BAB IV
Kajian Interaksi Individu dalam PGMB dari perspektif Martin Buber.
4.1 Pendahuluan
Pembahasan dalam Bab IV merupakan sebuah kajian dari data lapangan yang telah
dideskripsikan dalam Bab III. Instrumen yang dipakai untuk menganalisis pokok-pokok yang
dikembangkan dalam Bab III adalah landasan teori yang telah tertera dalam Bab II.
Hasil penelitian menemukan dua hal yang mendasar. Pertama, interaksi individu dalam
PGMB menggambarkan interaksi dari perspektif Martin Buber. Hubungan I-It dan hubungan
I-Thou terlihat dalam interaksi individu PGMB. Temuan kedua adalah interaksi individu dalam
PGMB lebih menekankan hubungan I-It. Melakukan interaksi hanya karena kepentingan dan
keinginan sehingga tidak merealisasikan kehidupan yang mendorong manusia untuk
mengadakan perjumpaan dengan orang lain.
Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah mengkaji interaksi individu dalam
PGMB dari perspektif Martin Buber. Karena itulah penulis akan memaparkan hasil kajian
dalam 5 sub pokok bahasan. Setiap pokok bahasan merupakan hasil kajian dari penelitian.
4.1 Pengenalan individu terhadap PGMB menjadi dasar untuk membangun interaksi
Keinginan untuk hidup bersama dengan orang lain dalam satu kelompok atau
masyarakat merupakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini berarti individu
perlu untuk mengenal satu kelompok atau masayarakat tersebut. PGMB hadir sebagai
wadah oikumene yang dibentuk oleh PDUMKRIS VICO Indonesia.
Enam belas tahun PGMB hadir sebagai wadah kebersamaan gereja di Muara Badak
penelitian menyatakan pengenalan individu terhadap PGMB tidak merata. Hanya sebagian
orang yang berfungsi sebagai pengurus dan memiliki pendidikan sarjana mengetahui dengan
pasti tentang PGMB, mulai dari sejarah kehadirannya sampai jumlah gereja yang terdaftar
menjadi anggota PGMB.
Sejarah kehadiran PGMB tidak bisa dipisahkan dari Perusahaan VICO Indonesia yang
ada di Muara Badak. VICO Indonesia memiliki misi untuk mensejahterakan masyarakat, maka
salasatu program kegiatannya harus merangkul masyarakat yang ada di luar perusahaan agar
dapat berkembang bersama dengan perusahaan VICO, khususnya dalam bidang kerohanian.
PDUMKRIS sebagai wadah yang ada di lingkungan perusahaan membina kerohanian para
pekerja, PGMB wadah pembinaan yang ada di luar lingkungan perusahaan, karena itu
PDUMKRIS dan PGMB harus membangun interaksi yang baik guna mewujudkan
kesejahteraan dalam kehidupan bersama di Muara Badak.
Secara teoritis interaksi merupakan hubungan yang dilakukan oleh individu. Martin
Buber, manusia selalu berhubungan dengan tiga pihak dalam dunia ini, pertama berhubungan
dengan alam, termasuk benda-benda; kedua berhubungan dengan manusia; ketiga berhubungan dengan “Yang Absolut,” kaum beragama menyebut dengan “Tuhan.”1 Hubungan yang
dilakukan oleh manusia kepada ketiga pihak tersebut, berkaitan dengan realitas. Realitas menurut Buber adalah “ruang antara” (in between) yang terbuka ketika manusia berhubungan
alam, sesama dan Tuhan, dan dibangun atas dasar hubungan timbal balik. Buber menyebutnya sebagai “aktualitas,” suatu kehidupan sesungguhnya yang dibangun oleh individu. Hal ini
berarti individu di PGMB harus mengenal PGMB secara realitas guna membangun interaksi di
dalamnya. Jika hal ini tidak dilakukan maka interaksi individu di PGMB tidak bisa
mewujudkan misi dari kehadiran PGMB.
4.2 Pengenalan individu terhadap dirinya memberikan dampak terhadap interaksi
Individu dapat mengenal dirinya melalui interaksi intrapersonal. Individu sebagai
makhluk rohani tentu memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri, sehingga dapat
membuat pemisahan antara dirinya sebagai subjek atau sebagai objek.2 Pemisahan diri sebagai
subjek atau sebagai objek yang dilakukan individu tentu dalam interaksi dengan yang lain.
