BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Kerangka Teori
Teori memiliki peran sebagai pendorong pemecahan masalah dalam suatu
penelitian. Setiap penelitian sosial memerlukan teori, karena salah satu unsur yang
paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun. 1995).
Adapun teori yang relevan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1.1 Komunikasi non verbal
a. Definisi Komunikasi Non-verbal
Komunikasi non-verbal menyangkut ‘rasa’ atau ‘emosi’. Di samping
itu, jenis dan jumlah tindakan-tindakan non-verbal sangat beraneka ragam
dan banyak, tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, perilaku non-verbal
sangat membantu pembentukan makna pada setiap pesan komunikasi yang
ada. Sebagai contoh, ketika seorang anak tampak senang karena mendapat
nilai bagus dalam ujian matematika, dia tidak hanya bercerita pada
kawan-kawannya tentang kegembiraannya, tetapi secara atraktif dia
meloncat-loncat dan tertawa kegirangan.
Frank E.X. Dance dan Carl E. Larson (1976) dalam bukunya ‘The
Functions of Human Communication : A Theorical Approach’,
menawarkan satu definisi tentang komunikasi non-verbal sebagai suatu
stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya.
Sebagai contoh, orang mengedipkan mata, merah muka, mengetuk-ketuk
jari ke meja, duduk bersandar, berdiri tegak, dan sebagainya. Makna dari
tindakan-tindakan itu tidak tergantung dari makna isi gerakan-gerakan
tersebut, tetapi tergantung pada interpretasi dari orang-orang lain yang
mengamatinya. Tentunya, hal ini akan menimbulkan interpretasi makna
yang berbeda-beda.
Di lain pihak, Judee K. Burgoon dan Thomas J. Saine (1978) dalam
Communication’, memberikan definisi kerja sebagai berikut: “Komunikasi
non-verbal adalah tindakan-tindakan manusia yang secara sengaja
dikirimkan dan diinterpretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi
akan adanya umpan balik (feedback) dari yang menerimanya”.
Hickson dan Stacks (1989) dalam bukunya ‘Non-verbal
Communication Studies and Apllications’, memperluas pengertian dari
Burgoon dan Saine di atas, dengan mengatakan bahwa: “Stimuli tertentu
dari perilaku non-verbal mungkin terjadi dengan tidak disadari dan
perilaku non-verbal diatur oleh norma-norma yang dihasilkan oleh
interaksi manusia.”
Di samping itu, suatu pengertian yang praktis diberikan oleh Ronald
B. Adler dan neil Towne (1987) dalam bukunya ‘Looking Out Looking in’,
yaitu : “apabila komunikasi verbal ‘kata-kata’, tersebut tidak akurat,
karena kalau dilihat dalam kenyataannya pesan-pesan tertentu ada yang
tidak terucapkan dan ada aspek-aspek vokal yang tidak nyata sebagai
pesan verbal. Sebagai contoh, kadangkala kita sulit untuk menggambarkan
dengan kata-kata tentang ‘keindahan’, di lain waktu kita sering mengeluh
yang terekspresikan lewat suara-suara ‘huh,ckk’ dan sebagainya.”
Merangkum beberapa penjelasan di atas, Komunikasi non-verbal bisa
didefinisikan secara umum sebagai “pesan-pesan yang diekspresikan
secara sengaja atau tidak sengaja melalui gerakan/tindakan/perilaku atau
suara-suara atau vokal yang berbeda dari penggunaan kata-kata dalam
bahasa”.
b. Fungsi Komunikasi non verbal
Sejumlah cara berkomunikasi verbal berbeda dengan komunikasi
non-verbal, tetapi keduanya dibutuhkan bersama untuk mencapai suatu
komunikasi yang efektif. Dengan menggabungkan keduanya,
pembentukan makna suatu pesan komunikasi akan tercapai secara
keseluruhan. Gambaran ini merupakan fungsi umum dari komunikasi non
Sebenarnya ada beberapa fungsi umum dari komunikasi non verbal,
tetapi dalam modul ini akan dirinci enam fungsi komunikasi non verbal
bersama komunikasi verbal dalam pembentukan makna suatu pesan
komunikasi. Dalam hal ini komunikasi non-verbal memodifikasi
komunikasi verbal. Enam fungsi ini sesuai dengan pendapat Paul Ekman
(1965) sebagai berikut:
1. Repetisi atau pengulangan
Perilaku non verbal merupakan pengulangan untuk memperkuat
makna pesan-pesan verbal yang dikomunikasikan. Jika seseorang
menanyakan agar ditunjukkan letak suatu tempat, kita akan
memberikan penjelasan dengan kata-kata dan kemudian menegaskan
atau memperkuat penjelasan terdahulu dengan menunjukkan jari
kemana arah tempat tersebut. Bahkan sering kita masih menambahkan
dengan memberikan gambaran dengan peragaan-peragaan non verbal
yang lain.
Fungsi repetisi ini bisa berlaku pula untuk pemakaian isyarat atau
tanda. Penggunaan tanda atau isyarat biasanya berkaitan dengan kultur
atau budaya. Seperti, menganggukkan kepala berarti ‘ya’,
menggelengkan kepala berarti ‘tidak’.
Namun seperti yang dijelaskan di atas, penggunaan tanda gestur
itu bisa berarti lain pada kebudayaan lain yang berbeda.
2. Kontradiksi atau berlawanan
Sebagai manusia, kita sering melakukan tindakan-tindakan yang
sifatnya berlawanan. Tindakan ini biasanya terekspresikan secara
berbeda atau bahkan bertentangan dengan apa yang terucapkan. Sikap
ini akan menimbulkan pesan-pesan yang bermakna rangkap.
Ada banyak alasan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang
atau bahkan diri kita sendiri melakukan tindakan-tindakan yang
Orang akan lebih percaya pada perilaku non verbal dibandingkan
pesan verbal di dalam komunikasi yang bermakna ganda. Seringkali
proses yang demikian itu akan mempengaruhi hubungan antarpribadi
yang sudah ada.
