• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. NYERI 1.1 Definisi Nyeri - Pengalaman Nyeri Kronis pada Pasien Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. NYERI 1.1 Definisi Nyeri - Pengalaman Nyeri Kronis pada Pasien Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

1. NYERI

1.1 Definisi Nyeri

Menurut The Interntional Association for the Study of Pain (1979, dalam Potter Perry, 2005), nyeri didefinisikan sebagai perasaan sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yan menyebabkan kerusakan jaringan.

Kozier & Erb (1983) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi ketidaknyamanann yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri (Tamsuri, 2012).

1.2 Klasifikasi Nyeri

1.2.1 Nyeri Berdasarkan Tempatnya a. Peripheral Pain

Peripheral pain adalah nyeri yang terasa pada permukaan tubuh.

(2)

dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar (Price & Wilson, 2002).

b. Deep Pain

Deep pain adalah yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam

(nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceal (nyeri visceral). Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas (Price & Wilson, 2002). Demikian juga pada nyeri visceral, lokalisasinya tidak dapat ditentukan. Nyeri visceral ini meliputi apendisitis akut, cholecysitis, penyakit kardiovaskuler, dan gagal ginjal (Luckmann & Sorensen’s, 1987).

c. Reffered Pain

Reffered pain adalah nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit

organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan dari daerah asal nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung (Brunner & Suddarth, 2001).

d. Central Pain

Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada

(3)

1.2.2 Nyeri Berdasarkan Sifatnya

Nyeri diklasifikasikan berdasarkan sifatnya menurut Asmadi (2009) meliputi:

a. Incidental Pain

Incidental pain adalah nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.

b. Steady Pain

Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. Tingkatan nyeri yang konstan pada obstruksi dan distensi.

c. Paroxymal Pain

Paroxymal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

1.2.3 Nyeri Berdasarkan Awitan

Nyeri berdasarkan awitan (waktu serangan) menurut Prasetyo (2010) diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

a. Nyeri Akut

(4)

bedah, atau inflamasi. Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi sistem saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti: peningkatan tekanan darah, peningkatan respirasi, peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Klien yang mengalami nyeri akut akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah atau menyeringai serta akan melaporkan secara verbal adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan.

b. Nyeri Kronik

(5)

gerak, penurunan libido dan melaporkan adanya nyeri ketika dikaji / ditanyakan.

1.2.4 Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya

Nyeri berdasarkan ringan beratnya menurut Asmadi (2009) diklasifikasikan menjadi 3, antara lain:

a. Nyeri Ringan

Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang rendah. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.

b. Nyeri Sedang

Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas sedang dan menimbulkan reaksi. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan dapat mendeskripsikannya serta dapat mengikuti perintah dengan baik.

c. Nyeri Berat

Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih berespon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi.

1.3 Fisiologi Nyeri

(6)

proses, yaitu: tranduksi/transduction, transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan persepsi/perception (McGuire & Sheilder, 1993; Turk & Flor, 1999). Keempat proses tesebut dijelaskan oleh Ardinata (2007) sebagai berikut:

a. Transduksi/Transduction

Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999). Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan. b. Transmisi/Transmission

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang berbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melali sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex cerebral.

c. Modulasi/Modulation

(7)

saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor. d. Persepsi/Perception

Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja (McGuire & Sheider, 1993), akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat) (Davis, 2003). Oleh karena

itu, faktor psikologis, emosional, dan behavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.

1.4 Teori Nyeri

1.4.1 Teori Spesifik (Specivicity Theory)

(8)

nyeri secara sederhana yaitu melihat nyeri dari paparan biologis saja, tanpa melihat variasi dari efek psikologis individu (Prasetyo, 2010).

