatan adalah milik orang-orang kaya. Ada semacam klaim kebenaran pada kelompok masyarakat ini bahwa dapat hidup lebih utama daripada hidup sehat. Tidak jarang, di tengah-tengah masyarakat seperti ini, kondisi kesehatan lingkungannya amat memprihatinkan. Kondisi pemukiman masyarakat di sepanjang rel kereta api di daerah ini adalah salah satu contoh. Belum lagi masyarakat yang tinggal di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) atau masyarakat pantai.

Faktor-faktor penyebab enggannya masyarakat seperti ini memperhatikan kesehatan karena ketidakmampuan menerjemahkan pengelolaan kesehatan di tempat tinggal mereka masing-masing. Anak-anak pun akhirnya ikut arus bandang pemikiran salah yang dipraktikkan orang tua mereka. Alhasil, di keseharian, tidak jarang prilaku orang tua itu juga merembes ke diri anak-anak. Orang tua yang acuh tak acuh dengan sampah di sekitarnya akan melahirkan anak yang sembarangan buang air kecil. Orang tua yang tidak peduli terhadap kotoran di halaman rumahnya akan menciptakan anak yang sembarang membuang sampah. Sekolah juga ikut serta memberikan pendidikan yang salah dalam konsep kesehatan lingkungan ini. Aturan sekolah kerap menganggap bahwa kebersihan di sekolah adalah milik sekolah bukan milik anak-anak. Maka tidak jarang, hukuman bagi anak-anak yang terlambat atau tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya adalah membersihkan WC dsb.

1.2.3 Kebebasan

Kebebasan bagi anak adalah hak azasi yang mutlak mereka miliki. Sayangnya, masih ada orang tua yang tidak memahami konsep kebebasan tersebut. Karena kurangnya informasi, pengetahuan, dan kesadaran tentang pendidikan anak, menyebabkan masih begitu banyak orang tua yang membesarkan anaknya dengan cara-cara tradisional puluhan tahun yang lalu. Anak terlalu diberi begitu banyak kebebasan yang mereka belum sanggup memegangnya. Atau anak terlalu banyak ditekan sehingga mematikan potensi dan kreativitas dalam dirinya.

Kini, anak bukan lagi sebagai selembar kerta putih yang siap kita tulis dan corat-coret, atau seonggok tanah liat yang siap kita bentuk menjadi patung sesuai keinginan kita. Tetapi kini anak ibarat sebuah umbi bawang merah. Begitu kita buka lapisan luar, akan terlihat lapisan dalamnya. Setiap lapisan mengandung potensi-potensi terpendam yang harus kita buka dan siapkan lingkungan yang mendukung pengembangannya. Tugas kita adalah membuka lapisan-lapisan bawang tersebut, lapisan-lapisan potensi yang terpendam agar anak menjadi dirinya sendiri, dengan potensi alamiah yang mereka bawa dari Tuhan. Tugas kita adalah menemukan potensi-potensi yang dibawa anak-anak kita dan memberikan lingkungan yang kondusif bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang secara alamiah dan optimal.

(8)

2. Hak Tumbuh Kembang Anak

Dalam KHA, hak untuk tumbuh kembang anak dibagi atas dua bagian besar yaitu: education rights dan the rights to standard of living. Maksudnya adalah (a) hak anak untuk memperoleh pendidikan dalam segala bentuk dan tingkatan, dan (b) hak anak yang berkaitan dengan taraf hidup secara memadai untuk pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.

Dalam KHA, pendidikan anak diharapkan kepada:

a. Pengembangan sepenuhnya potensi kepribadian, bakat serta kemampuan mental dan fisik

b. Pengembangan sikap hormat terhadap hak-hak azasi manusia dan kebebasan dasar, serta tehadap prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam PBB. c. Pengembangan sikap hormat kepada orangtua, identitas budaya, bahasa dan

nilai-nilai nasional negara dimana anak tinggal/berasal, dan kepada peradaban yang berbeda dari peradabannya.

d. Penyiapan untuk hidup bertanggungjawab dalam masyarakat yang bebas, dengan semangat saling pengertian, perdamaian, saling menghargai, kesetaraan antara jenis kelamin, dan persahabatan antar bangsa, kelompok etnis, kewarganegaraan, agama dan penduduk asli.

e. Pengembangan sikap homat terhadap lingkungan alam.

Setiap manusia pasti mengalami perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian yang dimiliki manusia, baik yang bersifat konkrit maupun yang bersifat abstrak. Jadi perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja tetapi juga aspek biologis.

Berbicara tentang perkembangan tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan. Perkembangan mengacu kepada rentetan perubahan kwalitatif jasmani dan rohani manusia menuju kerah yang lebih maju dan sempurna (abstrak) sedangkan pertumbuhan berarti perubahan kwantitatif yang mengacu pada jumlah, besar dan luas yang bersifat konkrit. Perkembangan akan berlangsung sampai manusia mengakhiri khayatnya, sedangkan pertumbuhan bahan hanya hanya terjadi sampai manusia mencapai kematengan fisik.

