• Tidak ada hasil yang ditemukan

Novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

NOVEL

DETIK TERAKHIR

KARYA ALBERTHIENE ENDAH

Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

DEWI MARDIYANA SEBAYANG C0204017

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

▸ Baca selengkapnya: maksud endah apatah

(2)

NOVEL

DETIK TERAKHIR

KARYA ALBERTHIENE ENDAH

Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra

Disusun oleh:

DEWI MARDIYANA SEBAYANG C0204017

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Wiranta, M. S. NIP 195806131986011001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

(3)

NOVEL

DETIK TERAKHIR

KARYA ALBERTHIENE ENDAH

Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra

Disusun oleh:

DEWI MARDIYANA SEBAYANG C0204017

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal……….

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Chattri. S. Widyastuti, M. Hum.

NIP 196412311994032005 ………….….

Sekretaris Asep Yudha Wirajaya, S. S.

NIP 132300849 ……….

Penguji I Drs. Wiranta, M. S.

NIP 195806131986011001 ……….

Penguji II Dra. Murtini, M. S.

NIP 195410151982111001 ………

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

(4)

PERNYATAAN

Nama : Dewi Mardiyana Sebayang NIM : C0204017

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah (Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Febuari 2010 Yang membuat pernyataan

(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

Mama dan Papa Keluarga besarku

(6)

MOTTO

Tidak ada yang tidak bisa diraih, jika kita punya mimpi, keyakinan, kemauan, dan kerja keras.

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat (Al-Hadist)

Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur untuk Allah SWT atas seluruh karunia dan nikmat-Nya yang tak terkira. Salah satunya adalah Skripsi dengan judul Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra ini

akhirnya telah selesai. Meskipun begitu banyak hambatan dan kesulitan namun karya kecil ini, kini telah ada di tangan para pembaca sekalian. Terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Drs. Sudarno, M. A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas dan Seni Rupa Universitas Negeri Sebelas Maret

3. Drs. Wiranta, M. S. selaku pembimbing akademik serta pembimbing penyusunan skripsi yang telah bersedia meluangkan sedikit waktu untuk mengingatkan setiap kesalahan penulis dalam pembuatan skripsi ini.

4. Bapak dan ibu Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri Sebelas Maret. Terima kasih atas ilmu yang telah ditularkan kepada penulis.

5. Seluruh staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun perpustakaan pusat Universitas Negeri Sebelas Maret atas bantuannya dalam pencarian referensi untuk penyusunan skripsi ini.

6. Empat keajaiban Sasindo 2004, yang tidak mungkin untuk tidak ditulis. Rini, Tutik, Yayuk, Farida (O2C). Untuk persahabatan dan persaudaraan kita

(8)

7. Seluruh anak Sasindo 2004 Rini, Tutik, Farida, Yayuk, Bayu, Achmadi, Damang, Siti, Pak Dhe, Cepot, Puji, Betik, Eka, Marita, Ari, Andika, Andri, Ardi, Aya, Arifin, Tatib, Nia, Erlin, Tia, Agustin, Fitri, Pratiwi, Tanjung, Hilda, Deni, Ngawi, Bang Lis, Kadir, Harno, Joko, Rodek, Ridho, Rulis, Muna, Vero, Joker, Donal, Tri Wahyu, Dedi, Morientes, Rendi, Bagas, Bogel, Dodik, Wiji. Terimakasih atas keceriaan yang tidak terlupakan selama ini. Semoga kita dapat berkumpul bersama lagi.

8. Kepada mereka orang-orang yang penulis cintai. Sembah sujudku untuk Mama (Sri Suyamti) dan Papa (Mukmin Sebayang), orang tua yang sangat luar biasa, dengan kehangatan yang selalu mereka hembuskan ke dalam hidupku. Kakak (Ika, yang sudah menyandera komputer selama satu tahun penuh, hingga penulis harus libur mengerjakan skripsi) dan adikku (Hendra, yang masih berkutat pada punkrock Melayu). Simbah (Atmo Mulyono) dan Ibu (Sri Rejeki), atas doa restunya. Oci, Aji, Affa (keponakanku yang usil dan selalu mengganggu) untuk kepolosan dan keceriaan yang menginspirasi dan menyejukan. Semua keluarga besarku yang di Solo, Rantau Prapat, dan Batam. Terimakasih untuk keceriaan dan dukungan semua kawan-kawan di dalam dan luar kampus yang tidak dapat penulis sebut di sini.

Tidak lupa juga, terima kasih untuk semua pembaca, semoga karya sederhana ini bermanfaat dan dapat mendorong munculnya karya-karya yang lebih baik lagi.

Surakarta, Febuari 2010

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Pengertian Novel ... 11

B. Unsur-Unsur Intrinsik ... 12

1. Alur ... 13

2. Tokoh ... 15

3. Latar ... 16

(10)

D. Kerangka Pikir ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian ... 25

B. Pendekatan... 25

C. Objek Penelitian ... 26

D. Sumber Data ... 26

E. Data ... 26

F. Teknik Pengumpulan Data... 27

G. Teknik Analisis Data ... 27

H. Teknik Penarikan Kesimpulan ... 28

BAB IV ANALISIS DATA A. Unsur Intrinsik Novel Detik Terakhir ... 29

1. Alur ... 29

2. Tokoh ... 35

3. Latar ... 45

B. Analisis Sosiologi Sastra ... 48

1. Disharmonisasi ... 48

a. Diskomunikasi ... 55

b. Perselingkuhan ... 56

2. Pelanggaran Terhadap Norma-Norma Masyarakat ... 58

a. Perselingkuhan ... 59

b. Seks Bebas ... 61

c. Penyalahgunaan Obat-Obatan Terlarang (Narkoba) ... 64

(11)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 75 B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(12)

ABSTRAK

Dewi Mardiyana Sebayang, C0204017. Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra. Skripsi. Jurusan Sastra. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah gambaran unsur intrinsik yang berupa alur, tokoh, dan latar dalam novel DT karya Alberthiene Endah. (2) Bagaimanakah gambaran disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menggambarkan mengenai unsur intrinsik yang berupa alur, tokoh, dan latar dalam novel DT karya Alberthiene Endah. (2) Menggambarkan disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah, yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta pada Juni 2006, cetakan kedua, dengan tebal 248 halaman. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Penelitian ini menggunakan teknik penarikan simpulan induktif

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal (1) Gambaran unsur intrinsik dalam novel DT karya Alberthiene Endah yang meliputi alur, tokoh, dan latar yaitu: Alur dari novel DT digambarkan dengan susunan peristiwa yang runtut dari awal pemaparan hingga akhir. Penggambaran Tokoh dalam novel DT dipaparkan dari dimensi psikologis dan sosiologis. Penggambaran latar kota besar dalam novel DT berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam analisis penelitian yaitu problem sosial di kota besar.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab satu adalah pendahuluan. Isi dari bab satu adalah latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah

Teks sastra merupakan sebuah karya yang amat kompleks. Sastra merupakan refleksi kehidupan manusia dengan berbagai macam dimensi yang ada. Unsur-unsur yang berkembang dan terdapat dalam kehidupan akan terrefleksi dalam teks sastra. Refleksi itu terwujud dengan imajinasi pengarang terhadap realita kehidupan atau realitas alam, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa karya sastra tidak terlahir dari kekosongan budaya. Segala sesuatu yang diungkapkan pengarang merupakan cermin dari kehidupan yang dilihat dan dialaminya.

Sastra dapat dilihat sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat kenyataan sosio-budaya suatu masyarakat pada suatu masa tertentu (Umar Junus, 1986: 3). Karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya.