1.4.2 Teori Pola (Pattern Theory)

Teori ini diperkenalkan pada tahun 1989 oleh Goldscheider. Teori pola menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan akibat stimulus yang menghasilkan pola tertentu dari impuls saraf. Pada sejumlah kausalgia, nyeri pantom, dan neuralgia, teori pola ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat mengakibatkan berkembangnya gaung terus menerus pada spinal cord sehingga saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif dimana rangsangan dengan intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri (Lewis, 1983). 1.4.3 Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)

(9)

Satu faktor penting adalah derajat relatif dari aktivitas dalam serabut A-beta yang besar dan serabut C serta A-delta yang kecil. Aktivitas serabut besar cenderung menutup gerbang, sedangkan aktivitas serabut kecil cenderung membuka gerbang. Jika gerbang terbuka dan aktivitas pada serabut aferen yang masuk cukup untuk mengaktifkan sistem transmisi maka selanjutnya akan terjadi pengaktifan, dua jalur utama. Jalur diskriminatif sensoris adalah jalur yang memungkinkan terdeteksinya lokasi nyeri, yang menyambung ke korteks somatosensoris melalui thalamus ventroposterior. Jalur naik kedua adalah jalur yang melibatkan informasi retikulum melalui thalamus medial dan sistem limbus untuk masalah aspek emosi, aversi, dan ketidaknyamanan nyeri. Jalur turun juga bekerjasama dengan dua jalur ini yang salah satu dari jalur turun ini menggunakan peptidlir-opioid yang disekresi secara endogen, misalnya endorfin, untuk menekan atau mengurangi transmisi dalam jalur nyeri (Sumawinata, 1995).

1.5 Pengalaman Nyeri

McCaffery (1980 dalam Prasetyo, 2010) menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan merasakan nyeri. Definisi ini menempatkan seorang pasien sebagai expert (ahli) di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan.

(10)

nyeri harus dipahami sebagaimana nyeri itu berlangsung dengan menggunakan cara pandang yang holistik oleh perawat (Prasetyo, 2010).

1.6 Fase Pengalaman Nyeri

Meinhart dan McCaffery pada tahun 1983 menyatakan bahwa ada tiga fase dalam pengalaman nyeri yaitu, antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath). Penjelasan mengenai fase tersebut dijelaskan dalam Potter dan Perry (2005) sebagai berikut:

a. Fase Antisipasi (anticipatory phase)

Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Fase antisipasi mungkin bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase tersebut dapat mempengaruhi dua fase yang lain. Dalam situasi cedera traumatik atau dalam prosedur nyeri yang tidak terlihat, individu tidak akan dapat mengantisipasi nyeri. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan instruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi.

b. Fase Sensasi (sensation phase)

(11)

menahan nyeri tanpa bantuan. Sebaliknya, klien yang memiliki toleransi nyeri yang rendah dapat mencari upaya untuk menghilangkan nyeri sebelum nyeri terjadi.

c. Fase Akibat (aftermath)

Fase akibat (aftermath) nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Bahkan walaupun sumber nyeri dikontrol, seorang klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat. Nyeri merupakan suatu krisis. Setelah mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik, seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau depresi. Jika klien mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.

1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengalaman Nyeri

Berbagai faktor dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang terhadap nyeri.

a. Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tuanya ataupun pada perawat (Prasetyo, 2010).

(12)

pengkajian, diagnosis, dan penatalaksanaan secara agresif. Individu yang berusia lanjut memiliki risiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri. Sekali klien lansia menderita nyeri, maka ia dapat mengalami gangguan status fungsi yang serius. Mobilisasi, aktivitas perawatan-diri, sosialisasi di lingkungan luar rumah, dan toleransi aktivitas dapat mengalami penurunan.

(13)

berbagai cara untuk mengalihkan perhatian dari nyeri (McCaffery dan Beebe, 1989 dalam Potter & Perry, 2005).

b. Jenis Kelamin

Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah hal atau perilaku yang sudah dapat diterima pada wanita sementara pada laki-laki. Hal ini dianggap hal yang memalukan (Lewis, 1983).

c. Budaya

Budaya mempunyai pengaruh bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri (Brunner & Suddarth, 2001). Beberapa budaya dapat berbicara mengenai sakit psikik hanya dalam istilah nyeri fisik, sementara yang lain akan memberikan lebih banyak penekanan pada tetap diam atau menahan keinginan untuk menyatakan perasaan psikik ataupun fisik yang tidak enak (Maulany, 1994).