Ada beberapa perkembangan yang pada anak usia (6-12 tahun) sekolah dasar, yaitu:

1. Perkembangan fisik, rata-rata anak paa usia ini semakin bertambah tinggi dan bertambah beratnya;

2. Perkembangan bahasa; rata-rata anak pembendaharaan bahasanya

meningkat dengan pesat;

3. Perkembangan emosi, anak-anak akan menyadari akan adanya rasa takut pada berbagai objek, dan emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan;

4. Perkembangan sosial, anak-anak sudah senang terhadap aktivitas kelompok sebaya tpi akibat perubahan/tantangan lingkungan; dan

(9)

2.1. Hak Untuk Memperoleh Pendidikan

Kita menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Bagi yang baru dilahirkan berada dalam keadaan yang lemah dan tidak mungkin dapat hidup terus jika tidak mendapat pertolongan dan pemeliharaan dari orangtuanya atau orang-orang yang berada dilingkungannya. Sejak kecil anak telah diajari berbahasa, dan berbahasa ini tidak datang begitu saja dari alam, tetapi hasil kebudayaan manusia yang harus dipelajari pula. Untuk menyesuaikan diri terhadap masyarakat, anak membutuhkan pertolongan dari orang yang lebih dewasa terutama orang tuanya. Orang tua (bapak dan ibu) tidak dapat membiarkan anak-anaknya supaya tumbuh sendiri. Tumbuh-tumbuhan juga perlu disiram, dipupuk dan diatur agar dapat tumbuh dengan baik. Hewan pun membutuhkan bantuan dari induknya agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Tanpa bimbingan dari orang yang lebihdewasa, anak akan tumbuh ke arah pemuasan dorongan nafsu, yang sudah tentu banyak bertentangan dengan apa yang berlaku dan dikehendaki masyarakat. Dengan demikian pendidikan dapat dikatakan sebagai segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya agar ia dapat mengkonstruksi kehidupannya kelak. Pendidikan yang dilaksanakan oleh orang tua sifatnya terbatas, maka orangtua menyerahkan sebagian tanggunjawabnya ke sekolah. Sekolah menyediakan berbagai program pendidikan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah diatur oleh negara. Hak negara terhadap pendidikan anak karena negara berkewajiban memajukkan kesejahteraan umum yang sudah menjadi tujuan negara itu sendiri. Oleh karena itu, hak setiap warga negara Indonesia (tanpa kecuali) untuk memperoleh pendidikan mulai dari SD s/d SLTP atau mulai umur 7 sampai 15 tahun.

Negara mempunyai hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan dasar dari tujuan negara kita, yaitu mengatur kehidupan umum menurut ukuran-ukuran yang wajar sehingga menjadi bantuan bagi pendidikan yang dilaksanakan keluarga (orangtua) sehingga dapat mencegah apa-apa yang merugikan perkembangan anak. Apabila keluarga tidak mungkin lagi melaksanakan pendidikan seluruhnya, maka negara harus membantu orangtua dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dan atau badan-badan sosial lainnya. Negara berhak dan berkewajiban melindungi anka-anak bila kekuatan orang tua (baik material maupun moril) tidak mencukupi misalnya karena tidak mampu atau tidak sanggup membiayai pendidikan anak yang paling dasar.

Jadi jelas bahwa dalam pendidikan anak, hak orangtua itu tidak mutlak; hak itu terikat oleh hukum alam dan hukum Tuhan. Tetapi hak negara yang demikian (turut campur tangan) tidak untuk menduduki tempat orang tua. Negara harus berusaha dan memberikan kesempatan supaya semua warga negaranya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kewajiban-kewajiban sebagai warga negara yang mempunyai tingkat perkembangan jasmani dan rohani yang dipelukan untuk kesejahteraan umum.

(10)

Hak anak untuk memperoleh pendidikan harus dijamin berdasarkan kesempatan yang sama. Harus ada ketentuan pendidikan yang sama dan adil bagi anak laki-laki dan perempuan. Hak atas pendidikan bagi anak-anak dari etnis minoritas harus dilindungi dan ditingkatkan. Anak cacat juga harus dijamin, dan bila diperlukan harus dibuat ketentuan khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak di daerah pedesaan yang terpencil. Pendidikan dasar (SD + SLTP) sebaiknya diberikan secara gratis baik di SD dan SLTP Negeri maupun swasta. Perlu juga disediakan transportasi khusus untuk anak-anak khusus untuk anak-anak sehingga mereka tidak terlambat mengikuti pembelajaran di kelas.

Anak memiliki kemampuan, kepentingan dan kebutuhan pendidikan yang tidak sama. Adanya keragaman harapan anka-anak tentang mada depan mereka membuat pemerintah harus memberikan pendidikan yang mampan menjawab harapan yang beragam tersebut. Disiplin sekolah harus dikelola dalam suatu cara yang sesuai dengan harga diri anak. Disiplin sekolah tidak merupakan hukuman kejam, tidak manusiawi atau yang merendahkan martabat manusia.

2.2 Hak Untuk Memperoleh Informasi dan Bimbingan

Setiap anak memerlukan informasi-informasi yang berkaitan dengan kelangsungan hidupnya. Anak-anak memerlukan informasi tentang apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan (pantangan) apa yang harus dijaga/dihindari, gangguan-gangguan/kesulitan apa saja yang mungkin muncul dalam kehidupan anak-anak. Selain itu, anak-anak juga perlu diberikan informasi tentang kehidupan (kerasnya kehidupan) di berbagai wilayah, bagaimana sikap/perlakukan berbagai kelompok masyarakat terhadap anak-anak, demikian juga dengan keanekargaman anak-anak diberbagai belahan dunia.