Individu sebagai pribadi sadar akan subjektivitasnya yang mempunyai keterbukaan
terhadap diri sendiri dan orang lain.3 Dalam kesadaran itulah individu membangun interaksi
antara dirinya dengan orang lain. Menurut Buber, individu senantiasa berada dalam proses “mempribadi” yang mengalami perjumpaan dengan yang lain. Karena itulah individu menjadi
sadar akan keberadaan dirinya, dunianya dan apa yang harus dilakukan untuk menjadikan
hidupku dengan yang lain menjadi bermakna.4
PGMB sebagai wadah komunitas umat Kristen, penulis melihat bahwa sesungguhnya
setiap individu tidak hanya melakukan kegiatan bersama dalam hal beribadah, mereka juga
belajar untuk berinteraksi dengan yang lain. Komunikasi merupakan kata kunci dalam setiap
jawaban yang diberikan oleh informan terhadap tindakan seseorang dalam berinteraksi. Hal ini
2 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 47. 3 Wahju S. Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama: Butir-butir Pemikiran Martin Buber tentang Relasi Manusia dan Tuhan (Yogyakarta: Cv. Sunrise, 2017), 31.
memperlihatkan bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari keseharian dan aktivitas
manusia.5
Komunikasi yang baik dan benar adalah komunikasi yang terjadi dua arah, artinya ada
dialog. Menurut Buber, Penjelmaan dari dialog diantara individu dengan individu, memberikan
dampak adanya pergeseran komunikasi (communication) menjadi persekutuan (communion).6
PGMB merupakan wadah persekutuan umat Kristiani yang ada di Muara Badak. Penulis
berpendapat bahwa individu di dalam PGMB merasakan adanya manfaat dari PGMB. Mereka
dapat melaksanakan kegiatan bersama sekalipun mereka berbeda denominasi gereja atau suku,
dan bisa saling mengenal satu dengan yang lain.
Pengenalan antar individu dalam wadah PGMB membantu seseorang untuk dapat
memahami yang lain dalam berinteraksi. Hal inilah yang penulis temukan dalam penelitian.
Sekalipun ada juga yang menyatakan bahwa PGMB tidak membantu dirinya untuk dapat
memahami orang lain dalam berinteraksi. Penyebab utama individu tidak dapat memahami
orang lain dikarenakan individu hidup dalam dua kutub: ego dan pribadi. Ego menjadikan
dirinya sebagai pusat, melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya. Pribadi adalah kesadaran
individu akan subjektivitasnya, sehingga partisipasinya dengan orang lain terbangun dalam
sebuah interaksi.
Pengenalan diri yang dilakukan oleh individu memberikan kesadaran baginya untuk
berinteraksi dengan yang lain dan menjadikan yang lain sama dengan dirinya sebagai subjek.
5 Tommy Suprapto dan Fahrianoor, Komunikasi Penyuluhan: Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2004), 1.
Penulis berpendapat, hal ini belum secara keseluruhan terlihat dalam individu yang ada di
PGMB.
4.3 Interaksi individu dengan individu yang berdampak di PGMB
Penulis melihat hasil penelitan dan berpendapat bahwa individu di dalam PGMB sadar
akan adanya sebuah interaksi yang harus dilakukan oleh semua orang, karena manusia tidak
bisa hidup sendiri. Itu sebabnya individu di dalam PGMB memahami kata interaksi tidak
sebatas pada hubungan yang terjadi diantara individu dengan individu, tetapi lebih memiliki
makna yang dalam. Interaksi adalah hubungan yang di dalamnya tercipta komunikasi yang
saling mengisi dan memperhatikan.
Komunikasi yang terjadi antara individu dengan individu, untuk saling mengisi dan memperhatikan, Buber mengistilahkannya dengan “perjumpaan”.7 Perjumpaan menjadi hal
yang penting dalam sebuah interaksi, sekalipun di era globalisasi telah menghasilkan alat
komunikasi yang membantu individu untuk tetap dapat berinteraksi dengan yang lain meskipun
jarak yang memisahkan dan kesibukan dari setiap individu. Namun bukan berarti mengabaikan
kemajuan teknologi, alat komunikasi tetap bisa digunakan, hanya sebatas untuk komunikasi
yang sifatnya penting (urgane).
