• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Sejarah Lokal dengan Sejarah Nasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Relasi Sejarah Lokal dengan Sejarah Nasi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Relasi Sejarah Lokal dengan Sejarah Nasional

Kelompok 3

1. Riski Putri Utami

121311433013

2. Faridatun Ni’mah

121311433016

3. M. Agung Santoso

121311433011

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

SURABAYA

2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan Rahmat-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Relasi Sejarah Lokal dalam Sejarah Nasional dalam mata kuliah Sejarah Lokal semester gasal. Makalah ini disusun secara berkelompok dan dengan didukung dari berbagai sumber mulai dari internet maupun buku-buku penunjang mata kuliah Sejarah Lokal .

Sebagai insan manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan, termasuk dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen maupun pembaca yang bersifat membangun sebagai bekal kami membuat makalah-makalah lainnya.

Kami berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... 2 Daftar Isi... 3 Bab 1 Pendahuluan...

1.1 Latar Belakang... 4 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan Pembahasan... 7 Bab 2 Pembahasan...

2.1 Sejarah Lokal dalam narasai Sejarah Nasional... 9 2.2 Hubungan antara Sejarah Lokal dan Sejarah Nasional... 13 Bab 3 Penutup...

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Identitas nasional suatu bangsa dapat dilihat melalui dinamika sejarahnya. Dalam hal ini sejarah mempunyai peranan penting dalam membangun nasionalisme bangsa. Sebagai modal untuk membangun masa depan yang lebih baik, sejarah menjadi pelajaran penting yang harus dipelajari agar dapat mewujudkan masa depan yang lebih baik. Sejarah merupakan serangkaian berbagai peristiwa yang menyangkut kehidupan di masa lampau dengan segala aspeknya. Sejarah mempunyai sumbangsih penting dalam menentukan jalan peristiwa sejarah yang menjadi perhatian khusus dari para sejarawan.

Keberadaan masa lalu dapat kembali direkonstruksi di masa sekarang dengan bantuan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh peristiwa sejarah atau lebih dikenal dengan sebutan sumber sejarah. Sumber menggerakkan semua semua sejarah, namun tidak semua sejarah diciptakan secara sama. Untuk memudahkan, sejarawan membedakan antara sumber-sumber primer dan karya-karya sekunder.1 Tulisan yang ditulis oleh sejarawan, biasanya tidak

akan lepas dari sumber terkait oleh hal-hal penelitian yang diteliti.

Kebutuhan akan sejarah nasional mulai marak pada awal pasca kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu konsumsi terhadap sejarah nasional dinilai tinggi karena digunakan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsanya. Awal kemerdekaan merupakan waktu yang tepat untuk membentuk jiwa-jiwa bangsa yang nasionalis, cinta terhadap tanah air Indonesia. Namun, keberadaan kecenderungan sejarah yang menuliskan sejarah yang bersifat nasional sentris juga memberikan dampak yang kurang bagus terhadap keberadaan sejarah lokal.

1 Storey, William Kelleher. Menulis Sejarah: Panduan Untuk Mahasiswa (Edisi Kedua).

(5)

Sejarah yang bersifat kedaerahan seakan-akan tersampingkan keberadaannya oleh sejarah nasional. Hal ini tentu dapat merugikan bangsa Indonesia, karena adanya sejarah nasional tak bisa dilepaskan dari keberadaan sejarah lokal yang membahas tentang lokalitas berbagai aspek tentang peristiwa sejarah. Sejarah nasional yang berangkat dari sejarah lokal hanya membahas berbagai peristiwa besar yang bersifat general, sehingga banyak bagian yang kurang lengkap diulas dalam penulisan sejarah tersebut. Sejarah lokal, memberikan sumbangsih besar dalam sejarah nasional sebagai pelengkap dari kurangnya berbagai aspek sejarah yang belum dituliskan kedalam sejarah nasional. Dalam hal ini sejarah lokal membantu sejarah nasional dalam merekonstruksi sejarah agar menjadi peristiwa yang lebih detail yang terjadi pada suatu daerah.

Jika prinsip sejarah sebagai sesuatu yang unik diterapkan, maka dapat dikatakan bahwa semua sejarah sebenarnya adalah sejarah lokal.2 Sejarah

nasional dalam hal ke-Indonesiaan dianggap sebagai representasi politis dari sejarah lokal. Tak dapat dipungkiri jika keberadaan sejarah lokal merupakan cikal bakal dari sejarah nasional. Hal ini secara tidak langsung telah membuat kedudukan sejarah lokal menjadi dikesampingkan dalam penulisan sejarah nasional (Indonesia). Kedudukan sejarah lokal begitu penting dalam sejarah nasional karena hal ini tak dapat dilepaskan dari letak geografis dimana peristiwa sejarah tersebut terjadi. Berbagai tema yang termasuk dalam kajian sejarah lokal ternyata memberikan peran yang sangat penting dalam sejarah nasional. Keberadaan atau sumbangsih sejarah lokal tersebut sayangnya masih kurang mendapat tempat di dalam panggung sejarah yang mayoritas diduduki oleh sejarah yang sifatnya besar saja (bersifat general).