Anak berhak memperoleh informasi dari berbagai sumber nasional dan internasional, terutama sumber-sumber yang dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan sosial, spritual, dan moralnya serta untuk kesehatan jasmani dan rohaninya. Untuk kepentingan ini perlu dilakukan upaya mendorong media massa untuk menyebarluaskan informasi dan bahan yang bermanfaat dari segi sosial budaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Selain itu, kerjasama internasional juga perlu dilakukan untuk penyadaran, pertukaran dan penyebarluasan informasi dari berbagai sumber kebudayaan. Mendorong penyadaran dan penyebarluasan buku-buku untuk anak, serta mengupayakan perlindungan ana dari informasi dan bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan anak, baik secara sosial, moral maupun fisik.

Anak berhak untuk mengetahui haknya dan masyarakat pelu mengetahui hak anak. Anak-anak butuh informasi tentang hak-hak mereka. Informasi dapat mengubah cara-cara mereka berperilaku. Sebagai contoh: seseorang yang mengetahui apa yang menjadi haknya akan tidak mau menerima jika hak-haknya di langgar dan dan akan menentang merekayang berusaha melanggar hak-haknya. Anak-anak dapat menjadi pelindung dan pendukung terbaik bagi mereka sendiri jika mereka diberi informasi, dididik dan diberikan dukungan yang cepat.

(11)

dewasa/guru secara berkesinambungan agar anak-anak dapat memahami: (a). potensi dirinya, (b). kebaikan maupun kelemahan yang dimilikinya, (c). cara menyesuaikan diri dengan kehidupan yang lebih luas

Secara khusus, bimbingan yang diperoleh si anak bertujuan untuk:

a. mengatasi kesulitan belajarnya sehingga anak-anak dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi

b. mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat proses pembelajaran dan hubungan sosial.

c. mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani dan kelanjutan studi.

d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial emosional di sekolah

Layanan bimbingan diberikan oleh orang dewasa/guru pada hakekatnya untuk membantu anak-anak agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya serta menyumbangkan potensinya. Negara menghormati tanggungjawab, hak dan kewajiban orangtua atau para anggota keluarga atau masyarkat sebagimana yang ditentukan adat-istiadat setempat, wali yang syah atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak yang bersangkutan untuk memberi pengarahan dan bimbingan yang layak kepada anak dalam penerapan hak-haknya yang diakui oleh Konvensi Hak Anak, dengan cara yang sesuai dengan kemampuannya.

2.3. Hak Untuk Bermain dan Rekreasi

Hak setiap anak untuk dapat bermain dengan teman sebayanya dan sesuai dengan jenis permainan yang ada untuk anak dalam kelompok usianya dengan maksud untuk menawarkan sifat sportifitas dan kerjasama. Bermain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan anak sejak mereka lahir. Anak-anak yang hidup dengan cukup waktu untuk bermain diharapkan menjadi anak yang lebih baik. Bermain sambil rekreasi atau rekreasi sambil bermain baik dilingkungan tempat tinggal maupun dilingkungan tempat-tempat rekreasi merupakan hak anak yang berguna bagi usaha memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Setiap anak berhak untuk menikmati keindahan alam sekitarnya melalui kegiatan rekreasi dengan maksud untuk menstimulasikan daya khayal atas imajinasinya.

(12)

2.4. Hak Untuk Berpartisipasi Dalam Kegiatan Seni dan Budaya (The Rights to Participation in Culture Activities)

Hak setiap anak untuk dapat menghayati, berkreasi, menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam kegiatan baik kesenian maupun budayanya dengan maksud agar anak-anak dapat mencintai seni dan budayanya sendiri, serta agar anak juga menghargai seni dan budaya orang lain.

2.5. Hak Untuk Pengembangan Kepribadian (The Rights to Personality Development)

Hak setiap anak melalui proses pendidikan untuk pembinaan atau pengembangan seoptimal mungkin potensi kepribadiannya dengan maksud agar anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang memiliki kepribadian yang utuh/kokoh. Anak-anak yang memiliki kepribadian yang utuh/kokoh akan membutuhkan penghargaan dan dapat menghargai orang lain. Kepribadian yang dimaksud adalah keseluruhan sifat-sifat subjektiv, emosional serta mental yang mencirikan watak seseorang terhadap lingungannya dan keseluruhan dari reaksi-reaksi yang sifatnya psikologis dan sosial. Dengan mengenal kepribadian seseorang kita dapat menduga bagaimana reaksi-reaksinya dalam suatu keadaan atau situasi tertentu. Orang yang berkripadian akan memberi reaksi-reaksinya secara bertanggung jawab dengan kesediaan untuk memikul akibat-akibat yang ditimbulkannya. Pendidikan yang diberikan orang dewasa merupakan usaha utama dalam pembentukan kepribadian seseorang anak ke arah yang diinginkan.