(14)

pengetahuan tentang sastra juga dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain seperti filsafat, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

Hubungan sastra dan sosiologi menurut Sapardi Djoko Damono, “sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri dan merupakan suatu kenyataan sosial. Kenyataan sosial meliputi semua kegiatan kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat yang ada.” (Sapardi Djoko Damono, 1979: 1). Pendekatan sosiologi sastra merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat. Hal ini diperjelas oleh De Bonald yang mengatakan bahwa “sastra adalah ungkapan perasaan tentang kehidupan masyarakat.” (dalam Wellek, Rene dan Austin Warren, 1990: 110)

(15)

Arti sastra seperti ini tidak dapat ditangkap dengan metode dan teknik ilmu-ilmu sosial, untuk itu diperlukan kepekaan kesastraan, kemahiran membaca, memahami, dan menilai karya sastra sesuai dengan ciri khasnya sebagai fiksi atau khayalan, yang dicipta manusia dengan daya cipta yang peka pula (Teeuw, A, 1984: 236-238)

Sebuah novel akan lebih memberikan dampak kepada kondisi jiwa seseorang daripada tulisan ilmiah yang cenderung rumit dan tidak mudah dipahami oleh semua orang, hanya dapat dimengerti oleh kalangan tertentu saja. Oleh karena itu sebuah novel memiliki arti penting lebih dari sekadar sebagai alat untuk menghibur saja, tetapi juga sebagai sarana untuk sosialisasi, promosi, atau untuk kepentingan kampanye sebuah program.

Detik Terakhir (selanjutnya disingkat DT) merupakan sebuah novel karya

Alberthiene Endah, yang terbit pertama kali tahun 2004. Novel ini memenangkan penghargaan pertama adikarya IKAPI untuk kategori novel remaja. Semula novel ini diterbitkan dengan judul Jangan Beri Aku Narkoba. Juni 2006 novel ini dicetak ulang dengan judul Detik Terakhir.

Kisah dalam novel Alberthiene ini dimulai dengan pertemuan seorang wartawan dengan seorang pecandu narkoba. Dari sana, kisah masuk ke awal bab yang mengisahkan awal kegamangan tokoh utama yang mengalami broken home. Tokoh utama yang seorang remaja perempuan itu bahkan mengalami disorientasi dari perilaku seksualnya.

(16)

dari sudut pandang yang berbeda. Mencoba mengangkat kembali sebuah sisi kemanusiaan masyarakat ibu kota lewat tokoh-tokohnya. Pengalamannya dalam menulis biografi, sedikit memengaruhi gaya penulisannya dalam novel ini, sehingga ketika membaca novel ini lebih terasa seperti membaca sebuah biografi seorang Arimbi. Alberthiene telah sering menulis tentang narkoba, pengalamannya dengan beberapa teman yang pecandu berat, membuatnya bisa melukiskan setiap peristiwa dengan detail, sehingga novel ini terkesan menjadi lebih hidup dan lebih nyata.

Novel ini berkisah tentang kejiwaan seorang pecandu, di tengah situasi dan lingkungan yang tidak kondusif untuk membantu penyembuhannya, dengan latar belakang keluarga jetset1. Kehidupan metropolitan yang bebas, dan individual dapat dilihat dalam novel dengan tebal 241 halaman ini. Novel ini mengisahkan secara real situasi yang bisa saja terjadi di lingkungan masyarakat saat ini.

Novel DT merupakan sebuah novel yang penuh dengan problem-problem sosial, seperti disorganisasi keluarga, yang dalam novel ini terjadi akibat tidak berjalannya fungsi-fungsi anggota keluarga sebagaimana mestinya, misalnya sang ayah yang selalu melakukan kekerasan terhadap istrinya dan ibu yang suka belanja dan berfoya-foya. Lebih yang lebih parah lagi mereka berdua berselingkuh dengan tidak memerdulikan perasaan dan keadaan sang anak yang mengetahui perselingkuhan mereka. Selain itu kesibukan dan keegoisan orangtua yang lebih sering mementingkan pekerjaan dan kesenangan mereka masing-masing tanpa mengerti kepentingan dan kebutuhan anak-anak mereka yang sebenarnya, bisa menyebabkan terhambatnya komunikasi antaranggota keluarga hingga

1

(17)

keharmonisan keluarga tidak bisa dicapai, karena akan ada jarak antara masing-masing anggota keluarga.

Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, seperti perselingkuhan, kenakalan remaja yang dihadirkan melalui tindakan negatif seperti merokok, menonton film porno, membolos, dan yang lebih parah mengonsumsi narkoba, seks bebas, dan adanya disorientasi seksual. Problem-problem tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain, sehingga terjadi hubungan sebab akibat, di mana problem sosial yang satu mengakibatkan problem yang lain.

Melalui konflik-konflik yang terjadi pada tokoh-tokoh dalam novelnya ini, Alberthiene mencoba membuka hati dan pikiran pembacanya, bahwa setiap permasalahan yang terjadi pasti memiliki penyebab, hal itu yang harus dicari dan diselesaikan dari pada hanya menyalahkan orang lain, dan menyelesaikan masalah tersebut sebatas selesai, tanpa dicari penyebab yang jelas mengenai masalah tersebut. Dalam novel ini misalnya, pengobatan detoksifikasi atau panti rehabilitasi saja tak akan menyembuhkan kecanduan narkoba, karena yang paling penting adalah alasan si pemakai mengkonsumsi narkoba, dan permasalahan itu yang harus lebih dulu diselesaikan.

Perlu juga diperhatikan, bahwa masalah narkoba bukan hanya masalah orang perorang atau keluarga saja. Dukungan dan peran serta masyarakat juga berperan dalam mengatasi masalah ini, dalam proses penyembuhan maupun dalam rangka memerangi narkoba agar tidak menyebar lebih luas di masyarakat.

(18)

maka bahaya narkoba akan semakin mengancam dan merusak baik fisik, jiwa, moral, mental, maupun material anak-anak bangsa yang pada akhirnya akan menghancurkan negara.

Meskipun undang-undang tentang narkoba sudah dibuat yaitu UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika dan UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika (http://www.tarumanagara.ac.id)2, tidak juga membuat jera para bandar narkoba. Perlu diketahui bahwa sebenarnya pecandu narkoba adalah korban dari para bandar yang haus materi. Selayaknya mereka diperlakukan seperti korban pada umumnya, bukan seperti tersangka atau penjahat, hal ini juga akan membantu dalam gerakan memerangi narkoba. Narkoba tidak akan pernah hilang begitu saja dari peredarannya, selama masyarakat hanya mengandalkan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, maka narkoba tidak akan pernah berhenti menghantui kehidupan masa depan bangsa.

Hal-hal lain yang juga ingin disampaikan pengarang melalui karyanya ini adalah, pentingnya menjaga komunikasi antar anggota keluarga. Peran orang tua merupakan bagian penting dalam pembentukan kejiwaan anak-anak mereka, sehingga secara tidak langsung akan memberikan dampak bagi masa depan anak-anak mereka. Melalui tokoh Arimbi, pengarang ingin memperlihatkan bahwa keegoisan orang tua yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri telah menghancurkan kehidupan anaknya, karena tak ada perhatian yang cukup dari orang tua untuk anak mereka yang menginjak remaja, di mana pada fase itu seorang anak sedang mencari jati dirinya, sehingga tanpa adanya pengarahan dan bimbingan yang benar, maka jalan yang ditempuh sang anak akan melenceng. Hal

2

(19)

itulah yang dilakukan kedua orang tua Arimbi, hingga akhirnya Arimbi memilih jalan yang dianggapnya paling benar meski sebetulnya jalan itu salah.

Hal-hal semacam ini perlu dikaji secara lebih mendalam, agar makna yang sebenarnya terkandung dalam novel dapat lebih terlihat, dan tidak dipahani secara dangkal oleh para pembaca. Permasalahan yang terjadi dalam novel DT, juga sering melanda masyarakat Indonesia. Problem tentang narkoba, pornografi, seks bebas, perselingkuhan, masalah dalam keluarga, dan problem-problem lain yang ada di dalam novel, tengah menjadi permasalahan yang serius bagi masyarakat. Seringkali yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan cara-cara yang ekstrim, bukan dengan pendekatan yang lebih halus. Hal tersebut terjadi karena kurang pahamnya masyarakat, tentang bagaimana mengatasi problem-problem tersebut. Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut maka penelitian ini diberi judul Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah (Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra).

B. Pembatasan Masalah

(20)

C. Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang ada perlu dirumuskan agar menjadi lebih jelas, terinci dan terarah. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah gambaran unsur intrinsik yang berupa alur, tokoh, dan latar dalam novel DT karya Alberthiene Endah ?

2. Bagaimanakah gambaran disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual dalam novel DT karya Alberthiene Endah ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas pada penelitian yang dilakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menggambarkan mengenai unsur intrinsik yang berupa alur, tokoh, dan latar dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

2. Menggambarkan disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian novel DT berupa manfaat teortis dan manfaat paktis. 1.Manfaat Teoritis

(21)

Di samping itu dapat menambah wawasan penelitian terhadap novel khususnya penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra.

