commit to user
iKAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN CERPEN
SAMIN
KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA
SKRIPSI
oleh:
YUNITA NURUL KHOMSAH
K1207042
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iKAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN CERPEN
SAMIN
KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA
oleh:
YUNITA NURUL KHOMSAH
K1207042
Skripsi
Ditulis d an diajukan untu k memenuhi syarat mendap atkan gelar Sarjana Pendid ikan Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iiPERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dip ertahankan di had apan Tim Pengu ji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pend idikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan P embimbing
Pembimb ing I Pemb imbing II
Drs. Slamet Mulyo no, M . Pd . Drs. Yant Mujiyanto , M. Pd.
commit to user
iiiSkripsi ini telah d irevisi sesuai dengan arahan dari Tim Penguji Skrip si Faku ltas
Keguru an dan Ilmu Pendid ikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
commit to user
ivPENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di had apan Tim Penguji Skrip si Fakultas
Keguru an dan Ilmu Pendid ikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendap atkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Kamis
commit to user
vABSTRAK
Yunita Nurul Khomsah. K1207042. KAJIAN SEMIOTIK KUMPULAN
CERPEN SAMIN KARYA KUSPRIHYANTO NAMMA. Skrip si, Surakarta:
Fakultas Kegu ruan d an Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas M aret, Novemb er 2011.
Tujuan p enelitian ini ad alah untuk: (1) mengidentifikasi d an menganalisis indeks, ikon, dan simbol untu k menemukan makna semiotik pada kumpulan
cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma; (2) mendeskripsikan latar belakang
penulis (Kusprihyanto Namma) menggu nakan u nsur semio tik (ind eks, ikon, dan simb ol) dalam menyampaikan ide cerita; (3) mendeskrip sikan kebermaknaan penggunaan unsu r semiotik tersebut dalam mend ukung keestetikan kumpulan
cerpen Samin.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu mengkaji fenomena yang terjadi pad a sub jek penelitian dalam bentuk kata-kata denga n memanfaatkan berb agai metode ilmiah. Sumber data dalam penelitian ini berupa
dokumen, yaitu ku mpulan cerpen Samin dan informan, yang terdiri dari p enulis
dan b eberap a pembaca kumpulan cerpen Samin. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara analisis do kumen dan wawancara. Validitas data menggunakan triangu lasi metode dan triangulasi sumber.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan d apat disimp ulkan bahwa
kumpulan cerpen Samin merupakan bentuk kritik penulis terhadap pemerinta han
Orde Baru yang d ipimp in o leh Presid en Soeharto. Beberapa judul cerpen seperti
Biru, Kembang Tebu, Ja wa, Samin, Bed il, dan Dom mengisahkan tentang keburukan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Beb erapa judul cerp en yang lain seperti Mu n, Pundhen, Patrem, d an Tuyul
memang tidak mengkhususkan pada masa Orde Baru , namun memiliki kesatuan ide dengan cerpen lainnya, yaitu kritik terhadap sistem p emerintahan atau politik. Penulis, yaitu Ku sprih yanto Namma menggunakan sistem semiotik (simbol, indeks, dan ikon) dalam menuangkan ide ceritanya karena ia tidak berani menyampaikan kritikn ya secara terang-terangan. M eskipu n demikian, penggunaan
sistem semio tik (simbol, indeks, dan ikon) d alam kumpulan cerpen Samin dap at
commit to user
viMOTTO
Apa yang ad a di b elakang kita dan apa yang ada d i depan kita merupakan
hal kecil dibandingkan dengan apa yang ada di dalam kita.
Oliver Wendell Holmes
Orang yang bercita-cita tinggi adalah orang yang menganggap teguran
keras baginya lebih lembut darip ad a sanjungan merdu seorang penjilat
yang berlebih-lebihan.
Thales
Manusia tid ak dirancang untuk gagal, tetapi manu sialah yang gagal untuk
merancang.
William J. Siegel
Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menu nggu , namu n hanya
did apatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya.
Abraham Lincoln
Kita tid ak pernah belajar menjadi berani dan sabar kalau d i dunia ini hanya
ada keb ahagiaan.
Hellen Keller
Lebih b aik bertempur d an kalah d aripada tid ak pernah b ertempur sama
sekali.
commit to user
viiPERSEMBAHAN
Penelitian ini penulis persembahkan kepada :
1. Allah Swt. atas nafas dan kekuatan yang
selalu d ilimpahkan-Nya.
2. Orangtuaku tercinta yang senantiasa
memberi dukungan moral maupun
material.
3. Kakak-kakakku sayang yang selalu
menguatkan aku.
4. Almarhumah Bud he Is untu k kasihmu
yang tak dapat lagi tersentuh.
5. Keluarga Peronku yang telah
mengajarkanku banyak ha l.
6. Keluarga Fahima, teman sekaligu s
saudara perempu anku .
7. Teman-teman Bastind 2007
8. Semua pihak yang tak mampu
commit to user
viiiKATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas
limpahan nikmat-Nya p eneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Semiotik Ku mpulan Cerpen Samin Karya Kusprihyanto Namma”. Skripsi ini
tid ak akan terwujud tanp a bantu an d an dorongan dari berbagai p ihak. Oleh karena
itu , dengan segala kerendaha n hati peneliti men yampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M .Pd. selaku dekan Fakultas
Keguru an dan Ilmu Pend idikan yang telah memberikan izin p enelitian.
2. Dr. Mu hammad Rohmadi, M .Hum selaku ketua jurusan Pendidikan
Bahasa dan S eni yang telah men yetujui permohonan penyu sunan skrip si.
3. Dr. Andayani, M .Pd. selaku ketu a program studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memb erikan izin untuk penulisan skripsi ini.
4. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. selaku pembimbing I yang telah
memberikan p engarahan, bimb ingan, dan bantuan dalam setiap b agian
skripsi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd. selaku pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan, dan bantuan dalam setiap bagian skripsi sehingga
peneliti dapat menye lesaikan skripsi ini.;
6. Dan semua pihak yang turu t membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharap kan kritik dan saran yang membangun d ari
semua pihak. Semoga skrip si ini bermanfaat bagi p erkembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, November 2011
commit to user
x1. Identifikasi dan Analisis Ikon, Indeks, dan Simbol untuk
Menemukan M akna Semiotik pada Kumpulan cerpen
commit to user
xi2. Makna Semiotik Kumpulan Cerpen Samin Berdasarkan
Identifikasi dan Analisis Ikon, Indeks, dan Simbo l… …… … 94
a. M akna Semiotik Cerpen Biru…… …… …… ……… ... 94
b. M akna Semiotik Cerpen Mun…… …… …… ……… ... 96
c. M akna Semiotik Cerpen Kembang Tebu…… …... …... 98
d. M akna Semiotik Cerpen Pundhen…… …… ……… …. 100
e. M akna Semiotik Cerpen Samin…… …… …… ……… . 102
f. M akna Semiotik Cerpen Jawa…… …… …… …… ….. 105
g. M akna Semiotik Cerpen Bedil…… …… …… ……… .. 107
h. M akna Semiotik Cerpen Patrem... 108
i. M akna Semiotik Cerpen Dom…… …… …… ……… 109
j. M akna Semiotik Cerpen Tuyul…… …… …… ……… 110
3. Latar Belaka ng Penulis M enggunakan S istem Semiotik
(Ikon, Indeks, dan Simbol) d alam Penyajian Cerita… ……… 112
4. Kebermaknaan Penggunaan Unsur Semiotik (Ikon, Indeks,
dan Simbol) untuk M endukung Keestetikan Karya ……… …. 114
BAB V: SIMPULAN, IM PLIKASI, DAN SARAN… …… ……… …… . 122
A. Simpulan… …… …… …… …… ……… …… …… … …… ……… 122
B. Imp likasi… …… …… …… …… ……… …… …… … …… ……… 123
C. Saran… …… …… …… …… ……… …… …… …… … ……… …. 124
commit to user
xiiDAFTAR GAMBAR
Gambar no. Halaman
Gambar 1. Segitiga Relasi Triad Odgen dan Richards……… …... 17
commit to user
xiiiDAFTAR TABEL
Tabel no. Halaman
Tabel 1. Jadwal Kegiatan… …… …… ……… …… …… …… …… 34
commit to user
xivDAFTAR LAMPIRAN
Lampiran no. Halaman
Lampiran 1 . Gambaran tentang Kumpulan Cerpen Samin…… …… 130
Lampiran 2 . Pedoman Wawancara d engan Pengarang…… …… …… 132
Lampiran 3 . Pedoman Wawancara d engan Pembaca……… …… … 133
Lampiran 4 . Pedoman Wawancara d engan Ahli Sastra……… …… . 134
Lampiran 5 . Laporan Hasil Wawancara d engan Pengarang…… …… 135
Lampiran 6 . Laporan Hasil Wawancara d engan Pembaca……… ….. 140
Lampiran 7 . Laporan Hasil Wawancara d engan Ahli Sastra…… ….. 145
Lamp iran 8. Keputusan Dekan Fa kultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan …… …… …… …… ……… …… …… …… .. 147
Lampiran 9 . Permohonan Izin Menyu sun Skripsi… …… ……… …... 148
Lampiran 1 0. Permohonan Izin Research…… … ……… …… …… ….. 149
commit to user
1BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin hari du nia sastra semakin digemari dan digeluti o leh sebagian
masyarakat Indonesia. Banyak bermunculan karya sastra dari b erbagai pengarang
dengan karakter dan gaya penceritaan masing-masing pengarang. Dunia sastra
menjadi suatu pilihan yang menarik, karena selain dapat mengungkapkan
perasaan dan imajinasi, pengarang juga dapat memperoleh keuntungan yang
lumayan jika karya sastranya dap at terjual d i pasaran. Namun pada kenyataannya,
sep erti yang diungkapkan oleh Andre Hard jana (1991: 2), sekarang ini tidak
banyak penikmat sastra yang melakukan suatu bentu k apresiasi mendalam
terhadap karya sastra yang dibacanya. Keban yakan dari mereka hanya sekadar
membaca untuk mencari hiburan saja. Hal ini d ibuktikan dengan tidak ban yak
kritikus-kritikus sastra di Indonesia. Padahal kritik sastra b erguna untu k
membangun kemajuan sastra ke depannya, b aik untuk pengarang send iri maupun
untuk pihak-pihak terkait.