Salah satu teori yang dapat menerangkan kepribadian seseorang adalah klasifikasi ekstrovert dan introvert. Manusia cenderung untuk berbeda-beda dalam pengembangannya dengan orang lain ditentukan oleh sejauhmana mereka memiliki sifat extrovert (mudah menyesuaikan diri dalam masyarakat dan tertarik pada orang banyak), atau introvert (segan bergaul, suka mengucilkan diri serta senang pada perasaan-perasaan atas perbuatannya sendiri). Akan tetapi tidak semua orang memberi bukti adanya tingkat yang sama dari semua reaksi yang berhubungan dengan salah satu klasifikasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan klasifikasi yang lain yaitu ambivers (mungkn ia bertingkah alu extrovert pada beberapa situasi dan bertingkah laku introvert pada situasi yang lain). Kebanyakan manusia ternyata termasuk klasifikasi ambivers. Kesimpulannya: seusatu yang telah dilakukan seseorang berakibat adanya kecendrungan untuk mengulang kembali seperti yang diperbuatnya pada masa yang lalu.

2.6. Hak Untuk/Atas Keluarga (The Rights for Family)

Hak setiap anak untuk dilahirkan, dibesarkan, diberi kasih sayang oleh keluarga. Oleh karena itu hak anak untuk dipelihara oleh orangtua dan tidak dipisahkan dari keluarganya dengan maksud agar anak terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak diinginkan. Negara berupaya untuk menjamin pengakuan atas prinsip bahwa keuda orang tua memikul tanggung jawab bersama untuk membesarkan dan membina anak. Orang tu/wali yang sah memikul tanggung jawab utama untuk membesarkan dan membina anak yang bersangkutan dengan kasih sayang. Kepentingan terbaik anak harus menjadi perhatian utama orang tua.

(13)

Ketetapan seperti ini mungkin diperlukan dalam kasus khusus seperti kasus yang melibatkan penyalahgunaan/penelantaran anak oleh orangtuanya atau kasus dimana kedua orangtuanya becerai, dan atau suatu keputusan yang harus menetapkan tempat tinggal anak tersebut. Untuk anak yang terpaksa terpisah dari orangtuanya, negara menjamin untuk memelihara hubungan pribadi dan hubungan langsung secara teratur dengan kedua orangtuanya, kecuali hal ini bertentangan dengan kepentingan terbaik anak.

Seorang anak yang kehilangan lingungan keluarga baik sementara maupun tetap, atau untuk kepentingan terbaik bagi anak, anak berhak memperoleh perlindungan dan bantuan dari negara, dan negara menjamin perawatan alternatif untuk anak-anak tersebut yang meliputi antara lain penitipan anak-anak, adopsi atau penempatan pada lembaga atau panti-panti yang sesuai dengan perawatan anak.

3. Hak Perlindungan

3.1 Larangan Diskriminasi Anak

Pasal 2 Konvensi Hak Anak secara tegas mengatur larangan diskriminasi pemberlakuan hak-hak anak yang ada dalam konvensi tersebut terhadap setiap anak dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, pandangan politik atau pandangan lain, asal usul bangsa atau sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status dari anak atau dari orang tua anak atau walinya yang sah menurut hukum. Penempatan aturan tentang larangan diskriminasi ini dalam pasal 2 menunjukkan betapa hal ini sangat penting dan mendasar bagi perlindungan hak anak.

Pengertian Diskriminasi mengacu kepada setiap usaha yang dilakukan untuk membuat perbedaan diantara orang-orang. Perbedaan mana pada akhirnya bertujuan untuk memilah-milah apa yang boleh dan apa yang tidak bagi orang-orang tertentu. Dalam sejarah peradaban manusia, upaya untuk membeda-bedakan perlakuan terhadap manusia adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan. Fakta juga yang menunjukkan betapa perjuangan untuk menghilangkan perbedaan (utamanya yang didasarkan oleh ras,warna kulit dan keyakinan) menjadi sangat fenomenal karena begitu banyak menimbulkan korban jiwa, harta dan air mata. Lihatlah bagaimana perjuangan orang-orang kulit hitam di Amerika, lihat juga perjuangan orang-orang Yahudi dari ancaman Nazi-Hitler, dan tak kalah pahitnya kisah ratusan tahun terinjak-injaknya hak-hak the black people akibat politik Apartheid di Afrika Selatan.

(14)

Diskriminasi atau perbedaan perlakuan tidak saja dilakukan oleh negara, seperti yang telah disebutkan dalam contoh diatas, namun juga diproduk oleh masyarakat dan rumah tangga. Di Indonesia, sudah sejak lama di banyak keluarga bersemayam sebuah nilai untuk membedakan perlakuan antara anak perempuan dan anak laki-laki, terutama hak untuk mendapatkan pendidikan. Anak laki-laki lebih didorong habis untuk mencapai puncak-puncak tertinggi level pendidikan, sementara anak perempuan diformat dan diberi cap sebagai “orang rumahan” yang suatu hari nanti akan kembali ke dapur, kawin, mengasuh anak dan melayani suami. Citra anak perempuan dibentuk sedemikian rupa, (sebagai kaum yang lemah dan harus tunduk pada kekuasaan lelaki) tidak saja oleh tradisi, tetapi juga oleh system nilai dalam agama-agama yang ada. Sampai hari ini, pandangan tersebut bukanlah sesuatu yang aneh dalam ranah budaya masyarakat, tatkala dominasi laki-laki terhadap perempuan masih dianggap sesuatu yang normal dalam kehidupan. Gambaran terakhir ini harus dilawan, karena ia akan mengembalikan situasi zaman Siti Nurbaya ke dalam khazanah modern sekarang ini. Tidak ada perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Pada keduanya haruslah diperlakukan secara optimal dan seimbang semua hak dan kesempatan yang menjadi milik mereka. Dan sebaliknya, pada keduanya juga bisa diturunkan kewajiban-kewajiban yang seimbang dengan mengingat usia dan perkembangan jiwa mereka.