2.Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang permasalahan-permasalahan yang ada dalam novel DT, sehingga bisa menjadi contoh dan perenungan, dalam mengatasi problem kehidupan, yang dalam novel ini berkutat seputar permasalahan narkoba, kenakalan remaja, serta menyikapi ketidak harmonisan dalam keluarga.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi uaraian tentang latar belakang penelitian, pembatasan masalah yang bertujuan agar masalah yang dikaji tidak terlalu luas, sehingga penelitian dapat lebih terfokus pada masalah yang telah ditentukan, rumusan masalah yang bertujuan agar permasalahan menjadi lebih jelas, terinci dan terarah, tujuan penelitian untuk memberikan arah yang jelas pada penelitian yang dilakukan, manfaat penelitian yang berupa manfaat teoritis dan praktis, dan Sistematika penulisan.

(22)

Bab III Metode dan Teknik Penelitian, berisi metode, pendekatan, objek, sumber data, data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data dimulai dengan Reduksi data, yang dilanjutkan dengan Pengkajian data, lalu Penarikan kesimpulan ragam induktif.

Bab IV Analisis Data, berisi analisis data yang berupa unsur-unsur intrinsik, problem-problem masyarakat seperti, disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan adanya disorientasi seksual, yang terkandung dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran.

Daftar pustaka, yang berisi judul dan keterangan (nama pengarang, tahun terbit, percetakan dan kota tempat buku tersebut diterbitkan) buku-buku, artikel-artikel, serta referensi-referensi lain yang digunakan untuk mendukung kelancaran proses penelitian ini.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Pada bab dua yaitu kajian pustaka dan kerangka pikir, berisi tentang landasan teori, yaitu teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi pengertian novel, unsur-unsur intrinsik yang berupa alur, tokoh, dan latar, pendekatan sosiologi sastra, dan kerangka pikir.

A.Pengertian Novel

Karya sastra terdiri dari beberapa jenis, yaitu prosa, puisi, dan drama.

Jenis prosa sendiri sangat beragam. Berdasarkan panjang pendek cerita,

prosa dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah cerpen, roman,

cerbung, novel, dan novellet.

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif;

biasanya dalam bentuk cerita. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata)

dan lebih kompleks dari cerpen, serta tidak dibatasi keterbatasan struktural

dan metrikal sandiwara atau sajak. Kata novel berasal dari bahasa Italia

novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong

berita".(http://id.wikipedia.org/wiki/Novel)3

Novel mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan

orang-orang di sekelilingnya, jalan cerita yang runtut, serta permasalahan

yang lebih kompleks. Selain itu novel juga lebih digemari dari jenis sastra

yang lain. Menurut Jakob Sumardjo, novel adalah bentuk sastra yang paling

3

(24)

populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak

beredar, karena daya komunitasnya yang luas pada masyarakat. 4

Jenis-jenis novel sangat banyak, setiap jenis novel memiliki penggemar atau

pembaca yang berbeda. Novel bersifat realistis dan berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi seperti surat, jurnal, memoar atau biografi, kronik atau sejarah. Dengan kata lain novel berkembang dari dokumen-dokumen. Secara stilistika novel menekankan pentingnya detail, dan bersifat “mimesis” dalam arti yang sempit. (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1990: 283) Selain karena keberagamannya, kesamaan cerita atau peristiwa dalam novel dengan peristiwa

kehidupan sehari-hari membuat cerita novel lebih mudah dipahami dan

dimengerti.

Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, dapat dikatakan bahwa novel berasal atau bersumber dari berbagai macam peristiwa dan kejadian dalam kehidupan manusia sehari-hari pada umumnya serta kehidupan pengarang pada khususnya, sehingga novel menjadi menarik untuk diteliti, terutama penelitian dengan menggunakan teori atau pendekatan sosiologi sastra. Karena pendekatan sosiologi sastra menekankan aspek kemasyarakatan yang terdapat dalam karya sastra, baik dari segi pengarang, karya sastra, atau pembaca.

B. Unsur-Unsur Intrinsik

Setiap karya sastra memiliki unsur-unsur yang membangun karya tersebut. Unsur yang membangun karya sastra itu secara garis besar dibagi atas dua bagian yaitu unsur intrinsik (struktur dalam), dan Unsur ekstrinsik (struktur luar).

4

(25)

Unsur intrinsik adalah segala sesuatu yang membentuk dan membangun sebuah karya sastra dari dalam karya itu sendiri. intrinsik merupakan telaah yang kajiannya berdasarkan pada karya sastra itu sendiri, seperti tema, tokoh, gaya bahasa, pesan, sudut pandang, dan struktur naratif. Wellek membedakan unsur pembentuk novel menjadi tiga yaitu alur, tokoh, dan latar. Masing-masing unsur menentukan unsur lainnya. (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1990: 283)

1. Alur

Alur merupakan bagian penting dari karya sastra. Tanpa alur yang jelas, susunan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya menjadi kacau, sehingga cerita jadi membingungkan atau tidak menarik karena ketidakjelasan pengaturan alur.

Pengaturan alur bisa disebut juga pengaluran. Pengaluran adalah pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita. Cerita diawali dengan peristiwa tertentu dan berakhir dengan peristiwa tertentu lainnya tanpa terikat pada urutan waktu. (Panuti Sudjiman, 1988:31). Peristiwa dalam sebuah alur dapat tersusun menurut urutan waktu terjadinya (temporal) dan dapat juga tersusun dengan memperhatikan hubungan kausalnya (sebab-akibat).

Alur terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang kecil (episode atau kejadian), struktur sastra yang lebih besar dan lebih luas cakupannya (tragedi, epik, novel), secara historis berkembang dari bentuk-bentuk awal yang lebih sederhana (Wellek, Rene dan Austin Waren, 1990: 285).

(26)

selesaian (Panuti Sudjiman, 1988:30). Akan tetapi jalan cerita atau peristiwa dalam sebuah novel tidak selalu diawali dengan peristiwa yang pertama, bisa juga langsung pada peristiwa dari akhir cerita, atau peristiwa dari tengah cerita, baru kemudian masuk ke awal-awal cerita. Selain untuk menarik pembaca, teknik pengaluran seperti ini memberikan warna baru dalam penulisan novel.

Dari teknis pengalurannya, alur dapat dibedakan atas:

a. Alur maju (konvensional, progresif) yaitu teknik pengaluran di mana jalannya peristiwa dimulai dari melukiskan keadaan sampai penyelesaian.

b. Alur mundur (flas back, sorot balik, atau regresif) yaitu teknik pengaluran yang menempatkan peristiwa yang dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai menggambarkan keadaan.

c. Alur tarik balik (back tracking) yaitu teknik pengaluran di mana jalan ceritanya tetap maju namun pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik kebelakang (Mursal Esten, 1978: 26).

(27)

2. Tokoh

Tokoh sangat penting dalam sebuah karya sastra. Setiap cerita fiksi (novel) pasti memiliki tokoh untuk menjalankan peristiwa dalam cerita tersebut. Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam cerita yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam tindakan dan ucapan-ucapan. Sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh-tokoh rekaan. Meskipun hanya rekaan atau imajinasi pengarang, masalah tokoh dan penokohan merupakan bagian penting dalam membangun sebuah cerita (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2000: 165).

Melalui penokohan, pembaca dapat lebih memahami isi karya sastra tersebut, sehingga makna atau pesan yang ingin disampaikan pengarang lebih mudah untuk diterima atau ditangkap oleh pembaca, karena melalui sifat, nama, tingkah laku, fisik, atau kondisi jiwa tokoh, pengarang memasukkan ide atau keinginannya serta pandangan-pandangannya terhadap sebuah permasalahan atau peristiwa.