(6)

Dalam perkembangan historiografi Indonesia, perspektif sejarah nasional secara sadar ataupun tidak ternyata mengkerdilkan arti sejarah lokal. 3 Sejarah

lokal yang merujuk pada pada satu komunitas atau unit administrasi tertentu seperti perdesaan atau perkotaan maupun suatu ikatan sosio-kultural dalam sebuah masyarakat seakan-akan tak mendapat tempat dalam panggung sejarah nasional. Karena itulah sejarah lokal harus mempunyai otonomi dalam sejarah nasional.4 Dengan adanya otonomi tersebut maka diharapkan

dapat memberikan sesuatu yang penting bagi sejarah nasional serta pemahaman masyarakat mengenai sejarah.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Tjokrodirdjo bahwa kebudayaan bangsa atau nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah.5 Maka

sejarah lokal yang terkait segala hal yang bernuansa daerah, telah memberikan sumbangsih kepada sejarah nasional. Sebagian masyarakat mempercayai bahwa sejarah nasional adalah kumpulan dari sejarah lokal. Kebutuhan akan sejarah oleh suatu negara tidak dapat memisahkan hubungan di antara keduanya. Baik sejarah nasional maupun sejarah lokal memiliki peranan penting dalam menghiasi dinamika peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia. Korelasi yang dimiliki keduanya menjadi penanda pentingnya mengenai pemahaman sejarah bangsanya yang meliputi segala aspek.

Keberadaan sejarah nasional yang sangat tinggi pada masa awal kemerdekaan negara telah menjadikan historiografi yang sifatnya nasional (sentris) menjadi banyak ditulis oleh kalangan sejarawan. Sementera sejarah yang bersifat lokal sering terabaikan, hal ini sangat disayangkan karena mengingat negara kita sangat kaya akan lokalitas di daerah masing-masing yang bisa dijadikan tema untuk pembahasan sejarah lokal.

3Ibid, hlm.197

4 Taufik, Abdullah. Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985), hlm. 24.

5 Sofia Rangkuti-Hasibuan, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia: Teori dan Konsep,

(7)

Penulisan sejarah yang hanya berkutat pada nasional saja sangat memungkinkan bahwa peristiwa sejarah tersebut tak tergambarkan secara mendetail. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa sejarah lokal juga perlu ditulis dan dipelajari untuk melengkapi peristiwa sejarah di lingkup nasional. Perkembangan sejarah dari masa ke masa yang hanya mementingkan peristiwa-peristiwa besar menjadikan keberadaan sejarah lokal semakin menjadi dikesampingkan. Maka dari itu kesadaran dalam menumbuhkan kembali penulisan sejarah lokal menjadi penting mengingat kedua sejarah tersebut memliliki relasi yang saling melengkapi antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Menurut latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran sejarah lokal dalam perkembangan di dalam sejarah nasional?

2. Bagaimana hubungan (relasi) antara sejarah lokal dan sejarah nasional?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagaimana peran sejarah lokal dalam perkembangan di dalam sejarah nasional.

(8)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lokal dalam Narasi Sejarah Nasional

Dalam dunia historiografi, keberadaan sejarah lokal sering luput bahkan terkesan dilupakan dalam narasi panggung sejarah. Begitu juga untuk kalangan akademisi khususnya di dalam bidang sejarah. Jika kita melihat dalam buku-buku sejarah nasional, hanya peristiwa-peristiwa besar yang lingkupnya nasional saja yang menjadi fokus dari pembahasan sejarah. Padahal, keberadaan sejarah lokal justru sangat penting di dalam sejarah nasional. Jika kita mau menyadari, peristiwa-peristiwa besar dalam skala nasional bermula dari sejarah yang lingkupnya lokal. Dalam hal ini sejar ah lokal mempunyai andil yang cukup besar di dalam melengkapi narasi sejarah nasional.

Perkembangan politik dalam abad ke-19 dan ke-20 memang banyak sekali menghasilkan negara nasional, akibatnya hal ini juga berpengaruh terhadap penulisan sejarah yang berorientasi sebagai sejarah nasional. Skala kehidupan nasional tidak memungkinkan pengungkapan fakta-fakta mikro pada sejarah lokal, kecuali apabila mempunyai dampak nasional atau representatif bagi perkembangan sejarah nasional.6 Dalam hal ini keberadaan

sejarah nasional berkembang dalam narasi sejarah bangsa tak lepas dari tujuannya. Pada masa pergerakan nasional keberadaan sejarah nasional dimunculkan dalam intensitas yang tinggi karena sebagai upaya untuk menumbuhkan nasionalisme bagi bangsanya, mengingat pada masa itu Indonesia baru saja terlepas dari belenggu penjajahan.

(9)

Perkembangan sejarah lokal mendapat perhatian yang serius di dalam penulisan sejarah Indonesia ditandai dengan diadakannya Seminar Sejarah Lokal Pertama yang diselenggarakan pada tahun 1982.7 Seminar sejarah lokal

yang diadakan di Indonesia ini berbeda dengan seminar sejarah nasional di dalam pelaksanannya yang diorganisasikan berdasarkan periode. Yang menjadi fokus dari seminar sejarah lokal adalah peristiwa yang terjadi di lingkup lokal meliputi problem sosial pada pedesaan, perekonomian pedesaan dan lain sebagainya. Kemudian dilaksanakan seminar sejarah lokal yang kedua yaitu pada tahun 1984.8 Hal ini tak dapat dilepaskan dari keinginan

untuk memfungsikan sejarah lokal di dalam pembangunan. Mengingat begitu pentingnya sejarah lokal di dalam tingkat nasional, maka sejarah lokal di Indonesia harus terus dikembangkan agar menjadi sebuah historiografi yang dapat melengkapi keberadaan historiografi nasional.

Tema yang ditawarkan oleh sejarah lokal pun juga sangat variatif. Berbagai macam sudut pandang dapat dijadikan tema, mulai dari pemilihan topik dari sebuah wilayah yang dijadikan obyek penelitian. Seminar sejarah lokal kedua yang diadakan pada 1984 tersebut ternyata telah mengundang banyak makalah mengenai sejarah lokal luar jawa. Sehingga segala tulisan sejarah yang membahas tentang jawa sentris sudah tidak banyak ditulis oleh sejarawan. Keuntungan lainnya yang di dapat dari seminar sejarah lokal yaitu banyak ilmuwan sosial diluar disiplin ilmu sejarah yang tertarik untuk ikut andil di dalam penelitian sejarah. Berbagai historiografi lokal banyak disajikan oleh ahli geografi, linguistik, antropologi, dan banyak lagi.