Satu bentuk diskriminasi lainnya juga terjadi, yakni terhadap anak-anak cacat (difable) di negeri ini. Diskriminasi itu terjadi tatkala terhadap mereka tidak diberikan fasilitas yang bisa mereka akses (accessible) akibat kecacatan yang disandang. Memang sudah ada UU yang mengatur tentang kelompok ini secara umum, namun negara tidak mampu menerjemahkannya dalam praktek, akibat ketiadaan dana dan komitmen. Lihatlah, hampir tidak ada jalan-jalan raya dan alat transportasi yang bisa diakses dengan mudah oleh kaum difable ini. Seharusnyalah, paling tidak negara memberi minat dan kesungguhannya untuk memfasilitasi kelompok ini dengan menyiapkan ruang publik yang lebih akomodatif.

Selain itu, dalam KHA, ditegaskan juga bahwa negara harus menjamin tidak adanya diskriminasi terhadap anak-anak dari kelompok minoritas. Dalam kelompok ini termasuklah komunitas WNI keturunan Tionghoa dan anak-anak dari komunitas suku terasing. Sudah tidak pada tempatnya lagi bagi negara untuk membatasi kesempatan bagi anak-anak dari kelompok WNI keturunan Tionghua untuk menikmati tiap kesempatan dalam struktur formal kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya dalam pendidikan, pekerjaan dan jabatan-jabatan politik. Begitu juga bagi anak-anak suku terasing yang masih ada di pedalaman Kalimantan dan Papua, prinsip non diskriminasi haruslah menjadi pegangan dalam mengimplementasikan hak-hak anak. Tiap anak-anak dari tiap suku bangsa manapun mempunyai hak yang sama untuk dilindungi negara. Tak peduli dia anak Jawa, Sumatram Kalimantan, Sulawesi, Papua atau anak-anak dari berbagai kepualauan kecil lainnya di negeri ini.

(15)

mengikuti “arahan” negara dalam beragama. Mereka menjadi teralienasi dan akhirnya secara terpaksa harus mengambil salah satu dari agama tersebut di atas, supaya bisa mengakses dan mendapatkan pelayanan publik dari negara.

3.2. Larangan Eksploitasi Anak

Anak-anak, yang dalam rumusan KHA adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun, telah menjadi objek bagi “orang dewasa”. Di Indonesia, mereka telah dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi, seksual dan “harga diri”. Kemiskinan, selama ini dijadikan alasan kuat mengapa anak-anak tersebut akhirnya secara sadar atau tidak dieksploitir oleh sekelompok orang atau lembaga. Selain itu, kehidupan rumah tangga orang tua yang tidak harmonis juga memicu anak-anak untuk mencari sesuatu sebagai tempat bergantung dalam proses pelarian mereka. Putus sekolah, anggota keluarga yang banyak, ekonomi yang morat-marit, akhirnya membawa ribuan anak-anak memasuki jermal (tempat penangkapan ikan di tengah laut, di sepanjang pesisisir Timur Sumatera Utara), perkebunan dan kantong-kantong sektor informal di daerah urban (menjadi anak jalanan, misalnya).

Ratusan bahkan ribuan anak-anak perempuan sekarang ini ada dan dalam proses on going menuju sarang-sarang pelacuran di kawasan Batam, Bintan, di Provinsi Riau daratan dan kepulauan. Jaringan mafia menangkap sebuah kebutuhan industri seks dan konsumen seks, utamanya dari negeri tetangga. Dan itu artinya uang dan perdagangan manusia. Anak-anak dijadikan komoditas seks tanpa menghiraukan dampak luas yang akan ditimbulkannya. Inilah yang disebut sebagai eksploitasi seksual komersial terhadap anak. Sebuah konsep yang digunakan untuk merujuk pada penggunaan seksualitas anak oleh orang dewasa dengan mempertukarkannya dengan imbalan, baik berupa uang tunai atau in natura. Imbalan dapat diterimakan langsung kepada anak ataupun kepada orang lain yang mendapatkan keuntungan komersial dari seksualitas anak.

Ada 3 bentuk eksploitasi seksual komersial terhadap anak. Yakni: (1) pelacuran anak, (2) perdagangan anak untuk tujuan seksual, dan (3) pornografi anak. Eksploitasi seksual komersial dibedakan dengan eksploitasi seksual nonkomersial, yang biasa disebut dengan berbagai istilah seperti pencabulan terhadap anak, perkosaan dan kekerasan seksual, dll. Dalam eksploitasi seksual komersial, eksploitasi seksualitas anak sekaligus dibarengi dengan eksploitasi ekonomi.6

KHA dalam pasal 34 (a)-nya telah memberikan harapan baru bagi perlindungan anak-anak korban eksploiatsi seksual ini. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa, Negara peserta berupaya melindungi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual. Untuk tujuan ini, negara peserta pada khususnya akan mengambil semua langkah di tingkat nasionalk, bilateral dan multilateral untuk mencegah:

a. penjerumusan atau pemaksaan anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan seksual yang terlarang;

b. penggunaan eksploitatif anak dalam prostitusi atau dalam praktek-praktek seksual terlarang lainnya;

c. penggunaan eksploitatif anak dalam penunjukan dan bahan-bahan pornografis.