(14)

d. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Priharjo, 1993).

e. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri (Prasetyo, 2010).

f. Kecemasan dan Stres

Kecemasan sering disertai nyeri. Ancaman karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau kejadian disekitarnya sering menambah persepsi nyeri. Orang yang sedang mengalami nyeri tetapi percaya bahwa mereka dapat mengontrol nyerinya dapat menurunkan rasa takut dan kecemasannya sehingga menurunkan persepsi nyeri. Persepsi kurangnya kontrol terhadap nyeri atau merasa tidak berdaya cenderung meningkatkan persepsi nyeri (Kozier, 2009).

g. Gaya Koping

(15)

mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologi nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry, 2005).

h. Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama mengalami serangkaian episode nyeri tidak pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas dan rasa takut dapat muncul (Brunner & Suddarth, 2001).

i. Lingkungan dan Individu Pendukung

(16)

1.8 Komponen Pengalaman Nyeri

Cohen (2005) menjelaskan bahwa pengalaman nyeri memiliki beberapa komponen antara lain tingkat keparahan (intensitas) nyeri, indeks manajemen nyeri, gangguan nyeri, gejala keparahan, pengetahuan, sikap terhadap nyeri dan kontrol nyeri, sedangkan menurut Baker (2014) komponen pengalaman nyeri antara lain tingkat keparahan (intensitas) nyeri, pengetahuan, pengalaman dengan nyeri kanker, self-efficacy untuk terapi nyeri, kepuasan dengan terapi nyeri, sosial serta kesehatan.

Komponen pengalaman nyeri yang dikaji pada penelitian ini adalah lokasi nyeri, tingkat keparahan (intensitas) nyeri, gangguan terhadap fungsi (aktivitas) sehari-hari akibat nyeri, pengetahuan penggunaan obat nyeri dan pengalaman dengan nyeri kanker.

1.9 Pengukuran Pengalaman Nyeri

Pengalaman nyeri diukur dengan menggunakan BPI (Brief Pain Inventory) dan PPQ (Patient Pain Questionnaire) yang dimodifikasi. BPI

(17)

PPQ terdiri dari pernyataan untuk mengukur pengetahuan pasien tentang penggunaan obat nyeri dan pengalaman dengan nyeri kanker untuk mengetahui dukungan keluarga, kesanggupan mengontrol nyeri serta harapan terhadap nyeri yang dialami. Pengetahuan dan pengalaman dengan nyeri kanker dinilai dengan mengunakan skala numerik dengan skala 0-10 (Ferrel, 1994).

2. KANKER

2.1 Definisi Kanker

Kanker adalah pertumbuhan maligna disertai dengan pembelahan sel abnormal, invasi jaringan sekitar, dan metastasis ke sisi yang jauh (Tambayong, 1999). Kanker dapat timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal, pola hidup yang tidak sehat dan genetik. Penyakit kanker dapat menyerang semua lapisan masyarakat tanpa mengenal status sosial, umur dan jenis kelamin (Mardiana, 2007).

(18)

berat badan, (6) sering menyebabkan kerusakan jaringan yang luas saat pertumbuhan tumor melebihi pasokan darah atau memotong aliran darah ke area tertentu; juga dapat menghasilkan substansi yang menyebabkan kerusakan sel, (7) biasanya akan menyebabkan kematian kecuali pertumbuhannya dapat dikendalikan.

2.2 Penyebab Kanker

Menurut Lubis dan Hasnida (2009), ada empat faktor utama penyebab kanker seperti lingkungan, makanan, biologis dan psikologis. Berikut ini adalah penjelasan mengenai keempat faktor penyebab kanker tersebut, yaitu:

2.2.1 Lingkungan a. Bahan Kimia

Family’s doctor (2006) menjelaskan bahwa zat yang terdapat pada

asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru pada perokok aktif dan perokok pasif (orang yang bukan perokok atau tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama. Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.

b. Penyinaran yang Berlebihan

Family’s doctor (2006) menjelaskan bahwa sinar ultra violet yang

(19)

c. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah serta berbagai kanker. Pada saat merokok, terbentuk tar-yang sebagian terdiri atas produk ampas dari daun tembakau dan sebagian lagi ampas dari saos yang digunakan pada saat pembuatan rokok. Bahaya utamanya terletak pada tar-produk tembakau yang langsung berkontak dengan selaput lendir mulut, hidung, tenggorokan, jakun dan jalan pernapasan hingga ke semua percabangan paru. Bahaya kedua terletak pada nikotin beracun yang diserap oleh darah. Tar di dalam asap rokok, mengandung puluhan komponen agresif yang masing-masing bersifat merusak. Komponen ini akan diserap ke dalam darah dan menyebabkan meningkatnya risiko kanker pada organ-organ tertentu (pankreas, piala ginjal, dan kandung kemih) (Jong, 2004).