Ruang lingkup yang dibahas dalam sejarah lokal hanya menyangkut hal-hal yang bersifat lokalitas saja. Dalam sejarah lokal, pembahasannya pun dimulai dari desa atau beberapa desa saja. Produk dari sejarah lokal juga tidak jauh-jauh dari hal-hal yang bersifat non-rasional. Begitu juga dengan sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah ini. Di dalam sejarah lokal, sumber

7 Kuntowidjoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Anggota IKAPI,2003), hlm. 8.

(10)

yang banyak digunakan oleh sejarawan di dalam merekonstruksi masa lalu kebanyakan dengan menggunakan metode lisan. Tradisi lisan yang berkembang di dalam masyarakat menjadikan hal ini sebagai salah satu alat yang digunakan sejarawan untuk menceritakan masa lalu sebuah desa. Di samping tradisi lisan, sejarawan dapat memanfaatkan berbagai sumber tertulis seperti babad, hikayat,dan sumber lokal lainnya.

Berbagai permasalahan kemudian muncul sebagai pertentangan yang ditimbulkan akibat perebutan dalam historiografi Indonesia. Persoalan menjadi semakin rumit ketika prinsip-prinsip desentralisasi dan euphoria otonomi daerah yang berkembang akhir-akhir ini di Indonesia menciptakan kerancuan baru antara sejarah lokal, sejarah daerah, sejarah sejarah provinsi, sejarah kabupaten dan sebagainya yang ditempatkan sebagai reaksi antagonistik terhadap sejarah nasional yang dianggap sebagai representasi dari kekuasaan politik pemerintah pusat.9 Akibat yang ditimbulkan dalam hal

ini adalah penulisan sejarah lokal lebih diwarnai oleh kepentingan politis untuk menghadirkan sebuah identitas kedaerahan yang mengacu pada etnik atau kelompok tertentu daripada keunikan yang terdapat di dalam peristiwa masa lalu tersebut. Sejarah lokal yang pokok bahasannya mencakup peristiwa-peristiwa yang terjadi pada lokasi yang kecil, desa atau kota kecil seringkali dianggap tidak menarik perhatian karena tidak mempunyai dampak luas. Namun ada saatnya sejarah lokal menjadi pokok bahasan yang menarik yaitu karena sejarah lokal mengungkapkan permasalahan-permasalahan tentang manusia secara khusus dan detail.

Berbagai produk yang dihasilkan sejarawan tentang sejarah lokal masih sangat terbatas. Padahal banyak sekali kasus-kasus kedaerahan yang belum pernah dimunculkan kedalam sejarah nasional. Contoh dari kasus tersebut yaitu seperti yang tercermin pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam buku-buku sejarah kebanyakan mengulas

(11)

mengenai bagaimana jalan serta proses yang terjadi di dalam peristiwa tersebut. Namun disisi lain terdapat hal penting yang luput dari pembahasan sejarawan, misalnya mengenai sejarah tempat yang menyebabkan tercetusnya Proklamasi, yaitu Rengasdengklok. Dalam skala lokal, Rengasdengklok menjadi sangat penting karena dari aspek budaya tempat ini menjadi latar belakang dari peristiwa besar yang sangat berpengaruh terhadap alur sejarah bangsa Indonesia sendiri. Masih belum banyak sejarawan yang mengulas tentang sejarah Rengasdengklok dari lingkup kehidupan lokalitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa minat sejarawan terhadap minat menulis sejarah masih berada dalam kiblat sejarah nasional. Sebagaimana dengan sejarah nasional, sejarah lokal pun dapat menjadi sebuah kajian yang penting jika diintegrasikan kedalam sejarah nasional. Dengan adanya hubungan yang terjalin antara sejarah lokal dan nasional tersebut akhirnya timbul sebuah generalisasi sejarah.

Di Indonesia sejarah lokal mengalami kendala yang sangat serius di dalam hal pengumpulan sumber. Sementara ini sumber-sumber yang digunakan dalam sejarah hanya terbatas karena objek dari sejarah lokal tersebut berupa sejarah mikro.10 Sebagaimana dengan sejarah mengenai

peristiwa kecil atau lokal, sehingga di dalam proses penelusuran sumber pun juga mengalami berbagai kendala. Di dalam hal inilah sejarawan diuji kemampuannya untuk bisa merekonstruksi peristiwa masa lalu dalam bingkai lokalitas. Sejarah lokal sudah lama berkembang di Indonesia sebelum perkembangan sejarah nasional. Sejarah lisan atau disebut sebagai sejarah tradisional tersebut umumnya bersifat irrasional atau tidak masuk akal, karena banyak bercerita tentang mitos, legenda serta cerita rakyat yang terjadi pada suatu daerah. Dalam sejarah ilmiah (sejarah yang disusun berdasarkan fakta-fakta ilmiah), keberadaan sejarah tradisional dianggap sebagai sumber sekunder, karena keabsahan datanya yang masih perlu dipertanyakan. Meskipun keberadaan sejarah lokal dianggap sebagai sumber sekunder,

(12)

namun hal ini bisa digunakan sebagai pembanding dan pelengkap fakta sejarah.11

Keuntungan yang didapat dalam sejarah lokal ini yaitu adanya pelestarian terhadap sejarah yang berhubungan dengan peristiwa unik dalam tingkat lokal. Jika dalam sejarah nasional kita tidak bisa menemukan asal-usul terjadinya sebuah desa yang dibumbui dengan berbagai mitos di dalamnya maka kita bisa mendapatkannya dengan mempelajari sejarah lokal tersebut. Dalam hal ini sejarah lokal berperan untuk memperkaya khazanah dalam hal sejarah tradisional yang didalamnya memuat berbagai mitos, legenda yang terjadi di daerah masing-masing. Hal ini sangat berguna bagi kekayaan literasi sejarah kita, karena kita dapat mengetahui berbagai peristiwa masa lalu dalam lingkup lokal yang hanya bisa diketahui melalui pembelajaran sejarah lokal.