6

(16)

Sehubungan dengan perdagangan anak untuk tujuan seksual, selain pasal 34 (a) di atas, menentukan juga dalam pasal 35 bahwa: Negara peserta akan mengambil semua langkah di tingkat nasional, bilateral dan multilateral guna mencegah penculikan, penjualan atau perdagangan anak untuk tujuan apapun dan dalam bentuk apapun.

Perdagangan anak (trafficking) untuk tujuan ekonomi adalah satu bentuk eksploitasi yang saat ini mewabah dalam lalu lintas hubungan manusia di Indonesia. Untuk kasus Sumatera Utara, selain kasus anak jermal yang disebutkan di atas, ditemukan juga berbagai aktifitas perdagangan atau proses memindahkan anak dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan komersial yakni, menjadi buruh anak di perkebunan, pembantu rumah tangga dan menjadi peminta-minta di banyak persimpangan jalan (lampu merah) di kota Medan. Kegiatan ini sangat berbahaya sekali bagi pertumbuhan dan keselamatan anak itu sendiri, tatkala sejak awal, diluar batas kesadarannya, ia digiring dalam dunia kerja yang belum sanggup ia pikul. Ia, selanjutnya akan terbiasa dengan uang, mulai mengkonsumsi rokok (bagi anak laki-laki), terlibat dalam hubungan seksual yang menyimpang, dan pada satu titik tertencu cenderung untuk melakukan kejahatan.

Anak-anak yang bekerja itu juga sangat rentan dengan kecelakaan dan kekerasan. Dalam catatan advokasi anak jermal, kita bisa menyaksikan sejumlah anak-anak yang harus mati dalam usia muda. Begitu juga anak-anak yang bekerja di sektor perkebunan. Dalam temuan lapangan, ditemukan bekas-bekas luka yang tak mungkin hilang lagi pada bagian-bagian tubuh para buruh anak tersebut. Data tentang anak-anak yang bekerja di sektor pembantu rumah tangga, memang belum banyak ditemukan untuk kasus Sumatera Utara. Namun disinyalir, terhadap mereka juga sangat rentan dengan kekerasan, terutama dilakukan oleh majikan atau keluarga majikan.

Anak-anak yang diperdagangkan untuk tujuan ekonomis tersebut jelaslah akan kehilangan waktu belajar, bermain dan berfantasi, yang sebenarnya menjadi milik mereka. Waktu luang mereka telah dirampas pada usia yang sangat dini. Orientasi hidup mereka telah dibentuk sejak kecil untuk mengartikan hubungan kemanusian sebatas hubungan kontrak antara pihak yang membutuhkan dan diri mereka sendiri. Tangan-tangan kecil mereka telah dibiasakan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan yang selayaknya dilakukan oleh orang dewasa. Pasal 32 KHA telah memberi beban kepada negara untuk melindungi anak-anak ini dengan menyebutkan: “ negara-negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi terhadap eksploitasi ekonomi dan terhadap pelaksanaan setiap pekerjaan yang mungkin berbhahaya atau mengganggu pendidikan, atau merugikan kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spritual , moral atau sosial anak.

(17)

tindak pidana dewasa lainnya. Di tingkat kejaksaaan, sering ditahan untuk waktu yang melebihi dari batas waktu. Dan di dalam proses peradilan selalu menerima vonis penjara dari hakim, seolah-olah hanya itulah ancaman hukuman yang tersedia bagi mereka. Padahal pilihanhukuman penjara dalam KHA dan aturan hukum internasional lainnya haruslah menjadi pilihan terakhir (the last resort) bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada mereka. Masih ada pilihan lain, seperti dikembalikan kepada orang tua, mendapatkan pengasuhan dari satu lembaga sosial yang ditunjuk negara atau menjadi anak negara.

3.3. Krisis dan Keadaan Darurat Anak

Ke dalam kelompok anak-anak yang mengalami keadaan krisis dan darurat ini utamanya adalah anak-anak dalam pengungsian, anak-anak korban peperangan atau konflik bersenjata, Kedalam kelompok ini sering juga dimasukkan anak-anak yang terpisah dengan keluarga dan oleh karena itu membutuhkan upaya penyatuan kembali (reintegrasi) dan mungkin juga rehabilitasi, serta anak-anak yang menjadi serdadu perang.

Pasal 22 KHA menyebutkan bahwa negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang layak untuk menjamin bahwa anak yang mengusahakan status pengungsi atau yang dianggap sebagai pengungsi sesuai dengan hukum dan prosedur internasional atau nasional yang berlaku, baik didampingi maupun tidak didampingi oleh orang tuanya atau orang lain, akan memperoleh perlindungan dan bantuan kemanusiaan yang layak dalam menikmati hak-hak yang berlaku yang dinyatakan dalam konvensi ini dan dalam perangkat-perangkat hak-hak azasi manusia atau kemanusiaan dimana negara-negara tersebut adalah kelompok peserta.