3. Subsitusi atau pengganti
Sering kali, suatu tanda juga menggantikan pesan verbal yang
dikomunikasikan. Contohnya, ketika seorang teman menanyakan
sesuatu, kita hanya ‘angkat bahu’ utuk mengatakan tidak tahu. Dalam
hal ini sering tidak didasari tindakan-tindakan non verbal. Seperti
tersenyum, menarik nafas panjang, atau mengerutkan kening.
4. Komplemen atau pelengkap
Tindakan non verbal dapat berfungsi untuk melengkapi pesan
verbal. Biasanya tindakan non verbal mengadaptasi pesan-pesan
verbal. Kita juga menggunakan komunikasi non-verbal untuk
memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh
pesan verbal.
Misalnya, anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah
lucu, atau menggelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran
seseorang. Dari contoh tersebut, banyak tindakan non verbal dari
seluruh bagian tubuh digunakan melengkapi pembentukan makna
pada pesan verbal. Contoh itu juga menjelaskan, bahwa tindakan non
verbal dapat berfungsi melukiskan suatu ungkapan verbal. Dengan
gerakan-gerakan yang wa ilustratif, proses komunikasi akan lebih
bermakna.
5. Regulasi atau pengatur
Perilaku non verbal juga berfungsi sebagai alat kontrol atau
pengatur pada komunikasi verbal. Fungsi mengatur ini biasanya
berupa sikap-sikap untuk menyesuaikan atau menyatakan tidak setuju.
keinginan anda untuk mengatur arus pesan verbal. Mengerutkan bibir,
mencodongkan badan ke depan, atau membuat gerakan tangan untuk
menunjukkan bahwa anda ingin mengatakan sesuatu merupakan
contoh-contoh dari fungsi mengatur ini.
6. Aksentuasi atau penekanan
Tanda non verbal juga berfungsi menekankan atau menegaskan
pesan-pesan verbal. Seperti, mengkritik seorang rekan dengan
menunjukkan jari atau dengan intonasi suara yang tinggi. Fungsi
aksentuasi ini sama prinsipnya dengan tanda-tanda italik (kursif atau
garis miring) dalam bahasa verbal. Misalnya, anda mungkin
tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau dapat
memukulkan tangan anda ke meja untuk menekankan suatu hal
tertentu.
c. Ciri-ciri dari Komunikasi Non-verbal
Ciri-ciri berikut ini akan memberikan kerangka untuk mengamati
kekhususan komunikasi non-verbal.
1. Komunikatif
Perilaku non-verbal dalam suatu situasi interaksi selalu
mengkomunikasikan sesuatu. Tidak hanya berlaku untuk semua
komunikasi, tetapi khususnya berlaku untuk komunikasi
non-verbal. Kita tidak mungkin tidak bertingkahlaku, dan karenanya,
kita tidak mungkin tidak mengkomunikasikan sesuatu. Apapun
yang anda lakukan atau tidak anda lakukan, dan apakah
tindak-tanduk anda disengaja atau tidak, perilaku non-verbal anda
mengkomunikasikan sesuatu. Selanjutnya, pesan-pesan ini bisa
diterima secara sadar ataupun tidak sadar. Kita tidak perlu
menyadari bahwa kita sedang menerima pesan agar mereka
Bahkan gerakan kecil pada mata, tangan, dan otot wajah juga
melakukan komunikasi, seperti gerakan nyata tubuh, duduk di
sudut, atau memandang keluar jendela. Gerakan-gerakan kecil ini
sangat penting dalam hubungan antarpribadi. Kita seringkali dapat
mengatakan, misalnya, bahwa dua orang saling menyayangi atau
bahwa mereka sekadar hanya bersikap santun satu sama lain.
Seringkali kita mendasarkan penilaian ini pada perilaku-perilaku
non-verbal kecil semacam itu. Gerakan otot di sekitar mata, tingkat
kontak mata, cara mereka saling memandang semuanya
memberikan petunjuk bagi kita untuk membuat penilaian itu.
Semua perilaku non-verbal, betapa pun kecilnya, sangatlah penting.
Setiap perilaku itu mempunyai makna; masing-masing melakukan
komunikasi.
a. Kesamaan Perilaku
Satu cara yang sering kita gunakan untuk menyimpulkan
apakah dua orang saling menyukai atau tidak adalah kesamaan
perilaku (France & Mayo. 1978). Istilah ini mengacu pada
kesamaan perilaku non-verbal dua orang, yang mungkin
mempunyai banyak bentuk. Salah satu mungkin meniru orang
lain, atau kedua orang ini mungkin secara spontan berperilaku
sama. Kita dapat melihat kesamaan perilaku dalam gerak-gerik
tubuh secara umum serta gerakan tangan selain juga
sikap-sikap yang lain dan pada suara. Pada umumnya, kesamaan
perilaku merupakan indeks dari rasa saling menyukai.
b. Komunikasi Artifaktual
Walaupun disini kita memusatkan pembahasan pada
perilaku, janganlah berasumsi bahwa semua komunikasi
non-verbal terjadi dalam bentuk perilaku. Banyak pesan non-non-verbal
dikomunikasikan melalu cara berpakaian dan artifak-artifak
digunakan, mobil yang anda kendarai, rumah yang anda diami,
pemilihan Emoticon saat berkomunikasi via Instant
Messaging, dan, nyatanya, hampir semua benda yang berkaitan
dengan anda mengkomunikasikan makna. Apapun yang anda
kenakan dan apapun yang anda miliki semua
mengkomunikasikan sesuatu tentang anda.
2. Kontekstual
Seperti halnya komunikasi verbal, komunikasi non-verbal
terjadi dalam suatu konteks (situasi, lingkungan), dan konteks
tersebut membantu untuk menentukan makna dari setiap
perilaku non-verbal. Perilaku non-verbal yang sama mungkin
mengkomunikasikan makna yang berbeda dalam konteks yang
berbeda. Mengedipkan mata kepada seorang wanita cantik
dalam bis kota mempunyai makna yang berbeda dengan
mengedipkan mata di meja poker. Begitu juga, makna perilaku
non-verbal tertentu akan berbeda tergantung pada perilaku
verbal yang menyertainya. Menggunakan Emoticon ‘senyum
dengan menjulurkan lidah’ saat bercanda sangat berbeda
maknanya dengan menggunakan Emoticon ‘senyum dengan
menjulurkan lidah’ di saat mengatakan maaf.