d. Polusi Udara

(20)

2.2.2 Makanan

Para ilmuwan mendapatkan bahwa makanan-makanan tertentu adalah sumber kanker. Makanan-makanan tersebut menjadi sumber kanker oleh sebab adanya zat-zat kimia tertentu. Makanan yang dapat menyebabkan kanker adalah:

a. Daging yang mengandung hormon sex buatan (DES or Diethylstilbestrol).

b. Bahan pemanis buatan seperti biang gula dan saccharin.

c. Nitrosamines pada bahan-bahan pengawet buatan, dan pewarna buatan, yang umumnya dipakai dalam produk makanan kaleng.

d. Zat pewarna yang ada dalam makanan, minuman, kosmetik, maupun obat obatan.

e. Zat radioaktif yang sekarang ini terdapat hampir di seluruh bulatan bumi sebagai akibat dari percobaan bom atom serta peledakan bom, yang masuk dalam tubuh manusia melalui makanan, khususnya susu.

f. Kebanyakan makan garam.

g. Makanan yang sudah menjadi tengik.

2.2.3 Biologi a. Virus

(21)

b. Hormon

Family’s doctor (2006) menjelaskan bahwa hormon adalah zat yang

dihasilkan kelenjar tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan beberapa jenis kanker seperti kanker payudara, rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).

c. Keturunan

Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya. Jenis kanker yang cenderung diturunkan dalam keluarga adalah kanker payudara, kanker indung telur, kanker kulit dan kanker usus besar. Sebagai contoh, resiko wanita untuk menderita kanker meningkat 1,5 sampai dengan 3 kali ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker payudara (Junaidi, 2007).

2.2.4 Psikologis

a. Kepribadian

(22)

b. Stres

Salah satu sebab menurunya kekebalan tubuh (immunitas) adalah adanya stres dan kondisi stres ini akan melemahkan respon imunitas. Dalam keadaan stres atau emosi seperti marah dan sedih, hypothalamus yang merupakan pusat emosi akan terangsang dan kemudian akan merangsang kelenjar pituitari yang selanjutnya akan merangsang kelenjar adrenal, sehingga keluarlah hormon glukokortikoid. Jika hormon tersebut keluar secara berlebihan akan terjadi kerusakan pada tubuh yang mengakibatkan antibodi dan respon pandangan menurun. Menurunnya sistem imunitas mempermudah masuknya sel-sel kanker menyerang tubuh, karena kemampuan sel tersebut untuk mengenal dan melawan musuh tidak dapat berfungsi secara baik. Stres psikologis berpengaruh terhadap rusaknya kemampuan pembunuhan sel secara alami untuk penghancuran sel tumor atau sel kanker.

2.3 Patofisiologi Kanker

a. Fase 1 (Persiapan)

(23)

merupakan multikausal (Jong, 2004). Proses mutasi gen terjadi dalam beberapa stadium yaitu, inisiasi (induksi) dan promosi. Selama induksi sel pembawa mutasi menjadi matang atau lebih peka terhadap perubahan lebih lanjut. Pada fase promosi, terjadi mutasi baru. Perubahan ini merupakan dasar langsung untuk penyimpangan ganas. Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi masih bersifat reversibel (Dalimartha, 2004).

b. Fase 2 (Stadium Pendahuluan Menjelang Kanker)

Pada kanker tertentu, terkadang ada semacam stadium pendahuluan menjelang kanker. Keadaaan “pra-ganas” semacam ini terdiri atas sel-sel

yang berubah, jelas ataupun tidak jelas dapat dilihat di bawah mikroskop. Sel ini bukan sel kanker, karena tidak ada tanda-tanda pertumbuhan infiltratif. Sesudah periode tertentu, terkadang selama bertahun-tahun, gambarannya dapat berubah dan kelainannya dapat berubah menjadi ganas; terjadi pertumbuhan infiltratif, diikuti ataupun tidak oleh penyebaran. Penanganan yang memadai dimungkinkan sebelum timbul kanker (Jong, 2004).

c. Fase 3 (Praklinis)

(24)

d. Fase 4 (Klinis)

Fase ini merupakan fase terakhir dari proses kanker. Fase klinis dimulai ketika pasien mulai merasakan tanda, gejala atau keluhan. Pada fase ini kanker sering dijumpai telah mengalami metastasis. Pembentukan metastasis dapat terjadi pada stadium dini pertumbuhan kanker (Jong, 2004). Metastasis terdiri atas sel kanker yang lepas atau gumpalan sel-sel ganas yang berasal dari tumor induk (Brunner & Suddarth, 2001).