Dunia sastra mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra. Istilah pro sa
seb enarn ya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas. Ia d apat mencakup
berbagai karya tulis yang ditulis d alam bentu k puisi atau d rama. Pro sa dalam
pengertian kesastraan ju ga disebut fiksi, teks naratif atau wacana naratif dalam
pendekatan struktural dan semiotik. Istilah fiksi berarti cerita rekaan. Hal itu
disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pad a
kebenaran sejarah (Ab rams dalam Bu rhan Nurgiyanto ro, 1995: 2). Istilah fiksi
sering dipergunakan dalam p ertentangannya dengan realitas, sesuatu yang b enar
ad a dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun d ap at d ibuktikan
dengan data empiris. Salah satu karya fiksi yang marak dijumpai adalah cerpen.
Sebagai sebuah karya imajiner, cerpen menawarkan berbagai
permasalahan manusia dan kemanu siaan, hidup dan kehid up an. Pengarang
menghayati berbagai p ermasalahan terseb ut dengan penu h kesungguhan yan g
commit to user
2pandangannya. Oleh karena itu , menurut Alterbern (d alam Burhan Nurgiyanto ro,
1995 : 2) cerpen dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner,
namun biasanya masuk akal dan menga ndung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan antarmanu sia. Pengarang mengemukakan hal itu berd asarkan
pengalaman dan p engamatannya terhadap kehidupan. Hal tersebu t dilakukan
secara selektif d an d ibentuk sesuai d engan tujuannya, sekaligus memasukkan
unsu r hib uran dan p enerangan terhadap p engalaman kehidupan manusia.
Penyeleksian p engalaman kehid up an yang akan diceritakan tentu saja b ersifat
subjektif.
Cerpen sebagai seb uah kisah fiksi menceritakan berbagai masalah
kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Cerpen
merupakan hasil d ialog, kontemp lasi, dan reaksi pengarang terhad ap lingkungan
dan kehid up an. Walau b erupa kha yalan, tak benar jika cerpen dianggap sebagai
hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan p erenungan secara intens,
perenungan terhad ap hakikat hidup dan kehidupan, perenunga n yang dilakuka n
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Oleh karena itu , cerpen merupakan sebuah cerita yang di d alamnya
terkandung unsu r hib uran selain memiliki tuju an estetik. Betapa pun saratnya
pengalaman dan p ermasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah cerpen
haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merup akan bangu nan
struktur yang ko heren, dan tetap mempunyai tujuan estetik. Dunia fiksi dalam
cerpen jauh lebih banyak mengandung berbagai kemungkinan daripad a yang ada
di du nia nyata. Pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyia sati
berbagai masala h kehidupan yang dialami dan menjadi b erbagai kemungkinan
kebenaran yang b ersifat hakiki dan universal dalam cerpennya.
Keterkaitan antara cerpen sebagai karya sastra d an kehid upan manu sia
yang demikian erat memb erikan p etunjuk bahwa karya sastra diciptakan bu kan
tanpa tujuan. Artinya karya sastra bu kan merupakan sesu atu yang kosong tanp a
makna (Ratna Dewi Kumalasari, 2002: 3). Pada dasarnya, setiap kisah dalam
cerita pendek pasti memiliki suatu pesan tersendiri yang ingin disamp aikan
commit to user
3direfleksikan pembaca dalam kehid upan. Namun pada ken yataann ya, tidak
banyak pembaca yang b enar-benar mampu menangkap pesan atau maksud yang
ingin disamp aikan p engarang melalui tu lisannya. Hal ini disebab kan karena tidak
semua pengarang menuliskan dalam b entu k gamblang. Banyak dari mereka yang
menyampaikan melalu i simbo l-simbol lain yang tersembu nyi dalam suatu tand a
bahasa. Pada pembelajaran bahasa, sering ditemui siswa yang merasa kesulitan
menginterp retasi karya sastra kaitannya dengan tema dan amanat.
Menurut W ellek dan Warren (1990: 15), bahasa sastra bersifat banya k
tafsir, berarti ganda dan sangat konotatif. Karya sastra pada dasarnya meliputi
dua wila yah makna (deno tatif d an konotatif) tentu saja usaha merebu t makna
tidak hanya akan berhenti pad a apa yang tersu rat, melainkan ju ga mencari apa
yang tersirat di dalamnya. Untuk mengidentifikasi atau menginterpretasi apa yang
tersurat pada karya sastra, pembaca akan dihadapkan pada sejumlah kemungkinan
pengenalan makna yang cu kup mewakili untu k menaklukkan simbol atau
lambang dan seperangkat tanda-tanda lain yang tersirat di dalam karya sastra.
Sugihastu ti (2002: 3) men yatakan bahwa arti seb uah karya sastra ditentukan oleh
maksud si pengarang. Kualifikasi karya sastra biasanya bertambah apab ila arti
seb uah karya sastra tergantung pada maksud pengarang, sebatas di dalam teks
tersebut terdapat aturan-aturan bahasa yang dap at diu raikan agar mempunyai arti.
Seperti halnya yang diungkap kan oleh Riffatere (dalam A. Teeuw, 1984 : 99)
bahwa susunan bahasa menentukan segala sistem semiotik. Oleh karena itu, sastra
seb agai salah satu sistem semiotik yang di d alamnya d apat ditemukan simbol dari
bentuk-bentuk abstrak bahasa itu.