3. Paket
Perilaku non-verbal, apakah menggunakan tangan, mata, atau
otot tubuh, biasanya terjadi dalam bentuk “paket”, atau tandan
(cluster). Seringkali perilaku seperti itu saling memperkuat;
masing-masing pada pokoknya mengkomunikasikan makna
yang sama. Adakalanya perilaku bertentangan satu sama lain.
a. Paket Non-verbal
Semua bagian tubuh biasanya bekerja bersama untuk
menyatakan rasa takut dengan mata anda sementara bagian
tubuh yang lain bersikap santai seperti tidur. Sebaliknyalah,
keseluruhan tubuh mengekspresikan emosi ini.
Sebelum dapat menerka sebarang perilaku non-verbal,
perlu dilihat bagaimana keseluruhan paket ini berkaitan
dengan konteks tertentu dan bagaimana setiap perilaku
spesifik bersesuaian dengan paket itu. Seorang gadis cantik
yang mengedipkan mata ke arah anda mungkin
mengisyaratkan undangan, tetapi jangan abaikan
kemungkinan bahwa lensa kontaknya tidak terpasang
dengan baik.
Pada umumnya kita tidak banyak menaruh perhatian pada
sifat paket dari komunikasi non-verbal yang keliatan begitu
wajar sehingga berlalu begitu saja tanpa disadari. Tetapi,
bila ada inskosistensi barulah kita memperhatikannya.
b. Paket Verbal dan Non-verbal
Komunikasi non-verbal juga terpaket dengan pesan verbal
yang menyertainya. Bila anda menunjukkan rasa marah
secara verbal, tubuh dan wajah anda menegang, dahi anda
berkerut, dan mungkin anda menunjukkan sikap siap
berkelahi. Sekali lagi, kita seringkali tidak memperhatikan
hal ini karena ini sepertinya wajar saja. Tetapi bila pesan
non-verbal dari sosok atau wajah seseorang bertentangan
dengan pesan verbalnya, kita menaruh perhatian khusus.
Bila perilaku non-verbal bertentangan dengan perilaku
verbal, tampaknya sangat beralasan untuk mempertanyakan
kemungkinan komunikator ini dapat dipercaya.
4. Dapat dipercaya (Believable)
Kita cepat mempercayai perilaku non-verbal. Ini tetap
perilaku verbal. Periset non-verbal pada tahun 1968
mengemukakan bukti bahwa dampak total dari suatu pesan
merupakan fungsi dari formula berikut: Dampak Total = 0,007
verbal + 0,38 vokal + 0,55 wajah. Formula ini menunjukkan
sangat kecilnya pengaruh pesan verbal. Lebih dari sepertiga
dampak berasal dari suara atau vokal (parabahasa), dan lebih
dari setengah pesan dikomunikasikan melalui wajah (roman
muka). Di lain sisi, Mehrabian dan kawan-kawannya
mengembangkannya dari telaaah mereka atas dampak
emosional suatu pesan. Karenanya, formula ini tidak berlaku
untuk semua pesan. Menurut periset non-verbal Judee
Burgoon, David Buller, dan W. Gill Woodall (1989), perkiran
Ray Birdwhistell bahwa 60 sampai 65 persen dari makna
dikomunikasikan secara non-verbal lebih layak dipercaya.
5. Dikendalikan oleh aturan
Komunikasi non-verbal, seperti halnya komunikasi verbal,
dikendalikan aturan (rule-governed) (McLaughlin. 1984).
Sebagai anak-anak, kita belajar kaidah-kaidah kepatutan
sebagian besar melalui perilaku orang dewasa. Sebagai contoh,
ketika berkomunikasi dengan Emoticon, tidak patut saat
seseorang berbicara dengan serius dan kita menggunakan
Emoticon tertawa. Kita belajar bahwa menggunakan Emoticon
‘senyum’ ketika memaafkan seseorang lebih terlihat
meyakinkan daripada tidak memakai Emoticon sama sekali.
Seperti perilaku non-verbal itu sendiri, kita mempelajari
aturan-aturan ini tanpa menyadarinya, sebagian besar melalui
pengamatan atas orang lain. Aturan-aturan ini disadari adanya
hanya dalam diskusi formal tentang komunikasi non-verbal,
seperti dalam buku ini, dan bila kita melanggarnya dan
pelanggaran ini menarik perhatian kita. Orang mengetahui
belum tentu dapat menuangkannya dalam bentuk kata-kata.
Fungsi utama dari unit-unit selanjutnya mengenai komunikasi
non-verbal ini adalah menyadarkan akan adanya aturan-aturan
implisit ini serta makna dan implikasinya di balik penggunaan
mereka yang patut dan tidak patut.
6. Metakomunikasi
Setiap perilaku, verbal ataupun non-verbal, yang mengacu
pada komunikasi bersifat metakomunikasi. Perilaku non-verbal
seringkali bersifat metakomunikasi. Komunikasi non-verbal
mungkin juga merupakan komentar atas komunikasi non-verbal
yang lain. Contohnya adalah ketika dia mengatakan sedang
sedih, tetapi mengeluarkan Emoticon senyum. Disni pesan
verbal (teks) sangat bertentangan dengan pesan non-verbal
yang dia pakai.
Paling sering, bila perilaku non-verbal bersifat
metakomunikasi ia menguatkan perilaku verbal atau non-verbal
lainnya. Anda mungkin menggunakan Emoticon senyum saat
berkenalan dengan orang baru di grup chat atau mengatakan
bahwa anda akan terlambat dengan Emoticon kecewa.