2.4 Manifestasi Klinis

Secara umum pada stadium dini, kanker biasanya belum menimbulkan keluhan atau rasa sakit. Biasanya penderita menyadari bahwa tubuhnya telah terserang kanker ketika sudah timbul rasa sakit, padahal saat ada keluhan tersebut kanker sudah memasuki stadium lebih lanjut.

(25)

2.5 Klasifikasi Kanker

Stadium tumor suatu parameter histologi. Tumor sering ditentukan stadiumnya sebagai stadium I, II, III atau IV, dengan stadium I yang berdiferensiasi paling tinggi dan stadium IV yang berdiferensiasi paling buruk.

Komite Gabungan Amerika bagi Penentuan Stadium Kanker dan Pelaporan Hasil Akhir telah mengembangkan sistem penentuan stadium yang dinamai Sistem TNM, yang menandai luas anatomi keganasan pada waktu diagnosis (Sabiston, 1991).

a. T (Tumor Primer)

TX: tumor tak dapat dinilai TO: tanpa bukti tumor primer TIS: karsinoma in situ

T1, T2, T3, T4: peningkatan progresif ukuran tumor dan keterlibatan regional

b. N (Nodi Lymphatici Regional)

NX: nodi lymphatici regional tak dapat dinilai secara klinik NO: nodi lymphatici regional tidak tampak abnormal

NI, N2, N3, N4: peningkatan derajat keterlibatan nodi lymphatici regional

(26)

MX: ada metastasis jauh

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

2.6.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi ada tidaknya petekie, memar atau ekimosis yang tidak diketahui penyebabnya, hematoma, perdarahan dari berbagai muara tubuh, rembesan darah jangka panjang dari sisi pungsi IM atau IV, perubahan tanda vital, perubahan status neurologis (sakit kepala, disorientasi), anemia, nyeri dada pada aktivitas, dispnea, pusing, kelelahan, kelemahan, glositis, anoreksia, sulit mencerna, insomnia, infeksi, suhu, integritas kulit dan membran mukosa, lipatan kulit (aksila, bokong, perineum), rongga tubuh (mulut, vagina, rektum), sisi akses vena, luka pembedahan, saluran pernapasan, sistem genitourinarius, mata, konjungtivitis, dan iritis (Tucker, 1998).

2.6.2 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, thorax, USG, MRI, CT-Scan, mamografi, endoskopi, laparoskopi, tumor maker, histopatologi (Azamris, 2010).

2.6.3 Pemeriksaan Patologi

(27)

2.7 Penanganan Kanker

2.7.1 Pembedahan

Pembedahan kanker dapat dilakukan sebagai pengobatan primer, terapi adjuvan, terapi penyelamatan, terapi paliatif dan terapi kombinasi (Otto, 2003).

Pengangkatan kanker secara menyeluruh melalui tindakan pembedahan masih merupakan modalitas pengobatan yang terbaik dan yang paling sering digunakan (Potter & Perry, 2005). Kemajuan dalam teknik pembedahan, pengertian yang lebih baik akan pola metastasis dari tumor dan dari perawatan pasca bedah yang intensif kini membuat suatu tumor dapat diangkat dari hampir seluruh bagian tubuh (Otto, 2003).

2.7.2 Terapi Radiasi

Terapi radiasi (radioterapi) adalah pengobatan yang terutama ditujukan untuk keganasan dengan menggunakan sinar pengion.

(28)

2.7.3 Kemoterapi

Kemoterapi merupakan penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Potter & Perry, 2005).

Kemoterapi yang ideal harus mempunyai efek menghambat yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker, tetapi mempunyai efek yang minimal terhadap sel-sel jaringan tubuh yang normal. Tujuan penggunaan obat kemoterapi terhadap kanker adalah mencegah/menghambat multiplikasi sel kanker, menghambat invasi dan metastase (Saleh, 2006).