Perjumpaan yang dilakukan oleh individu dalam sebuah interaksi, menurut Buber
merupakan realitas dan aktualitas. Lewat perjumpaan seseorang dapat saling mengenal dan
memahami, tidak hanya kepada yang lain tetapi juga kepada diri sendiri. Pengenalan individu
terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan cara merefleksikan perbuatan-perbuatan, bukan
dari segi efisiensi dan efektivitasnya, melainkan dari segi baik buruk dan moral.8
7 Wibowo, Aku, Tuhan dan Sesama,……….. 30.
Kemampuan individu untuk mengenal dirinya sendiri, dengan cara mendengar dan
mencermati hati nurani (conscientia), lalu berkomunikasi dengannya.9 Hati nurani bersifat
pribadi, karena khas dari seetiap individu. Hati nurani juga bersifat suprapersonal, itu sebabnya
dapat disebut juga dengan istilah suara hati, kata hati atau suara batin.10 Penulis melihat dan
menemukan dalam penelitian bahwa hati nurani mempengaruhi individu dalam berinteraksi
dengan yang lain, tetapi ada juga individu yang menyatakan bahwa suasana hati tidak
mempengaruhi interaksinya dengan yang lain, karena mereka bisa mengendalikan diri dan
beradaptasi.
Perbedaan sikap yang diperlihatkan oleh individu melalui interaksi yang dilakukan,
berhubungan dengan hati nurani. Hati nurani merupakan penghayatan prilaku konkret individu
atas baik-buruknya perbuatan yang akan dilakukan.11 Hal inilah yang penulis temukan di
lapangan. Relasi individu dengan seseorang memberikan pengaruh terhadap interaksinya
dengan yang lain, baik positif maupun negatif. Namun, ada juga yang menyatakan tidak
berpengaruh, karena orang yang percaya kepada Tuhan tidak memilih dan memihak kepada
siapapun.
Menurut Buber, individu yang menjalankan hubungan I-Thou dapat merasakan
kehadiran Tuhan sebagai Pribadi. Melalui hubungan I-Thou, individu berada dalam proses “mempribadi” atau menjadi pribadi yang sejati. Akan tetapi tidak semua individu menyadari
akan hal ini. Karena itulah dalam penelitian ditemukan penyebab rusaknya atau tidak berjalan
dengan baik interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu yang lain dan berdampak
dalam interaksi di PGMB. Interaksi individu dalam PGMB hanya terjadi ketika terlaksananya
9 Ibid.
10 Ibid,……59
ibadah bersama, yaitu natal dan paskah. Hal ini menandakan interaksi yang terjadi di PGMB
masih menggunakan hubungan I-It, bukan I-Thou.
4.4 Interaksi individu di PGMB hadir membawa manfaat.
Interaksi individu di PGMB tidak hanya terjadi antara individu dengan individu tetapi
juga terjadi antara individu dengan institusi atau individu dengan beberapa kelompok individu
(masyarakat). Karena itulah di dalam bab 3 ada pokok bahasan interaksi multipersonal. Dalam
kehidupan modern, institusi (institutions) terbentuk melalui interaksi dengan pola I–It, menurut
Buber.12 Individu melalui intitusi mengatur segala sesuatu, berkompotisi, mempengaruhi,
bernegosiasi, mengajar dan lain sebagainya. Hal ini memperlihatkan dunia It yang penuh
dengan objek.13
PGMB merupakan wadah oikumene, di dalamnya terdapat institusi gereja yang
berbeda-beda. Individu yang ada di dalam PGMB membangun interaksi dengan institusi: antar
denominasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa individu menyadari akan dirnya sebagai
bagian dari PGMB yang merupakan manusia ciptaan Tuhan yang diberikan tugas dan
tanggungjawab. Melaksanakan tugas dan tanggungjawab di dalam dunia, individu
membutuhkan yang lain. Kesadaran ini terlihat dalam interaksi yang terjadi. Perbedaan
denominasi bukanlah menjadi penghalang untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawab,justru untuk saling melengkapi.