Berdasarkan pemap aran d i atas, peneliti bermaksud melaku kan kajian
terhadap cerp en sebagai suatu karya fiksi, yang d ikhusu skan pada pengkajian
kumpulan cerpen. Peneliti melakukan kajian terhadap kumpu lan cerp en karena
cerpen memiliki leb ih banyak kemu ngkinan dalam mengemukakan p eristiwa
secara implisit d ari sekadar apa yang diceritakan.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan kajian semiotik d ari sebuah
kumpulan cerpen, yaitu kumpulan cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma.
commit to user
4kumpulan cerp en ini memiliki keunikan dengan kisahnya yang bersifat tradisional
dan feno menal. Kumpulan cerpen Samin mengangkat p eristiwa-peristiwa yang
sed erhana namu n menarik, karena sarat d engan keluguan-keluguan masyarakat
desa. Seperti diu ngkapkan oleh Yant Mujiyanto (Pawon edisi 12, 2007 : 12)
bahwa Antolo gi Samin yang berisi 10 cerpen adalah b uku yang sungguh-sunggu h
menerjemahkan karakteristik wongndesa, dengan idio m-id iom dan b ahasa ndesa,
persoalan dan cara pikir khas ndesa. M emb aca cerpen-cerpen dalam bu ku ini
serasa kita diajak ke pedalaman desa-desa di Jawa, bukan han ya dalam latar
tempat dan suasananya, melainkan ju ga ruhnya, spirit, aspirasi, obsesi, perasaan,
kebahagiaan, dan kebersahajaannya. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ibnu
Megananda (Pawon edisi satu tahun, 2008: 28 ) yang menyataka n bahwa
kumpulan cerp en Samin dicetak sederhana, tapi isin ya tidak sederhana. Walaupun
ad a sepulu h cerpen dengan cerita biasa, tap i cukup sumringah. Sumringah
maksudnya cerita tidak disajikan hanya dengan kalimat kegetiran, namun d engan
logika yang kadang me ngajak pembaca tersenyum.
Berdasarkan pengamatan terbatas d ari peneliti, cerpen-cerpen dalam
kumpulan cerpen Samin memiliki ikatan satu sama lain. Beberapa judul cerpen
dalam kumpu lan cerp en ini memiliki kesatuan ide yang mengacu pada keadaan
politik suatu masa. Pada setiap kisahnya mengandu ng makna yang tersirat yan g
seju jurnya ingin pengarang, yaitu Ku sprih yanto Namma sampaikan kep ada
pembaca. Hal demikian senada dengan yang diungkapkan Yant Mu jiyanto
(Pawon edisi 1 2 2007: 13) b ahwa di sela-sela kesederhanaan pengucap an dan
materi cerita, cerp en-cerpen dalam buku ini menyimpan misteri yang dib iarka n
pengarangnya tetap sebagai misteri.
Berdasarkan data lapangan hasil wawancara dengan b eberapa mahasiswa
pembaca ku mpulan cerpen Samin, peneliti menyimpulkan bahwa b eberapa
pembaca mengalami sedikit kesulitan dalam memahami makna atau maksu d
seb enarn ya ya ng ingin disampaikan oleh pengarang dalam kisahnya. Pembaca
mengalami kesulitan menelaah pern yataan-pernyataan yang d igunakan pengarang
dalam menuangkan ide ceritanya dengan bentuk-bentuk simbol yang b ersifat
commit to user
5Kusprihyanto Namma menggunakan sistem simbol dalam penceritaann ya,
sehingga maksud seb enarnya yang ingin disampaikan pengarang tidak
sesederhana sep erti yang tersurat. Ada pesan tersend iri yang ingin disampaikan
pengarang melalu i cerpen-cerpennya yang tid ak diu ngkapkan secara gamblang,
melainkan menggunakan simbo l-simbol tertentu .
Untuk itulah, p eneliti melakukan penelitian kajia n sem iotik kumpulan
cerpen Samin karya Kusprihyanto Namma. Penelitian ini menekankan pada
pemaknaan karya itu dengan mengidentifikasi iko n, indeks, dan simbol dalam
kumpulan cerpen itu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat d itentukan
ru musan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimanakah identifikasi dan analisis ikon, indeks, dan simbol untuk
menemukan makna semio tik pad a kumpulan cerpen Samin karya
Kusprihyanto Namma?
2. Apakah latar belakang pengara ng (Ku sprihyanto Namma) menggu nakan
unsu r semiotik (iko n, indeks, dan simbo l) tersebut d alam menyamp aikan
ide ceritanya?
3. Bagaimanakah kebermaknaan penggunaan unsur semiotik tersebu t dalam
mendukung keestetikan kumpu lan cerpen Samin karya Kusprihyanto
Namma?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan p enelitian yang ingin dicap ai peneliti adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis iko n, indeks, dan simbol untu k
menemukan makna semio tik p ad a kumpu lan cerpen Samin karya
Kusprihyanto Namma.
2. Mendeskripsikan latar belakang pengarang (Kusprihyanto Namma)
menggunakan u nsu r semiotik (ikon, indeks, dan simb ol) dalam
commit to user
63. Mendeskripsikan kebermaknaan penggunaan u nsur semiotik terseb ut
dalam mendu kung keestetikan kumpu lan cerpen Samin karya
Kusprihyanto Namma.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil p enelitian ini diharapkan dap at memperkaya khazanah pengetahuan
kesastraan khususnya mengenai kajian sem io tik dalam kumpulan cerpen
Samin karya Kusp rihyanto Namma.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, penelitian ini dapat d igunakan untuk referensi mata
pelajaran b ahasa dan sastra Ind onesia kaitannya d engan analisis
cerpen.
b. Bagi peserta didik, penelitian dapat menjadi acu an dalam menganalisis
sastra khususnya kaitannya dengan makna, sehingga membantu
menambah p engetahu an peserta didik dalam mengapresiasi sastra.
c. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan mengenai makna dalam ku mpulan cerpen Samin karya
Kusprihyanto Namma, sehingga dap at diambil nilai po sitif untu k
diap likasikan dalam kehid up an.
d. Bagi peneliti, penelitian ini d apat memberikan pengalaman lebih dan
dap at menggali kemampuan p eneliti dalam bahasa d an sastra
commit to user
7dikenal seb agai Bapak Lingu istik tetapi juga banyak dirujuk sebagai tokoh
semiotik dalam buku nya Cou rse in Genera l Linguistics (1916). Selain itu ada
toko h yang penting dalam semiotik yaitu Charles Sanders Peirce (1839 -
1914) seorang filsu f Amerika dan Charles Williams Morris (1901 - 1979)
yang mengembangkan behaviouris semiotics. Tokoh semiotik yang
mengembangkan teori-teo ri semiotik modern adalah Ro land Barthes (1915 -
1980), Algirdas Greimas (1917 - 1992), Yuri Lotman (1922 - 1993),
Christian Metz (193 - 1993), Umberco Eco (1932), dan Ju lia Kristeva (1941).
Linguis selain Sau ssure yang bekerja dengan semio tics framework adalah
Louis Hjlem slev (1899 - 1966) d an Roman Jakobson (1896 - 1982).
Strukturalisme adalah sebu ah metode yang telah diacu oleh
banyak ahli semiotik yang did asarkan pad a mod el linguistik struktural
Sau ssure. Struktu ralis mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai
bahasa-bahasa, Strauss denga n mith, kinship dan totemisme, Lacan dengan
mencoba mengembangkan penggunaa n tanda d alam situasi sosial yang
spesifik.
Tid ak d apat disangkal lagi bahwa lahirnya semiotik khususnya di
commit to user
8mendahuluinya dalam perkembangan ilmu pengetahuan budaya.
Perkembangan d ari strukturalis ke semio tik dapat dib agi dua yaitu yang
melanjutkan sifat strukturalisme dan yang meninggalkan sifat strukturalisme.
b. Pengertian Semiotik
Tu juan analisis karya sastra adalah mengungkapkan makna. Karya
sastra hanyalah karya yang bersifat artefak jika tidak diketahui makna
menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda dan menentu kan
konve nsi-konve nsi yang memungkinkan karya sastra memiliki makna.
Sejala n dengan pendapat di atas, Nyo man Kutha Ratna (2004: 97)
menyatakan bahwa:
Semio tika berarti stud i sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, ap a manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dip enuhi oleh tanda, dengan perantaraan tand a-tanda proses kehidupan menjadi lebih efisien, dengan perantaraan tanda-tanda manusia dapat
berkomu nikasi dengan sesamanya, sekaligus mengadakan
pemahaman yang lebih baik terhad ap dunia.