Kasus pengungsi anak di Indonesia yang pernah terjadi adalah kasus anak-anak Vietnam (manusia perahu) yang masuk ke Indonesia akibat konflik bersenjata di kawasan tersebut sekitar tahun 70-an. Kasus yang terakhir adalah masuknya pengungsi Irak dan Afhganistan, juga akibat konflik di negara-negara tersebut. Dalam dua kasus tersebut, kita melihat Pemerintah Indonesia telah mengupayakan bantuannya dengan menyediakan tempat penampungan sementara sebelum para pengungsi ini berangkat kembali ke tanah airnya atau ke negara lain yang menjadi destinasi terakhir mereka. Dalam pengungsian tersebut sering sekali para wanita dan anak-anak mengalami penderitaan yang lebih besar dibanding kaum laki-laki. Dua kelompok manusia ini menjadi target utama perlindungan yang dilakukan badan dunia untuk urusan pengungsi (UNHCR). Kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan menjadi kebutuhan pokok bagi mereka selama masa transit. Setelah itu adalah kebutuhan untuk mendapatkan tanah air berikutnya, jika tidak ada kemungkinan untuk kembali lagi ke tanah air semula jadi.

(18)

Selain dua contoh di atas, ada satu lagi anak-anak yang dimasukkan kedalam situasi krisis dan darurat, yakni anak-anak yang menjadi serdadu perang (child soldiers). Pasal 38 KHA menyebutkan bahwa negara-negara peserta berupaya untuk menghormati dan menjamin penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional dan yang berlaku bagi anak-anak dalam masa pertentangan bersenjata. Dan negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang mungkin menjamin bahwa mereka yang belum mencapai usia 15 tahun tidak terlibat secara langsung dalam permusuhan.

Terlibatnya anak-anak dalam konflik bersenjata dipandang sangat membahayakan bagi totalitas perkembangan hidup si anak. Jika ia telah menyimpan sikap kebencian terhadap satu kelompok lain sejak kecil, dipastikan akan menimbulkan bahaya yang lebih besar jika ia besar kelak. Selain itu anak-anak yang menjadi serdadu ini rentan terbunuh dalam medan peperangan karena secara physik dan mental masih sangat lemah untuk memanggul senjata. Dalam satu-dua photo yang pernah terlihat di harian di Medan, kita melihat adanya gadis-gadis yang sangat muda belia memegang senjata perang di Aceh. Apakah anak-anak tersebut terlibat, masih menjadi sebuah tanda tanya besar. Namun nampaknya, bagi kelompok-kelompok minoritas yang sedang berjuang untuk mempertahankan pandangannya, setiap individu adalah asset yang harus dioptimalkan bagi perjuangan mencapai kemenangan. Disinilah pintu terbukanya kemungkinan anak-anak terlibat dalam perang.

Terhadap semua anak-anak yang menjadi korban penelantaran, eksploitasi atau penyalahgunaan, penyiksaan atau setiap bentuk kekejaman atau perlakuan penghukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat, atau pertentangan kesepakatan, harus dilakukan langkah yang layak untuk meningkatkan pemulihan rohani dan jasmani dan penyatuan kembali dalam masyarakat. Pemulihan dan penyatuan kembali seperti itu akan dilakukan dalam suatu lingkungan yang memupuk kesehatan, harga diri dan martabat anak.

4. Hak Untuk Berpartisipasi

4.1. Hak berpikir dan Berpendapat Pasal 12 dan 13 KHA

‘Kids opinion aren’t taken notice of, yet they can have

Important things to say – not just in things that affect them, But on other things as well. They are a lot smarter than most

Adults give them credit for’. (Immanuel Heywood, age 17, Sheffield, UK)

Dalam pasal 12 KHA diatur bahwa negara peserta menjamin hak anak untuk menyatakan pendapat, dan untuk memperoleh pertimbangan atas pendapatnya itu, dalam segala hal atau prosedur yang menyangkut diri si anak. Selengkapnya pasal 12 KHA berbunyi:

1. Negara peserta akan menjamin anak-anak yang mampu

mengembangkan pandangan-pandangannya. Hak untuk menyatakan pandangan itu secara bebas dalam segala hal yang berpengaruh pada anak, dan pandangan anak akan dipertimbangkan secara semestinya sesuai usia dan kematangan anak.

(19)

wakil atau badan yang memadai dalam suatu cara yang sesuai dengan hukum acara pada perundang-undangan nasional.

Pasal 12 tidak memberi batasan minimal usia anak untuk menyatakan atau mengekspresikan pandangannya, Dengan demikian jelas bahwa anak-anak bisa menyatakan pandangan/pendapatnya sejak usia dini. Merujuk kepada pasal ini, negara peserta mempunyai kewajiban yang jelas dan tegas untuk menjamin hak untuk berpendapat dalam situasi yang mempengaruhi si anak. Oleh karena itu si anak tidak boleh dipandang sebagai seorang manusia yang pasif atau diijinkan untuk dikekang oleh semacam intervensi, kecuali dia secara nyata tidak mampu untuk menyatakan pandangannya.7. Bahkan anak-anak cacat sekalipun tidak boleh didiskriminasi, hanya karena mereka tidak mampu secara normal menyatakan pandangannya. Kepada mereka harus disediakan media dan teknologi yang memungkinkan mereka menyatakan pandangan dan pendapatnya.