Penulis melihat dan merasakan adanya kesadaran dari individu yang berada di dalam
PGMB untuk membuka diri terhadap perbedaan agar tercipta komunikasi yang saling
menghormati dan menghargai. Hal ini memperlihatkan adanya interaksi yang terjadi antara
12 Wibowo, Aku, Tuhan dan Sesama,……… 37.
individu dengan institusi denominasi gereja yang berbeda, termasuk di dalamnya dengan
PDUMKRIS dan masyarakat yang ada di Muara Badak.
Individu yang berada di dalam PGMB merupakan bagian dari masyarakat Muara Badak
yang merupakan pendatang. Kehidupan masyarakat Muara Badak tidak terlepas dari masalah
sosial, hasil penelitian memperlihatkan adanya masalah sosial terhadap kehidupan remaja dan
rumah tangga. PGMB yang merupakan wadah oikumene, seharusnya tidak boleh berdiam diri
terhadap masalah sosial yang terjadi di Muara Badak.
Manusia modern kehilangan perjumpaan dengan sesama, dampaknya tidak peduli
terhadap masalah sosial yang terjadi. Buber melihat sejarah perkembangan manusia justru
menunjukkan peningkatan yang progresif dalam pola hubungan I–It.14 Penglihatan Buber
terhadap perkembangan manusia tidak penulis temukan dalam interaksi yang terjadi antara
individu dengan masyarakat atau pun dengan denominasi gereja. Hal ini terlihat dalam jawaban
yang diberikan, mereka bagian dari masyarakat, mereka tidak berbeda dengan denominasi yang
lain. Itu sebabnya, dalam membangun interaksi dengan masyarakat atau pun dengan
denominasi gereja yang berbeda, menggunakan pola hubungan I–Thou, memposisikan
sama-sama sebagai subjek.
Interaksi individu di dalam PGMB dengan PDUMRIS, penulis menemukan pola
hubungan I–It, sebagaimana yang Buber maksudkan yaitu hubungan sepihak dan bersifat
posesif. Pola hubungan I – It, menurut Bubertidak jahat selama manusia tidak memanipulasi, “memperkosa,” mengubah dan memperalat It.15 PGMB dan PDUMKRIS merupakan wadah
yang sama, yaitu membina kerohanian individu Kristiani. PGMB berada di luar lingkungan
14 Ibid,……….42.
perusahaan dan PDUMRIS di lingkungan perusahaan. Namun, individu yang ada di dalam
PGMB sering menganggap PDUMRIS berbeda dengan PGMB karena itulah relasi yang
terbangun dalam pola hubungan I–It.
Interkasi multipersonal yang dilakukan oleh individu di dalam PGMB, penulis
menemukan adanya penerapan pola yang berbeda dalam membangun interaksi. Interaksi
individu dengan denominasi gereja yang berbeda dan interaksi dengan masyarakat,
menggunakan pola I–Thou. Namun, interaksi individu dengan PDUMKRIS, pola yang
digunakan adalah I – It. Perbedaan pola interaksi yang digunakan oleh individu di dalam
PGMB, menurut pemikiran penulis disebabkan karena latar belakang dari terciptanya interaksi
dan kepentingan masing-masing pihak.
Interaksi yang dibangun atas dasar timbal balik terlihat dalam interaksi I-Thou dan
adanya komunikasi.16 Komunikasi merupakan tindakan konkret dalam interaksi individu di
PGMB.17 Komunikasi diawali dari gagasan seseorang yang diolah menjadi sebuah pesan dan
dikirimkan melalui media tertentu kepada yang lain sebagai penerima.18 Hal ini berarti
keberadaan individu mempengaruhi komunikasi dalam interaksi yang dibangun.
Individu di PGMB keberadaannya sangat beragam. Berbeda denominasi gereja berarti
beda ajaran. Berbeda suku berarti beda bahasa dan tentunya berbeda latar belakang budaya dan
pendidikan. Akan tetapi memiliki keyakinan iman yang sama yaitu percaya kepada Yesus
Kristus. Interaksi individu di PGMB tentu tidak terlepas dari konflik. Karena itulah interaksi
16 Martin Buber, “Subject-Object And I-Thou,” Subject And Object In Modern Theology: The Croall Lectures given in the University of Edinburgh, James Brown (London: SCM Press LTD, 1955), 110.