Preminger dalam Rachmat Djoko Pradopo (2005: 119) men yatakan
sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi-konve nsi
tambahan dan meneliti ciri atau sifat yang menyebab kan bermacam-macam
cara agar wacana memiliki makna. Hal ini berarti penekanan pendekatan
semiotik ad alah pemahaman makna karya sastra melalui tanda-tanda dalam
commit to user
9Suwardi Endraswara (2003: 64) menyatakan b ahwa penelitian
semiotik adalah studi tentang tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tand
a-tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga tercip ta
sistem, ko nvensi, dan aturan-atu ran tertentu yang perlu dimengerti oleh
peneliti. Tanpa memp erhatikan hal-hal yang terkait d engan tand a, maka
pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap. Makna karya sastra tidak akan
tercapai secara optimal jika tidak dikaitkan dengan wacana tanda.
Pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure menyebutkan
bahwa bahasa merupakan sistem tanda. Sebagai su atu tand a, bahasa bersifat
mewakili sesu atu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai su atu sistem
tanda dalam teks kesastraan, tid ak hanya menyaran p ada sistem (tataran)
makna tingkat pertama, melainkan terlebih pada sistem makna tingkat kedua
(Cu ller dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39).
Alex Sobur (2006: 15) menyatakan bahwa semiotika adalah suatu ilmu
atau metode analisis untuk mengkaji tand a. Tanda-tanda ad alah perangkat
yang digu nakan untuk mencari jalan d i dunia, di tengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia. Semiotik pada dasarnya bertujuan mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai berbagai hal (things).
Kegiatan memaknai (to sinify) tidak d ap at d icampuradukkan dengan
mengomunikasikan (to commun icate). Memaknai berarti bahwa ob jek-objek
tid ak han ya membawa info rmasi, tetapi juga mengonstitu si sistem terstruktur
dari tanda.
yang berada di lingkungan sekitar. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan
anggo ta badan, mimik, karya seni, sastra, d an sebagainya. Morris dalam
Yasraf Amir Piliang (2003: 256) menjelaskan bahwa analisis sem io tik
commit to user
10ketiga nya saling berkaitan satu sama lain. Sintaktik berkaitan dengan studi
mengenai tanda secara individual maupun ko mbinasinya, khu susnya analisis
yang bersifat deskriptif tentang tanda dan kombinasinya. Semantik adalah
studi mengenai relasi antara tanda dan signifikasi atau maknanya. Pragmatik
adalah stu di mengenai relasi antara tand a dan penggu nanya, khususnya yang
berkaitan dengan penggunaan tanda secara konkrit dalam berbagai p eristiwa
serta d amp aknya tehadap pengguna. Pragmatik berkaitan dengan nilai,
maksud, dan tujuan dari sebuah tanda.
Berdasarkan b eberapa pend apat d i atas, dapat disimp ulkan b ahwa
semiotik ad alah ilmu yang mengkaji tanda dan penggunaannya dalam suatu
usaha untu k menemukan makna. Tanda dapat mewakili berbagai hal seprti
fenomena kehidupan, pikiran, p erasaan, perila ku manusia, bahasa, dan
sebagain ya.
c. Teori Semiotik
Perkembangan teori semiotik saat ini dapat dibedakan ke d alam dua
je nis semiotika, yaitu semio tik ko munikasi dan semiotik signifikansi. Semiotik
komunikasi menekankan diri pad a teori produ ksi tanda, sed angkan semio tik
signifikasi mene kankan p emahaman, dan atau pemberian makna suatu tanda.
Produ ksi tanda dalam semiotik komunikasi, mensyaratka n adan ya pengiriman
informasi, penerima informasi, su mber, tanda-tanda, saluran, p roses
pembacaan, dan kode. Semio tik signifikasi tidak mempersoalkan produksi dan
tujuan komu nikasi, melainkan menekankan bidang kajiannya pada segi
pemahaman tanda-tanda serta bagaimana proses kognisi atau interpretasinya.
1) Teori Semiotik Peirce
Peirce (d alam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 41) menyatakan bahwa:
“Sesuatu itu dapat disebut sebagai tand a jika ia mewakili sesuatu yang
lain. Sebuah tanda yang d iseb utnya sebagai representation haruslah
mengacu pada sesu atu yang disebutnya sebagai objek acuan”. Proses
perwakila n itu disebut dengan semiosis. Semiosis adalah suatu proses di
mana suatu tanda b erfungsi seb agai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang
commit to user
11Panuti Sud jiman (1991 : 1) menerangkan b ahwa Peirce
mengusu lkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika. Menu rut Peirce,
logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu
dilakukan melalu i tand a-tanda yang memungkinkan berpikir, b erhubungan
dengan orang lain, d an memberi makna pad a apa yang ditampilkan oleh
alam semesta.
Peirce dalam Suwardi Endraswara (2003: 65) menawarkan sistem
tanda yang harus diungkap. M enurut Peirce, ada tiga faktor yang
menentukan adanya tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang d itand ai, dan
seb uah tanda baru yang terjadi d alam batin penerima tanda. Ada kaitan
representasi (menghadirkan) antara tanda dan yang ditandai. Kedua tanda
itu akan melahirkan interpretasi dalam b ena k penerima. Hasil interp retasi
tersebut merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan.
Peirce membedakan hubungan a ntara tanda dengan acuannya ke
dalam tiga jenis hubungan, yaitu a) Ikon, jika berupa hubungan kemiripan
b) Indeks, jika berupa hubungan ked ekatan eksiste nsi c) Simb ol, jika
berupa hubungan yang su dah terbentuk secara konvensi.
Tanda yang berup a ikon misalnya foto , peta geo grafis, penyebutan
atau p enemp atan di bagian awal atau depan (sebagai tanda sesuatu yang
dip entingkan). Tanda yang berupa indeks misalnya, asap hitam teb al
membu mbung menandakan kebakaran, wajah yang terlihat muram
menandakan hati yang sedih, dan sebagainya. Tanda yang berupa simbol
mencakup berbagai hal yan g telah mengonvensi d i masyarakat. Antara
tanda dengan objek tak memiliki hubungan kemiripan, melainkan
terb entu k karena kesepakatan. Misalnya b erb agai gerakan anggota badan
menandakan maksud -maksud tertentu, warna tertentu melambangkan
sesuatu yang tertentu pula.
Pada suatu teks kesastraan, ketiga jenis tenda tersebut sering hadir
bersama dan sulit dipisahkan. Jika sebuah tanda itu dikatakan sebagai
ikon, ia harus mengandung penonjolan iko n, dibanding ciri yang lain.
commit to user
12merupakan tanda yang paling canggih karena berfu ngsi untuk penalaran,
pemikiran dan perasaan. Namun indeks dapat dipakai untuk memahami
watak tokoh teks fiksi yang mempunyai jangkau an eksistensial yang dapat
melebihi simbol.
Peirce (d alam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 43 ) membedakan iko n
menjadi tiga macam, yaitu ikon topologis, diagramatik, dan metaforis.
Termasuk dalam iko n topologis jika terdapat istilah-istilah yang tergolong
wilayah makna spasialitas. Termasu k ikon diagramatik jika terdap at
wilayah makna relasional. Termasuk ikon metafora jika dalam pembuatan
deskripsi mengharu skan dipakainya metafora sebagai istilah. Panuti
Sud jiman (1991 : 18 ) menjelaskan ciri karakteristik iko n metafora adalah
tidak adan ya kemiripan antara tanda dan acuannya, tetapi antara kedua
acuan diacu dengan tanda yang sama.
Panuti Sudjiman (1991: 11) menyatakan bahwa teks memiliki ikon
jika ada persamaan suatu tanda tekstu al dengan acuannya. Acuan dap at
bersifat ko ngkret ataupun abstrak, nyata atau imajiner. Acu an itu mungkin
ad a, pernah ada, atau mungkin aka nad a di masa yang akan datang. Semua
yang dap at dibayangkan oleh pikiran manusia dapat merupakan acuan
suatu tanda.