(13)

2.2 Hubungan (Relasi ) Antara Sejarah Lokal dan Sejarah Nasional

Sejarah tentang Indonesia adalah berbicata tekait sejarah bekas wilayah Hindia Belanda. Batasan sejarah nasional bersifat politis administratif sebagai ‘sejarah bangsa Indonesia’ yang eksistensi politisnya resmi sejak proklamasi. Sejarah Nasional Indonesia selanjutnya diturunkan dalam sejarah daerah yang meliputi sejarah berbagai daerah di Indonesia dengan batasan administratif propinsi atau kabupaten.12

Penulisan sejarah lokal mempunyai makna penting, baik untuk kepentingan akademis maupun pembangunan masyarakat, terutama kepentingan masyarakat dalam mempelajari pengalaman masa alalu nenek moyangnya.13 Sejarah lokal dapat menjadi jembatan yang cukup ampuh bagi

masyarakat komunitas lain untuk mengetahui tradisi lokal dari suatu daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah lokal cukup memiliki peranan penting bagi kestabilitasan suatu daerah dalam berbagai bidang.

Elastisitas sejarah lokal mampu menghadirkan berbagai fenomena, baik berkaitan mulai dari latar belakang keluarga (family history), sejarah sosial dalam lingkup lokal, peranan pahlawan lokal dalam perjuangan lokal maupun nasional, kebudayaan lokal, asal-usul suatu etnis dan berbagai peristiwa yang terjadi dalam tingkat lokal.14 Kondisi ribuan pulau yang dimiliki oleh

Indonesia, menjadi poin penting bagi keberagaman sejarah lokal di Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan oleh Supardi bahwa keberagaman yang terdapat di suatu daerah telah memberikan sumbangsih bagi besar bagi historiorafi sejarah lokal. Alasan lain adalah mengenai beragamnya kondisi

12 Supardi, “Pendidikan Multikultural Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal” dalam Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2, Nomor 1, 2014, hlm.5

13 Supardi, loc.cit

(14)

geografis yang membwa dampak terhadap beragamnya cerita-cerita yang

membawa dampak dengan munculnya kesadaran perlunya penulisan sejarah nasional. Kesadaran untuk memulai menulis terkait segala hal yang berbau sejarah menjadi sangat keren pada saat itu. Fenomena serta keadaan politik yang selalu bergejolak, menjadi salah satu landasan dalam menulis sejarah. Karena pada dasarnya, sejarah tidak akan pernah berjauhan dengan politik.

Pada tahun 1970-an, berlangsung Seminar Sejarah Nasional kedua. Seminar ini merupakan pertemuan para sejarawan Indonesia untuk menyampaikan hasil penelitian mereka mengenai peristiwa dan masalah di bidang ilmu sejarah.16 Di antaranya adalah Sartono Kartodirdjo yang

memperoleh kepercayaan menjadi ketua dari penulisan Sejarah Nasional Indonesia. Pada mulanya, penulisan tersebut terdiri atas 6 jilid. Sartono Kartodirdjo pun berpendapat bahwa tulisannya bukanlah menjadi buku standar. Sehingga banyak terjadi pembaruan atas kritik yang dilontarkan oleh sejarawan lain dari apa yang ditulis oleh Satono Kartidordjo. Oleh karena itu, mulai memunculkan nama Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam penulisan Sejarah Nasional Indonesia.

Di negara-negara maju, penulisan sejarah menjadi modal utama dalam memperkenalkan produk tradsional yang dimiliki. Pengolahan yang baik dan menarik, dapat menarik minat wisatawan dalam mengunjungi, mengetahui bahkan mempelajari sejarah mereka. Maka, penulisan sejarah Indonesia diyakini oleh sejawaran sebagai jembatan masyarakat yang hidup di dunia

15 Taufik Abdullah, Ilmu Sosial dan Tantangan Zaman, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.137

(15)

modern untuk dapat mengetahui keadaaan pada masa lalu. Penulisan sejarah berkaca dari kejadian tentang masa lalu juga dapat menjadi pembelajaran tersendiri bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Fungsi sejarah sebagai pengingat dan alat legitimasi bagi sebagian penguasa, telah membuat munculnya beragam sejarah dengan berbagai perspektif. Hal tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing. Sehingga kritik sejarah dalam mengarahkan sejarah menuju keobjektifan, menjadi sangat penting dilakukan. Salah satunya gejolak politik yang terjadi di suatu bangsa, mengindikasikan bahwa sejarah dapat dibuat dan dijalankan atas nama penguasa.

Di Indonesia, tiras surat kabar, majalah, dan tabloid mandek di sekitar 15 juta eksemplar selama belasan tahun terakhir masa Orde Baru. Ketika jumlah terbitan pers melonjak dua kali lipat atau lebih pada masa reformasi, dari hanya 300 menjadi 600 sampai 700, pertambahan tiras paling-paling hanya beberapa ribu eksemplar.17 Pada masa tersebut, akses informasi yang

beredar di masyarakat adalah melalui tulisan dan radio. Radio yang berkembang saai itu, masih memiliki saluran gelombang suara) yang relatif pendek. Hal tersebut berdampak pada kurangnya informasi yang didapat oleh daerah-daerah terpencil.