17 Hasil penelitian memperlihatkan komunikasi merupakan tindakan yang utama dalam interaksi. Interaksi tidak akan terjadi tanpa adanya komunikasi.
individu di PGMB harus dibangun dalam cinta kasih Allah sehingga gagasan kepedulian Allah
terhadap umat dikomunikasikan.19
Cinta yang terdapat dalam hubungan I-Thou menurut Buber merupakan bentuk
tanggung jawab I terhadap Thou yang tidak terdapat dalam pola hubungan I-It.20 Hasil
penelitian interaksi individu di PGMB terlihat adanya pola hubungan I-Thou dan I-It.
Hubungan I-Thou terlihat dalam interaksi intrapersonal dan interaksi interpersonal yang
adakalanya berubah menjadi hubungan I-It. Hal ini disebabkan karena adanya motivasi yang
berbeda dalam membangun interaksi dengan yang lain.
Motivasi individu di PGMB membangun interaksi dengan yang lain bertujuan untuk
mendapatkan pertolongan.21 Hal ini berarti individu di PGMB memiliki kompetensi
interpersonal sehingga memahami kekuatan dan kelemahan dirinya.22 Kesadaran individu akan
dirinya sebagai makhluk yang memiliki kekuatan dan kelemahan tentu saja akan memberikan
dampak yang positif dan negatif dalam interaksi. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban
informan atas pertanyaan: adakah dampak dari interaksi baik untuk diri sendiri ataupun
terhadap relasi dengan yang lain?
PGMB sebagai komune memiliki identitas kolektif yaitu; percaya kepada Yesus
Kristus. Karena itulah seharusnya kehadiran PGMB bermanfaat tidak hanya untuk kepentingan
gereja tetapi masyarakat Muara Badak. Akan tetapi dalam kenyataannya PGMB kehadirannya
tidak dapat dirasakan oleh Gereja maupun masyarakat. Hal ini dikarenakan tidak adanya
19 Franz-Josef Eilers SVD, Berkomunikasi Dalam Pelayanan Dan Misi: Sebuah Pengantar Komunikasi Pastoral Dan Komunikasi Evangelisasi (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 11.
20 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama,………. 47.
21 Hasil penelitian memperlihatkan manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain (16 orang dari 30 informan)
perjumpaan yang dilakukan oleh individu di PGMB, maka tidak terjadi dialog. Menurut Buber,
perjumpaan yang dilakukan oleh individu dalam hubungan timbal balik merupakan realitas dan
aktualitas. Lewat perjumpaan seseorang dapat saling mengenal dan memahami.
Perjumpaan individu untuk saling mengenal dan memahami tidak hanya kepada yang
lain tetapi juga kepada diri sendiri. Pengenalan terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan
cara merefleksikan perbuatan-perbuatan, bukan dari segi efisiensi dan efektivitasnya
melainkan dari segi baik buruk dan moral.23 Kesadaran inilah yang penulis temukan dalam
penelitian interaksi individu di PGMB. Dengan demikian individu di PGMB mengakui
kehadiran PGMB belum bisa bermanfaat bagi masyarakat maupun individu di PGMB. Hal ini
disebabkan karena interaksi yang dibangun tidak I-Thou.
4.5 Peran Subjek dalam Aspek Horizontal dan Vertikal
Tuhan adalah pribadi yang sempurna, Pribadi yang mutlak atau Absolut karena Ia tidak
dapat dibatasi. Buber menggunakan istilah Eternal Thou menunjuk pada pribadi Tuhan yang
Absolut.24 Karena itulah relasi individu dengan Tuhan memakai pola hubungan I-Thou.
Individu mempunyai tanggung jawab untuk berinteraksi dengan Tuhan. Menurut
Buber, cara berhubungan dengan Tuhan harus dilakukan melalui suatu perbuatan yang terus
menerus dipelihara oleh individu dalam perjumpaan antar manusia dan komunitasnya.25
Individu di dalam PGMB memahami bahwa relasi dengan Tuhan mempengaruhi interaksi
individu dengan sesama. Dalam perjumpaan diantara individu, mereka menemukan Tuhan.
Namun, interaksi yang terjadi antar individu tidak mempengaruhi relasi individu dengan
23 Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal,………..57.
24 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama,……..73
Tuhan. Penulis berpendapat, individu membangun interaksi dengan Tuhan dalam pola I –
Thou, sehingga apa pun yang terjadi dalam diri individu tidak mempengaruhi hubungannya
dengan Tuhan.