Martinet (2010 : 49 ) mengungkapkan bahwa indeks itu ad a, b isa
dip ersepsi, terlihat jelas, bagi disposisi manusia. Manusia itulah yang
harus mengidentifikasikan apa yang diindikasikann ya dan memberi indeks
tersebut interpretasi yang diinginkannya. Morris (dalam M artinet, 2010:
58) menyebut simbol dengan istilah tanda dari tand a, yaitu tand a yang
dip roduksi seb aga i pengganti satu tanda lain. Tand a lain itu adalah
sino nim dari tanda tersebut.
2) Teori Semiotik Saussure
Teori Saussure sebenarnya berkaitan d engan pengembangan teori
linguistik secara umum, maka istilah-istilah yang d ipakai untuk bidang
kajian semiotik meminjam dari istilah dan model-model linguistik.
commit to user
13Nurgiyanto ro, 1994: 43) memiliki du a unsur yang tak terpisahkan:
signifier dan signified, sign ifiant dan signifie, penand a dan petanda. Wujud
signifiant dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau tulisan, sed angkan sig nifie
ad alah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkand ung dalam
mengungkapkan atau mewakili acuannya, walau pun tand a tersebut tidak
dapat mendeskripsikan objek secara mutlak.
Alex Sobur (2006: 46) menerangkan bahwa ad a lima pandangan
Saussure yang selanjutnya menjadi peletak dasar dari struktu ralisme Le
vi-Strauss, yaitu pandangan tentang sig nifier (penanda) dan signified
(petand a), fo rm (bentuk) dan content (isi), langue (bahasa) dan parole
(ujaran), synch ron ic (sinkronik) dan dia chronic (diakronik), serta
syn tag matic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik).
Salah satu teori Saussure yang dipergunakan secara luas di bidang
kajian kesastraan adalah konsep sintagmatik dan p arad igmatik. Hubungan
yang bersifat linier disebut hubungan sintagmatik, sedangkan hubungan
yang aso sisatif disebut dengan hu bu ngan paradigmatik. Karya fiksi
memiliki hubungan antara penanda dan petanda yang jumlahnya sangat
banyak. Pertama akan dapat dilihat aspek formal karya itu yang dap at
berupa deretan kata, kalimat, alinea, dan seterusnya sampai akhirnya
membu at teks yang utuh. Tiap aspek formal b erhubungan dengan makna,
seb ab tak mu ngkin kehadiran aspek formal itu tanp a dihadiri ko nsep
makna. Hal ini merupakan hubungan asosiatif atau paradigmatik.
Hubungan sintagmatik dip ergu nakan untuk menelaah struktur karya
dengan menekankan urutan satuan-satuan makna karya yang dianalisis.
commit to user
14la in dalam proses komunikasi. Morris menyamakan dimensi ini
dengan poetic fungtion yang dikemukakan oleh Jacobson dan
pendekatan objektif milik Abrams. Bila dibandingkan d engan
pendekatan objektif milik Abrams, d imensi sintaktik menekankan
bahwa struktur intrinsik karya sastra merupakan sistem tand a.
b) Dimensi pragmatik yang meliputi p engirim dan penerima pesan.
Contohnya d alam kehidupan sehari-hari peran p engirim dan
penerima pesan d apat saling bergantian secara terus-menerus,.
Penerima pesan dapat menjad i pengirim pesan, begitupun sebaliknya
pada situ asi komu nikasi biasa. Tetapi d alam ranah sastra, pergantian
tersebut tidak dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena antara penulis
dan pembaca, antara seniman dan penikmat memiliki kedudu kan
yang tidak sejajar bahkan bertentanga n. Pada ilmu sastra aspek
ekspresif dan p ragmatik perlu ad a penjelasan agar jelas
perbed aannya.
c) Dimensi semantik yang memiliki kesamaan dengan fungsi mimetik
atau referensial. Klaus memb ed akan dimensi ketiga ini d engan istilah
sigmantik d an semantik. Semantik diartikan sebagai makna
ko nseptu al yang dicetu skan oleh Sausu re bahwa tanda seb agai dwi
tungga l signifiant dan signifie, yang artin ya dimiliki oleh pemakai
bahasa, terlepas dari situasi komunikasi yang konkrit. Kemudian
sigmatik menurut Klaus diartikan sebagai aspek referensial, acuan
tanda dalam p enerapannya pad a sesuatu d alam kenyataan.
4) Teori Semiotik Roland Barthes
Teori ini d ikemukakan o le h Roland Barthes (1915 - 1980). Barthes
commit to user
15denotasi dan konotasi (Kurniawan, 2001: 23). Denotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hu bungan penanda dan petanda p ada
realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, d an p asti. Konotasi
adalah tingkat pertandaan ya ng menjelaskan hubungan penand a dan
petanda yang di d alamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak
langsu ng, dan tidak p asti.
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussu re
tertarik pada cara kompleks pembentukan ka limat dan cara bentuk-bentuk
kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pad a kenyataan bahwa
kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasin ya. Roland Barthes meneru skan pemikiran
tersebut dengan menekankan interaksi antara teks d engan pengalaman
personal dan kultural p enggu nanya, interaksi antara konvensi dalam teks
dengan konvensi yang d ialami dan diharapkan oleh penggunanya.
Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of significa tion, mencakup
denotasi atau makna seb enarnya dan konotasi, yaitu makna gand a yang
lahir dari pengalaman kultural dan perso nal. Di sinila h titik perbedaan
Saussure dan Barthes, meskipun Barthes tetap mempergunaka n istilah
signifier-signified yang diusung Saussure.
Alex Sobur (2006: 68) menerangkan bahwa salah satu area penting
yang dirambah Barthes d alam studinya tentang tanda adalah peran
pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tand a, membutuhkan
keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes mengu las sistem
pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas sistem lain yang telah
ad a sebelu mnya. Sastra merupakan co ntoh paling jelas sistem pemaknaan
tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama.
Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut d engan konotatif, yang didalam
Mythologies-nya ia b edakan dari denotatif atau sistem p emaknaan tataran
commit to user
165) Teori Semiotik Umberto Eco
Littlejohn dalam Ale x Sobur (2006: 72) menyebut Umberto Eco
seb agai ahli semiotik yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda
yang paling komprehensif dan kontemporer. Menuru t Littlejohn, teo ri Eco
penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semio tika sebelumnya dan
membawa semiotik secara lebih mend alam. Panuti Sudjiman (1991: 26)
memaparkan bahwa Umberto Eco mencoba menggali kemungkina n
teo retis dan fungsi sosial sebuah pendekatan yang utuh terhadap tiap gejala
signifikasi atau ko munikasi dalam buku nya A Th eory of Semiotics.
Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan,
dan ingin memusatkan perhatian p ada modifikasi sistem tanda. Eco
kemudian mengu bah konsep tanda menjad i konsep fungsi tanda. Eco
menyimpulkan bahwa satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat
ditawar, melainkan su atu tempat pertemuan bagi unsu r-unsur indep enden
yang berasal dari sistem dan tingkat yang b erbed a. Eco menggunakan
“kode-s” untuk menu njukkan kode yang dip akai sesuai struktur bahasa.
Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tid ak memiliki arti apapu n, dan
dalam pengertian yang paling rad ikal tid ak berfungsi secara linguistik.
Kode-s bisa bersifat denotatif bila suatu pernyataan bisa dipaham i secara
harfiah, atau konotatif bila tampak kod e lain dalam pernyataan yang
sama. Penggunaan istilah ini hampir serupa d engan karya Saussure. Eco
ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang b ersifat
lebih dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Sau ssure.
6) Teori Semiotik Ogden & Richard
Odgen dan Richards (dalam Leech, 2 003: 8) pad a tahun 1923 telah
merasa yakin akan kemajuan ilmu pengetahu an d an me nyatakan bahwa:
“Selama b eberapa tahun terakhir ini, kemajuan d i dalam bidang biologi
dan penelitian psikologis terhad ap memo ri dan keturu nan, telah
commit to user
17dan di sinilah tampak bahwa gagasan dan bahasa haru slah d iperlakukan
dengan cara yang sama”.