Karena tokoh-tokoh dalam karya fiksi merupakan tokoh-tokoh buatan atau rekaan pengarang, maka perlu diberikan gambaran ciri-ciri tokoh tersebut baik ciri fisik, sosial, maupun ciri psikologis. Gambaran ciri-ciri ini disebut perwatakan. Ada tiga dimensi perwatakan yang dimiliki tokoh, yaitu:

(28)

b. Dimensi Sosiologis, ialah ciri-ciri kehidupan tokoh dalam masyarakat. Misalnya status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat, tingkat pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, kepercayaan ideologi, aktifitas sosial, hobi, keturunan.

c. Dimensi Psikologis, ialah latar belakang kejiwaan tokoh. Misalnya mentalitas, ukuran moral, temperamen, perilaku, tingkat keahlian tertentu (Soediro Satoto, 1998: 4).

Penokohan merupakan unsur penting dalam suatu karya sastra. Melalui penokohan atau perwatakan, pembaca dapat lebih memahami isi karya sastra tersebut, sehingga makna atau pesan yang ingin disampaikan pengarang lebih mudah untuk diterima atau ditangkap oleh pembaca, karena seorang tokoh diciptakan oleh pengarang dengan membawa ide atau maksud pengarang, melalui sifatnya, namanya, tingkah lakunya, fisiknya, maupun kondisi kejiwaannya.

3. Latar

Latar melengkapi kedua unsur karya sastra yang telah diuraikan lebih dahulu, yaitu alur dan tokoh. Latar adalah tempat atau waktu terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita.

Latar memberi pijakan cerita secara konkert dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada para pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi.

(29)

tokoh. Misalnya, pagi yang cerah membayangkan suasana riang dan dapat menjadi pelambang keadaan emosional tokoh dalam cerita. (Panuti Sudjiman 1988: 46)

Penggambaran latar atau pelataran dapat dilakukan dengan penggambaran latar fisik yaitu penggambaran latar yang bisa diketahui secara langsung dengan membaca suatu cerita, misal latar kota jakarta, bisa diketahui karena memang disebutkan secara jelas dalam cerita tersebut.

Yang kedua latar spiritual adalah latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu (Panuti Sudjiman, 1988: 45), misal dalam sebuah cerita dilukiskan suasana yang menyerupai suasana pedesaan, tapi tidak dijelaskan atau diceritakan dimana lokasi pastinya, dengan informasi-informasi yang terdapat dalam cerita tersebut bisa diketahui, lokasi yang dimaksud pengarang.

Unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:

a. Latar Tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan realiatis ini penting untuk membawa pembaca seolah-olah segala hal yang diceritakan sungguh terjadi yaitu tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu.

(30)

c. Latar Sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya (Burhan Nurgiyantoro 2000: 227-234).

Terkadang latar menjadi faktor yang penting dalam sebuah cerita fiksi, karena tema yang diangkat berhubungan dengan situasi atau sifat suatu daerah tertentu, atau berada pada suatu peristiwa tertentu. Misalnya latar tempat Dukuh Paruk dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Latar waktu juga menjadi penting dalam novel-novel yang mengangkat tema-tema perjuangan atau sejarah seperti dalam novel Pramudya Ananta Toer yang berjudul Larasati, sebuah novel yang bercerita tentang perjuangan bangsa Indonesia paska revolusi.

C.Pendekatan Sosiologi Sastra

Pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan sosial. Sosiologi sastra merupakan interdisipliner sosiologi dan studi sastra. Objek telaahnya yang pokok bertumpu pada unsur ekstrinsik sebab unsur intrinsik hanya berfungsi pelengkap.

(31)

kenyataan-kenyataan atau peristiwa yang benar-benar terjadi. (Rachmat Djoko Pradopo 2002: 22).

Sosiologi sastra hendak mencari gambaran realitas pada waktu karya ditulis. Hanya saja, pencerminan realitas itu dapat secara jujur dan objektif, dan dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif. Dalam hal ini karya sastra akan memberikan realitas yang ideal dari tatanan hidup masyarakat dan bukan sesuatu yang sama sekali abstrak.

Grebstain mengungkapkan bahwa untuk memahami karya sastra selengkap-lengkapnya, seseorang tidak dapat begitu saja memisahkan karya sastra yang bersangkutan dari lingkungan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya (dalam Sapardi Djoko Damono 1979: 4).

Pengarang merupakan anggota masyarakat, sedangkan karya sastra tercipta dari akumulasi berbagai pengalaman dan pemikiran pengarangnya. Pengarang melihat dan merasakan segala sesuatu baik dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungan masyarakat, dari semua hal yang pernah dibaca atau dilihatnya. Itulah mengapa karya sastra sangat bersangkutan atau berkaitan erat dengan masyarakat.

Hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

(32)

2. Isi karya sastra. Berkaitan dengan isi karya, tujuan serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

3. Sosiologi pembaca. Permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan, dan perkembangan sosial. (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1990: 111).

Klasifikasi yang pertama ini berkaitan dengan teori sosiologi sastra yang mengacu pada pengarang sebagai objek kajian, bukan karya sastranya. Masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Sumber penelitian bisa berasal dari biografi pengarang, atau pun meluas hingga ke lingkungan tempat pengarang tinggal dan berasal.

Kedua, Pendekatan sosiologi sasra melalui isi karya sastra menempatkan karya sebagai objek kajian, dalam hal ini karya sastranya yang diteliti, dengan tidak melupakan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga bila menggunakan pendekatan ini peneliti tidak harus meneliti secara detail tentang pengarangnya, hanya secara umum dan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian saja.

(33)

Setiap orang dapat meneliti berbagai “dunia” dalam sebuah karya sastra, dunia cinta dan perkawinan, dunia bisnis, dunia rohaniwan, dan dunia profesi. Tetapi penelitian semacam ini kurang bermanfaat jika memukul rata bahwa sastra adalah cerminan kehidupan, sebuah reproduksi atau sebuah dokumen sosial.

Melalui sebuah karya sastra dapat terlihat gambaran hidup suatu masyarakat tertentu atau golongan, kelompok, ataupun segala macam problema dalam kehidupan masayarakat, meskipun sastra tidak secara tepat mencerminkan atau menggambarkan peristiwa pada saat karya tersebut ditulis, tetapi tetap dalam karya sastra terdapat gambaran kehidupan lengkap dengan segala tatanan atau strukturnya.

Situasi sosial memang menentukan kemungkinan dinyatakannya nilai-nilai estetis, tapi tidak secara langsung menentukan nilai-nilai itu sendiri. Secara garis besar dapat dipelajari, bentuk-bentuk seni apa yang mungkin timbul pada suatu masyarakat, dan mana yang tidak mungkin timbul (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1990: 127).

Ketiga adalah sosiologi sastra dan masyarakat. Pendekatan bertumpu pada pandangan dan pendapat masyarakat atau pembaca terrhadap karya yang akan diteliti, meneliti bagaimana dampak atau pengaruh sebuah karya sastra terhadap suatu golongan masyarakat tertentu dan masyarakat masyarakat umum, atupun sebaliknya.

(34)

harmoni, identitas struktur, dan analogi stilistika. (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1990: 131). Ketepatan pemilihan narasumber untuk sampel akan membuat penelitian yang dihasilkan menjadi lebih maksimal.

Penulis menggunakan klasifikasi kedua dari ketiga klasifikasi tersebut. yaitu dengan pendekatan isi karya sastra. Melakukan penelitian terhadap isi, tujuan serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra, dan yang berkaitan dengan masalah sosial, dengan meneliti aspek-aspek sosiologis yang terdapat dalam karya sastra. Misal dengan meneliti segala macam problem masyarakat yang terdapat dalam novel ataupun dengan melihat gambaran hidup suatu masyarakat, golongan, atau kelompok tertentu.

(35)

D. Kerangka Pikir Gambar 1 Kerangka Pikir

Novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah

Analisis unsur intrinsik meliputi:

1. Alur 2. Tokoh 3. Latar

Teori Sosiologi Sastra

1. Disharmonisasi keluarga

2. Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat

3. Disorientasi seksual

Simpulan

(36)
(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian dalam bab tiga berisi metode penelitian, pendekatan, objek penelitian, sumber data, data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penarikan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian novel DT karya Alberthiene Endah.

A.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (dalam Moleong, Lexy. J, 2001: 3). Data deskriptif yaitu data yang berupa kata-kata, gambar dan buku angka-angka (Moleong, Lexy. J, 2001: 6).