Buber memahami Tuhan sebagai Pribadi. Sebagai Pribadi, Tuhan berada dalam
hubungan dengan pribadi yang lain, yaitu manusia.26 Artinya, interaksi yang terjadi antara
individu dengan Tuhan dan individu dengan individu tidak ada perbedaan. Individu di dalam
PGMB membedakan interaksi transpersonal dengan interaksi interpersonal dan interaksi
multipersonal. Perbedaannya terlihat melalui jawaban yang diberikan atas pertanyaan: apakah
suasana hati mempengaruhi hubungan individu dengan Tuhan ataupun dengan sesama?
Hubungan individu dengan individu, cenderung dipengaruhi oleh suasana hati bahkan
dipengaruhi oleh interaksi dengan individu yang lain. Sebaliknya, interaksi individu dengan
Tuhan tidak dipengaruhi oleh interaksi dengan individu yang lain terlebih suasana hati dari
individu tersebut.
Pemikiran Buber harus dilihat sebagai pemikiran religius. Buber menjadi pribadi yang
religius dipengaruhi oleh ajaran Hasidisme, pengalaman-pengalaman dan penelaahan kitab
suci.27 Akhirnya, membawa Buber pada keyakinan mengenai keberadaan Tuhan dan hubungan
dengan Tuhan. Kepribadian Buber tidak hanya menghasilkan sebuah pemikiran yang religius
tetapi juga terlihat dalam sikapnya. Kepribadian individu menentukan kelancaran dan
keberhasilan dalam berinteraksi.28 Hal ini menandakan subjek berperan dalam relasi horizontal
dan vertikal. Penulis memahami hal inilah yang akhirnya mempengaruhi interaksi individu di
dalam PGMB.
26 Ibid,……….69
27 Ibid,……. 113
4.6 Rangkuman
Penulis berusaha untuk melihat interaksi individu di dalam PGMB dalam perspektif
Martin Buber dengan membaginya dalam 4 sub pembahasan yaitu: Pengenalan individu
terhadap dirinya memberi dampak terhadap interaksi; interaksi individu dengan individu yang
berdampak di PGMB; interaksi individu di PGMB membawa manfaat; peran subjek dalam
aspek horizontal dan vertikal.
Individu dalam PGMB sadar akan keberadaannya sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan bantuan dari yang lain. Karena itu interaksi sangat dibutuhkan. Komunikasi
merupakan tindakan konkret yang harus terjadi dalam sebuah interaksi, tanpa komunikasi
interaksi tidak akan tercipta. Kesadaran individu akan pengenalan dirinya memberikan dampak
yang baik terhadap interaksi di PGMB.
Individu-individu di PGMB menyadari akan keberadaannya yang tidak bisa hidup
seorang diri, mereka membutuhkan teman. Interaksi individu dengan individu tidak hanya
melakukan kegiatan bersama tetapi dapat belajar bersama, karena itulah perjumpaan menjadi
hal yang penting dan dampaknya terlihat dalam wadah PGMB.
Individu tidak hanya berinteraksi dengan individu atau beberapa individu tetapi juga
berinteraksi dengan institusi dalam hal ini denominasi gereja yang ada di Muara Badak.
Individu tidak melihat denominasi gereja yang berbeda dengan dirinya sebagai sesuatu yang
asing melainkan sama dengan dirinya, sehingga kehadiran individu di PGMB membawa
manfaat untuk orang banyak.
Individu di dalam PGMB membangun hubungan dengan Tuhan melalui doa yang
membawa manfaat dalam interaksi. Individu di PGMB memahami bahwa relasi dengan Tuhan
mereka menemukan Tuhan. Namun, interaksi yang terjadi antar individu tidak mempengaruhi
relasi individu dengan Tuhan. Hal ini menandakan peran individu sebagai subjek memberikan
dampak dalam aspek horizontal dan vertikal.
Pemikiran Buber dalam mebangun relasi dengan pola hubungan I–Thou dan I–it, tidak
sepenuhnya terjadi dalam interaksi individu di PGMB. PGMB sebagai gerakan sosial
keagamaan seharusnya tercipta interaksi yang membangun spiritualitas individu yang nampak
dalam interaksi dengan yang lain, nyatanya tidak terwujud. Hal ini disebabkan karena adanya