Odgen dan Richards menyingkirkan tesis-tesis Sau ssuran yang
mereka a nggap tidak ilm iah d alam buku mereka The Mean ing of Meaning.
Apa yang mereka pikirkan adalah triad : pemikiran, kata, dan hal. Mereka
sangat memperhitungkan simbolisme atau studi tentang peran yang
berkaitan dengan kemanusiaan oleh b ahasa dan simbo l jenis apapu n,
teru tama pengaruh bahasa dan simbol terhadap pemikiran. Od gen dan
Richards mempresentasikan relasi antara ketiga faktor triad itu dengan
menggunakan sebuah segitiga.
PEMIKIRAN ATAU REFERENSI
m en gg antika n (relasi imputasi)
SIMBOL REFEREN
Gambar 1. Segitiga relasi triad Od gen dan Richards
7) Teori Semiotik Bloomfield
Bloomfield , yan g dipengaruhi oleh p sikologi b ehaviorisme,
mengemb angkan teori b ahwa makna b ahasa muncul karena terjadinya
proses stimulus dan respon. Orang berbahasa karena adan ya stimulus dari
lingku ngann ya, yang haru s mereka respon melalui bahasa. Dengan
demikian, Bloo mfield melihat bahwa b ahasa bu kan merup akan fenomena
semiotis melainkan fenomena p sikologis behavioristik atau perilaku.
Pandangan seperti ini menegaskan ken yataan bahwa bahasa merupakan
commit to user
18Leech (2003 : 9) menerangkan bahwa Bloomfield menulis suatu
konsep tentang ‘unified science’ (ilmu p engetahuan tunggal), yaitu adanya
gagasan bahwa semua disiplin ilmu, dari fisika sampai p siko logi, dapat
digab ungkan menjadi suatu bentuk ilmu pengetahuan yang monolitik.
d. Macam-Macam Semiotik
Pateda (dalam Alex Sobur, 2006 : 15 ) menyatakan bahwa terdapat
semb ilan macam semiotik antara lain:
1) Semiotik analitik
Semiotik analitik merup akan semiotik yang menganalisis sistem
tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekka n tanda dan
menganalisisnya menjadi ide, ob jek dan makna. Ide dapat dikatakan
sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terd ap at dalam
lambang yang mengacu p ad a objek tertentu.
2) Semiotik deskriptif
Semiotik d eskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda
yang dapat dialami sekarang meskipun ada tanda yang se jak dahulu
tetap.
3) Semiotik fau nal (zo osemiotic)
Semiotik faunal (zoosemiotic) merupakan semio tik yang khusus
memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4) Semiotik ku ltural
Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem
tanda yang ad a dalam kebudayaan masyarakat.
5) Semiotik naratif
Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam
narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (fo lklore).
6) Semiotik natural
Semiotik natural adalah sem io tik yang khu sus menelaah sistem tand a
yang dihasilkan oleh alam.
commit to user
19Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus memb ahas
sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
8) Semiotik sosial
Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusu s menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lamb ang, baik
lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat.
9) Semiotik struktural
Semiotik struktural adalah semiotik yang khu sus menelaah sistem tand a
yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
Menurut Zo est (d alam Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 105) dikaitkan
dengan bidang-bidang yang dikaji, pada umumnya semiotika d apat dib edakan
menjadi tiga a liran, yaitu:
1) Aliran semiotika ko mu nikasi, yaitu semiotik d engan intensitas kualitas
tanda dalam kaitannya dengan pengirim d an penerima, tanda yang
disertai dengan maksud, yang digunakan secara sadar, sebagai signal.
2) Aliran semio tika kono tatif, yaitu semiotik yang berdasarkan ciri-ciri
denotasi kemudian dipero leh makna konotasinya, arti pada bahasa
sebagai sistem model kedua, tand a-tanda tanp a maksu d langsung,
sebagai symptom. Aliran semiotika ko notatif selain diterapkan dalam
sastra juga diterapkan dalam b erbagai bidang kemasyarakatan. Aliran ini
dipelopori o leh Ro land Barthes.
3) Aliran semiotika ekspansif, diperluas dengan bidang psiko logi yang
dipelopo ri oleh Freud, so siologi dipelopori oleh Marxis, dan filsafat
yang dip elopori oleh Julia Kristeva.
e. Bahasa sebagai Sistem Semiotik
Faktor p ertama dalam model semiotik sastra yang harus diberi tempat
yang selayaknya adalah bahasa itu sendiri, sebagai sistem tand a yang
kompleks d an beragam (Teeuw, 1984: 60). Rachmat Djoko Pradopo (1997:
122 ) menyatakan bahwa b ahasa merupakan sistem tand a yang kemu dian
dalam karya sastra menjadi mediumnya. Bahasa merupakan sistem tanda
commit to user
20sistem tanda tingkat pertama itu disebut meaning (arti). Karya sastra itu juga
merupakan sistem tanda yang berdasarkan konvensi masyarakat. Karya sastra
merupakan sistem tand a yang lebih tinggi kedudu kannya dari b ahasa, maka
membedakannya arti bahasa itu d isebut makna (sig nificance).
Weissbrod (1998: 2) menerangkan bahwa: “Even dan Zohar sugg ested
viewing literature a polysystem, a system of systems, wich can described by a
series of oppositions”. Karya sastra bukan han ya sekedar tulisan yang tidak
bermakna dan dibuat sesuka hati, namun karya sastra dibuat dengan
memperhatikan aturan atau sistem. Sistem-sistem tersebut melip uti u
nsur-unsur struktural, keindahan, nilai-nilai, dan sebagainya.
Studi sastra bersifat semiotik merup akan usaha untuk menganalisis
suatu karya sastra. Kajian semiotik sebagai suatu sistem tanda-tanda dan
menentukan ko nvensi-konve nsi apa yang memungkinkan karya sastra
mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi d i dalam struktu r sastra
atau hubungan d alam antarunsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam
makna ( Rachmat Djoko Pradopo , 2002: 123).
Ada banyak cara yang ditawarkan dalam rangka menganalisis karya
sastra secara sem io tik. Nyo man Kutha Ratna (2004: 104) menyebutka n cara
yang paling u mum adalah dengan menaganalisis karya melalui dua tahapan
sebagaimana ditawarkan oleh Wellek dan Warren, yaitu analisis intrinsik
(mikrostruktu r) dan analisis ekstrinsik (makrostruktu r). Cara yang lain
sebagaimana dikemukakan oleh Abrams dilakukan dengan menggabu ngkan
empat aspek, yaitu pengarang (ekspresif), semestaan (mimetik), pembaca
commit to user
212. Hakikat Cerita Pendek (Cerpen)
a. Pengertian Cerita Pendek
Poe (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 10) menyatakan bahwa:
“Cerp en adalah seb uah cerita yang selesai dibaca d alam sekali duduk,
kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam”. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, Jakob Sumard jo dan Saini K.M . (1988: 30 ) menyatakan bahwa cerita
pendek adalah cerita berbentuk prosa yang relatif pendek. Ukuran pendek di
tid ak boleh dipenuhi oleh hal-hal yang tidak p erlu.
Berkaitan dengan hal terseb ut, Satyagraha Hoerip dalam Atar Semi
(1993: 34) menerangkan bahwa cerpen ad alah karakter yang dijabarkan lewat
rentetan kejadian daripada kejadian-kejad ian itu send iri satu persatu. Peristiwa
yang terjadi di dalamn ya merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan.
Tentang panjangnya, Reid menyeb utkan antara 1600 kata sampai dengan
20.000 kata. Sementara Tasrif menyatakan bahwa panjang cerita p endek
pekat. Keterbatasan yang dimiliki jelas tidak memberi kesempatan bagi
cerpen untuk menjelaskan dan mencantumkan segalanya. Cerpen dituntut
menyampaikan sesuatu yang tidak kecil, walaupun dengan jumla h kata yang
sedikit. Oleh karena itu, cerpen menyuguhka n kebenaran yang dicip takan,
dipadatkan, digayakan, dan d iperkokoh oleh kemampuan imajinasi
commit to user
22Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimp ulkan b ahwa
cerpen adalah cerita fiksi berbentuk prosa yang bersifat p end ek dan terbatas.