2.1.2 Emoticon
Emoticon berasal dari gabungan dua kata Emotion (Emosi) dan Icon
(ikon). Emoticon yang merupakan singkatan dari Emotional Icon adalah
hal yang menggambarkan ekspresi wajah yang diwakilkan dengan karakter
dan gambar, yang dibuat sesuai dengan suasana hati seseorang. Emoticon
juga sering digunakan untuk merespon suatu berita dan dapat mengubah
interpretasi dari sebuah teks melalui perbedaan emosi yang mendasari
berita atau pesan tersebut. Emoticon yang tepat dapat membantu
mengekspresikan perasaan pada tulisan ataupun komentar khususnya di
internet. Dalam konteks komunikasi melalui internet, Emoticon juga
mencegah kesalahpahaman yang sering terjadi saat sang penulis ingin
membuat sebuah candaan, yang sering disalah artikan sebagai penghinaan
oleh pengguna lain. (Sanderson. 1997)
Emoticon tidak lepas dengan chatting atau Instant Messaging. Instant
Messaging adalah teknologi
dalam jaringan
langsung pada saat yang bersamaan (real time) dengan menggunakan teks
kepada pengguna lainnya yang sedang terhubung ke jaringan yang sama.
Dibandingkan dengan Media Sosial, Instant Messaging menjadi salah satu
yang paling banyak menggunakan Emoticon sebagai pengganti
komunikasi non-verbal.
a. Emoticon sebagai Komunikasi Visual
Bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat,
memecahkan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan
kita menyandi peristiwa yang ada dalam bentuk kata-kata. Melalui bahasa,
manusia mengkomunikasikan pemikirannya kepada orang lain dan
menerima satu sama lain.
Meski demikian ada keterbatasan dalam bahasa: (1) terbatasnya
jumlah kata untuk mewakili sebuah obyek, (2) kata-kata memiliki sifat
ambigu dan kontekstual, (3) kata-kata mengandung resiko bias budaya.
Sementara ada beberapa fungsi dari komunikasi visual: (1) visual
dapat berfungsi menterjemahkan hal-hal yang tidak dapat dijelaskan oleh
kata-kata, teks, naskah dan bisa juga sebagai pendukung teks, (2) visual
sebagai representasi, (3) visual menggambarkan kenyataan yang
sebenarnya (realitas), (4) visual dapat menggambarkan kesan tertentu dan
menimbulkan citra tertentu, (5) visual sebagai daya tarik, (6) visual
sebagai pemberi instruksional, (7) visual sebagai daya tarik tertentu.
Penglihatan merupakan indera yang memberi informasi yang cepat
dan lengkap, diperkirakan bahwa 70% hingga 80% dari pengetahuan
manusia diperoleh melalui indera mata (Laseau, Paul. 1980) . Selain
manusia menterjemahkan informasi yang diterima indera lain ke dalam
kesan penglihatan. Dengan demikian dalam berbagai hal indera
penglihatan berfungsi juga sebagai terjemahan indera yang lain.
Komunikasi visual adalah penyampaian pesan melalui bahasa rupa.
Dapat kita saksikan bahwa saat ini pemakaian visual untuk berkomunikasi
semakin berkembang dan semakin baik. Kita hidup dalam media-media
visual yang sangat cepat. Mulai dari yang dua dimensi statis hingga tiga
dimensi dinamis. Visual-visual itu mengisi halaman surat kabar, majalah,
buku, pakaian, billboard, layar komputer, layar handphone, televisi dan
lain sebagainya. Salah satunya yang bisa menjadi penanda adalah:
Emoticon. Para pemakai aplikasi mobile seperti Line, KakaoTalk,
WhatsApp pasti sudah sangat akrab dengan bahasa visual
seperti sticker dan Emoticon yang lebih bisa mengekspresikan pesan. Hal
ini terjadi semakin cepat pada satu dasawarsa terakhir. Tiada terasa kita
telah berubah. Sesuatu yang belum pernah tejadi pada sejarah komunikasi
massa sebelumnya. Kita telah menjadi sebuah komunitas yang
dihubungkan secara visual.
Gambar 2.1
Stiker atau Emoticon pada aplikasi LINE
Sumber:http://www.bangkokpost.com/
Pernahkah terpikirkan oleh Anda, mengapa para pengendara/
pengemudi kendaraan bermotor berhenti di depan lampu lalu lintas yang
menyala merah di persimpangan jalan? Mengapa mereka patuh
‘diperintah’ oleh sebuah lampu lalu lintas? (kecuali yang memang bandel
menjalankan kendaraannya ketika lampu menyala hijau. Atau Anda para
perempuan tak perlu jatuh malu hanya karena salah masuk ke toilet
laki-laki di tempat umum?
Gambar 2.2
Simbol untuk membedakan toilet Pria dan Wanita
Sumber: http://clipartbest.com/
Itulah salah satu bentuk dari komunikasi visual. Kita dapat melihat –
walau kadang kita tidak sadari – betapa luar biasa efek komunikasi visual
itu. Polisi lalu lintas berkomunikasi dengan para pengguna lalu lintas
dengan mempergunakan lampu pengatur lalu lintas. Pengelola gedung
mempersilakan kita masuk ke toilet yang benar sesuai jenis kelamin kita.
Meskipun manusia telah mempergunakan komunikasi tulisan dan
verbal dalam kehidupan sehari-hari, namun komunikasi visual tetap
memegang peranan penting dalam proses dan upaya penyampaian pesan.
Komunikasi visual sebagai bentuk pesan verbal memiliki beberapa fungsi:
(1) mengulang kembali pesan yang telah disampaikan secara verbal
(repetisi), (2) menggantikan lambang-lambang verbal (substitusi), (3)
menolak pesan verbal atau memberi arti lain dari pesan verbal
(kontradiksi), (4) melengkapi pesan verbal (komplemen), (5) menegaskan
pesan verbal (aksentuasi).
Dalam beberapa kasus, komunikasi visual lebih efektif
dibandingkan jenis komunikasi yang lain. Pada keadaan perbedaan bahasa,
keterbatasan literatur, ketiadaan teknologi komunikasi, hambatan cuaca,
jarak ataupun situasi, maka komunikasi visual dapat dipergunakan di sini.
konvensi/persetujuan untuk dapat sama-sama dipahami dan juga lingkup
referensi yang sama.
b. Emoticon sebagai Komunikasi non verbal
Komunikasi non-verbal secara umum dipahami sebagai proses
komunikasi dengan cara mengirim dan menerima pesan di luar kata-kata
dan tulisan (yang disebut pesan verbal). Beberapa pesan dapat
disampaikan melalui gesture (gerak tubuh), bahasa tubuh atau postur,
ekspresi wajah dan kontak mata. Obyek atau benda-benda juga bisa
dipakai sebagai sarana komunikasi non-verbal seperti pakaian, gaya
rambut dan hingga arsitektur, simbol dan infografis.