Menjelang tahun 1965 suasana kehidupan pers sangat mencekam dan dipenuhi rasa ketakutan. Pejabat Presiden/Panglima Tertinggi Djuanda selaku Penguasa Perang tertinggi (Peperti) telah mengeluarkan peraturan Peperti no 10 tahun 1960 tanggal 12 Oktober 1960 yang melarang penerbitan surat kabar atau majalah tanpa izin terlebih dahulu dari Penguasa Keadaan Bahaya.18

17 Atmakusumah Astraatmadja, “Internet dan media Pers Masa Depan: Pesaing Mematikan atau Pembebas Manusia?” dalam Indonesia Abab XXI di Tengah Kepungan Perubahan Global, (Jakarta: Kompas Media Nusantara), 2000, hlm. 826

(16)

Untuk melakukan izin penerbitan, pihak pers diminta melakukan beberapa syarat yang termuat dalam formulir terkait perizinan.

Dalam formulir permohonan izin tersebut, pihak pers harus menandatangani pernyataan tentang 19 hal yang wajib dilakukan;19

1)Mematuhi pedoman-pedoman yang telah dan/atau akan dikeluarkan oleh Peperti dan lain-lain instansi pemerintah yang berwenang mengenai penerbitan; 2) Wajib menjadi pendukung dan pembela Manifesto Politik RI secara keseluruhan; 3) Program pemerintah; 4) Dekrit Presiden 1959; 5) Undang-Undang Dasar 1945; 6) Pancasila; 7) Sosialisme Indonesia; 8) Demokrasi Terpimpin; 9) Ekonomi Terpimpin; 10) Kepribadian nasional Indonesia; 11) Martabat Negara Republik Indonesia; 12) Wajib menjadi alat untuk memberantas imperialisme dan kolonialisme, liberalisme, federalisme/separatisme; 13) Wajib menjadi pembela/pendukung dan alat pelaksana dari politik bebas dan aktif negara Republik Indonesia tiak menjadi pembela/pendukung dan alat dari perang dingin antarblok negara asing; 14) Wajib menjadi alat untuk memupuk kepercayaan rakyat Indonesia terhadap Pancasila; 15) Manifesto Politik RI; 16) Wajib membantu usaha penyelenggaraan ketertiban dan keamanan umum serta ketenangan politik; 17) Tidak akan memuat tulisan-tulisan atau lukisan-lukisan/gambar-gambar yang bersifat sensasional dan merugikan akhlak; 18) Yang mengandung penghinaan terhadap kepala negara atau kepala pemerintahan dari negara asing yang bersahabat dengan negara Republik Indonesia, dan terakhir; 19) Yang mengandung pembelaan terhadap organisasi yang dibubarkan atau dilarang berdasarkan Penetapan Presiden nomor 7 tahun 1959 dan Peraturan Presiden nomor 13 tahun 1960.

Koran Harian Rakyat yang menjadi corong PKI bisa terbit tangal 2 Oktober 1965. Hal ini yang dijadikan pemerintah Orde Baru sebagai bukti keterlibatan partai tersebut dalam G30S. Di dalam buku putih yang disunting oleh Kolonel Alex Dinut dicantumkan isi Harian Rakyat yang terdiri dari

(17)

Pojok (‘Gerakan 30 September sudah menindak Dewan Djendral. Simpati dan dukungan rakyat di pihak Gerakan 30 September’). Tajuk surat kabar itu antara lain menyatakan “Tetapi bagaimanapun juga persoalan tersebut adalah persoalan intern Angkatan Darat. Tetapi kita rakyat yang sadar akan politik dan tugas-tugas revolusi meyakini akan benarnya tindakan yang dilakukan oleh Gerakan 30 September untuk menyelamatkan revolusi rakyat”.20

Kelahiran Orde Baru , 1 Oktober 1965, diawali dengan pembredelan pers. Meskipun sampai tahun 1974 pers Indonesia dinilai ralatif cukup kritis, setelah itu dunia media massa nasional memang sangat tergantung dari kekuasaan pemerintah. Monopoli informasi sejak awal bergulirnya Orde Baru, telah memvonis bahwa versi mengenai peristiwa tersebut. Kekuasaan suatu pemerintah menjadi hal yang sangat penting dalam pengakuan antara kebenaran yang dibuat oleh pemerintah.

Berdasarkan contoh yang dijabarkan di atas, sejarah lokal dan sejarah nasional memiliki relasi yang cukup signifikan. PKI yang notabene adalah sejarah lokal, akibat dari dimuatnya berita tersebut di koran nasional, maka statusnya pun berubah menjadi sejarah nasional. Informasi yang disebarkan oleh koran tersebut, dapat dinikmati oleh seluruh kalangan nasional atau bahkan luar negeri. Dengan demikian, dampak yang diberikan oleh PKI selain di daerah ia berasal, juga terhadap daerah lain.

PKI yang dianggap sebagai komunitas orang sesat, memberi dampak kepada komunitas lain yang dirasa oleh pemerintah memiliki kepercayaan tidak jelas, sama dengan PKI. Misalnya masyarakat Tengger yang notabene sangat menjunjung tinggi rasa hormat terhadap nenek moyang, dimasukkan dalam keyakinan agama Hindu dalam sensus penduduk. Padahal sebenarnya masyarakat Tengger berkeyakinan bahwa ritual merea sangat berbeda dengan Hindu.

(18)

Sejarah lokal memiliki relasi yang sangat kuat dengan sejarah nasional. Sejarah lokal biasanya berusia lebih lama daripada sejarah nasional. Namun pelestarian sejarah lokal yang tidak segencar sejarah nasional, membuatnya menjadi sejarah asing di negerinya sendiri. Hanya sebagian orang saja yang mengetahui adanya sejarah lokal daerah tertentu. Maka, keberadaan sejarah lokal seharusnya dapat berjalan bersama dengan sejarah nasional. Semangat nasionalisme pada masa Orde Baru telah menjadi bukti bahwa sejarah nasional sangat dijunjung tinggi keeksistensiannya daripada sejarah lokal.