B.Pendekatan

(38)

Dasar filosofis pendekatan sosiologi sastra adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: 1) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, 2) pengarang adalah anggota masyarakat, 3) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan 4) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. (Ratna, Nyoman Kutha, 2007: 60)

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu objek material yang berupa novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah, dan objek formal yaitu unsur intrinsik dan problem-problem sosial yang terdapat dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

D.Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data berupa novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah, yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta pada Juni 2006, cetakan kedua, dengan tebal 248 halaman. Serta menggunakan sumber data pelengkap artikel-artikel atau tulisan-tulisan yang membahas objek dan permasalahan dalam penelitian.

E.Data

(39)

berupa disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual yang terdapat dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pustaka adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis. Teknik ini dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, membaca dan mempelajari seluruh kalimat yang berkaitan dengan penelitian ini seperti pengungkapan alur, tokoh, dan latar pada novel DT karya Alberthiene Endah, problem-problem sosial yang berupa disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual yang terdapat dalam novel DT karya Alberthiene Endah.

G.Teknik Analisis Data

(40)

H.Teknik Penarikan Kesimpulan

(41)

BAB IV

ANALISIS DATA

Bab empat dalam penelitian ini menguraikan tentang analisis data. Pembahasan dalam bab empat ini meliputi pembahasan data yang berupa unsur-unsur intrinsik novel DT, analisis sosiologi sastra novel DT, serta pembahasan fungsi dari novel DT karya Alberthiene Endah.

A. Unsur Intrinsik Novel Detik Terakhir

Unsur intrinsik adalah segala sesuatu yang membentuk sebuah karya sastra dari dalam karya itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik novel DT karya Alberthiene Endah yang dibahas meliputi, alur, tokoh, dan latar.

1. Alur

Alur dalam novel DT adalah maju. Alur maju (konvensional, progresif) yaitu teknik pengaluran dengan jalan peristiwa yang dimulai dari melukiskan keadaan sampai penyelesaian. Alur cerita dalam novel DT dimulai dengan pemaparan, lalu masuk ke tikaian, hingga klimaks, dan kemudian leraian. Namun pada beberapa bagian alur ditarik ke belakang melalui lamunan atau diceritakan oleh tokoh.

(42)

peristiwa ini terdapat beberapa peristiwa lain yang mengiringi, yaitu disorientasi seksual yang dialami Arimbi, ia menjadi seorang lesbian. Kemudian peristiwa-peristiwa yang bercerita tentang Pelarian diri yang dilakukan Arimbi baik dari rumahnya atau dari panti rehabilitasi.

Peristiwa selanjutnya adalah tertembaknya Arimbi dalam penggerebekan narkoba di sebuah diskotik. Kemudian dilanjutkan dengan peristiwa Vela yang memutuskan hubungan dengan Arimbi, hal ini menyebabkan pemberontakan Arimbi untuk lepas dari orangtuanya semakin melemah.

Cerita novel DT diawali dengan melukiskan keadaan awal, yaitu cerita tentang pertemuan antara Arimbi dan wartawan atas permintaan Rajib, seorang pengedar narkoba, hingga sampai pada cerita masa kecil Arimbi. Peristiwa ini merupakan pemaparan kondisi awal, karena diceritakan bagaimana awal mula pertemuan antara Arimbi dengan seorang wartawati, kemudian diceritakan tentang kehidupan masa kecil Arimbi, tentang dirinya, kedua orangtuanya serta kehidupannya.

(43)

“Saya sudah memutuskan hubungan dengan rumah bahkan tanpa sepengetahuan orangtua saya. Saya melakukan banyak hal yang tidak diketahui orangtua saya. Les-les tidak saya datangi lagi. Saya ganti dengan nongkrong bersama teman-teman sekolah yang sama kesepian, sama kebingungan. Saya tak merasa perlu bilang orangtua. Sebab mereka tak mengenal saya dan saya tak mengenal mereka. Maka, saya tak merasa bersalah telah membohongi mereka. Sebab mereka tak mengenal saya.” Ternyata berbohong adalah pelepasan yang menyenangkan. O, betapa laknat kejujuran yang membiarkan remaja-remaja seperti diri saya hanya menjadi boneka goblok di rumah sendiri” (Alberthiene Endah, 2006: 51). Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana Arimbi mulai melakukan hal-hal negatif sebagai bentuk pelepasan atas ketidaksukaannya terhadap sikap kedua orangtuanya.

Pada peristiwa pemberontakan yang dilakukan Arimbi terhadap orangtuanya, konflik cerita semakin meningkat ketika Arimbi memutuskan untuk pergi dari rumah dan mencari kehidupan yang diinginkannya. Setelah sebelumnya menjalani perawatan di sebuah panti rehabilitasi narkoba.

Rumah ini tak pernah berubah. Kecuali kamar tidur saya yang bercat kuning dan biru. Selebihnya, rumah ini tetap lembah nestapa buat saya. Karenanya telah saya merencanakan sesuatu. Telah saya gantung ketakutan itu. Pada langit kelabu dan bintang jingga. Pada awan merah dadu dan hujan tembaga. Dunia sudah berubah warna. Maka, saya harus menemukan warna yang telah saya yakini. Akan saya kejar dunia saya yang telah hilang. Dunia yang ada di tengah reruntuhan. Dunia yang meneduhkan” (Alberthiene Endah, 2006: 108).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Arimbi tidak juga bisa menemukan kebahagiaan yang diinginkannya di dalam rumah, sehingga dia memutuskan untuk pergi dari rumah dan mencari kebahagiaan yang diinginkannya.

(44)

dicintainya. “Tak ada lagi yang saya inginkan kecuali lari. Menemui kekasih saya. Melindunginya. Atau sama-sama merasakan sakitnya.” (Alberthiene Endah, 2006: 128).

Kutipan tersebut memperlihatkan tekad Arimbi untuk bisa bertemu dan melindungi Vela. Ia bahkan bersedia merasakan sakit dan derita hidup dalam panti rehabilitasi murah tempat Vela dirawat.

Setelah melarikan diri dari panti rehabilitasi, mereka hidup bersembunyi di rumah Rajib. Karena kebutuhan ekonomi yang mendesak untuk hidup dan pergi dari Jakarta, Arimbi nekat menjadi seorang kurir narkoba. Klimaksnya adalah saat Arimbi tertembak dalam penggerebekan di sebuah diskotik, ketika tengah mengantarkan barang (narkoba).

“Dorrr! Saya terjengkang. Ada yang menusuk di bahu kanan saya. Sangat pedih. Mengiris dan membakar. Saya menggeliat. Sakit itu terasa hebat apakah ini yang dinamakan sekarat? Jangan. Saya belum akan mati. Tapi begitu jatuh, saya merasakan sesuatu yang hangat mengucur. Alirannya terasa dan bersuara. Sesuatu yang panas di dalam bahu saya kini beraksi dengan ganas. Memercikkan rasa pedih setiap kali menggeliat. Gigi saya mengejan, menahan sakit. Saya merintih kemudian melolong.” (Alberthiene Endah, 2006: 128).

(45)

sebelah. Ketuk saja pintunya, biarkan dia yang turun ke bawah memanggil kami.’ Katanya. Papa berusaha tersenyum. Tapi gagal. Dia seperti mencibir saya. Saya membuang muka.” (Alberthiene Endah, 2006: 218).

Kutipan tersebut merupakan gambaran dari kehidupan Arimbi setelah kembali dari rumah sakit. Orangtuanya sangat membatasi aktivitas Arimbi, di kamar Arimbi tidak diberi telepon, pembantu tidur di kamar sebelah kamar Arimbi, agar Arimbi tidak perlu turun sendiri ke lantai bawah jika membutuhkan sesuatu, karena cukup mengetuk pintu pembantunya.

Orangtua Arimbi berencana mengirim Arimbi ke Loa Angles untuk mendapatkan pengobatan narkoba. Tahu bahwa dirinya akan dikirim ke Amerika semangatnya untuk lari timbul lagi. Dia melarikan diri dari rumahnya untuk mencari Vela, tetapi kekuatan Arimbi untuk terus berontak dari kungkungan kedua orang tuanya melemah dan terus melemah, ketika dia tahu bahwa Vela telah memutuskan hubungan dengannya. “Penangkapan Rajib telah membuat saya sadar, kami sudah terlalu hanyut dalam arus yang kamu buat. Saya dan Rajib buat. Tuhan masih baik, karena saya selamat. Sekarang, selamatkan dirimu sebelum menderita lebih jauh. Saya lega bisa mengatakan ini pada kamu. Setelah ini, jangan pernah datang lagi pada saya. Saya mohon…….”( Alberthiene Endah, 2006: 231).