Pidato atau pembicaraanpun juga mengandung unsur komunikasi
non-verbal yang dikenal sebagai paralinguistik, termasuk kualitas suara,
emosi dan gaya bicara seperti halnya pada ciri-ciri prosody yaitu: ritme,
intonasi dan tekanan. Teks tertulis pun juga memiliki elemen non-verbal
seperti tipografi, gaya tulisan tangan, jarak antar kata atau pemakaian
Emoticon.
Namun, beberapa studi mengenai komunikasi non-verbal difokuskan
pada interaksi langsung (face to face) di mana bisa diklasifikasikan
menjadi tiga bagian: keadaan lingkungan di mana komunikasi dijalankan,
karakter fisik dari penyampai pesan dan perilaku penyampai pesan selama
berinteraksi.
Ada beberapa pembagian pesan non-verbal, meski belum ada
kesepakatan di antara para ahli komunikasi. Salah satunya adalah menurut
Leathers (Jalaludin. 2011) yang membaginya ke dalam tiga kelompok
besar: non-verbal visual (kinetic, proxemic dan artifactual), non-verbal
auditif (paralinguistic dan auditory), non-verbal nonvisual nonauditif
(tactile/tactual, olfactory).
Emoticon mempunyai beberapa elemen Komunikasi Non-verbal
yang biasanya umum terlihat, yaitu ekspresi wajah dan gerakan tubuh.
Awalnya, Emoticon hanya terdiri dari bulatan kuning dengan garis yang
teknologi, sekarang Emoticon juga dibuat berdasarkan karakter kartun
tertentu dan juga tidak hanya terdiri dari ekspresi, melainkan gerakan
tubuh.
1. Ekspresi Wajah
Wajah tanpa ekspresi adalah suatu teka-teki, menyulitkan sekaligus
bebas untuk ditafsirkan. Sutradara film “Queeen Christina” –yang
dibintangi oleh Garbo- menisbahkan keberhasilan film ini kepada
penyutradaraannya dalam adegan terakhir: “Jangan memikirkan apapun”,
begitu katanya pada sang aktris. Film ini berakhir ketika Garbo, dengan
wajah tanpa ekspresi, berdiri di geladak kapal, menatap kosong pada air
yang bergejolak. Akhir yang samar-samar ini memberi kesempatan kepada
penonton untuk memberi penafsiran masing-masing.
Kebanyakan anggota suatu budaya tidak tahan menghadapi wajah tanpa
ekspresi untuk jangka waktu yang lama. Sungguh, wajah manusia amat
mudah berubah, sehingga dapat melukiskan kebosanan, heran, rasa kasih,
dan ketidak setujuan, satu setelah yang lainnya dalam sekian detik saja.
Kita secara konstan membaca ekspresi dari wajah-wajah orang.
Kenyataannya, isyarat-isyaat wajah merupakan sumber tunggal
komunikasi non-verbal yang paling penting.
Penelitian terbaru menguatkan penelitian terdahulu yang dilakukan
Smith, Chase, dan Leiblich (1974) serta Dolgin dan Sabini (1982) bahwa
mengatupkan kedua bibir dan menjulurkan lidah menunjukkan
kesegenanan untuk berinteraksi dengan orang lain, juga mengecilkan
kontak sosial. Dua penelitian oleh Jones (1987) yang dikerjakan
bersama-sama dengan para mahasiswa menemukan bahwa menampakan lidah
memberi pengaruh yang nyata dalam menghalangi keinginan untuk
mengganggu orang lain yang sedang sibuk.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kita cenderung menggambarkan
wajah dalam istilah dimensi penilaian yang umum (baik atau buruk, cantik
atau jelek, baik hati atau jahat, dan seterusnya) dan dalam dimensi yang
(Williams. 1965). Tampaknya, sebagian orang lebih akhli menafsirkan
isyarat-isyarat wajah daripada sebagian orang lainnya.
Memisahkan wajah mana yang menunjukkan suatu emosi khusus, jauh
lebih sulit daripada sekedar menilai sebuah wajah. Dalam usaha (Harrison.
1965) untuk mengartikan suatu sandi wajah (facial code), kepada subjek
diperlihatkan ilustrasi sederhana (“Pictomorph”). Suatu analisis statistik
atas hasilnya menghasilkan kesimpulan bahwa alis yang diangkat
separuhnya menunjukkan kekahawatiran, sebelah alis diangkat
menunjukkan sikap argu-ragu; mata setengah tertutup, kebosanan; mata
tertutup, tidur; mulut yang melengkung ke atas, kebahagiaan; dan mulut
yang melengkung ke bawah, ketidakbahagiaan. Senyuman dengan mulut
tertutup namun tergambar pada air muka –kesan, hampir pada semua
orang, sebagai wajah yang bahagia.
Penelitian isyarat wajah sebagai ekspresi empsi khusus memiliki
sejarah panjang. Salah seorang ilmuwan yang paling terkenal dalam
meneliti subjek ini adalah Charles Darwin. Darwin mencoba menemukan
apakah perilaku wajah yang diasosiasikan dengan emosi khusus berlaku
universal. Suatu metode yang digunakannya adalah meminta kepada
subjek untuk mengenali emosi spesifik dari sejumlah wajah orang. Dalam
The Espression of the Emotions in Man and Animals, diterbitkan tahun
1872, Darwin menyajikan beberapa kesimpulan dan spekulasinya tentang
perliaku yang ekspresif. Ia merasa bahwa kebanyakan tindakan manusia
yang ekspresif, seperti yang dimiliki hewan, merupakan perilaku naluriah,
bukan perilaku yang dipelajari. Misalnya, “Kita dapat melihat seorang
anak, baru berusia dua atau tiga tahun, dan bahkan mereka yang dilahirkan
buta, memerah wajahnya karena merasa malu” (Darwin. 1959).