Kesadaran mengenai dimensi waktu dalam penulisan sejarah tampak dalam dua tulisan mengenai pendidikan, yaitu karangan U.M.Napitupulu, “ Pendidikan Sebagai Dinamisasi Dan Integrasi Masyarakat Tapanuli Utara Selama Kurun Waktu Satu Dasawarsa Menjelang Berakhir Perang Dunia Kedua Dan Setelah Kemerdekaan ”, dan B.A.Simanjutak, “Kemajuan Pendidikan Dan Cita Kemerdekaan Di Tanah Batak (1861-1940)”.

Tulisan pertama sebenarnya lebih banyak menuturkan mengenai pengaruh sosial dari pendidikan atau sosiologi pendidikan. Tulisan ini tidak banyak didukung oleh fakta, lebih sebagai suatu generalisasi. Lebih spesifik dan historis ialah tulisan kedua, oleh Simanjutak. Tulisan ini dapat dikembangkan sebagai sejarah sosial atau sejarah intelektual. Sejarah sosial, jika dikonseptualisasi, seperti masalah mobilitas sosial, lebih ditekankan. Sejarah intelektual, jika konsep “humajuon” menjadi fokus tulisan.21

Pada umumnya orang memakai istilah sejarah untuk menunjuk cerita sejarah, pengetahuan sejarah, gambaran sejarah, yang kesemuanya itu sebenarnya adalah sejarah dalam arti subjektif. Disebut subjektif tidak lain karena sejarah memuat unsur-unsur dan isi subyek (pengarang, penulis) baik pengetahuan maupun gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau

(19)

rekonstruksi pengarang, maka mau tak mau memuat sifat-sifatnya, gaya bahasanya, struktur pemikiranya, pandanganya, dan lain sebagainya.22

Di Indonesia penulisan sejarah lokal pada umumnya menghadapi kesulitan sumber-sumber. Sumber yang cukup lengkap dibutuhkan karena oleh karena biasanya sejarah lokal berupa sejarah mikro, suatu jenis yang menuntut metodologi khusus, yaitu yang memiliki kerangka konseptual cukup halus agar dapat melakukan analisis yang tajam, sehingga pola-pola mikro dapat diekstrapolasikan.23

Mengenai pengertian sejarah lokal, Kelihatanya sampai sekarang belum ada rumusan yangmemuaskan tentang apa Sejarah lokal , Menurut : H.P.R. Finberg (Sejarawan Inggris) BukunyaLokal History, Obyektive And Pursuit tidak ada yang mengemukakan yang lebih eksplisit.Namun demikian disini bisa mencoba memulai dengan rumusan sederhana , yaitu: Sejarahlokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas pada Lokalitas tertentu, jadi terbatas lingkup terutama dikaitkan dengan dengan unsur wilayah.

Menurut Taufik Abdullah sejarah lokal adalah suatu peristiwa yang terjadi di tingkat lokal yangbatasannya dibuat atas kesepakatan atau perjanjian oleh penulis sejarah. Batasan lokal inimenyangkut aspek geografis yang berupa tempat tinggal suku bangsa, suatu kota, atau desa(Abdullah, 1982).

Ahli lain mengatakan bahwa sejarah lokal adalah bidang sejarah yang bersifat geografis yangmendasarkan kepada unit kecil seperti daerah, kampung, komunitas atau kelompok masyarakattertentu (Abdullah, 1994: 52). suatu peristiwa yang terjadi di daerah yang merupakan imbasatau latar

22Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, ( yogyakarta ; Ombak, 2014 ).hlm.16-17

(20)

terjadinya peristiwa nasional.Sebaliknya, Wasino (2009: 2) mengatakan bahwa sejarah lokal adalah sejarah yang posisinyakewilayahannya di bawah sejarah nasional. Sejarah baru muncul setelah adanya kesadaranadanya sejarah nasional.

Namun demikian bukan berarti semua sejarah lokal harus memilikiketerkaitan dengan sejarah nasional. Sejarah lokal bisa mencakup peristiwa-peristiwa yangmemiliki keterkaitan dengan sejarah nasional dan peristiwa-peristiwa khas lokal yang tidakberhubungan dengan peristiwa yang lebih luas seperti nasional, regional, atau internasional.Di Indonesia disamping istilah sejarah lokal, dikenal juga dengan istilah daerah. Sehingga istilahsejarah lokal dan sejarah daerah digunakan seringkali berganti-ganti tampa penjelasan yangtegas. Lokal dan daerah secara harfiah memiliki arti yang sama, tetapi dalam kajian sejarahbanyak digunakan istilah lokal.

Dengan pertimbangan daerah selalu berkonotasi politis (adanyastratifikasi pusat dan daerah: DATI I dan II) sehingga lebih digunakan bahasa lokal karena lebihnetral dan tidak brkonotasi politis. Sedangkan pengertian regional dan nasional. Regionalsecara internasional Negara yang berada dalam lingkup regional disebut lokal. Contoh asiatenggara: Indonesia, Vietnam, dan lain-lain. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwasejarah lokal adalah bidang kajian mengenai masa lalu dari suatu kelompok atau masyarakatyang mendiami unit wilayah yang terbatas.

(21)

Perspektif waktu , misal Sejarah Blambanganpada zaman VOC, Sejarah Madiun pasca Perjanjian Giyanti, dsb.

Selain luas Areal dan waktu,didalam approach sejarah lokal dapat ditentukan tema (Segi Permasalahanya) atauaspek-aspeknya seperti Aspek Politik, Sosial Ekonomi, Kultural, Militer, religius atau yang lain.Disamping pendekatan luas areal dan waktu serta tema dengan aspek-aspeknya didalampenganalisaanya para penulis hendaknya melakukan pendekatan multidimensional, bila kitamenginginkan hasil tulisan tersebut akan bisa mengungkap diberbagai aspek hal ini telahdirintis oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, tercermin dalam karya-karyanya. Misal pembicaraantentang Infrastruktur masyarakat Indonesia secara langsung menyangkut approachmultidimensional, sebab untuk mengungkapkan infrastruktul itu kita tidak cukup menggunakanmetode Diskriptif yang lazim dipakai dalam sejarah konvensional, melainkan perlu memakaianalisa strukturil Untuk mencakup suatu kehidupan histories yang bersegi banyak perludiadakan analisa multidimensional yang mampu mengungkapkan faktor-faktor atauunsur-unsur Ekonomis, Sosial, politik, Religius, dsb.