Di dalam menggunakan hak berpikir dan berpendapat yang dimilikinya, si anak di beri pesan dan rambu-rambu untuk tetap menghormati hak-hak orang lain, serta tetap memelihara norma-norma dan kaedah-kaedah umum yang berlaku di masyarakat, sebagai penjelmaan sikap toleransi dan saling menghormati antar manusia. Dalam konteks ini, si anak juga diberi kesempatan untuk membicarakan dan mendiskusikan dampak negatif yang mungkin muncul jika kebebasan berpikir dan berpendapat tidak diberikan dan dilaksanakan dengan benar. Anak di ajak untuk mengamati dan memikirkan kejadian/ peristiwa yang ada di lingkungan sekitarnya yang diakibatkan oleh penggunaan kebebasan berpikir dan berpendapat yang tidak dilaksanakan dengan benar.

Pasal 12 berhubungan erat dengan pasal 13 KHA, tentang kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh anak. Pasal 13 tersebut selengkapnya berbunyi: (1) anak berhak atas kebebasan berpendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi segla macam informasi dan gagasan, terlepas dari pembatasan wilayah, baik secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk karya seni atau melalui media lain yang dipilih anak. (2) penggunaan hak ini bisa dikenai pembatasn tertentu, tetapi hal ini hanya bisa dilakukan dengan undang-undang dan hanya jika diperlukan: a. Untuk menghormati hak-hak atau reputasi orang lain, atau; b. Untuk melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan atau moral masyarakat.

4.2 Hak berkumpul dan berserikat

KHA juga memuat pasal tentang hak anak untuk berkumpul dan berserikat. Hal ini tercantum dalam pasal 15, yang berbunyi: 1. Negara-negara peserta mengakui hak-hak anak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berkumpul dan berdamai. 2. Tidak ada pembatasn yang boleh dikenakan atas penggunaan hak-hak ini selain pembatasan yang sesuai dengan undang-undang dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau perlindungan terhadap hak-hak atas kebebasan orang lain.

Pasal di atas sejajar dengan pasal 20 Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia, yang menyatakan: 1. Everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association. 2.No one may be compelled to belong to an association. Komite Hak-Hak

7

(20)

Anak telah merekomendasikan agar hak berkumpul dan berserikat yang diatur dalam pasl 15 bisa direfleksikan dalam hukum nasional masing-masing negara peserta.

Berdasarkan laporan UNICEF, keterlibatan anak-anak dalam perkumpulan di berbagai negara sangat variatif. Di Cili, undang-undang tentang organisasi masyarakatnya mengizinkan dibentuknya perkumpulan untuk orang muda, dari usia 15 tahun. Dalam level tersebut, hak mereka untuk secara bebas membentuk perkumpulan memang dibatasi, karena berdasarkan hukum Cili, kapasitas hukum mereka tidak diakui di negara tersebut. Di Bulgaria, hak untuk berkumpul dan berserikat dilarang. Di Rusia, pada tahun 1990, diluncurkan sebuah undang-undang (the USSR Associations Act) untuk menyatakan bahwa anak-anak mempunyai sebuah hak untuk membentuk perkumpulan. Sejak saat itu, di Rusia bermunculan berbagai perkumpulan orang muda, berdsarkan interestnya masing-masing. Dalam tingkat federal saja, ada lebih 30 organisasi anak-anak yang terdaftar di Rusia8

Kebebasan untuk berserikat mengandung arti kebebasan untuk membentuk perserikatan/perkumpulan, demikian juga hak untuk bergabung dan keluar dari perkumpulan tersebut. Komite Hak anak telah menyarankan agar negara mengusahakan keanggotaan anak-anak dalam perkumpulan. Bagaimana dengan anak yang ikut dalam demonstrasi? Secara implisit pasal 15 mengizinkan anak-anak untuk terlibat, namun dalam demonstrasi yang damai.

Medan, Mei 2002.

eikhsan@indosat.net.id

8

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui hasil dari tujuan yang kedua yaitu menggunakan metode analisis Incremental B/C rasio dan nilai tambah untuk mengetahui bagaimana keuntungan dalam

Pengaruh Inhalasi Magnesium Sulfat terhadap Kadar Substansi P, Respons Bronkodilator, dan Perbaikan Klinis Pasien PPOK Eksaserbasi Akut.. Supervisor 1:

Hal ini sesuai dengan acuan standard verifikasi legalitas kayu: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016:

Untuk mekanisme reaksi elektrokimia yang reversibel (Er) dan reaksi kimia yang reversibel (Cr) atau tak-reversibel (Ci) dapat ditentukan dengan melihat hubungan perbandingan

Pengguna wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan barang di SKPD kepada Pengelola dengan dilampiri keputusan penghapusan, berita acara penghapusan, dan/atau

Susunan Terjejal Lapisan ketiga: Jika menempati posisi tipe A, urutan lapisan menjadi A-B-A-B dan membentuk susunan terjejal heksagonal atau hexagonal closest packed structure

Inhibit = VDD (MC14051B) (MC14052B) (MC14053B) ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ — — — ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ — — — ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ — — — ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda, yang dimaksudkan untuk menguji sejauh mana dan bagaimana arah pengaruh variabel