Argumentasi Darwin tentang ekspresi wajah anak yang buta didukung
oeh sejumlah penelitian selama lebih dari setengah abad setelah buku
Darwin diterbitkan. Ekman dan Friesen (1971) meminta anggota budaya
New Guinea untuk menilai emosi dari ekspresi orang Barat. Meskipun
demikian, mereka melakukan identifikasi yang sama dengan yang
membedakan antara ekspresi takut dengan heran. Para peneliti
menyimpulkan bahwa, paling sedikit dalam beberapa hal, ekspresi perilaku
wajah adalah konstan di berbagai budaya. Mereka mengakui bahwa
perbedaan kultural memang ada tetapi berpendapat bahwa perbedaan ini
tercermin “dalam lingkungan yang menimbulkan emosi, dalam tindakan
akibat suatu emosi dan dalam cara menampilkannya yang menentukan
pengelolaan perilaku wajah dalam kondisi sosial terntenu”..
Menurut Melvin Konner (1987), seorang antropolog, senyum
tampaknya merupakan penampilan sosial manusia yang universal.
Misalnya, film karya Eibl-Eibesfeldt dari berbagai belahan dunia,
menunjukkan senyum sebagai suatu “bentuk salam yang konsisten,
seringkali dikombinasikan dengan mengangkat alis”. Namun, bagaimana
senyum kita ditafsirkan bergantung pada sejumlah variabel. Forgas (1987)
menemukan bahwa daya tarik fisik komunikator dapat mempengaruhi cara
penafsiran isyarat ekspresi wajah. Senyuman seseorang yang tidak
menarik dapat ditafsirkan sebagai tanda ketundukan dan kurang percaya
diri; senyuman subjek menarik cenderung dipersepsi sebagai keramahan
dan rasa percaya diri.
Ahli komunikasi verbal lainnya, termasuk Ray Birdwhistell dan Weston
La Barre, tidak sependapat mengenai kemungkinan bahwa isyarat wajah
adalah universal. Mereka yakin bahwa isyarat-isyarat itu khas dalam suatu
budaya. Pertentangan ini tidak dapat diselesaikan. Bukti eksperimen hanya
sedikit dan kontradiktif. Beberapa peneliti melaporkan hasil negatif dari
hanya menggambarkan wajah saja. Misalnya, Motley dan Camden (1988)
menemukan bahwa dalam komunikasi antarpersona, ekspresi spontan
wajah jauh lebih sulit dikenali daripada ekspresi wajah yang secara
tradisional ditampilkan dalam kajian formal. Jadi, mereka
mempertanyakan penelitian terdahulu untuk digeneralisasikan. “Bila kita
tergantung hanya pada ekspresi wajah saja”, kata mereka,”kita dapat
membaca orang seperti buku hanya bila orang tersebut bermaksud dibaca”.
Suatu survei atas pebelitian mengenai peran perasaan dalam
yang terpisah “proses spontan yang berdasarkan pada perubahan keadaan
afektif emosional/motivasional dalam interaksi dan suatu proses simbolik
yang meilbatkan pesan-pesan yang disengaja” (Buck. 1984). Secara
umum, kecermatan kita dalam mengidentifikasi emosi tampaknya
meningkat dengan bertambahnya isyarat yang kita lihat. Perilaku di jalan
yang dianut orang Amerika mengizinkan yang berpapasan saling
bertatapan sampai mereka berjarak sekitar delapan kaki. Pada titik ini,
kedua belah pihak menundukkan pandangannya sehingga mereka tidak
tampak sedang menatap adalah suatu pengakuan diam-diam bahwa kontak
mata mungkin merupakan isyrat wajah tunggal yang paling penting, yang
kita gunakan dalam berkomunikasi.
Kita merujuk pada suatu teori yang berkaitan bahwa orang memilih
saluran-saluran yang digunakan untuk meneruskan dan menerima
informasi: visual (berhubungan dengan penglihatan), oditori (berhubungan
dengan bunyi), atau kinestestetik (data yang berhubungan dengan
sentuhan, pengecapan, penciuman, atau perasaan).
2. Gerakan Tubuh
Emoticon juga terdapat gerakan tubuh yang juga menjadi salah satu
unsur komunikasi Non-verbal. Sebagaimana Emoticon yang terdapat pada
LINE dan KakaoTalk, tidak hanya terdapat ekspresi, tetapi juga gerakan
tubuh yang menandakan suatu kegiatan tertentu.
Klasifikasi yang ditawarkan oleh Paul Ekman dan Wallace V. Friesem
(1969) dalam membahas gerakan tubuh sangat berguna. Mereka
membedakan lima kelas (kelompok) gerakan non-verbal berdasarkan
asal-usul, fungsi, dan kode perilaku ini.
a. Emblim (emblems)
Emblim adalah perilaku non-verbal yang secara langsung
menerjemahkan kata atau ungkapan. Emblim meliputi, misalnya,
menumpang’. Emblim adalah penganti non-verbal untuk kata-kata atau
ungkapan tertentu.
Walaupun emblim bersifat alamiah dan bermakna, mereka
mempunyai kebebasan makna seperti sebarang kata apa pun dalam
sebarang bahasa. Oleh karenanya, emblim dalam kultur kita sekarang
belum tentu sama dengan emblim dalam kultur kita 300 tahun yang
lalu atau emblim dalam kultur lain.
b. Ilustrator
Ilustrator adalah perilaku non-verbal yang menyertai dan secara
harfiah “mengilustrasikan” pesan verbal. Dalam mengatakan ‘ayo,
bangun’, misalnya, kita mungkin menggerakan kepala dan tangan anda
ke arah menaik, atau kita bisa juga meggunakan Emoticon dengan
gerakan kepala dan tangan ke arah menaik. Begitu biasanya kita
melakukan gerakan demikian sehingga sukar bagi kita untuk
menukar-nukarnya atau menggunakan gerakan yang tidak tepat.
Kita hanya menyadari sebagian ilustrator yang kita gunakan.
Kadang-kadang ilustrator ini perlu kita perhatikan. Ilustrator bersifat
alamiah, kurang bebas, dan lebih universal ketimbang emblim.