(46)

Hal ini membuat Arimbi tidak lagi memiliki hasrat atau keinginan apapun, sebab dia merasa sudah mati. Baginya Vela adalah tujuan dan penyelesaian terhadap semua masalahnya. Ketika vela memutuskan untuk meninggalkannya, ia merasa tidak lagi memiliki tujuan, ia tidak mendapat penyelesaian yang diinginkannya.

Orangtua Arimbi dengan mudah bisa menemukannya, dan kembali memasukkannya ke panti rehabilitasi. Terjadi Selesaian ketika tidak ada lagi semangat dan kenginan Arimbi untuk terus mengejar hidup yang diinginkannya. Dia telah menyerah bahkan berkali-kali mencoba bunuh diri selama di dalam panti.

“Sekarang saya sudah di ambang kepasrahan. Saya mulai belajar rileks terhadap apa yang saya hadapi. Saya tidak menangisi derita saya. Saya menyikapinya dengan wajar saja. Maka saya begitu ringan melihat kehidupan, saya juga ringan melihat kematian. Saya sudah mencoba menyudahi hidup saya. Beberapa kali. Dengan cara rileks. Saya sudah menelan sebotol pil aspirin. Entah berapa banyak. Saya sudah merasa asyik, terbang seperti punya sayap. Tapi teman saya keburu melihat, saya diangkut ke Rumah Sakit dan tidak jadi mati.” (Alberthiene Endah, 2006: 236).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Arimbi tidak lagi memiliki semangat untuk hidup. Ia terus mencoba bunuh diri, karena menganggap mati adalah penyelesaian terbaik baginya.

(47)

Dia berada di dalam mobil saya sejak tadi. Bagaimana mungkin?” (Alberthiene Endah, 2006: 241).

Kutipan tersebut adalah bagian akhir cerita ketika si wartawati pulang setelah bertemu dan mendengarkan kisah dari Arimbi. Tokoh wartawati tak sadar dengan keberadaan Arimbi dalam mobilnya, sampai Arimbi menepuk pundaknya.

Akhirnya Arimbi kembali mencoba untuk memperjuangkan lagi jalan hidup yang dia pilih. Ia tidak mau kembali menjalani hidup bersama kedua orangtuanya atau dikirim ke Amerika. Penyelesaian dalam novel DT telah dijawab melalui tokoh Arimbi, bahwa mengirim seseorang yang terkena masalah narkoba ke Amerika atau panti-panti rehabilitasi lain di seluruh dunia tidak akan menyelesaikan masalah, dan menyembuhkan si pecandu, akan tetapi apa yang menjadi pokok permasalahan penyebab memakai narkoba yang seharusnya diselesaikan.

2. Tokoh

Terdapat beberapa tokoh yang menunjang jalan cerita novel DT antara lain seorang wartawati, Arimbi, kedua orang tua Arimbi, Rajib, dan Vela. Analisis tokoh dilakukan dengan melihat dari dua dimensi yaitu sosiologis, dan psikologis.

a. Dimensi sosiologis

(48)

agama, kepercayaan ideologi, aktifitas sosial, hobi, keturunan. Dimensi sosiologis tokoh-tokoh dalam novel DT adalah sebagai berikut.

1) Tokoh Wartawati. Seorang wartawan dari sebuah majalah. “Oleh karenanya, mendapatkan keterbukaan orang-orang itu, entah itu pecandu atau pemakai, adalah rezeki bagus bagi wartawan seperti saya.” (Alberthiene Endah, 2006: 10).

Kutipan tersebut merupakan sebuah pernyataan tentang profesi wartawan dari tokoh wartawati. Saat itu tokoh wartawati tengah mewawancarai Rajib yang sedang dipenjara, untuk artikel mengenai sindikat narkoba. Dari kutipan tersebut juga bisa diperoleh gambaran tentang betapa susahnya mendapatkan keterbukaan dari para pecandu atau pengedar narkoba, hingga dibutuhkan keahlian untuk mengambil kepercayaan dari para pecandu atau pengedar narkoba tersebut, agar bisa mengorek informasi sebanyak dan sedalam mungkin. Ia memiliki hubungan dengan Dokter Gunawan sebagai kenalan baik. “Dokter Gunawan tertawa kecil. ‘Setelah makan siang usai akan saya kenalkan kamu padanya. Berjanjilah, ini bukan untuk kepentingan artikelmu, kan? Kasus Arimbi sensitif. Orangtuanya bisa marah besar, jika tahu saya membiarkannya ditemui wartawan.’ Alis dokter itu sedikit naik. Saya mengangguk.” (Alberthiene Endah, 2006: 17) .

(49)

panti tempat Arimbi di rawat. Tokoh ini termasuk penting, karena merupakan pengantar yang membawa pembaca mencapai cerita yang lebih kompleks dari jalan hidup Arimbi.

2) Arimbi. Seorang pelajar tingkat akhir di sebuah SMU berumur 19 tahun. “Ya, inilah saya sekarang. Arimbi sembilan belas tahun. Sebentar lagi lulus SMU.” (Alberthiene Endah, 2006: 94). Arimbi adalah Anak tunggal dari pasangan pebisnis kaya dan terkenal. “‘Dia tergolong pasien yang dirahasiakan,’ katanya tanpa nada menyalahkan saya. ‘Saya tahu’. ‘Anda tahu dia anak siapa?’. Saya mengiyakan. Rajib sempat memberitahu saya latar belakang Arimbi, dan saya sangat kaget. Orangtuanya sangat popular. ‘pasangan Ruslan Suwito dan Marini Ruslan. Pengusaha papan atas yang punya pamor sangat baik di mata khalayak’ ” (Alberthiene Endah, 2006: 11-12).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Arimbi adalah anak dari pengusaha papan atas yang sangat populer, hingga keberadaannya di panti rehabilitasi dirahasiakan, ini untuk menjaga pamor baik kedua orangtuanya di mata umum.

(50)

Dalam kutipan tersebut dapat diketahui bahwa kehidupan Arimbi telah terjadwal. Ia tidak memiliki kebebasan untuk menunjukkan dan menentukan apa yang diinginkannya. Ia tidak leluasa bergaul dengan masyarakat sekitar, karena tidak pernah ada kesempatan untuk mengenal lingkungan di luar rumahnya.

3) Tokoh mama. Ibu Arimbi bernama Marini Ruslan. memiliki bisnis event organizer yang bergerak dibidang pameran lukisan.

“Mama saya punya sejuta daya tarik. Bukan saja karena tubuhnya yang cantik selalu terbalut gaun menarik. Tetapi juga karena dia pintar membawa diri di luar rumah. Dia punya bisnis event organizer, terutama bergerak di bidang pameran lukisan. Di rumah kami, ada lemari besar khusus untuk menyimpan berkas kerja Mama yang sangat banyak. Ada brosur-brosur pameran, dokumen undangan, juga tetek bengek lainnya. Mama punya kantor sendiri. tak jauh dari rumah. Masih di kawasan mewah Kebayoran Baru.” (Alberthiene Endah, 2006: 30).

Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa ibu Arimbi tidak hanya menjadi seorang ibu rumah tangga, melainkan memiliki bisnis yang bisa dibilang cukup besar, bukan hanya bisnis rumahan biasa, mengingat sudah memiliki kantor sendiri.

(51)

bisnis properti. “Begitu mengerti kata-kata, saya langsung tahu ayah, yang saya panggil Papa, adalah pemilik bisnis perkebunan kelapa sawit di Sumatera, usaha ritel di Jakarta, dan bisnis properti” (Alberthiene Endah, 2006: 25). Sebagai pengusaha sukses, lingkup pergaulan Ruslan Suwito tidak hanya sebatas teman kantor, atau relasi bisnis, tetapi hingga perwira tinggi TNI. Semuanya adalah orang-orang penting dan besar. “Papa anggota klub eksekutif terkenal di Jakarta. Dia punya kehidupan sosial yang bagus. Dari pengusaha-pengusaha kelas kakap, kalangan pejabat, sampai orang-orang hiburan. Papa juga punya sahabat sejumlah perwira tinggi TNI. Sebulan sekali dia mengadakan jamuan makan di rumah, dengan tamu yang berganti-ganti” (Alberthiene Endah, 2006: 30).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Rusla Suwito memiliki relasi yang baik dengan banyak orang dari berbagai kalangan. Mulai dari pengusaha-pengusaha besar hingga perwira tinggi TNI.