Pendek d an terbatas mencakup segi tokoh, alu r, p eristiwa, setting, dan
sebagain ya.
b. Ciri-Ciri Cerpen
Menurut Poe (dalam Habb iburahman, http://lulukeche.multiply.com/
jo urnal/item/, 27 M ei 2010) , cerpen harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
1) Cerita pendek harus pendek. Di samping itu juga harus memberi kesan
secara terus-menerus hingga kalimat terakhir, berarti cerita pendek haru s
ketat dan tidak mengobral d etail. Dialog dalam cerita pend ek hanya
diperlu kan untu k menampakkan watak, menjalankan cerita, atau
menampilkan masalah.
2) Cerita pendek mengalir dalam aru s untuk menciptakan efek tunggal dan
unik. Ketunggalan p ikiran dan aksi dapat dikem bangkan melalui satu
garis dari awal sampai akhir. Cerita pendek tak dimungkinkan terjadi
aneka peristiwa digresi.
3) Cerita pendek harus ketat dan padat. Setiap detail harus mengarah pada
satu efek saja yang berakhir p ada kesan tunggal. Oleh sebab itu
ekonomisasi kata dan kalimat sebagai salah satu ketrampilan yang
dituntu t b agi seorang cerpenis.
4) Cerita pendek harus mampu meyakinkan pembacanya b ahwa ceritanya
benar-benar terjad i, bukan suatu buatan, rekaan. Itu lah sebab nya
dibu tu hkan suatu keteramp ilan khusus, ad anya konsistensi dari sikap dan
gerak tokoh, b ahwa mereka benar-benar hidup, sebagaimana manusia
yang hidup.
5) Cerita pendek haru s menimbulkan kesan yang selesai, tid ak lagi
mengusik dan menggo da, karena ceritanya sep erti masih berlanjut.
Kesan selesai itu benar-benar meyakinkan pembaca, bahwa cerita itu
telah tamat, sampai titik akhirnya, tidak ada jalan lain lagi, cerita
commit to user
23Henry Gu ntur Tarigan (1 984: 177 ) mengungkapkan ciri-ciri cerpen,
antara lain: 1) Singkat, padu dan ringkas (brevity, unity, dan intensity); 2)
Memiliki unsur utama berupa adegan, toko h, dan gerakan (scene, character,
and action); 3) Bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive,
suggestive, and alert); 4) Mengandung impresi pengarang tentang konsepsi
kehidupan; 5) M emb erikan efek tunggal dalam pikiran pemb aca; 6)
Mengandung detail dan insid en yang b etul-betul terp ilih; 7) Ada p elaku
utama yang b enar-benar menonjo l dalam cerita; 8) Menyajikan keb ulatan efek
dan kesatuan emosi.
c. Unsur-Unsur Cerita Pendek
Cerpen seb agai suatu karya fiksi, merup akan satu kesatuan yang terdiri
dari b eberap a unsu r. Unsu r-unsu r itu saling berkaitan, tidak terpisahkan satu
sama lain, dan b ersama-sama membentuk cerita (Rusyana dalam Mu hammad
Pujio no, 2006: 9). Unsur-unsur yang membentuk cerpen terdiri unsur intrinsik
dan ekstrinsik.
Unsu r ekstrinsik adalah u nsur-unsur yang berada di luar karya sastra,
tetapi tidak secara langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra. Unsur intrinsik ad alah unsur-unsur ya ng membangu n kar ya sastra
itu sendiri (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 23). Unsu r intrinsik terdiri dari tema,
alur, penokohan, setting, sudut pandang, dan seb againya.
1) Tema
Herman J. Walu yo dan Nugraheni (2008 : 10 ) menyebu tkan tema
seb agai gaga san pokok dalam cerita fiksi. Jakob Sumardjo dan Saini K.M.
(1988 : 56) men yatakan bahwa tema adalah ide sebuah cerita. Tema dalam
seb uah cerpen bisa disamakan dengan po ndasi sebuah b angunan. Tidaklah
mu ngkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi. Dengan kata lain
tema ad alah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen, pesan atau
amanat, dasar tolak u ntuk membentuk rangkaian cerita, atau dasar tolak
untuk bercerita.
Hal senada juga disampaikan oleh Bu rhan Nurgiyantoro (1995:
commit to user
24dasar umum sebuah kar ya sastra. Gagasan dasar umum inilah yang telah
ditentukan sebelu mnya oleh p engarang yang d igu nakan u ntuk
mengemb angkan cerita”. Panuti Sudjiman (1988: 50) juga menyebut tema
seb agai gagasan, id e, atau p ilihan utama yang mendasari suatu karya
sastra.
Berdasarkan pemaparan tersebut, d ap at disimpu lkan b ahwa tema
ad alah ide pokok suatu cerita yang d igunakan sebagai acuan untu k
mengemb angkan kisah atau peristiwa dalam karya sastra tersebu t. Setiap
cerita pasti mempu nyai ide pokok, yaitu sesuatu yang hendak disampaikan
pengarang kepada para pemb acanya. Sesuatu itu biasanya adalah masalah
kehidupan, ko mentar pengarang mengenai kehidupan, atau p andangan
hidup si pengarang dalam menempu h kehid up an. Pengarang tidak dituntut
menjelaskan temanya secara gamblang dan menyeluruh, tetap i ia bisa saja
hanya menyampaikan sebuah masalah kehid up an kemud ian terserah
pembaca bagaimana menyikapi dan menyelesaikannya.
Stanto n (dalam Herman J. W aluyo dan Nugraheni, 2008: 13)
mengungkapkan bahwa ada beberapa cara untuk menafsirkan tema, yaitu
a) harus memp erhatikan detail yang menonjol dalam cerita rekaan; b) tidak
terp engaru h oleh detail cerita yang kontradiktif; c) tidak sep enuhnya
tergantung oleh bukti-bukti implisit, tetapi haru s yang eksplisit; d ) tema itu
diu jarkan secara jelas oleh cerita b ersangkutan. Fakto r pengarang dengan
pandangan-pandangannya turut menentukan tema karyanya.
2) Alur atau Plot
Panuti Sudjiman (1988 : 29) menyatakan b ahwa dalam sebuah
cerita rekaan b erbagai cerita disajikan dalam u rutan tertentu . Peristiwa
yang diurutkan itu membangun tulang punggu ng cerita, yaitu alu r. Alur
yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek
tertentu (Habbiburahman, http ://lulukeche.multiply.com/ journal/item/, 27
Mei 2010). Sehubungan dengan hal tersebu t, Jakob Sumardjo d an Saini
K.M. (1988: 49) mengungkap kan bahwa: “Alur adalah hal yan g
commit to user
25Semi (1993: 44) menyatakan bahwa alur merupakan kerangka dasar yang
amat p enting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus saling
berkaitan, bagaimana satu p eristiwa mempunyai hubungan d engan
peristiwa lainnya, dan b agaimana agar to koh terikat dalam satu kesatuan
waktu.
Plo t menurut Burhan Nurgiyantoro (1995: 94) berbeda dengan
cerita. P lot bersifat lebih kompleks daripada cerita. Plot lebih menekankan
permasalahannya pada hubu ngan kasualitas, kelo gisan hubungan
antarperistiwa yang dikisahkan dalam karya naratif yang bersangku tan.
Herman J. Waluyo dan Nugraheni (2008: 14) menyeb ut alur sebagai
kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukkan hubungan seb ab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar
pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, d apat disimpulkan b ahwa
alur atau plot adalah rangkaian p eristiwa yang saling berkesinambu ngan,
menunjukkan adan ya hubungan sebab akibat, d an membentuk jalinan
cerita yang utu h.
Atar semi (1993 : 44) men yatakan baik tidaknya sebu ah alur
ditentukan o leh 3 hal, yaitu:
a) Apakah tiap p eristiwa susul men yusul secara lo gis dan alamiah.
b) Apakah tiap peristiwa sudah cukup tergambar atau dimatangkan
dalam peristiwa sebelumnya.
c) Apakah p eristiwa itu terjadi secara keb etulan d engan alasan yang
masuk akal dan dapat dipahami.
Menurut Habb iburahman (http ://lu lukeche.multiply.com jou rnal/
item/, 27 M ei 2010 ) jenis plot bisa disederhanakan menjad i tiga jenis,
yaitu:
a) Plo t keras, jika akhir cerita meledak keras di luar dugaan pembaca.
b) Plo t lembut, jika akhir cerita berupa bisikan, tidak mengejutkan
pembaca, namun tetap disampaikan dengan mengesan sehingga
commit to user
26c) Plo t lembut-meled ak, atau plot meledak-lembut ad alah campuran
plo t keras dan lembu t.
Dari segi sifat, alur cerpen dibedakan menjadi:
a) Terbu ka. Jika akhir cerita merangsang pembaca untu k
mengembangkan jalan cerita, di samping masa lah dasar perso alan.
b) Tertutup. Akhir cerita tidak merangsang pembaca untuk meneru skan
ja lan cerita.
c) Campuran keduanya.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1988:49) bagian-bagian
dalam p lo t, yaitu pengenalan, timbulnya konflik, ko nflik memuncak,
klimaks, dan pemecahan soal.
Friedman (dalam Herman J. Walu yo dan Nugraheni, 2008 : 22)
menyebutkan tiga jenis plo t, yaitu : a) plo t peruntungan; b) plot
penokohan; dan c) p lot p emikiran. Termasuk alur peruntu ngan jika
memaparkan kesedihan, sifat sinis, p enghukuman, sifat sentimental, atau
kekaguman. Termasuk alur penokohan jika alur menunjukkan
perkembangan watak tokoh-toko hnya, perbaikan nasib hid up , atau
perkembangan ke ara h kedewasaan tokoh-tokoh. Termasuk alur pemikiran
jika menunjukkan peristiwa yang mampu membuka rahasia atau
perkembangan pemikiran to koh-tokohnya.
3) Penokohan
Penokohan yaitu pencip taan citra tokoh dalam cerita
(Habbiburahman, http ://lulukeche.multiply.co m/journal/item/, 27 Mei
2010). Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan
kehadirann ya. Pada cerpen mod ern, b erhasil tidaknya seb uah cerpen
ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter
tokoh tersebut. Penokohan, yang di dalamn ya ada perwatakan sangat
penting b agi sebuah cerita, bisa d ikatakan ia sebagai mata air kekuatan
seb uah cerita pendek.
Burhan Nurgiyantoro (1995: 166) memaparkan bahwa istilah
commit to user
27ia sekaligus menca kup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan,
dan bagaimana penempatan pelukisann ya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, d apat disimpulkan b ahwa
penokohan ad alah penggambaran tokoh dalam suatu cerita yang meliputi
siap a dan bagaimana to ko h tersebu t berp eran dalam cerita.
Atar Semi (1993: 39) menjelaskan bahwa ada dua macam cara
memperkenalkan to koh dan perwatakan tokoh, yaitu:
a) Secara analitik, yaitu pengarang langsung memap arkan tentang
watak atau karakter tokoh.
b) Secara dramatis, yaitu menggambarkan perwatakan yang tidak
disampaikan secara langsu ng. Hal tersebut dapat disampaikan
melalui pilihan nama tokoh, penggamb aran fisik, cara berp akaian,
tingkah laku, d an melalui dialo g.
Menurut Hab biburahman (http ://lu lukeche.multiply.com/journal/
item/, 27 Mei 2010) pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat
lahir (rupa, bentuk) d an sifat batin (watak, karakter). Sifat tokoh tersebut
bisa diungkap kan dengan berbagai cara, di antaranya melalui:
a) Tindakan, ucapan dan pikirannya
b) Temp at tokoh tersebu t b erada
c) Benda-benda di sekitar tokoh
d) Kesan tokoh lain terhadap dirin ya
e) Deskripsi langsu ng secara naratif pengarang
Hal serupa juga diungkapkan oleh Jakob Sumardjo dan Saini K.M.
(1988 : 65) yang menyatakan ad a beberapa cara menentukan karakter
tokoh, antara lain:
a) Melalui ap a yang diperbuatnya atau tindakan-tindaka nnya.
b) Melalui ucapan-ucap annya.
c) Melalui penggambaran fisik toko h.
d) Melalui pikiran-pikirannya.
commit to user
284) Latar atau Setting
Menurut Hab biburahman (http ://lu lukeche.multiply.com/journal/
item/, 27 M ei 2010) latar yaitu segala keterangan mengenai waktu,
ruang dan suasana dalam suatu cerita. Sama halnya dengan yang
diu ngkapkan oleh Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1988: 76 ) bahwa
setting tidak hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu, tetap i juga
hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada kond isi lingkungan,
pemikiran rakyatn ya, kegilaan mereka, gaya hidup mereka, kecurigaan
mereka, dan sebagainya. Setting bisa berarti tempat tertentu, daerah
tertentu, orang-orang tertentu d engan watak-watak tertentu akibat situasi
lingku ngan atau zamannya, cara hidup tertentu, cara berpikir tertentu.
Sejalan dengan hal tersebut, Abrams (dalam Burhan Nu rgiyantoro,
1995: 216) menyebutkan bahwa: “Setting d isebut ju ga sebagai landas
tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan
lingku ngan sosial tempat terjadinya p eristiwa-peristiwa yang diceritakan”.
Herman J. W alu yo dan Nugraheni (2008 : 34 ) menyeb utkan setting sebagai
tempat kejadian cerita yang dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek
Berdasarkan beberapa pendap at di atas, dapat disimpulkan b ahwa
latar atau setting adalah segala sesuatu yang melingkupi karya sastra
melip uti waktu, ruang, keadaan so sial, adat istiadat, d an suasana. Pada
dasarnya, latar mutlak dibutu hkan untuk menggarap tema dan plot cerita,
karena latar harus bersatu dengan tema dan plot untuk menghasilkan cerita
pendek yang gempal, p ad at, d an berkualitas.
Herman J. Walu yo dan Nugraheni (2008: 35) mengungkap kan
commit to user
29tekanan pada tema cerita; c) memperjelas tema yang disamp aikan; d)
metafora bagi situ asi psikis pelaku; e) sebagai p emb eri atmosfir (kesan); f)
memperkuat posisi p lot.
5) Sudut Pandang atau Point of View
Sudut pandang to koh merupakan visi pengarang yang dijelmakan
ke dalam pandangan tokoh-tokoh cerita. Jadi sudut pandang sangat erat
dengan teknik bercerita pengarang (Habb iburahman, http://lulukeche.
mu ltiply.com/journal/item/, 27 Mei 2010). Sejalan dengan hal tersebut,
Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1988 : 82) menerangkan bahwa poin t of
view pad a dasarnya adalah visi pengarang, artin ya sudut p andangan yang
diambil pengarang untuk melihat suatu kejad ian cerita.
Herman J. Walu yo dan Nugraheni (2008: 37) menyatakan bahwa:
“Sudut pandang yaitu teknik yang digunakan oleh pengarang untu k
berperan dalam cerita itu”. Abrams (dalam Bu rhan Nu rgiyantoro, 1995 :
248) menjelaskan b ahwa sudut p andang menyaran pada cara sebuah cerita
dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang d igunakan pengarang
seb agai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kep ada
pembaca.
Berdasarkan p emaparan tersebut, dapat disimpulka n bahwa sudut
pandang atau poin t of view adalah cara atau pandangan pengarang u ntuk
menyajikan tokoh, latar, dan berbagai peristiwa ya ng memb entuk cerita.
Morris dalam Henry Guntu r Tarigan (1984: 140) membagi sudut
pandang menjadi 5 jenis, yaitu :
a) The omniscient point of view, sang pengarang mengetahui segala
sesuatu nya, bahkan p ikiran dan perasaan dari para pelakunya.
Pengarang juga dapat melihat tingkah laku mereka dari segala sudut.
b) The first person point of view, sang pengarang berbicara sebagai
salah seorang pelaku .
c) The third person poin t of view, seseorang d i luar cerita bertindak