Mungkin sekali ilustrator ini mengandungg komponen-komponen yang
sudah dibawa sejak lahir selain juga yang dipelajari.
c. Affect display
Affect display adalah geraka-gerakan wajah yang mengandung
makna emosional; gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa
takut, rasa gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Eksprsi
wajah demikian “membuka rahasia kita” bila kita berusaha
menampilkan citra yang tidak benar dan membuat orang berkata
“Anda kelihatan kesal sekali hari ini, mengapa?”. Tetapi kita dapat
secara sadar mengendalikan affect display, seperti aktor yang
memainkan peran tertentu. Affect display kurang bergantung pada
Affect display dapat tidak disengaja –seperti ketika gerakan-gerakan
ini membuka rahasia kita –tetapi mungkin juga disengaja. Kita
mungkin memperlihatkan rasa marah, cinta, benci, atau terkejut dan
biasanya kita mampu melakukannya dengan baik.
d. Regulator
Regulator adalah perilaku non-verbal yang “mengatur”, memantau,
memelihara, atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda
mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggukan
kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata, dan membuat
berbagai suara paralinguistik seperti “mmm-mm” atau “tsk”. Regulator
jelas terikat pada kultur dan tidak universal.
Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita
harapkan mereka lakukan –misalnya, “Teruskanlah,” “lalu apalagi?”
“Saya tidak percaya” atau “Tolong agak lambat sedikit”. Bergantung
pada kepekaan mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan
pengarahan dari regulator.
e. Adaptor
Adaptor adalah perilaku non-verbal yang bila dilakukan secara
pribadi –atau di muka umum tetapi tidak terlihat –berfungsi memenuhi
kebutuhan tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, bila anda
sedang sendiri mungkin anda akan menggaruk-garuk kepada sampai
rasa gatal hilang. Bila di muka umum dan ada orang yang melihat,
anda melakukan perilaku adaptor ini hanya sebagian. Anda mungkin,
misalnya, hanya menaruh jari anda di kepala dan menggerakannya
sedikit, tetapi barangkali tidak menggaruk cukup keras seperti yang
anda lakukan ketika anda sendirian.
2.1.3. Instant Messaging
Pesan instan (bahasa Inggris: Instant Messaging) adalah sebuah
jaringan
pada saat yang bersamaan (real time) dengan menggunakan teks kepada
pengguna lainnya yang sedang terhubung ke jaringan yang sama.
Konsep yang digunakan oleh teknologi ini muncul pada awal-awal
pengembangan
yang sudah masuk log dapat mengirimkan perintah berupa talk, write,
dan finger untuk melihat siapa saja yang sudah masuk log dan akhirnya
mengirimkan pesan singkat kepada mereka.
Istilan pesan instan (Instant Messaging) saat ini pada umumnya
mengacu kepada sebuah teknologi yang dipopulerkan oleh
perusahaan-perusahaan lainnya.
Berikut Aplikasi Instant Messaging yang paling banyak digunakan
berdasarkan data statistik pengguna:
1. LINE
Salah satu aplikasi chatting yang dikenal karena Emoticonnya
adalah LINE. Pengguna LINE bisa saling bertukar pesan, gambar,
video, suara, gratis video call dan percakapan hold for audio and
video. LINE diluncurkan di Jepang pada tahun 2011 oleh Perusaahaan
NAVER dan segera mendapatkan 100 juta pengguna pada 18 bulan
kemudian. Pada tahun 2013, LINE menjadi jaringan sosial terbesar di
Jepang dengan 300 juta pengguna di seluruh dunia dan 50 juta berasal
dari Jepang.
2. Whatsapp
WhatsApp Messenger adalah aplikasi Pesan Instan layanan
berlangganan untuk smartphone dengan akses internet. Selain pesan
teks, pengguna dapat saling mengirim gambar lain, video, dan pesan
Pada November 10, 2013, WhatsApp memiliki lebih dari 190 juta
pengguna aktif bulanan, 400 juta foto yang dibagi setiap hari, dan
sistem pesan menangani lebih dari 10 miliar pesan setiap hari. Dalam
sebuah posting blog Desember 2013, WhatsApp mengklaim bahwa
400 juta pengguna aktif menggunakan layanan ini setiap bulan.
3. Facebook Messenger
Facebook Messenger adalah layanan messaging dan aplikasi
perangkat lunak instan yang menyediakan teks dan berkomunikasi
dengan suara. Terintegrasi dengan fitur obrolan berbasis web
Facebook dan dibangun di atas protokol MQTT open-source,
Facebook Messenger memungkinkan pengguna Facebook untuk
chatting dengan teman-teman baik di ponsel dan di situs utama.
4. Blackberry Messenger
BlackBerry Messenger, disingkat BBM, adalah
perangkat
aktivitas yang populer di kalangan pengguna perangkat telepon
genggam. Contohnya fitur di aplikasi
menggunakan BlackBerry Messenger adalah dengan penghubung
nomor
resmi bisa digunakan lintas Operating System dengan dirilisnya BBM
unt
5. WeChat
Pada perkembangannya, aplikasi yang tersedia di Operating
System
pengguna sebanyak 300 juta jiwa saat ini, sedangkan pada
diklaim pertumbuhannya naik dari 30 ribu pendaftar tiap hari menjadi
90 ribu pendaftar untuk setiap harinya.
1.7 Kerangka Konsep
Kerangka Konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam
memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai serta perumusan
kerangka konsep merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan
penelitian (Nanawi. 1995).
Dalam penelitian kuantitatif, menjelaskan suatu konsep penelitian
merupakan hal yang penting, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka
acuan peneliti di dalam mendesain sebuah instrumen penelitian (Bungin. 2011).
Adapun konsep yang dijelaskan dalam penelitian ini yaitu Penggunaan
Komunikasi non verbal Emoticon dalam media sosial di kalangan Mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU.
Komunikasi non verbal dalam penggunaannya meliputi Repetisi,
Subsitusi,Regulas Kontradiksi, Aksentuasi, dan Komplemen. Emoticon adalah
salah satu contoh Komunikasi non-verbal di internet yang mewakili perasaan dan
ekspresi pengguna saat berkomunikasi via internet. Instant Messaging adalah
salah satu media yang memperbolehkan pengguna internet saling berkomunikasi
dengan instan dan menyampaikan ekspresi dan perasaan melewati Emoticon.