(52)

Kutipan tersebut memperlihatkan kehidupan seorang pengedar seperti Rajib, yang tidak pernah tinggal lama di rumah, serta memiliki kewaspadaan yang tinggi, karena para pengedar seperti Rajib adalah buronan polisi. Sehingga Rajib sangat berhati-hati dalam berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain meskipun tetengga dekat.

Rajib menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Rajib harus menghidupi ibu dan ketiga adiknya. “Vela mengenal Rajib tak jauh-jauh. Teman sekelasnya sendiri. Anak sopir taksi yang menjadi yatim karena ayahnya kecelakaan dan mati. Rajib harus menanggung ibu dan tiga adiknya yang masih kecil-kecil (Alberthiene Endah, 2006: 76).

6) Vela seorang pecandu narkoba berdarah Manado-Belanda. Lihat kutipan berikut “Satu diantaranya seorang gadis bertubuh sangat ceking. Rambutnya kemerahan dengan paras yang sangat manis. Dia berdarah Menado-Belanda. Namanya Vela.” (Alberthiene Endah, 2006: 70). Kutipan tersebut adalah awal perkenalan Arimbi dengan Vela yang terjadi ketika keduanya bertemu di tempat nongkrong para pecandu narkoba.

Kehidupan sebagai pengedar membuatnya jarang berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya, dan hanya berteman dengan orang dalam komunitas yang sama, yaitu para pemakai dan pengedar narkoba. b. Dimensi Psikologis

(53)

1) Tokoh wartawati adalah seorang yang memiliki rasa ingin tahu besar. Pandai berbicara dan melihat situasi sehingga dia bisa mendorong Arimbi untuk bercerita, padahal Arimbi terkenal tidak pernah mau terbuka pada siapapun.

Ia tidak suka memanfaatkan kesempatan untuk kepentingannya sendiri, lihat kutipan berikut “Dengan cara dan keleluasaan sebagai wartawan, tidak patut saya memanfaatkan kejujuran itu untuk kepuasan telinga dan perasaan saya semata. Atau mempergunakannya sebagai komoditas mendongkrak tiras majalah saya.” (Alberthiene Endah, 2006: 10).

Maksud dari kata “kejujura itu” dalam kutipan tersebut adalah kejujuran dari para nara sumber yang disini adalah para pecandu dan pengedar narkoba. Dapat dilihat bagaimana tokoh wartawati tidak suka memanfaatkan posisinya sebagai wartawan untuk kepentingan dirinya sendiri.

2) Arimbi seorang yang pemberani dan berkemauan keras. Pantang menyerah dalam mengejar sesuatu yang dianggapnya benar. Kehidupan rumah yang tidak kondusif membuatnya lari ke hal-hal yang negatif yang dianggapnya sebagai jalan keluar.

“Kami menghabiskan rokok beramai-ramai. Dan bercerita apa saja. Tentang orangtua, tentang guru, tentang pacar. Kebanyakan dari kami punya kebingungan yang nyaris sama. Orangtua yang bertengkar, suasana rumah yang tak enak, guru-guru yang semakin tega memberi pelajaran sukar. Tapi kami hanya melampiaskan. Tanpa ada solusi apa-apa. Sebab bukankah pada usia kami, segalanya memang terpaksa harus dituruti ? ” (Alberthiene Endah, 2006: 52).

(54)

orang yang salah. Karena tidak ada petunjuk untuk mengatasi konflik yang menimpanya, tidak ada yang mengajari dan membimbingnya.

Kehidupannya yang diwarnai dengan pertengkaran dan kekerasan yang dilakukan ayah terhadap ibunya, menjadikan ia sebagai sosok yang membenci laki-laki dan enggan menjadi wanita, lihat kutipan berikut “Saya takut atau benci pada lelaki, karena saya ingat papa. Dan saya enggan jadi perempuan karena saya tak mau sebodoh mama.” (Alberthiene Endah, 2006: 59), terlebih lagi saat ia mengetahui bahwa kedua orang tuanya telah memiliki kekasih lain (berselingkuh).

3) Ibu Arimbi. Ia seorang yang menilai segala sesuatu dengan uang dan sangat menjaga reputasi. Nama baik adalah hal yang paling penting buatnya. “Ada satu yang Mama pesan. Please, jika kamu sudah pulih dan bebas keluar nanti, jangan katakan pada siapa pun kamu kena narkoba. Ya? Cukup Papa dan Mama yang tahu. Bukannya apa-apa. Kamu kan tahu nama Papa dan Mama di luaran sana cukup dikenal. Jadi Bantu kami agar nama keluarga tidak jadi tercoreng gara-gara kamu. Ya?” (Alberthiene Endah, 2006: 104).

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Ibu Arimbi hanya memikirkan nama baik dia dan suaminya saja. Tanpa memedulikan keadaan Arimbi yang saat itu baru saja pulang dari pusat rehabilitasi setelah menjalani detoksifikasi yang menyakitkannya.

(55)

kekasihnya lebih lama. Berjam-jam. Mengutuk Papa. Tertawa.” (Alberthiene Endah, 2006: 108).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Ibu Arimbi menjalin hubungan dengan pria lain tanpa memutuskan hubungan pernikahan dengan suaminya, hal ini merupakan sebuah perselingkuhan. Hubungan pernikahannya kerap diwarnai tindak kekerasan, akan tetapi dia tetap mempertahankan pernikahannya karena uang dan reputasi di mata publik, dan selingkuh menjadi salah satu jalan baginya untuk memenuhi kebutuhannya akan cinta dan kasih sayang.

4) Ruslan Suwito suka berpenampilan rapi dan elegan. Kesibukannya menyita banyak waktu, hingga jarang berkumpul dan menghabiskan waktu dengan keluarga di rumah.

“Papa penggemar penampilan mewah. Dia mengenakan jas Armani atau Zegna setiap hari. Dasinya Prada. Papa memiliki belasan sepatu Tod’s. Membawa tas kerja Hermes. Papa punya dua handphone dan satu communicator. Tiap malam dia membaca The Jakarta Post, Times, dan Business Week. Jika sudah bosan, Papa menonton CNN. Dia hanya menyisihkan sedikit waktu untuk mengobrol dengan Mama. Dan mungkin hanya sekali dalam seribu pertemuan kami, dia mendaratkan ciuman di pipi saya. Barangkali waktu dan tenaga mereka memang sudah habis terkuras buat orang lain.” (Alberthiene Endah, 2006: 30).

Tempramennya keras dan kasar. Sering kali memukuli istrinya jika sedang bertengkar, tak hanya itu ia juga berselingkuh dengan seorang model bernama Angela. Sama dengan istrinya, ia suka menyelesaikan semua permasalahan dengan uang.

(56)

5) Rajib adalah seorang yang bertanggung jawab. Seorang pemberani yang akan melakukan apa saja demi orang yang dicintai. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Dari Vela saya segera mengetahui, dia telah menceritakan segalanya pada Rajib. Tentang pemerkosaan itu, tentang traumanya, dan tentang perasaannya yang tidak disertai getar apa-apa pada Rajib. Dia juga mengatakan tentang saya. Dan cintanya pada saya. Rajib tak bisa dilarang untuk tidak menemui bandar yang memerkosa Vela. Rajib menghajarnya, di kandang lawan” (Alberthiene Endah, 2006: 90). Dari kutipan tersebut terlihat bagaimana Rajib dengan berani menemui dan menghajar Bandar yang telah memperkosa Vela. Meski tahu bahwa ia tidak akan menang karena anak buah Bandar tersebut akan balik menghajarnya, ia tetap pergi untuk membalas dendam Vela.

6) Vela seorang yang memiliki masa lalu yang kelam. Tersiksa hidup di rumah tantenya. Menjadi pengedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia labil dan rapuh karena frustasi, setelah diperkosa oleh seorang Bandar besar. “Tapi Vela tak tahan. Trauma yang dia rasakan membuatnya menghirup shabu dengan kebutuhan yang teramat sangat. Hanya butuh satu minggu untuk membuatnya menjadi pemadat tak terkendali” (Alberthiene Endah, 2006: 82).