3. NYERI KANKER

3.1 Definisi Nyeri Kanker

Nyeri kanker merupakan nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker karena keluhan subjektif, pertumbuhan kanker yang progresif, kanker yang kronis, dan penyebab multifaktorial (Rasjidi, 2008). Penyebab, jenis, sifat, dan derajat nyeri pada seorang penderita dapat berubah. Nyeri kanker harus dikelola dengan benar hingga dapat dicapai keadaan bebas nyeri (Saleh, 2006).

3.2Penyebab Nyeri Kanker

(29)

3.2.1 Faktor Jasmani a. Akibat Tumor

Nyeri akibat tumor terjadi pada 70% penderita kanker yang disertai rasa nyeri dan keadaan ini dapat diterangkan melalui berbagai mekanisme keadaan seperti infiltrasi atau penekanan tumor ke tulang dan jaringan syaraf, pengaruh langsung terhadap organ dan jaringan lunak yang terkena, ulserasi jaringan, dan peningkatan tekanan intrakranial.

b. Berhubungan dengan Tumor

Nyeri yang terjadi pada penderita kanker dan berhubungan dengan tumor dapat diterangkan melalui mekanisme keadaan seperti kejang otot, dekubitus, infeksi dengan jamur Kandida, trombosis vena dalam, sembelit, sembab akibat sumbatan pebuluh limfe, neuralgia pascainfeksi Herpes Zoster, dan emboli paru.

c. Akibat Pengobatan Tumor

Nyeri akibat pengobatan tumor terjadi pada 20% penderita kanker dan keadaan ini dapat diterangkan melalui mekanisme keadaan seperti akibat pembedahan, kemoterapi, radiasi, dan nyeri tidak langsung akibat tumor ataupun pengobatan nyeri yang tidak langsung.

3.2.2 Faktor Kejiwaan a. Marah

(30)

tidak mau menjenguk, pada prosedur diagnostik yang lama, dokter tidak ada di tempat, atau pengobatan yang dirasakan gagal.

b. Cemas

Nyeri yang terjadi akibat rasa cemas dapat diterangkan melalui keadaan-keadaan seperti takut pada rumah sakit, dokter dan perawat, khawatir nasib keluarga, takut sakit dan mati, khawatir masalah finansial, takut kehilangan masa depan dan sebagainya.

c. Depresi

Nyeri yang terjadi akibat depresi dapat diterangkan melalui keadaan-keadaan seperti kehilangan kedudukan sosial, peran dalam keluarga, pekerjaan, penghasilan dan harga diri, lelah yang berkepanjangan dan insomnia, tidak punya harapan, dan bentuk badan abnormal.

3.3 Jenis Nyeri Kanker

Jenis nyeri kanker menurut Saleh (2006) ada 3. Jenis nyeri kanker tersebut sebagai berikut.

a. Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul akibat rangsangan pada aferen serta saraf perifer. Nyeri ini terjadi akibat pengaruh Prostaglandin E2 sehingga nosiseptor serat saraf perifer menjadi lebih peka terhadap bahan mediator penyebab nyeri.

b. Nyeri Neurogenik

(31)

saraf interkostal akibat mastektomi atau torakotomi dan tekanan kronis pada saraf-saraf perifer misalnya invasi tumor yang menekan pleksus brakhialis atau lumbosakralis.

c. Nyeri Psikogenik

Nyeri psikogenik terjadi akibat faktor nonfisik atau lazim disebut faktor kejiwaan. Faktor kejiwaan dapat mempengaruhi hebatnya nyeri, terutama pada kanker yang lanjut. Nyeri psikogenik dapat timbul akibat marah (anger), cemas (anxiety), dan depresi.

3.4 Penanganan Nyeri Kanker

3.4.1 Farmakologis

World Health Organization (WHO) merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan nyeri kanker yang dikembangkan dalam bentuk tangga analgesik. Pedoman yang dibuat WHO mengkombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri klien (Prasetyo, 2010).