1.8 Model Teoritis
Adapun variabel di dalam penelitian ini adalah :
Komunikasi Non Verbal
Emoticon
Instant Messaging (LINE, Whatsapp, Facebook Messenger, Blacberry Messenger, dan WeChat)
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Fungsi Komunikasi Non Verbal: 1. Repetisi 3. Kontradiksi
1.9 Variabel Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah disusun, maka
dibuatlah suatu operasional variabel agar dapat membentuk kesesuaian dan
kesamaan dalam penelitian.
Tabel 2.1
Variabel Teoritis dan Variabel Operasional
Variabel Teoritis Variabel Operasional
1. Komunikasi non verbal dalam
bentuk Emoticon
2. Instant Messaging
3. Karakteristik Responden
1. Repetisi
2. Subtitusi
3. Kontradiksi
4. Komplemen
5. Regulasi
6. Aksentuasi
1. LINE
2. Whatsapp
3. Skype
4. Facebook Messenger
5. WeChat
Tercatat sebagai Mahasiswa Jurusan
Ilmu Komunikasi yang aktif dari
angkatan 2011 – 2013 yang
menggunakan salah satu atau lebih dari
kelima aplikasi Instant Messaging yang
terpilih.
a. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan dan
penjabaran lebih lanjut dari kerangka konsep. Definisi operasional adalam
definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat
diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat
pengambil data yang digunakan. Penyusunan definisi operasional perlu
dilakukan, karena dengan teramatinya konsep atau konstruksi yang diselidiki,
maka memudahkan proses pengukurannya (Syafruddin. 2012).
Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
Variabel bebas (X) tentang Komunikasi non verbal Emoticon
1. Komunikasi non verbal Emoticon
1. Repetisi
Perilaku non verbal merupakan pengulangan untuk memperkuat
makna pesan-pesan verbal yang dikomunikasikan. Emoticon dapat
mengulangi teks untuk memperkuat makna pesan-pesan teks dalam
Instant Messaging.
2. Kontradiksi
Sebagai manusia, kita sering melakukan tindakan-tindakan yang
sifatnya berlawanan. Tindakan ini biasanya terekspresikan secara
berbeda atau bahkan bertentangan dengan apa yang terucapkan. Sikap
ini akan menimbulkan pesan-pesan yang bermakna rangkap. Emoticon
dapat membantah atau bertentangan dengan teks dan bisa memberikan
makna lain terhadap pesan teks tersebut .
3. Subtitusi
Suatu tanda juga dapat menggantikan pesan verbal yang
dikomunikasikan. Emoticon dapat menggantikan teks dalam Instant
Messaging, jadi tanpa mengetik teks pengirim pesan bisa berinteraksi
4. Komplemen
Tindakan non verbal dapat berfungsi untuk melengkapi pesan
verbal. Biasanya tindakan non verbal mengadaptasi pesan-pesan
verbal. Emoticon dapat meregulasi pesan teks pada Instant Messaging.
5. Regulasi
Perilaku non verbal juga berfungsi sebagai alat kontrol atau
pengatur pada komunikasi verbal. Fungsi mengatur ini biasanya
berupa sikap-sikap untuk menyesuaikan atau menyatakan tidak setuju.
Emoticon dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan
pengguna untuk mengatur arus pesan teks.
6. Aksentuasi
Tanda non verbal juga berfungsi menekankan atau menegaskan
pesan-pesan verbal. Emoticon memperteguh, menekankan atau
melengkapi pesan teks pada Instant Messaging.
2. Instant Messaging
1. LINE
Salah satu aplikasi chatting yang dikenal karena
Emoticonnya adalah LINE. Pengguna LINE bisa saling bertukar
pesan, gambar, video, suara, gratis video call dan percakapan hold
for audio and video. Dalam pemakaiannya, akan dilihat bagaimana
penggunaan Komunikasi Non-verbal Emoticon dalam aplikasi
LINE.
2. Whatsapp
WhatsApp Messenger adalah aplikasi Pesan Instan layanan
berlangganan untuk smartphone dengan akses internet. Selain
pesan teks, pengguna dapat saling mengirim gambar lain, video,
Dalam pemakaiannya, akan dilihat bagaimana penggunaan
Komunikasi Non-verbal Emoticon dalam aplikasi Whatsapp.
3. Facebook Messenger
Facebook Messenger adalah layanan messaging dan
aplikasi perangkat lunak instan yang menyediakan teks dan
berkomunikasi dengan suara. Terintegrasi dengan fitur obrolan
berbasis web Facebook dan dibangun di atas protokol MQTT
open-source, Facebook Messenger memungkinkan pengguna
Facebook untuk chatting dengan teman-teman baik di ponsel dan
di situs utama. Dalam pemakaiannya, akan dilihat bagaimana
penggunaan Komunikasi Non-verbal Emoticon dalam aplikasi
Facebook Messenger.
4. Blackberry Messenger
BlackBerry Messenger, disingkat BBM, adalah
perangkat
mengadopsi kemampuan fitur atau aktivitas yang populer di
kalangan pengguna perangkat telepon genggam. Dalam
pemakaiannya, akan dilihat bagaimana penggunaan Komunikasi
Non-verbal Emoticon dalam aplikasi BBM.
5. WeChat
Wechat adalah aplikasi Pesan Instan layanan berlangganan
untuk smartphone dengan akses internet. Dalam pemakaiannya,
akan dilihat bagaimana penggunaan Komunikasi Non-verbal
Emoticon dalam aplikasi WeChat.
Responden terdiri dari Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2010 –
2013, yang menggunakan salah satu dari kelima aplikasi Instant
Messaging yang telah terpilih.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara yang terletak di jalan
Prof A.Sofyan No.1 Kampus USU Medan, Sumatera Utara. Departemen Ilmu
Komunikasi pertama kali dibuka di FISIP USU pada tahun 1980 dengan nama
jurusan Ilmu Komunikasi, dengan visi sebagai berikut :
1. Departemen Ilmu Komunikasi mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang