KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN
CERPEN LARUTAN SENJA KARYA RATIH KUMALA:
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
OLEH
MARYSKA SILALAHI
090701039
DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: bagaimana alur yang terdapat dalam cerpen sepasang sepatu tua
(2)KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN
CERPEN LARUTAN SENJA KARYA RATIH KUMALA:
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
OLEH
MARYSKA SILALAHI
090701039
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana
sastra dan telah disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P.
NIP. 19620419 198703 2 001 NIP. 19590907 198702 1 002
Departemen Sastra Indonesia
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kepribadian
Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen Larutan Senja Karya Ratih Kumala: Analisis Psikologi Sastra” adalah benar hasil karya penulis. Judul yang
dimaksud belum pernah dibuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain
demi memperoleh gelar kesarjanaan. Semua sumber data yang diperoleh telah
dinyatakan dengan jelas, benar sesuai aslinya. Apabila dikemudian hari,
pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
yang ditetapkan oleh Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
Medan, Desember 2013
Penulis,
Maryska Slalahi
Abstrak
Sebagai gejala kejiwaan, psikologi dalam sastra mengandung fenomena-fenomena yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Kepribadian merupakan suatu struktur yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepribadian tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam kumpulan cerpen Larutan Senja karya Ratih Kumala. Untuk mendapatkan hasil tersebut dipergunakan teori psikologi sastra dengan penerapan teori-teori psikoanalisa Sigmund Freud. Metode penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Analisisnya dilakukan dengan menganalisis dan mendeskripsikan kepribadian tokoh utama dalam kumpulan cerpen. Kepribadian yang dimaksud dalam hal ini adalah kepribadian yang dipandang sebagai suatu struktur, yaitu id, ego, dan super ego. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis kecemasan yang dialami tokoh utama berdasarkan kepribadiannya. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama memiliki kepribadian yang didominasi oleh id, ego, dan
super ego. Kepribadian tokoh yang didominasi oleh id biasanya mengalami kecemasan neurotik, kepribadian tokoh yang didominasi oleh ego biasanya mengalami kecemasan riel, dan kepribadian tokoh yang didominasi oleh super ego biasanya mengalami kecemasan moral.
Kata-kata kunci:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Skripsi yang berjudul “Kepribadian Tokoh Utama dalam Kumpulan
Cerpen Larutan Senja Karya Ratih Kumala: Analisis Psikologi Sastra” disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana dari
Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan, baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr.
M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Drs. Samsul Tarigan
selaku Pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku
Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan
Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Sekretaris Departemen
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak membantu penulis.
3. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan
telah banyak memberikan ilmu, waktu, dan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Rosliana Lubis, selaku dosen penasehat akademik dan seluruh
Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
5. Kedua orang tuaku yang terkasih dan tercinta, Ayahanda SP. Silalahi dan
Ibunda E. Simanungkalit yang telah banyak memberikan kasih sayang,
pelajaran hidup bagi penulis dan turut serta dalam mendidik, mendoakan
dan mendukung baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan ini.
6. Saudara-saudaraku yang terkasih, Kakak-kakak, Abang, dan Adik, yang
selalu mendukung, mendoakan dan menjadi inspirasi bagi penulis dalam
keadaan apa pun untuk tetap bersemangat, sehingga dapat menyelesaikan
perkuliahan ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena
itu penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi
perkembangan ilmu humaniora yang lebih bermanfaat.
Medan, Desember 2013
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 3
1.3Batasan Masalah ... 4
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 6
2.1.1 Kepribadian ... 6
2.1.2 Tokoh Utama ... 7
2.1.3 Kecemasan ... 8
2.2 Landasan Teori ... 9
2.3 Tinjauan Pustaka ... 12
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 16
3.3 Metode Analisis Data ... 16
BAB IV KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA 4.1 Kepribadian ... 18
4.1.1 Larutan Senja ... 19
4.1.2 Tahi Lalat Di Punggung Istriku ... 24
4.1.3 Dalu-Dalu . ... 31
4.1.4 Pada Sebuah Gang Buntu . ... 36
4.1.5 Obral Peti Mati . ... 40
4.1.6 Buroq . ... 43
4.2 Kecemasan Tokoh Utama ... 48
4.2.1 Larutan Senja ... 50
4.2.2 Tahi Lalat Di Punggung Istriku ... 52
4.2.3 Dalu-Dalu . ... 54
4.2.4 Pada Sebuah Gang Buntu . ... 56
4.2.5 Obral Peti Mati . ... 58
4.2.6 Buroq . ... 61
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 63
5.2 Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
Sebagai gejala kejiwaan, psikologi dalam sastra mengandung fenomena-fenomena yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Kepribadian merupakan suatu struktur yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepribadian tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam kumpulan cerpen Larutan Senja karya Ratih Kumala. Untuk mendapatkan hasil tersebut dipergunakan teori psikologi sastra dengan penerapan teori-teori psikoanalisa Sigmund Freud. Metode penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Analisisnya dilakukan dengan menganalisis dan mendeskripsikan kepribadian tokoh utama dalam kumpulan cerpen. Kepribadian yang dimaksud dalam hal ini adalah kepribadian yang dipandang sebagai suatu struktur, yaitu id, ego, dan super ego. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis kecemasan yang dialami tokoh utama berdasarkan kepribadiannya. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama memiliki kepribadian yang didominasi oleh id, ego, dan
super ego. Kepribadian tokoh yang didominasi oleh id biasanya mengalami kecemasan neurotik, kepribadian tokoh yang didominasi oleh ego biasanya mengalami kecemasan riel, dan kepribadian tokoh yang didominasi oleh super ego biasanya mengalami kecemasan moral.
Kata-kata kunci:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kenyataan hidup seseorang dapat ditemui dalam karya sastra yang
diperankan oleh tokoh cerita. Kepribadian yang dimiliki para tokoh dalam cerita
menarik untuk dikaji. Ini searah dengan pendapat Harjana yang mengatakan
bahwa karya sastra dipandang sebagai objek psikologi dapat dipahami oleh
seseorang dengan mengamati tingkah laku tokoh-tokohnya dengan memanfaatkan
bantuan psikologi sehingga mendapatkan gambaran tingkah laku tokoh sesuai
dengan apa yang diungkapkan dalam teori-teori psikologi (dalam Yudiono, 1990:
59).
Penelitian karya sastra yang dikaitkan dengan psikologi penting dilakukan
sebab psikologi membantu dalam mengumpulkan kepekaan peneliti pada
kenyataan, mempertajam kemampuan pengamatan, dan memberi kesempatan
untuk mempelajari pola-pola yang belum terjamah sebelumnya (Wellek dan
Warren, 1993: 108). Sebagai gejala kejiwaan, psikologi dalam sastra mengandung
fenomena-fenomena yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan
demikian, karya sastra dapat diteliti dengan menggunakan tinjauan psikologi
sastra karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat
tidak langsung dan fungsional.
Pengertian kepribadian tersebut hanya terbatas pada ciri-ciri yang dapat diamati
dan mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri tersebut dapat berubah tergantung
pada situasi. Dengan kata lain, pengertian tersebut lemah karena sifatnya
evaluatif. Kepribadian pada dasarnya tidak bisa dinilai. Kepribadian dipandang
sebagai organisasi yang menjadi penentu atau pengaruh tingkah laku. Kepribadian
dipandang sebagai sesuatu yang unik atau khas pada setiap individu. Corak dan
keunikan kepribadian individu ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor
bawaan dan lingkungan.
Kehidupan manusia yang mengalami persoalan hidup dan berbagai macam
goncangan sosial, baik ekonomi, sosial maupun politik, mengantarkan manusia
pada situasi dan persoalan hidup yang rumit. Situasi kecemasan dan ketakutan
terhadap persoalan hidup yang dialami menjadikan perkembangan kepribadian
individu berbeda satu sama lain. Ciri khas pada individu ini ditampilkan dalam
kumpulan cerpen Larutan Senja karya Ratih Kumala.
Dalam sebuah penelitian, topik yang akan dikaji harus menarik dan
bermanfaat. Adapun alasan penulis memilih kumpulan cerpen Larutan Senja
karya Ratih Kumala menjadi bahan analisis yaitu: (1) Persoalan-persoalan yang
diangkat berdasarkan pada masalah kepribadian tokoh utama yang ditinjau dari
segi pendekatan psikologi sastra, (2) Imajinasi dan pengalaman pengarang sangat
luas tentang sebuah dunia kejiwaan manusia yang kelam. (3) Kepribadian tokoh
dan isi cerita dalam setiap cerpennya menarik untuk dibahas.
Dalam kumpulan cerpen Larutan Senja karya Ratih Kumala, banyak
perilaku tokoh dalam menghadapi setiap peristiwa juga berbeda. Perlawanan
untuk berjuang dalam hidup dari masing-masing tokoh utama dipengaruhi oleh
sifat-sifat yang dimiliki oleh tokoh utama. Ada empat belas cerita yang terdapat
dalam kumpulan cerpen ini. Setiap cerita yang disuguhkan memiliki tokoh utama
yang semuanya berkutat dengan konfliknya masing-masing. Salah satu komentar
seorang pengamat sastra tentang kumpulan cerpen tersebut misalnya:
Membaca cerita-cerita Ratih Kumala, kita seperti bertamasya tak henti-henti dengan kaki pincang. Kita tak akan sampai-sampai ke pusat makna. Begitu banyak labirin yang harus dilalui, begitu sedikit rambu yang diberikan. Itu membuat kita tegang, tetapi asyik. Minder tetapi harus terus-menerus menyelesaikan pemaknaan (Triyanto Triwikromo, 2006: 146).
Kumpulan cerpen Larutan Senja (yang selanjutnya disingkat LS)
mengajak kita sebagai pembacanya untuk berpetualang menyelami setiap
kepribadian tokoh utama yang ditampilkan. Semakin sering membaca cerita-cerita
dalam kumpulan cerpen ini, semakin kita ingin memahami lebih jauh mengenai
nilai kehidupan melalui kepribadian tokoh-tokoh di dalamnya. Alasan tersebut
melatarbelakangi penelitian ini dengan memfokuskan pada sastra bentuk cerpen
dan pendekatan psikologi sastra untuk dapat memaparkan gambaran kepribadian
dari masing-masing tokoh utama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:
2. Bagaimanakah bentuk kecemasan yang dialami oleh tokoh utama dalam
kumpulan cerpen Larutan Senja berdasarkan kepribadiannya?
1.3 Batasan Masalah
Agar sebuah penelitian lebih terarah sehingga tujuan penelitian dapat
tercapai, maka sebuah penelitian sangat membutuhkan batasan masalah.
Kumpulan cerpen Larutan Senja karya Ratih Kumala menyentuh banyak aspek
kehidupan dan unsur psikologi. Namun, hal yang ingin dikemukakan penulis
dalam penelitian ini adalah mengenai kepribadian tokoh utama dalam setiap cerita
yang akan dipilih untuk dianalisis dengan menerapkan teori psikologi sastra
khususnya teori psikoanalisis Sigmund Freud.
Ada empat belas cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen LS dan
penulis hanya akan menganalisis enam cerpen yang dijadikan sampel sebagai
perwakilan dari keseluruhan cerita. Keenam cerpen yang dipilih berdasarkan pada
penilaian peneliti karena peneliti menilai bahwa keenam cerpen tersebut memiliki
informasi yang diperlukan bagi penelitian ini. Adapun keenam judul cerpen yang
akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu Larutan Senja, Tahi Lalat di Punggung
Istriku, Dalu-Dalu, Pada Sebuah Gang Buntu, Obral Peti Mati, dan Buroq.
Keenam cerpen yang akan dibahas tersebut memiliki kandungan psikologi yang
sangat kental pada setiap tokoh utamanya sehingga dapat mewakili cerpen yang
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kepribadian tokoh utama dalam kumpulan cerpen
Larutan Senja berdasarkan analisis psikologi sastra.
2. Mendeskripsikan bentuk kecemasan yang dialami oleh tokoh utama dalam
kumpulan cerpen Larutan Senja berdasarkan kepribadiannya.
1.4.2 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu sastra
Indonesia terutama dalam pengkajian cerpen Indonesia modern dengan
pendekatan psikologi sastra.
2. Memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama bidang bahasa dan
sastra Indonesia, khususnya dalam analisis cerpen dengan tinjauan
psikologi sastra.
b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca
umum, khususnya sastra Indonesia terhadap penganalisisan kepribadian
seseorang.
2. Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan pembaca dalam
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun
yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
lain (Alwi, dkk, 2003: 588). Konsep memiliki arti sebagai berikut; (1) rancangan,
(2) ide yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, (3) gambaran mental dari objek,
proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang dipergunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 2007: 588). Dengan kata lain, konsep
merupakan unsur penelitian yang menentukan arah pemikiran. Konsep digunakan
sebagai dasar untuk menjelaskan, menggambarkan, ataupun mendeskripsikan
suatu topik pembahasan. Konsep yang dimaksud adalah gambaran dari objek yang
akan dianalisis berupa kumpulan cerpen LS karya Ratih Kumala dalam tulisan
ilmiah yang berjudul Kepribadian Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen
Larutan Senja Karya Ratih Kumala: Analisis Psikologi Sastra. Berdasarkan
pengertian tersebut maka penelitian ini akan melibatkan beberapa konsep yang
akan menjadi dasar pembahasan untuk bab selanjutnya, yaitu sebagai berikut.
2.1.1 Kepribadian
Sigmun Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri
dari tiga sistem, yaitu id, ego, dan super ego (dalam Koswara, 1991: 11). Dengan
individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu. Setiap individu
atau pribadi manusia memiliki ciri khas sehingga individu satu dengan lainnya
berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh sifat dan kebutuhan dari
masing-masing individu.
Di sisi lain, individu dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat
memiliki larangan-larangan atau peraturan untuk ketertiban interaksi sosial.
Pertentangan yang terjadi antara sifat dan kebutuhan psikis seseorang dan
peraturan sebagai pengendali tindakan manusia dalam masyarakat akan
membentuk kepribadian seseorang sehingga memiliki ciri khas yang berbeda
dengan individu lain. Oleh sebab itu, individu akan termotivasi untuk memiliki
kepribadian sehingga dapat diterima di tengah-tengah masyarakat tanpa
mengesampingkan kebutuhan yang diperlukan.
2.1.2 Tokoh Utama
Tokoh utama sering juga disebut dengan tokoh protagonis. Pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin
suatu cerita disebut dengan tokoh (Aminuddin, 2000: 79). Tokoh utama
merupakan pemeran dalam suatu cerita yang memegang peran penting atau
utama. Tokoh utama tidak selalu harus gagah perkasa, tapi harus selalu menjadi
2.1.3 Kecemasan
Kecemasan merupakan dampak dari konflik yang menjadi bagian dari
kehidupan yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah variabel penting dari
hampir semua teori kepribadian. Kecemasan dipandang sebagai komponen
dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
individu dapat menyiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan digunakan ego
sebagai isyarat mengenai adanya bahaya yang mengancam.
Freud mengklasifikasikan kecemasan ke dalam tiga tipe, yaitu sebagai
berikut:
1. Kecemasan riel, yaitu kecemasan atau rasa takut pada bahaya-bahaya
nyata dari luar.
2. Kecemasan neurotik, yaitu rasa takut jangan-jangan insting akan lepas
kendali sehingga menyebabkan individu melakukan sesuatu yang
mengakibatkan ia dihukum. Kecemasan bukanlah ketakutan pada
insting-instng itu sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin
terjadi jika insting dipuaskan.
3. Kecemasan moral, yaitu rasa takut pada suara hati. Individu yang super
egonya berkembang baik akan cenderung merasa bersalah jika melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan moral. Kecemasan moral juga
mempunyai dasar realitas
2.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori psikologi sastra.
Psikologi sastra adalah gabungan antara ilmu sastra dengan ilmu psikologi.
Psikologi sastra merupakan kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas
kejiwaan. Psikologi sastra memiliki tiga pendekatan yaitu: (1) pendekatan
ekspresif yang mengkaji psikologi pengarang, (2) pendekatan tekstual yang
mengkaji psikologi tokoh cerita, (3) pendekatan reseptif yang mengkaji psikologi
pembaca (Endaswara, 2008: 99). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan
pendekatan tekstual, yaitu menganalisis aspek psikologis tokoh dalam karya
sastra.
Beberapa konsep dasar dalam psikologi sastra yang dipaparkan oleh
Siswantoro (2004: 18) adalah sebagai berikut:
1. Karya sastra sebagai produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran
pengarang yang dituangkan dalam bentuk penciptaan karya sastra.
2. Dalam menjiwai perwatakan tokoh kajian berdasarkan pada aspek makna,
pemikiran, dan falsafah yang terlihat dalam karya sastra.
3. Karya sastra mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia
yang ditampilkan melalui tokoh dalam cerita.
4. Karya sastra sebagai ungkapan pengonkretan sesuatu yang bergejolak di
dalam diri pencipta.
Psikologi sastra merupakan perwujudan getaran jiwa dalam bentuk
individu yang khas. Sastra digunakan oleh pengarang sebagai alat untuk
menembus batin pribadi individu yang diwakilkan pada para tokoh untuk diangkat
ke permukaan sehingga dapat dipahami oleh pembaca mengenai kejiwaan dari
para tokoh yang ditampilkan oleh pengarang.
Analisis akan dilakukan dengan penerapan teori-teori psikologi khususnya
psikoanalisis Sigmund Freud. Psikoanalisis adalah wilayah kajian psikologi sastra.
Model kajian ini pertama kali dimunculkan oleh Sigmund Freud, seorang dokter
dari Wina. Ia mengemukakan gagasannya bahwa kesadaran merupakan sebagian
kecil dari kehidupan mental, sedangkan sebagian besarnya adalah ketaksadaran
atau tak sadar. Ketaksadaran ini dapat menyublim kedalam proses kreatif
pengarang.
Dalam kajiannya psikologi sastra berusaha mengungkap psikoanalisis
kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu: id, ego, dan
super ego. Id adalah sistem kepribadian yang asli, dan merupakan komponen
kepribadian yang primitif yang dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan
muncul ego dan super ego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologis yang
diturunkan seperti insting, impuls dan drives yang menggerakkan tingkah laku
(Koswara, 1991: 32). Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan
energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur
kepribadian lainnya.
Ego adalah bagian “eksekutif” dari kepribadian. Ia berfungsi secara
logis/rasional berdasarkan prinsip kenyataan (reality principle) dan proses
dalam usahanya menemukan cara pemuasan dorongan id secara realistis
(Koswara, 1991: 33). Fungsi ego ini adalah untuk menyaring dorongan-dorongan
yang ingin dipuaskan oleh id berdasarkan kenyataan.
Super ego adalah sistem kepribadian yang merupakan wakil dari nilai-nilai
tradisional serta cita-cita masyarakat yang diajarkan oleh orang tua kepada
anak-anaknya berupa perintah dan larangan (Koswara, 1991:35). Dengan kata lain
super ego adalah sistem kepribadian yang menentukan apakah sesuatu benar atau
salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat
bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Pada bagian ini terdapat nilai-nilai
moral, yang memberikan batasan baik dan buruk. Nilai-nilai yang terdapat dalam
super ego mewakili nilai-nilai ideal. Oleh karena itu super ego selalu berorientasi
pada kesempurnaan. Bersama-sama dengan ego, super ego mengatur dan
mengarahkan tingkah laku manusia yang bermaksud memuaskan
dorongan-dorongan dari id, yaitu melalui aturan-aturan dalam masyarakat, agama, atau
keyakinan-keyakinan tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk.
Ketiga sistem kepribadian itu satu sama lain saling berkaitan serta
membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk
interaksi ketiganya. Pandangan Freud mengemukakan bahwa manusia digerakkan
oleh energi diri tak sadar, yang berarti semua tokoh dapat dibahas melalui
pendekatan psikoanalisis. Dengan cara memperhatikan detil dan perilaku dalam
kaitannya dengan konteks naratif, maka dapat ditemukan hasrat yang terekspresi
Dalam kumpulan cerpen LS terdapat sejumlah peristiwa-peristiwa
mengancam yang dialami manusia di lingkungannya. Lingkungan tempat orang
hidup memang kadang kala bisa mengancam dan membahayakan. Dalam
menghadapi ancaman biasanya orang merasa takut, karena kewalahan
menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka
ego diliputi kecemasan. Freud membedakan kecemasan menjadi tiga, yaitu
kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral atau perasaan
bersalah (dalam Koswara, 1991:45). Fungsi kecemasan adalah memperingatkan
individu tentang adanya bahaya. Ketika timbul kecemasan, maka ia akan
memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Kecemasan adalah suatu konsep
terpenting dalam psikoanalisis dan juga memainkan peranan yang penting dalam
perkembangan kepribadian.
2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah,
karena pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya.
Tinjauan pustaka dilakukan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian.
Untuk mengetahui keaslian penelitian ini, dipaparkan beberapa tinjauan pustaka
yang telah dimuat dalam bentuk skripsi. Tinjauan pustaka tersebut sebagai
berikut.
Penelitian tentang tokoh sudah pernah dilakukan oleh Juli Artaty
Hutabarat (USU, 2009) dalam skripsinya yang berjudul Kepribadian Dan Trauma
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kepribadian
tokoh-tokoh dan bagaimana dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel
Simfoni Bulan. Untuk mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel
Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan
hermeneutik degan teknik catat pada kartu data. Setelah data terkumpul, data
tersebut dianalisis dengan menggunakan teori psikologi sastra yang dikemukakan
oleh Sigmund Freud. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam
novel Simfoni Bulan terdapat kepribadian dan trauma pada tokoh-tokohnya (Fredo
Hasugian
--Ratu Verawati (USU, 2008) dengan judul Perilaku Menyimpang Tokoh
Utama Dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara NG: Tinjauan Psikosastra.
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan perilaku
menyimpang tokoh utama dan untuk menguraikan aspek-aspek kejiwaan tokoh
utama dalam novel Gerhana Kembar. Data dikumpulkan dari novel Gerhana
Kembar dengan menggunakan metode membaca heuristik dan hermeneutik. Dari
analisis data disimpulkan hal-hal berikut ini: 1. Perilaku menyimpang yang
dilakukan tokoh utama dalam novel Gerhana Kembar adalah perilaku seks
menyimpang yaitu lesbian. 2. Faktor penyebab dua tokoh utama dalam novel
Gerhana Kembar menjadi lesbian karena faktor psikologi dan faktor lingkungan.
3. Pengorbanan seorang lesbian kepada keluarganya lebih utama daripada
kebahagiaan yang akan diperoleh dengan pasangan lesbiannya. Novel Gerhana
moralnya kepada kaum lesbian di Indonesia (Indra Satria Luhur --
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17494.html).
Lissa Ernawati (USU, 2007) dalam skripsi yang berjudul Novel Rojak
Karya Vira Basuki: Analisis Psikosastra. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan dan memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat
dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut.
Untuk mencapai tujuan itu telah dikumpulkan data dari novel Rojak dengan
menggunakan metode membaca heuristik dan juga hermeneutik. Dari analisis
data, diperoleh hasil sebagai berikut: Dalam novel Rojak tergambar keadaan
psikologis tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa karakter manusia
suatu saat dapat berubah apabila berada dalam keadaan emosi yang tidak stabil.
Di mana perubahan karakter itu dapat membuat kita menjadi lebih baik atau
buruk, tergantung bagaimana kita menyikapinya (Indra Satria Luhur --
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17494.html).
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut di atas, dapat diketahui bahwa ada
beberapa penelitian terdahulu yang sama dengan penelitian ini yaitu dalam
analisis psikologi sastra. Adapun yang membedakan antara penelitian terdahulu
dengan penelitian ini adalah judul buku yang dijadikan sebagai objek penelitian.
Dengan demikian, orisinilitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau
kalimat-kalimat dan bukan angka-angka. Dalam penelitian kualitatif, data formal
adalah kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2004: 47). Data yang dimaksud
adalah kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat pada kumpulan cerpen LS
karya Ratih Kumala.
Adapun yang menjadi sumber data yang akan dianalisis adalah:
Judul : Larutan Senja
Pengarang : Ratih Kumala
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 145 hal + v
Cetakan : Pertama
Tahun Terbit : 2006
Warna Sampul : Kuning dan hijau
Gambar Sampul : Terdapat gambar perawakan manusia setengah badan dan
terdapat dua lubang kecil dan besar di bagian dada dan di
bagian perutnya. Gambar dibuat dengan garis-garis hitam
membentuk lukisan.
Sumber data di atas merupakan data yang akan dianalisis sebagai data
utama atau disebut juga dengan sumber data primer. Selain data primer terdapat
juga data sekunder yang juga diperlukan seorang peneliti. Sumber data sekunder
dalam penelitian ini adalah buku-buku sastra, artikel dari internet, dan sebagainya
yang relevan dengan penelitian.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pustaka, menyimak, dan mencatat. Teknik pustaka dilakukan dengan
menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dan
catat yakni dilakukan dengan menyimak secara cermat, terarah, dan teliti sumber
data primer yang merupakan karya sastra berupa teks kumpulan cerpen yaitu
Larutan Senja. Hasil penyimakan terhadap sumber data tersebut kemudian
dirangkum dan dicatat untuk digunakan dalam penyusunan laporan penelitian
sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam data yang dicatat itu, disertakan pula kode sumber datanya untuk
pengecekan ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis
data (Subroto, 1992:41-42).
3.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis kumpulan cerpen
LS ini adalah analisis deskriptif. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh
dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses
pembacaan berulang-ulang. Analisis tersebut didasari oleh teori-teori pendukung
yang berhubungan dengan topik penelitian yaitu penerapan teori psikoanalisa
Sigmund Freud. Dengan mendeskripikan analisis secara benar dan terperinci
BAB IV
KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
4.1 Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur
atau sistem yakni id, ego, dan super ego, ketiga sistem kepribadian ini satu sama
lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas (Koswara, 1991: 32).
Dengan kata lain, tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi dari ketiga
sistem tersebut. Meskipun ketiga sistem kepribadian itu berhubungan dengan
rapat sehingga sulit untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku
manusia, namun Freud menggaris bawahi bahwa ketiga sistem kepribadian
tersebut tidaklah dipisahkan secara tegas. Perkembangan ketiga sistem itu
bervariasi pada setiap individu yang berbeda. Berikut akan dijelaskan hubungan
antara id, ego, dan super ego pada tiga tipe individu menurut pakar psikologi.
Pada individu pertama, id mendominasi ego yang lemah dan super ego
yang plinplan sehingga ego tidak mampu menyeimbangkan antara gigihnya tuntutan id. Akibatnya, individu ini terus-menerus memuaskan kesenangannya tanpa memandang apa yang mungkin atau tidak layak. Individu kedua, yang memiliki rasa bersalah serta perasaan inferior dan ego yang lemah, akan mengalami sederetan konflik karena ego tidak bisa mengendalikan tuntutan antara super ego
dan id yang saling bertentangan, tetapi sama kuat. Sedangkan individu ketiga, yang memiliki ego kuat dan merangkul tuntutan-tuntutan, baik dari id maupun super ego, sehat secara psikologis dan mampu memegang kendali atas prinsip kesenangan dan prinsip moralistis (Feist dan Feist, 2010: 35).
Berdasarkan ketiga sistem kepribadian yang telah diuraikan oleh Freud
dalam teori psikoanalisis, kepribadian tokoh utama dalam kumpulan cerpen
4.1.1 Larutan Senja
Dalam cerpen Larutan Senja, tokoh Dia, yaitu seorang penemu kecil,
mengalami tekanan secara psikis. Dia merasa tertekan karena tuhan selalu tahu
mengenai penemuan-penemuannya. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut ini.
Dia tahu, saat dia membuat larutan itu, selamanya dia harus tutup mulut. Menjaga sebongkah rahasia dan tak boleh bercerita. Karena jika bocor, maka tuhan akan mencuri larutan itu dari dia guna memperkaya mainan-mainan ciptaannya yang dinamakan ‘dunia’ (LS, 2006: 35).
Ketegangan yang dialami oleh tokoh Dia menghasilkan energi psikis yang
berasal dari id. Energi psikis ini mendorong tokoh dia merencanakan sesuatu
untuk menjatuhkan tuhan. Tujuan dari semua perilaku adalah rasa nyaman
(pleasure) yaitu: penurunan ketegangan atau pelepasan energi (Lawrence dkk,
2010: 76). Hal tersebut berarti bahwa manusia bertindak sesuai dengan prinsip
kesenangan untuk mengurangi ketegangan yang dirasakannya. Prinsip kesenangan
sangat dipengaruhi oleh id, meskipun dalam prosesnya id membutuhkan ego
untuk mengekspresikannya dan super ego untuk mengontrol perilaku agar sesuai
dengan aturan-aturan moral. Id beroperasi menurut prinsip kesenangan, ego
beroperasi menurut prinsip realitas, dan super ego beroperasi menurut prinsip
kesempurnaan, dan jika salah satu dari ketiga sistem tersebut memiliki energi
yang lebih besar dari pada yang lainnya maka sistem itulah yang akan
mendominasi kepribadian seorang individu.
Dalam cerpen Larutan Senja, tokoh Dia didominasi oleh sistem id, yaitu
memperindah ‘dunia’ ciptaan tuhan, namun dia akan memberikan larutan itu pada
tuhan dengan harga yang tinggi, seperti dalam kutipan berikut.
Kali ini, ia akan benar-benar menyimpan rahasia temuannya. Kali ini, memang dia sengaja membuat larutan untuk melengkapi ‘dunia’ milik tuhan. Jika larutan ini diteteskan, ‘dunia’ akan jadi begitu mengagumkan dan lebih indah. Tapi dia tak akan memberikan larutan ini untuk tuhan. Dia akan diam saja, menjadikannya rahasia. Walaupun dia tahu, entah bagaimana caranya tuhan akhirnya pasti akan mengetahui rahasianya, dan jika sudah begini tuhan pasti akan berniat membelinya. Dia tak akan menjual larutan ini. Kalaupun dia jual, dia akan menjualnya dengan harga tinggi (LS, 2006: 39).
Tokoh Dia sebenarnya tahu bahwa bagaimanapun dia menyembunyikan
rahasia dari tuhan, cepat atau lambat tuhan pasti segera mengetahuinya, entah
bagaimana caranya. Namun tokoh Dia sengaja menciptakan sebuah larutan untuk
memperindah ‘dunia’ milik tuhan dan merahasiakannya. Perilakunya ini seperti
sengaja mengolok-olok tuhan. Tokoh Dia sengaja ingin mempermainkan tuhan
yang memiliki julukan ‘yang mahatahu’.
Keinginanya untuk menjatuhkan dan membalas tuhan berawal dari
pengalaman buruknya. Tuhan mengembangkan ‘dunia’ ciptaanya dengan
larutan-larutan yang dibeli dengan harga murah dari tokoh dia. Tokoh Dia merasa kesal
karena tuhan selalu mendapatkan pujian pada setiap laporan hasil temuannya di
pertemuan rutin ‘kelompok penemu’, seperti terdapat dalam kutipan berikut.
Tapi ada satu hal yang tidak diketahui oleh para penemu itu; tuhan tidak murni menciptakan dunia sendirian. Sudah lebih dari sepuluh kali tuhan datang ke rumahnya dan membeli larutan-larutan temuannya untuk memperlengkan ‘dunia’ miliknya. Dan para penemu itu memberi tepukan riuh untuk tuhan, bukan untuk dirinya yang sebenarnya penemuannya telah memperlengkap ‘dunia’ milik tuhan (LS, 2006: 37).
dengan salut yang tuhan dapatkan dari para anggota kelompok penemu (LS, 2006: 38).
Keinginan tokoh Dia yang ingin menjatuhkan tuhan tampak saat dia dengan
angkuhnya menolak tawaran tuhan yang ingin membeli ‘larutan senja’ miliknya.
Tokoh Dia semakin nampak memperolok tuhan ketika tuhan yakin dia akan
datang pada tuhan untuk menjual larutannya itu, namun dia tidak melakukannya.
Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.
Benar dugaannya, sekeras apa pun dia berahasia tuhan tetap tahu bahwa dia telah menemukan ‘larutan senja’. Dan seperti biasa, tuhan ingin membelinya.
“Tidak!” katanya tegas, apalagi saat tuhan menyebutkan harga yang biasa dia bayar untuk larutan-larutannya yang lalu. tuhan pulang, berpikir bahwa tak akan lama lagi dirinya akan menghubungi tuhan dan menjual ‘larutan senja’ pada tuhan. Tapi dia sama sekali tak melakukan itu (LS, 2006: 40).
Dorongan-dorongan id yang mendominasi kepribadian tokoh Dia terlihat
dalam perilakunya yang biasanya hanya diam saja menanggapi sindiran-sindiran
tuhan menjadi sangat tegas saat menolak tawaran tuhan dan bahkan ingin
mendapatkan posisi yang sama dengan tuhan.
“Lalu berapa yang kau mau?”
Nah… dia menang! Pertanyaan inilah yang ditunggu-tunggunya keluar dari mulut tuhan. Dia tersenyum nakal, berpikir berapa harga yang harus dia tawarkan untuk ‘larutan senja’ miliknya kepada tuhan. Dan… ya, dia tahu berapa harganya. “Aku menginginkan sebagian ‘dunia’,” katanya (LS, 2006: 40)
“Kalau begitu aku akan membayar mahal untuk ‘larutan senja’-mu. Sebutkan harganya. Akan ku bayar berapa pun, tapi jangan mimpi kau bisa mendapatkan sebagian ‘dunia’-ku.”
seperti biasanya. Dia biasanya begitu diam dengan sindiran-sindiran tuhan, tapi kali ini dia begitu tegas. Dia bahkan ingin disamaratakan posisinya dengan tuhan (LS, 2006: 41).
Id selalu berupaya untuk meredam ketegangan dengan cara memuaskan
naluri-naluri primitif. Hal ini nampak pada perilaku tokoh Dia yang sengaja ingin
menjatuhkan dan memperolok tuhan untuk membalas rasa kesalnya. Tokoh Dia
merasa senang melihat kekecewaan tuhan yang tidak mendapatkan ‘Lautan Senja’
darinya.
Beberapa waktu berlalu, semua anggota ‘kelompok penemu’ selalu bertanya tentang perkembangan ‘dunia’. Tapi sudah beberapa kali pertemuan rutin diadakan, dan tuhan sama sekali tidak menunjukkan perkembangan ‘dunia’ di depan forum. Semua kecewa, tak ada tepukan riuh bagi tuhan apalagi salaman. Setiap dia lewat di depan tuhan, dia hanya tersenyum. Merasa menang (LS, 2006: 41).
Tokoh Dia merasa puas dapat membalaskan rasa kesalnya pada tuhan.
Tidak ada lagi tepukan riuh karena ‘dunia’ ciptaan tuhan sudah beberapa kali
tidak menunjukkan perkembangan apa-apa. Dia menikmati kekecewaan tuhan dan
merasa menang dari tuhan.
Selain itu, hal yang menunjukkan bahwa id mendominasi kepribadian
tokoh Dia nampak dalam perilakunya di akhir cerita. Tokoh Dia tidak terima saat
tuhan mendapatkan penghargaan atas ciptaannya yang bernama ‘dunia’.
Keindahan senja yang melengkapi ‘dunia’ ciptaan tuhan membuat kagum seluruh
anggota ‘kelompok penemu’. Tokoh Dia tahu tuhan telah mencuri catatan formula
‘larutan senja’. Kesenangan yang dirasakannya selama tuhan belum mendapatkan
Ini tidak adil, pikirnya. Tuhan telah mencuri formula ‘larutan senja’. Dengan nekad dia maju ke forum dan berteriak lantang, “kau telah mencuri ‘larutan senja’-ku!” (LS, 2006: 42).
“kau tidak mau mengaku juga? Baiklah akan ku teteskan larutan ini di ‘dunia’-mu!” penemu kecil itu mengancam, dia mengeluarkan sebotol larutan yang berwarna kehitaman dan siap meneteskan larutan itu ke ‘dunia’.
“Jangan!Larutan apa itu?” Tanya tuhan dengan panik.
“larutan yang akan membuat dunia tak sempurna, tak lagi indah!”
“HAH?!” para penemu yang lain kembali tercekat. Semua berdesis, berbisik-bisik, menduga-duga apa yang telah terjadi antara tuhan dan penemu kecil macam dia.
“JANGAN!” kata tuhan yang masih berusaha mencegah dia meneteskan larutan kehitaman itu ke ‘dunia’.
“Kalau begitu akui bahwa sebagian ‘dunia’-mu adalah ciptaanku!”
“Tidak!” ujar tuhan, “dunia adalah ciptaanku!” tuhan tetap bersikeras.
“baik kalau itu maumu.” Lalu dia meneteskan larutan itu ke ‘dunia’ (LS, 2006: 42).
Ketiga sistem kepribadian id, ego, dan super ego bekerja sama membentuk
kepribadian seorang individu. Dorongan-dorongan id dalam diri tokoh Dia adalah
ingin menjatuhkan tuhan dan membalaskan rasa kesalnya pada tuhan. Dorongan
id ini dalam prosesnya membutuhkan ego untuk mengarahkannya kepada
pengurangan-pengurangan ketegangan secara nyata atau sesuai dengan kenyataan.
Dalam kepribadian tokoh Dia, id mendominasi ego dan super ego-nya yang
lemah. Ego dalam kepribadian tokoh Dia tidak dapat menekan tuntutan dari id
sehingga tokoh Dia merencanakan pembalasan rasa kesalnya dengan sengaja
menciptakan ‘larutan senja’ untuk memperindah ‘dunia’ ciptaan tuhan. Namun
dan tuhan pasti akan sangat keberatan jika sebagian ‘dunia’ diberikan kepadanya.
Kekecewaan yang dirasakan oleh tuhan membuatnya merasa senang dan id-nya
terpuaskan. Tidak lama setelah itu tuhan berhasil mencuri catatan formula ‘larutan
senja’ dan membuatnya sendiri. Keindahan senja yang melengkapi ‘dunia’ milik
tuhan membuat tuhan mendapatkan penghargaan, dan hal ini menyebabkan
ketengangan kembali dirasakan oleh tokoh Dia. Dorongan-dorongan yang kuat
dari id membuatnya melakukan hal yang nekat. Dia maju ke forum dan berteriak
lantang bahwa tuhan telah mencuri ‘larutan senja’-nya. Tokoh Dia ingin agar
tuhan mengakui bahwa sebagian dunia adalah ciptaanya di depan forum itu.
Namun tuhan tidak mau mengakui itu dan akhirnya dia meneteskan larutan
berwarna hitam yang membuat ‘dunia’ menjadi tidak sempurna dan tidak indah
lagi. Id yang mendominasi ego dan super ego dalam kepribadian tokoh Dia
menyebabkannya terus-menerus memuaskan kesenangannya tanpa peduli pada
konsekuensi dari tindakannya itu.
4.1.2 Tahi Lalat Di Punggung Istriku
Cerpen Tahi Lalat di Punggung Istriku menceritakan sepasang suami-istri
yang pada awal kehidupan rumah tangganya sangat harmonis berubah menjadi
dingin hanya karena sebuah tahi lalat di punggung sang istri. Tokoh Aku (suami)
sangat menyukai tahi lalat di punggu istrinya. Seperti dalam kutipan berikut:
Saat itulah aku melihat pemandangan yang membuatku takjub; tahi lalat di punggung istriku. Tahi lalat yang sangat cantik. Seketika, aku jatuh cinta lebih dalam pada istriku karena tahi lalat itu (LS, 2006: 46).
Kecintaan tokoh Aku (suami) pada tahi lalat di punggung istrinya
membuatnya semakin mencintai istrinya. Menurut Freud, super ego terbentuk
melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah
figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut (dalam
Koswara, 1991: 35). Bagi tokoh Aku (suami), figur yang berperan dan memiliki
nilai untuk dirinya adalah istrinya yang memiliki tahi lalat di punggung. Tokoh
aku pernah hampir selingkuh. Seorang kolega tokoh Aku (suami) membawakan
seorang perempuan berperawakan seperti model dan berwajah kebarat-baratan
sebagai iming-iming pelicin proyek kerja. Akan tetapi tokoh Aku (suami) segera
membatalkan niatnya karena teringat dengan tahi lalat di punggung istrinya.
Saat dia berbalik dengan tubuhnya yang setengah telanjang, aku melihat dia juga punya tahi lalat di punggung. Aku langsung teringat pada istriku, ia juga punya tahi lalat di punggungnya. Jauh lebih cantik dari tahi lalat perempuan ini, pikirku. Aku membatalkan semua, berpakaian lalu keluar dari hotel menuju mobil yang kuparkir di halaman. Perempuan itu marah-marah melihatku meninggalkannya dalam keadaan telanjang dan tak disentuh. Kolegaku berusaha menahanku dan membujukku dengan wajah khawatir proyek tak diloloskan, bahkan meminta maaf berkali-kali. Aku pulang, bercinta dengan istriku habis-habisan. Dan besoknya, proyek itu kuloloskan (LS, 2006: 47).
Salah satu fungsi dari super ego adalah sebagai pengendali
dorongan-dorongan naluri id agar dorongan-dorongan tersebut disalurkan dengan cara atau
bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. Super ego dalam kepribadian tokoh
tadinya hampir menerima pelicin dari koleganya agar dia meloloskan sebuah
proyek, akhirnya lebih memilih istrinya dari pada wanita panggilan itu.
Kehidupan rumah tangga tokoh Aku (suami) yang harmonis dengan
istrinya pada suatu hari mendadak jadi kacau. Tahi lalat yang biasanya dia lihat di
punggung istrinya tiba-tiba menghilang entah ke mana. Tokoh Aku (suami) yang
sangat terobsesi dengan tahi lalat di punggung istrinya sangat kaget mendapati
tahi lalat itu sudah tidak ada lagi.
Aku sangat jatuh cinta pada istriku karena tahi lalat itu. Birahiku meluap-luap setiap aku teringat atau melihat tahi lalat itu. Hingga suatu malam, saat kami akan bercinta dan aku mulai menciumi punggung istriku, aku tak menemukan titik hitam sekecil apapun di punggungnya. Aku kaget bukan kepalang (LS, 2006: 47).
Kecintaan tokoh Aku (suami) pada tahi lalat di punggung istrinya pada
awalnya membuat kehidupan rumah tangganya indah. Karena kecintaannya itu
juga, mendadak rumah tangganya menjadi kacau. Hanya karena tahi lalat di
punggung istrinya hilang, tokoh Aku (suami) menjadi tidak bergairah lagi pada
istrinya.
“Aku tidak pernah punya tahi lalat di punggung,” sanggahnya.
“Tidak mungkin. Ada kok, yang biasa aku ciumi itu lho…!” aku mulai gemas dan kesal.
“Tidak ada, Pa. Aku tidak pernah punya tahi lalat di punggung!”
Malam itu kami batal bercinta. Itu adalah kali pertama aku tak bergairah setelah dua puluh tujuh tahun kami menikah. Aku kesal dan langsung beranjak tidur. Istriku juga kesal, kami tidur saling memunggungi setelah berpakaian lengkap. Aku pejamkan mataku rekat-rekat berharap itu cuma mimpi (LS, 2006: 48).
Kekesalan tokoh Aku (suami) terus berlanjut karena selama berhari-hari
pertanyaan yang sama, istrinya juga selalu menjawab dengan jawaban yang sama
bahwa tahi lalat itu tidak pernah ada. Hingga beberapa kali dia dan istrinya gagal
bercinta dan saling kesal hanya karena sebuah tahi lalat di punggung. Super ego
bisa jadi bekerja pada level yang amat primitif dan relatif tidak bisa menguji
realitas-yaitu memodifikasi tindakannya tergantung kepada situasi (Lawrence dkk,
2010: 87). Dengan kata lain, tuntutan super ego terhadap kesempurnaan menjadi
tidak realistis.
Lalu kupikir, mungkin tahi lalat itu betul-betul pindah tempat. Maka aku mencari di setiap sudut tubuh istriku. Berharap jika menemukan tahi lalat itu ingin ku bujuk untuk kembali ke tempat semula. Mulailah, setiap hari aku menelanjangi istriku, menyusuri tubuhnya dan akhirnya terpaksa menyetubuhi istriku denga berahi yang setengah, karena setengahnya lagi rasanya telah pergi bersama dengan hilangnya tahi lalat itu. Aku betul-betul penasaran sekaligus sangat merasa kehilangan atas tak adanya tahi lalat di punggung istriku (LS, 2006: 49).
Tuntutan kesempurnaan super ego dalam kepribadian tokoh Aku (suami)
menjadi sangat tidak realistis. Tokoh Aku (suami) menginginkan tahi lalat di
punggung istrinya yang hilang segera kembali. Dia bahkan sampai berpikir ingin
membujuk tahi lalat itu kembali ke tempatnya semula, di punggung istrinya, jika
sekiranya tahi lalat itu pindah tempat. Namun tokoh Aku (suami) tidak berhasil
menemukan tahi lalat itu hingga akhirnya dia merasa putus asa.
Perasaan kecewa dan putus asa yang dialami oleh tokoh Aku (suami)
terhadap situasi itu menyebabkan taraf ketegangannya meninggi. Pada bagian ini
dorongan-dorongan dari id dalam kepribadian tokoh Aku (suami) mulai
booking sebuah hotel berbintang lima. Perempuan tinggi semampai bak model dengan dada besar itu berdiri di hadapanku dengan telanjang, kuminta ia berbalik. Ku pandangi tahi lalat di punggungnya, tak sama. Sesaat aku mengamati dan berharap kalau-kalau itu adalah tahi lalat istriku, tetapi bukan. Betapa aku sangat merindukan tahi lalat di punggung istriku. Malam itu aku bercinta semu dengan perempuan itu, menciumi punggung wanita panggilan itu hingga membuatnya tertawa geli. Membayangkan aku bercinta dengan istriku yang masih memiliki tahi lalat di punggungnya. Lalu pulang dan tidur hingga siang. Aku absen kerja (LS, 2006: 50).
Meskipun dorongan-dorongan dari id dalam kepribadian tokoh Aku
(suami) membuatnya mencari wanita panggilan untuk meredakan ketengangan
yang dirasakannya, namun dia tetap teringat pada istrinya. Tokoh Aku (suami)
bercinta dengan wanita panggilan itu sambil membayangkan bahwa wanita itu
adalah istrinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh super ego dalam diri
tokoh Aku (suami) masih menjalankan peranannya.
Kucoba menatap wajahnya rekat-rekat, mencari sisa-sisa kemudaan di antara wajahnya yang mulai merenta. Sebetulnya istriku masih cantik, tubuhnya juga tak lantas jadi gembrot. Garis wajahnya yang mulai tegas menunjukkan dia perempuan yang matang. Tapi kenapa aku tak bergairah padanya? Aku sama sekali tak terberahi. Sekali lagi, aku mengelus punggungnya dengan lembut, membuat istriku sedikit bergerak dalam tidurnya (LS, 2006: 50).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa super ego dalam diri tokoh Aku
(suami) masih dapat mempengaruhi ego dalam mengendalikan id. Tokoh Aku
(suami) tak lantas ingin meninggalkan istrinya meskipun dia tidak bergairah lagi
terhadap istrinya itu. Dia masih tetap menginginkan istrinya meskipun setengah
hatinya terasa hilang bersamaan dengan hilangnya tahi lalat yang sangat
disukainya.
Tokoh Aku (suami) mengalami sederetan koflik karena ego dalam
mengendalikan tuntutan antara super ego, yaitu keinginan untuk mencapai
kesempurnaan dengan menemukan kembali tahi lalat istrinya agar dia dapat
mencintai istrinya lagi dengan sepenuh hati, dan id, yaitu keinginan atau dorongan
seksualnya, yang saling bertentangan dalam dirinya.
Sementara itu di lain pihak tokoh Aku (istri), juga mengalami hal yang
sama. Tokoh Aku (istri) merasa cemburu pada tahi lalat yang ada di
punggungnya. Dia merasa suaminya lebih mencintai tahi lalat itu dari pada
dirinya.
Hingga suatu hari, aku tak pernah lagi diciumnya. Dia hanya menciumi punggungku. Dia lupa mencium bibirku atau keningku atau pipiku. Aku harus memintanya dulu untuk mencium bibirku, jika tidak dia tak akan ingat. Setiap ada kesempatan, dia selalu mencium punggungku. Aku mulai membenci tahi lalat di punggungku, aku cemburu (LS, 2006: 51).
Dari kutipan di atas tampak bahwa dorongan dari id mendominasi
kepribadian tokoh aku (istri). Rasa benci dan cemburu pada tahi lalat di
punggungnya menyebabkan tengangan pada dirinya.
Untuk meredakan ketegangan itu, tokoh Aku (istri) kemudian berencana
menghilangkan tahi lalat di punggungnya. Bersama dengan Ratri, seorang
perempuan paruh baya yang tak pernah menikah, tukang pijat langganannya,
tokoh aku (istri) pergi menemui dokter kulit untuk menghilangkan tahi lalat di
punggungnya itu.
“Angkat?”
Ratri ke dokter kulit untuk mengangkat tahi lalat di punggung (LS, 2006: 52).
Dari kutipan di atas, terlihat tokoh Aku segera membuat keputusan untuk
mengangkat tahi lalat di punggungnya tanpa memikirkan konsekuensi yang akan
terjadi setelahnya. Hal itu dilakukan untuk melepaskan ketegangan dari pengaruh
id atau naluri primitif pada dirinya, yaitu rasa cemburu pada tahi lalat di
punggungnya.
Ternyata keputusan tokoh Aku (istri) mengangkat tahi lalat di punggung
itu menyebabkan keadaan rumah tangganya menjadi kacau. Suaminya kecewa
mendapati tahi lalat itu sudah tidak ada lagi. Tokoh Aku (istri) juga berbohong
dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah punya tahi lalat di punggung karena
takut suaminya akan marah besar jika dia berkata yang sebenarnya. Tokoh Aku
(istri) berpikir suaminya akan segera melupakan tahi lalat itu, namun ternyata
tidak. Suaminya tetap mencari tahi lalat itu. Hingga suatu hari tokoh Aku (istri)
menemukan sesuatu yang ganjil pada suaminya dan seketika dia merasa menyesal
telah mengangkat tahi lalat itu dan membohongi suaminya. Dalam hal ini super
ego mulai memegang kendali kepribadian tokoh Aku (istri).
Suatu pagi, saat aku mencuci pakaian suamiku yang hari itu absen kerja karena tidur hingga siang, kucium parfum perempuan di baju kemejanya. Ada rambut ikal panjang pula yang menempel di celana dalamnya. Pasti suamiku selingkuh! Pasti!
Aku menangis, tiba-tiba merasa menyesal telah membuang tahi lalat itu. Hari-hari kujalani dengan tanpa gairah. Suamiku pulang-pergi ke kantor dengan dingin. Dia tak pernah menyentuhku, tak juga menyentuh punggungku. Tak menciumku pula (LS, 2006: 52).
Pengaruh hilangnya tahi lalat di punggungnya itu membawa dampak yang
kuat dari id dan energi ego yang lemah menyebabkan tokoh Aku (istri) ingin
segera melepaskan ketegangan yang dirasakannya. Namun setelah tokoh Aku
(istri) berhasil meredam ketegangannya, dia kemudian menyesali perbuatannya
dan merasa bersalah pada suaminya. Konflik yang dialami tokoh Aku (istri)
terjadi karena ego tokoh aku (istri) tidak dapat mengendalikan tuntutan antara id,
yaitu keinginan untuk melenyapkan tahi lalat yang membuatnya merasa cemburu,
dan super ego, yaitu rasa bersalah karena menlenyapkan tahi lalat yang sangat
disukai oleh suaminya dan rasa bersalah karena telah berbohong pada suaminya.
4.1.3 Dalu-Dalu
Cerpen Dalu-Dalu menceritakan kisah seorang tokoh Aku yang dituduh
sebagai seorang ‘lekra’1
1Lembaga Kebudayaan Rakyat yang didirikan 17 Agustus 1950 di Jakarta.Merupakan organisasi
kebudayaan yang berada di bawah naungan PKI (Partai Komunis Indonesia).Setelah kegagalan
. Hanya karena ia dapat memainkan biola dan berdendang
musik keroncong, orang-orang menyebutnya ‘lekra’. Saat itu tahun 1966, satu
tahun setelah kejadian jendral yang disiksa dan dibuang ke Lubang Buaya.
Kejadian itu berdampak luar biasa di Banyuwangi, sebuah suara yang menjadi
komando menuduh siapa saja yang terlihat mencurigakan dengan sebutan ‘lekra’,
dan tokoh Aku adalah salah seorang yang mendapatkan sebutan itu hingga dia
dipecat secara tidak hormat dari tempatnya bekerja di koperasi kabupaten.
Sebutan ‘lekra’ yang dituduhkan kepada tokoh Aku menyebabkan kehidupannya
Tokoh Aku adalah seorang pribadi yang sabar. Ego dalam kepribadian
tokoh Aku berperan dengan baik. Ego tokoh Aku dapat mengendalikan tuntutan id
dan tuntutan super ego. Dengan kata lain, tokoh Aku sehat secara psikologis.
Kepribadian tokoh Aku yang didominasi oleh ego dapat dilihat dari kutipan
berikut.
Tetapi mereka telah menyebut ‘lekra’ pada orang yang salah. Padaku. Aku hanyalah seorang seniman yang bertahan hidup dengan mengabdikan diri untuk koperasi Kabupaten.
Hari itu aku lupa tanggalnya. Yang kuingat, tangis anakku tak juga berhenti sedari subuh menjelang senja. Sore itu aku pulang dalam hampa; statusku tak lagi bekerja. Aku adalah penjara yang memenjarakan dirinya sendiri. Apa yang akan kukatakan pada anak istriku di rumah nanti; dipecat dengan tidak hormat! Padahal gajiku waktu itu sudah lumayan. Tiga ratus lima puluh per bulan dan beras waktu itu seharga lima rupiah per kilo. Uang perakan berharga sepuluh dan lima rupiah masih berlaku, kuingat salah satunya bergambar keluarga berencana. Aku sudah bisa berkendara motor, hidupku sudah lumayan. Kini aku tak punya lagi sumber penghasilan. Mungkin nanti akan kujual motor ini, aku memutar otak hingga tiba di rumah (LS, 2006: 56).
Dari kutipan di atas terlihat tokoh Aku pasrah disebut sebagai ‘lekra’.
Meskipun tidak terima disebut ‘lekra’, dia tidak melakukan tindakan
memberontak untuk membela dirinya. Dorongan id dalam kepribadiannya dapat
ditekan oleh ego. Bahkan saat dipecat dengan tidak hormat, saat itu ketengangan
terjadi dalam dirinya. Dia tetap tenang dan terus berpikir apa yang akan dilakukan
untuk mendapatkan penghasilan. Pada bagian ini terlihat pengaruh super ego yang
juga dapat dikendalikan oleh ego tokoh Aku. Meskipun dia dipecat dengan tidak
hormat, tokoh Aku tidak lantas merasa inferior (rendah diri), tapi segera
Selain itu yang menujukkan pribadi tokoh Aku yang didominasi oleh ego
juga tampak ketika ia menyaksikan pembakaran buku yang dianggap tak
bernorma. Tokoh Aku yang seorang seniman tentu sangat menyukai buku.
Melihat buku-buku dibakar di depannya membuatnya merasa sia-sia.
Ada pula bakar-bakaran! Bertumpuk buku itu dibakar! Sempat ku baca sekilas dua sekitar seminggu sebelumnya saat mereka membakar segala buku dan apa pun yang mereka anggap tak bernorma. Kesemua berbahasa Inggris, beberapa lagi buku seorang bernama Pramoedya. Katanya ia cukup ternama, tapi buku-buku itu dilarang. Mereka sengaja melahapnya dengan api di siang hari. kucuri sempat beberapa dan kubaca, walaupun hanya sekilas dua tapi kukembalikan lagi ke sana; ke kelompok buku yang siap dilahap si jago merah. Ah, pikirku… betapa sia-sia. Tapi aku tak seberani itu, untuk mencuri dan membacanya di rumah (LS, 2006: 57).
Kutipan di atas menunjukkan dorongan id pada tokoh Aku dapat
dikendalikan oleh ego karena super ego juga berperan dalam menekan dorongan
id. Tokoh Aku yang sangat ingin membaca buku-buku yang akan dibakar karena
dianggap tak bermoral hanya berani mengambilnya sekilas dan kemudian
mengembalikannya lagi. Keinginannya yang kuat untuk membaca buku itu adalah
dorongan dari id, kemudian keputusannya untuk mengembalikan buku itu adalah
dorongan dari super ego dan ego yang kemudian mengontrol dorongan-dorongan
dari id dan super ego pada keadaan yang realistis.
Kejadian lain yang menunjukkaan bahwa tokoh Aku matang secara
psikologis adalah ketika dia sudah memberitahukan pada istrinya bahwa ia dipecat
dengan tidak hormat. Saat itu anaknya tidak berhenti menangis, namun tokoh Aku
tidak segera kalut. Dengan sabar dia menggantikan istrinya menggendong
“Anak kita tak mau diam,” kata istriku, dia sara mengetahui keadaan orang tuanya. Kugendong orok menangis itu, timang-timang di depan halaman. Malam telah pekat sempurna, sepi yang menggema bahkan seperti tak mau menyapa. Aku sendiri dendang pada malam yang pekat sepi. Malam-malam… dalu-dalu. Kulagukan untuk buah hatiku (LS, 2006: 59).
Id dalam kepribadian seorang individu beroperasi menurut prinsip
kesenangan, artinya id selalu mengejar kesenangan dan menghindari rasa sakit.
Dari kutipan di atas tokoh Aku tidak didominasi oleh dorongan id. Meskipun pada
saat itu tokoh Aku sedang mengalami ketengangan karena baru saja dipecat secara
tidak hormat, namun dorongan dari id untuk melepaskan ketegangan itu dapat
dikendalikan oleh ego. Ego yang beroperasi menurut prinsip realitas dalam
kepribadian seorang individu mengekspresikan dan memuaskan hasrat id sesuai
dengan tuntutan realitas dan tuntutan super ego. Dalam kepribadian tokoh aku,
ego berhasil menjalankan fungsinya. Ketegangan yang dirasakan oleh tokoh aku
tidak lantas membuat id tokoh aku mendominasi kepribadiannya. Ego menekan
ketegangan itu dan mengalihkannya kepada sesuatu yang lebih rasional dan lebih
manusiawi, yaitu membantu istrinya menjaga dan mendiamkan tangis anaknya
yang tidak mau berhenti.
Kepribadian tokoh Aku yang didominasi oleh ego membentuk pribadi
yang sabar dan matang secara psikologis terhadap dirinya. Tingkah laku tokoh
Aku dalam cerpen Dalu-Dalu sangat tenang. Meskipun dia mengalami
kekecewaan yang bertubi-tubi, dia tetap tenang dan tidak kehilangan
rasionalitasnya.
Sebutan ‘lekra’ yang ditujukan padanya sangat mempengaruhi kehidupan
ketengangannya memuncak. Namun, ego tokoh Aku dapat mengendalikan dan
menekan ketegangan yang dirasakannya dengan menyeimbangkan dorongan id
dan tuntutan super ego.
Mereka menyebutku ‘lekra’! kelak mereka memasang tanda pada KTP-ku, menandakan bahwa aku ‘lekra’, padahal bukan. Aku benar-benar tak percaya, hampir saja ingin kubanting biola itu jika tak ingat betapa ia adalah kesayanganku. Jantung hatiku, jantung hitam Blambangan (LS, 2006: 59).
Dari kutipan di atas, dapat dilihat betapa tokoh Aku sebenarnya sangat
kecewa dengan sebutan ‘lekra’ yang ditujukan padanya hanya karena sebuah
biola. Meskipun sempat terlintas di pikirannya untuk membanting biola itu untuk
melampiaskan amarah, tapi hal tersebut tidak segera dilakukannya. Ego yang
bersifat logis, rasional, dan toleran terhadap tegangan dapat mengendalikan
dorongan id. Energi id mendorong tokoh Aku untuk membanting biolanya.
Dengan menyeimbangkan pengaruh super ego, yaitu perasaan sayang pada
biolanya, ego dapat menekan dorongan dari id sehingga tokoh Aku tidak jadi
membanting biola kesayangannya itu.
Dominasi ego yang kuat pada kepribadian tokoh Aku dapat
menyeimbangkan tuntutan-tuntutan id akan kesenangan dengan tuntutan-tuntutan
super ego akan kesempurnaan. Tokoh aku sehat secara psikologis dan mampu
memegang kendali atas prinsip kesenangan dan prinsip moralitas. Sesulit apa pun
keadaan yang dihadapi oleh tokoh Aku, dia tetap berusaha tenang
4.1.4 Pada Sebuah Gang Buntu
Cerpen Pada Sebuah Gang Buntu menceritakan tokoh Aku yang memiliki
keluarga kecil dan tinggal di sebuah kamar kos yang sempit pada sebuah gang
buntu. Penghasilan tokoh Aku yang hanya seorang buruh di pabrik plastik dan
suaminya yang seorang tukang ojek tidak cukup untuk mengontrak rumah, hanya
cukup untuk makan saja dan menyewa kamar kost sempit di gang buntu tersebut.
Kepribadian tokoh Aku didominasi oleh id. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
Aku ini sebetulnya bodoh atau apa? Kuliah tak kuselesaikan, malah kawin lari dengan laki-laki tak bermasa depan. Waktu itu bapak ibuku marah bukan main. Sudah dua kali lebaran aku coba datang untuk mohon maaf dari orang tuaku tapi bapakku tak kunjung melunak walaupun Ibu menerima kami yang mungkin saja karena kasihan. Kini aku bisa membenarkan perkataan keluargaku yang membodoh-bodohi kepandiranku yang tidak bisa berpikir logis saat jatuh cinta (LS, 2006: 100)
Tokoh Aku yang lebih memilih kawin lari daripada menyelesaikan kuliahnya
menunjukkan bahwa tokoh Aku adalah seorang individu yang impulsif.
Dorongan-dorongan id yang begitu kuat dalam dirinya tidak dapat ditekan oleh
ego.
Setelah menikah dengan suaminya, akhirnya tokoh Aku dapat merasakan
akibat dari kebodohannya. Kesulitan hidup yang dirasakan tokoh Aku semakin
menambah ketegangan yang dirasakannya. Tokoh Aku mulai merasa lelah setiap
hari harus mengurusi anak dan suaminya, belum lagi pekerjaan rumah tangganya
dan pekerjaannya di pabrik. Tekanan akan tuntutan hidup dan kehamilannya yang
kedua membuat tokoh Aku semakin temperamen.
Aku tak suka bau keringatnya yang bercampur dengan deodoran murahan. Maka aku tak mau menyentuhnya saat malam-malam tiba. Aku emosional seperti gadis saat pre-menstruation-syndrome yang selalu marah. Aku tak sepenuh hati melayaninya (LS, 2006: 100).
Pengaruh dari kehamilan keduanya semakin menampakkan dominasi id dalam
kepribadian tokoh Aku. Tokoh Aku tidak menyukai aroma tubuh suaminya
sehingga dia tidak sepenuh hati lagi saat melayani suaminya. Dia menjadi
emosional dan mudah marah.
Karena temperamennya, suami tokoh Aku menampakkan gelagat yang
membuatnya curiga. Suatu hari tokoh Aku mengikuti suaminya keluar dan
melihat suaminya pergi ke hotel krusek bersama dengan seorang perempuan.
Tokoh Aku terus mengikuti suaminya sampai ke depan kamar hotel itu.
Mereka masuk ke sebuah hotel krusek. Bukan main, demi melihat itu jantungku tak bisa berhenti berdebar kencang, keringat sebesar biji jagung bercampur dengan amarah dan kesal di dalam dada. Setelah sekitar sepuluh menit, aku mengumpulkan keberanian dan menghela nafas berulang-ulang lalu melangkahkan kakiku, menuju ke kamar itu (LS, 2006: 101).
Aku mengetuk kamar, setelah lima menit di depannya dan aku terus memaksa dengan ketokan semakin keras, akhirnya pintu dibuka… oleh suamiku sendiri yang hanya bercelana pendek dan perempuan itu di ranjang menutupi ketelanjangannya dengan selimut (LS, 2006: 102).
Dari kutipan di atas dominasi id dalam kepribadian tokoh Aku semakin terlihat.
Ketegangan yang diarasakannya karena melihat suaminya bersama perempuan
lain masuk ke kamar hotel, semakin meningkat. Untuk meredakan ketegangan
yang dirasakannya, tokoh Aku mendatangi kamar hotel itu dan menggedor
pintunya.
dalam kepribadian tokoh aku, Ego tokoh Aku tidak berhasil mengendalikan
tuntutan buta dari id, dan super ego tokoh Aku juga tidak berhasil mempengaruhi
ego. Akhirnya hubungan tokoh Aku dan suaminya menjadi tidak harmonis.
Selanjutnya kami cekcok mulut, lebih tepat lagi aku memberondongnya dengan kata-kata kasarku. Dia malu dan menarikku pulang setelah men-stater motornya di parkiran. Kami melanjutkan rebut-ribut di kamar kos.
Dia menyalahkan aku yang tak bisa memenuhi hasrat kelaki-lakiannya. Aku menuduhnya bahwa dia memang sering berhubungan badan dengan pelacur. Katanya, dia baru mulai begitu sejak aku hamil yang kedua ini sebab aku tak mau melayaninya, aku tak percaya.
Aku tak peduli walau suamiku coba menenangkanku dan mengingatkanku akan adanya rasa malu, tapi aku tak peduli, aku makin kalap dan mencakarnya (LS, 2006: 102).
Id berfungsi melepaskan rangsangan, ketegangan dan energi. Id selalu
mencari pelepasan ketegangan yang bersifat segera melalui tindakan, tanpa peduli
apakah tindakan itu tepat dan benar untuk dilakukan. Karena dorongan id yang
besar mendominasi kepribadian tokoh Aku, tokoh Aku melakukan
tindakan-tindakan yang berasal dari naluri primitifnya. Tokoh Aku memberondong
suaminya dengan kata-kata kasar, menuduh suaminya telah lama selingkuh, tidak
percaya pada kata-kata suaminya, bahkan sampai mencakar suaminya. Hal itu
dilakukannya untuk melepaskan ketegangan yang dirasakannya dan mendapatkan
rasa puas.
Pengaruh ego dan super ego yang lemah dalam kepribadian tokoh aku
tidak dapat mengendalikan dorongan-dorongan primitif dari id. Tokoh Aku
semakin kalap ketika suaminya tak juga pulang berhari-hari setelah mereka