Arti Penting Kajian Sejarah Lokal, yaitu:

1. memperluas dan memperkaya sejarah nasional

2. memperdalam pengetahuan kita tentang sejarah lokal

3. memperdalam kesadaran sejarah

4. mengenal sejarah lokal seluruh Indonesia secara lebih baik dan bermakna

5. sebagai bahan koreksi tehadap generalisasi sejarah indonsia yang sudah ada.

(22)

Secara lebih menyeluruh arti penting kajian sejarah lokal ditemukan oleh sejarawan LB. Lapian yang pokok-pokoknya sebagai berikut: Pertama,

bahwa pengembangan penulisan sejarah yang bersifat Nasional seperti sekarang ini sering memberi makna bagi orang-orang tertentu, juga kurang dihayati denganbaik karena kurangnya pengetahuan detail tentang latar belakang dari peristiwa-peristiwa yanghanya digambarkan dalam konteks yang sangat umum, atau peristiwa-peristiwa detail itumemang sama sekali tidak pernah diketahui sehingga ada bagian-Bagiam Sejarah Daerah Kita Kita Sendiri Yang Luput dari perhatian masyarakat pembaca sejarah.

Untuk bisa mengadakan koreksi terhadap generalisasi yang sering dibuat penulisansejarah Nasional, sebagai Ilustrasi Lapian antara lain :Masalah Generalisasi yang menyangkut periodisasi sejarah Indonesia yang sering diberi istilahJaman Hindu, menurut Lapian daerah Sangir, Talaud, Sewu dan Rote dan ada pula daerahyang sampai sekarang masih berpegang pada Hinduisme seperti Bali Lombok.Masalah Generalisasi tentang dualisme perkembangan tehnologi di Indonesia denganmembuat pembedaan antara tehnologi tradisional yang padat karya dan tehnologi modern yangpadat modal yang dianggap tidak bisa diterapkan diseluruh Indonesia, terutama didaerah luarjawa.

(23)

Pegangsaan Timur 56 Jakarta Jayapura pada waktu itu bernama Hollandia bersama Biak , Morotai dan KalimantanTimur sudah diduduki Tentara Sekutu. Hal- hal seperti ini sering tidak terekam dalam sejarahmakro, sehingga bisa terjadi masing-masing kelompok masyarakat kita berpikir yang kurangtepat terhadap perkembangan sejarah di bagian-bagian lain di Indonesia.yang selanjutnya bisamenumbuhkan Visi-visi sejarah yang kurang wajar diatara sesama anggota bangsa Indonesia.24

Dijelaskan oleh Sartono Kartodirdjo, unit sejarah mengandung pengertian : suatu bagian dari pengetahuan sejarah yang satu katagori serta bidang yang dapat dipahami (Intelligible Field). Unit itu juga merupakan satu kompleks problem-problem, tema-tema, dan topik-topik yangsemuanya ditempatkan dalam pasangan waktu (Time Setting) yang penting dalam katagori peristiwa sejarah seperti ini ialah adanya kerangka yangmewujudkan kesatuan yang didalamnya mengandung pola-pola dari fakta-fakta yang beradadlam satu kerangka tersebut. Juga didalamnya mengandung aspek kesatuan temporal(waktu)serta kesatuan Spacial (Ruang/tempat) dari rangkaian peristiwanya.

Aspek kesatuan temporal antara lain menyangkut babakan waktu atau periodisasi yang didasarkan atas kreteria tertentubergantung pada pada kreteria kontinuitas maupundiskontinuitas suatu perkembangan sejarah. Dengan mana rentangan waktu perkembangan itu hendak dimasukan dalam urutan perkembangan histories tertentu.

Aspek kesatuan Spacial dari unti historis ini terutama batas kompleksnya peristiwa sejarah yang bervariasi dengan skop sangat luas sampai unit yang terbatas, yang menjadi masalah disinikreteria yang digunakan untuk membuat batasan itu.

(24)

Ada yang menggunakan aspek kehidupanpolitik, Ekonomi, serta sosio budaya, tetapi perlu disadari batas politis bersifat lebih dinamisyaitu berkembang lebih cepat, yang lebih bersifat statis adalah kategori sosio culturalDengan Demikian Unit –unit histori itu terwujud dari berbagai kategori yang menyebabbkanadanya variasi lingkup sejarah dari yang melebar/meluas sampai dengan yang menyempitterbatas. Lingkup histories yang meluas itu sering disebut dimensi Makro, atau sejarah makro.

sedangkan lingkup yangmenyempit terbatas disebut dimensi mikro atau sejarah mikro.25

Seperti pernah dinyatakan suatu sejarah naratif menegenai peristiwa kecil atau lokal tidak terlalu menarik. Baru mulai bermakana kalaupelbagai fakta ditempatkan dalam suatu konteks atau mengandung struktur, pola, atau kecenderungan tertentu. Disini ada titik pokok yang memungkinkan perbandingan dengan konteks makro serta dapat dicakup dalam generalisasi, umpamanya, seberapa jauh suatu kasus lokal itu representatif bagi gejala umum tingkat nasional, antara lain dalam arangka proses inovasi atau transformasi. Proses ini biasanya membawa dampak, antara lain konflik sosial antara beberapa golongan elite. Mengenai proses seperti ini bukan tingkat kejadianya yang penting, tetapi mengenai kualitasnya sama pentingnya.