(57)

3. Latar

Latar adalah tempat atau waktu terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita. Novel DT berlatar kota besar, terutama Jakarta sekitar tahun 2000, dengan segala permasalahan yang melingkupinya, baik masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke atas maupun masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah. Gaya hidup masyarakat metropolitan yang bebas dan sudah tak terjangkau norma-norma masyarakat sangat melekat dalam novel ini. Seks bebas, perselingkuhan, rokok, dunia malam (diskotik), narkoba, miras, dan banyak lagi.

a. Latar tempat.

Ada beberapa tempat yang menjadi latar dalam novel ini. Beberapa kota besar yang menjadi latar dalam novel ini adalah Jakarta, Bogor, dan Bali. Penggambaran latar fisik dapat dilihat dari penggambaran ibu kota, Jakarta, yang bisa langsung diketahui karena disebutkan secara jelas. “Kami memang harus lari. Lari dalam arti yang sesungguhnya. Bukan hanya mendekam di Jakarta. Tapi jauh, mungkin keluar pulau Jawa. Untuk itu saya butuh biaya. Dari mana uang bisa datang ? Saya tak mungkin meminjam pada Rajib. Saya tahu saya harus berbuat sesuatu.” (Alberthiene Endah, 2006: 164).

(58)

Namun untuk lebih menjelaskan bahwa tempat yang dimaksud adalah Jakarta, bisa dilihat dari kota-kota yang menjadi latar dalam novel ini. Misalnya Kebayoran Baru, bilangan sudirman, Rawamangun, Tebet, Glodok, atau kawasan gedung MPR/DPR. Tempat-tempat itu berada di dalam wilayah kota Jakarta, dan masih banyak lagi tempat atau suasana kekotaan yang memperjelas, bahwa tempat yang dimaksud pengarang adalah kota Jakarta. “Jalanan di depan gedung MPR/DPR macet. Saya meradang. Ucapan Rajib menusuk hati saya.” (Alberthiene Endah, 2006: 132).

Kota besar lain yang menjadi latar dalam novel ini adalah Bali. Bali menjadi tempat terjadinya peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh Ruslan Suwito terhadap istrinya Marini Ruslan, dan menurut Arimbi itu adalah peristiwa kekerasan yang paling hebat yang pernah dilihatnya selama ini. “Pemukulan terhadap mama, paling hebat terjadi di akhir tahun 1998. Ketika kami berada di Bali untuk merayakan Tahun Baru. Kami tidak tinggal di hotel atau resort. Tapi di vila mewah milik seorang kolega Papa. Terletak dekat Pantai Sanur. Kolega Papa dengan baik hati juga meminjamkan Mercy sekalian sopirnya.” (Alberthiene Endah, 2006: 36). Selain disebutkan dengan jelas, bisa juga dilihat dari tempat-tempat terkenal di Bali yang disebutkan, seperti pantai Sanur dan kawasan Patung Garuda Wisnu Kencana.

(59)

“Kami berkendara jauh. Melewati tol jagorawi. Menembus Cisarua. Mencapai puncak. Berkelok, menikung, dan berhenti di depan pagar besar dari kayu. Ada di tengah perkampungan. Rumah yang sangat besar. Besar sekali. Beberapa menit kemudian, saya tahu di dalamnya ada begitu banyak orang. Dengan sorot mata yang sama dengan saya. Saya tahu sekarang. Saya berada di dalam panti rehabilitasi” (Alberthiene Endah, 2006: 114).

Tidak hanya disebutkan nama kotanya secara jelas, tetapi juga suasa atau kondisi lingkungan kota tersebut juga diceritakan. Suasana daerah

puncak digambarkan dengan udara yang dingin. b. Latar waktu.

Sedikit keterangan waktu dapat dilihat ketika Arimbi sekeluarga berada di Bali dalam rangka merayakan pergantian tahun, dijelaskan bahwa saat itu adalah akhir tahun 1998. Lihat kutipan berikut. “Pemukulan terhadap mama, paling hebat terjadi di akhir tahun 1998. ketika kami berada di Bali untuk merayakan Tahun Baru. Kami tidak tinggal di hotel atau resort. Tapi di vila mewah milik seorang kolega Papa. Terletak dekat Pantai Sanur. Kolega Papa dengan baik hati juga meminjamkan Mercy sekalian sopirnya.” (Alberthiene Endah, 2006: 36).

Saat menceritakan kisah itu ia sudah berseragam putih abu-abu (SMA) dan pada cerita selanjutnya ia dikatakan berusia tujuh belas tahun. “Ketika usia saya tujuh belas tahun, saya belum juga bisa mengenali dengan baik kedua orang tua saya. Mereka asyik dengan dunia mereka yang tidak saya mengerti” (Alberthiene Endah, 2006: 43).

(60)

dengan asumsi bahwa saat berada di Bali usia Arimbi 17 tahun, dan usia terakhir Arimbi yang bisa diketahui adalah 19 tahun, dengan awal cerita usia Arimbi 11 tahun.

B. Analisis Sosiologi Sastra

Teori sosiologi sastra digunakan untuk menganalisi problem-problem sosial masyarakat kota besar terutama di Jakarta, yang terdapat dalam novel DT karya Alberthiene Endah. Problem-problem tersebut antara lain disharmonisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan disorientasi seksual.

1. Disharmonisasi Keluarga.

Permasalahan disharmonisasi tidak hanya melanda masyarakat menengah ke bawah yang sarat dengan berbagai permasalahan hidup terutama ekonomi, akan tetapi juga melanda masyarakat menengah ke atas, dengan kehidupan ekonomi yang sangat mapan serta kehidupan sosial yang baik. Seperti yang kini banyak diberitakan di televisi ataupun surat kabar, mengenai perceraian, permasalahan kekerasan dalam rumah tangga, maupun permasalah perselingkuhan. Masalah-masalah tersebut seakan sudah menjadi berita biasa dalam kehidupan sehari-hari.

(61)

tersebut gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya (Soerjono Soekanto, 1987: 354).

Keluarga yang mengalami disharmonisasi, ditandai dengan relasi orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara orangtua dan anak. Disharmonisasi yang terus berlangsung sering berakibat perceraian dan biasanya menjadi awal petualangan remaja di jalanan dan komunitas narkoba.

Anak-anak yang terabaikan, mendekatkan mereka pada kerusakan moral, pemakaian narkoba, dan pergaulan bebas. Beberapa waktu lalu sebuah stasiun TV melansir penelitian di Jakarta, 800 siswa SD terlibat narkoba (www.mail-archive.com).5

Setiap anggota keluarga memiliki peranan sosial yang berbeda menurut kedudukannya dalam sebuah keluarga. Peran masing-masing anggota keluargalah yang dapat menopang tegaknya sebuah keluarga. Jika salah satu peran gagal dilakukan maka keluarga akan menjadi timpang dan tidak menutup kemungkinan bisa ambruk.

“Kamu anak kami satu-satunya. Harapan kami satu-satunya. Kenyataan yang kamu berikan sekarang kepada kami, adalah penghancuran yang luar biasa buat kami. Tak ada yang tahu selain kami, Ari. Nenek, Kakek, Oma, Opa, sanak saudara tidak ada yang tahu. Dan jangan sampai ada yang tahu. Ini aib. Mau dikemanakan muka Mama, muka Papa! Ayahmu orang yang sukses, ibumu aktif di mana-mana. Apa kata orang, kalau tahu kamu jadi seperti ini!” (Alberthiene Endah, 2006: 196)

Kutipan tersebut menggambarkan kekecewaan orangtua Arimbi terhadap perilaku Arimbi yang dianggap telah menghancurkan keluarga dan nama baik kedua orangtuanya. Sebuah keluarga terancam hancur karena peranan sosial anak tidak terlaksana dengan baik. Akan tetapi perilaku atau tindakan yang

5

Gambar

Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

mendapat siksaan dari Belanda yang menyebabkan tempurung lutut kirinya pecah sehingga ia tak bisa lagi untuk bermain sepak bola. Tidak jauh berbeda dari cerita novel

Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut menimbulkan perasaan–perasaan tertekan pada tokoh Arimbi,seperti rasa takut, rasa tidak percaya diri, dan