Analgesic Ladder yang direkomendasikan oleh WHO ditentukan oleh

(32)

atau bahkan meningkat (nyeri berat; skala nyeri 7-10 pada skala 0-10) opiat kuat dapat digunakan, nonopiat sebaiknya diteruskan dan obat-obatan adjuvan juga harus dipertimbangkan penggunaannya pula (AHCPR, 1994). 3.4.2 Nonfarmakologis

a. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik dapat mencegah nyeri kanker atau pengobatan analgesik pada nyeri kanker. Dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat analgesik. Keterlibatan rehabilitasi medik seringkali dimulai dini dalam perjalanan penyakit kanker. Macam terapi rehabilitasi medik yang sering digunakan adalah modalitas (TENS, panas, dingin, hidoterapi), fisioterapi, terapi okupasional, ortesis, protesis, alat bantu jalan, biofeedback (Rasjidi, 2008).

b. Hipnosis-Diri

(33)

c. Distraksi

Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal lain di luar nyeri, yang diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Namun penggunaan teknik ini lebih efektif digunakan untuk mengatasi nyeri sebentar saja seperti saat onset dari pemberian atau saat menyiapkan obat analgesik. Distraksi yang dapat dilakukan antara lain menonton TV, melihat pemandangan, mendengarkan suara/musik yang disukai (Prasetyo, 2010).

d. Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, Zen, teknik imajinasi, dan latihan relaksasi progresif. Dibutuhkan 5 sampai 10 sesi pelatihan sebelum klien dapat meminimalkan nyeri dengan efektif. Pelatihan relaksasi dapat dilakukan untuk jangka waktu yang terbatas dan tidak memiliki efek samping (Potter & Perry, 2005).

3.5 Pendekatan Pengobatan Nyeri Kanker

(34)

berikut: tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, dan tepat pemantauan efek samping.

a. Tepat Indikasi

Menentukan penderita memang betul mengalami nyeri merupakan hal yang tidak mudah karena nyeri kanker merupakan keluhan subjektif. Makin progresif pertumbuhan kanker, makin hebat nyeri yang ditimbulkan; makin kronis keadaan; nyeri kanker makin kabur penyebabnya. Penderita yang tidak mengeluh nyeri tidak berarti “tidak ada nyeri”, sehingga sebaiknya jangan ditunggu sampai penderita mengeluh. Oleh karena itu, segera setelah ditentukan ada keluhan nyeri, sebaiknya mendapatkan terapi bebas nyeri yang dianjurkan oleh WHO.

b. Tepat Obat

Jenis analgesik yang akan diberikan bergantung pada derajat nyeri yang diderita. Derajat nyeri ini ditentukan dengan VAS (Visual Analogue Score), menggolongkan nyeri ringan-berat sesuai dengan apa yang dapat

dilakukan penderita sehari-hari, dan tipe nyeri juga menentukan jenis analgesik mana yang akan kita pergunakan.

Potensi obat harus sesuai dengan intensitas nyeri yang dihadapi. Tidak baik memaksa dosis tinggi dengan analgesik lemah, tetapi lebih baik dari semula memilih analgesik kuat dengan dosis rendah.

c. Tepat Dosis

(35)

obat tersebut. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keadaan penderita saat itu sehubungan dengan kemungkinan terjadinya efek samping obat (usia, faal, ginjal dan hati, trombositopeni, tukak lambung, hipertensi, dsb), dan ada atau tidak obat-obat lain yang sedang diminum yang mungkin dapat mempengaruhi efektivitas/potensiasi obat yang akan diberikan.

d. Tepat Cara Pemberian

Pemberian per oral merupakan pilihan utama pada penderita dengan nyeri kanker. Obat yang mempunyai onset cepat dengan durasi panjang lebih disukai daripada obat yang mempunyai khasiat analgetik kuat tetapi duration of action-nya pendek. Pemberiannya harus menurut prinsip “by the clock

(tepat waktu/sesuai jadual), jangan diberikan bila perlu saja. e. Tepat Pemantauan Obat

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

2.  Pemegang  saham  yang  berhak  hadir  dalam  Rapat  adalah  pemegang  saham  Perseroan  yang  namanya  tercatat  dalam 

Dalam pemecahan masalah matematika, sebagian dari siswa sekolah dasar merasa bosan dan kesulitan dalam pembelajaran matematika, seperti mencari keliling, luas dan volume suatu

Peningkatan yang tinggi pada penjualan konsolidasian untuk tahun 2011 sebagai respon positif dari masyarakat terhadap pengembangan produksi SKM yang dimulai beberapa

Pada penulisan ilmiah ini dibahas mengenai pembuatan website yang pada zaman era globalisasisi sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang komputer

[r]

Pada tahun 2012, Perseroan telah memasuki babak yang baru dengan melepas saham dan menjadi perusahaan terbuka, serta mengalihkan tongkat es- tafet kepemimpinan.. Akan