Memang sejarah lokal baru mendapatkan relief kalau ada pendekatan struktural. Ada masalah tentang struktur agraris, struktur kekuasaan, struktus sosial, dan lain sebagainya. Pendekatan strukturlah yang mampu menempatkan peristiwa unik kedalam kerangka konseptual sehingga dapat dibuat generalisasi; jadi, penuh makna. Dengan demikian, kita tidak tenggelam dalam naratif rinci, yang dalam perspektif makro tidak bermakna sama sekali.26

25Ibid,hlm.19

(25)

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat organisasi gerakan sosial untuk perubahan sosial: masyarakat terorganisir. Dewasa ini, gerakan sosial (social movement) menjadi pokok bahasan yang populer bagi para sosiolog di Barat khususnya di Amerika Serikat tahun 1950an dan 1960an, serta kajian menegenai berbagai gerakan seperti gerakan mahasiswa tahun 1960an dan 1970an, gerakan lingkungan, gerakan perdamaian dan gerakan solidaritas maupun gerakan perempuan pada tahun 1970an dan 1980an, kesemuanya membawa akibat lahirnya bermacam-macam pendekatan dan teori tentang gerakan sosial. Jenis kajian seperti ini juga berkembang di belahan dunia lainya. Gerakan sosial yang dipilih untuk dijadikan bahan studi meliputi beragam gerakan seperti gerakan perjuangan etnis/nasionalis di banyak negara bagian (bekas) Uni Soviet, gerakan anti-Apharteid di Afrika Selatan, serta berbagai bentuk gerakan sosial dunia ketiga untuk meningkatkan kegiatan hidup dan memperjuangkan distribusi sumber daya ekonomi yang lebih merata. Berbagai studi tersebut juga telah diperkaya pemahaman kita mengenai gerakan sosial.27

Gerakan sosial yang terjadi didunia ketiga seringkali senantiasa berkaitan secara tidak langsung dengan pendekatan perubahan sosial yang dominan (mainstream approach), yakni perubahan sosial yang direkayasa oleh negara, melalui apa yang disebut sebagai pembangunan (Development). Pada umumnya pelbagai studi tersebut dimaksudkan untuk memahami watak perlawanan dan kritik terhadap modernisasi, yakni suatu skenario yang diasumsikan dan dirancang untuk membawa kemajuan dan kemakmuran di dunia ketiga.28

Sejarah lokal sendiri memiliki sumbangsih yang cukup besar kaitanya dengan kajian-kajian ilmu sosial setidaknya dalam tiga hal : (1) sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, (2) permasalahan

27Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2004), hlm.37

(26)

sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan (3) pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial yang sinkronis.29

(27)

BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Sejarah lokal dan sejarah nasional keduanya saling memberikan hubungan di dalan sejarah Indonesia. Keberadaan sejarah nasioanl yang dianggap sebagai sejarah Indonesia tak bisa dilepaskan dari sejarah lokal. Sejak awal era kemerdekaan, keberadaan sejarah nasional menjadi konsumsi yang tinggi di masyarakat hal ini dikarenakan untuk tujuan menumbuhkan semangat nasionalisme pada masa itu. Namun setelah diadakannya seminar sejarah lokal, kebutuhan penulisan sejarah lokal di Indonesia menjadi perlu untuk dikembangkan. Realita kehidupan manusia yang bermula dari unit terkecil yaitu desa kemudian berkembang menjadi kota hingga negara merupakan bukti bahwa sejarah memang bermula dari hal-hal yang kecil (lokal).

(28)
(29)

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/197101011999031-WAWAN_DARMAWAN/Peng_sej_Lokal.pdf

( 9 september 2015 pukul 12:00)

Supardi, “Pendidikan Multikultural Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal” dalam

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2, Nomor 1, 2014, http://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/download/2621/21

Buku

buku/diktat ” Sejarah Lokal (Perspektif Pengajaran Sejarah)”Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas 17 Agustus1945 Banyuwangi

Jakob Oetama, Indonesia Abab XXI di Tengah Kepungan Perubahan Global, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2000.

Mansour Fakih,Masyarakat Sipil Untuk Transformasi, Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2004.

Taufik Abdullah. Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985.

, Ilmu Sosial dan Tantangan Zaman, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006.

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,

Yogyakarta ; Ombak, 2014

Sofia Rangkuti-Hasibuan, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia: Teori dan Konsep, Jakarta: Dian Rakyat, 2002.

Referensi

Dokumen terkait

Ciri khas ini mendasari cara pandang masyarakat terhadap Negara Indonesia, maka disusunlah Geopolitik Indonesia yang merupakan kesatuan pandang bangsa tentang diri

pH point of zero charge adalah nilai pH pada titik temu antara garis lurus dari kurva pH awal terhadap pH akhir ( pada nilai pH awal sama dengan pH akhir) dengan pH akhir

Pertanggungjawaban pidana mengenai kemampuan bertanggungjawab tidak dintentukan khusus dalam undang-undang pornografi ini sehingga untuk menentukan

Akan tetapi tidak semua anak bisa menerima kondisi yang di alami seperti tinggal di rumah yatim, ketika di wawancara kepada beberapa anak, peneliti menemukan fenomena yang

Pergunakan huruf kapital sesuai yang digunakan pada teks!... Lani Anak

Pada pemeriksaan Hb TM I dan TM II ibu mengalami keadaan Hb yang tidak normal, menurut Rukiyah (2010) Hb >11 gr% adalah Hb normal pada ibu hamil, namun

Pengaruh Pengawasan Pimpinan, Disiplin dan Kompetensi Pegawai pada Kinerja Pegawai Inspektorat Kabupaten Tabanan.e-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas

Selain efek positifnya, hiperglikemia yang menetap atau berkepanjangan pada masa kritis dapat meningkatkan risiko kematian akibat gagal jantung, infark miokard, stroke