• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan Popularitas Partai Politik Isl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penurunan Popularitas Partai Politik Isl"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Penurunan Popularitas Partai Politik Islam di Indonesia Setelah Reformasi

Tahun 1998

Dimas Fauzi 10/299695/SP/24197

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2005, sekitar 88,58% penduduk Indonesia atau

189.014.015 jiwa memeluk agama Islam.1 Jumlah ini meningkat pada sensus tahun 2010

menjadi 207.176.162 jiwa dari total penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai

237.641.326 jiwa.2 Data kependudukan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Islam di

Indonesia merupakan kelompok mayoritas sehingga mampu menjadi salah satu sumber

dukungan politik yang kuat. Sejak reformasi tahun 1998, partai politik Islam mulai

menunjukkan eksistensinya setelah sebelumnya dibatasi perkembangannya oleh rezim Orde

Baru dengan diterapkannya Pancasila sebagai asas tunggal. Dari segi jumlah, partai politik

Islam di Indonesia mengalami peningkatan dari hanya 4 partai pada tahun 1955 menjadi 20

partai pada tahun 1999.3 Selain itu, eksistensi partai politik Islam juga ditunjukkan dengan

perolehan suara yang didapat oleh beberapa partai Islam pada pemilu tahun 1999, antara lain

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 10.72%, Partai Amanat Nasional (PAN) 7,12%, Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB) 12,61%, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS, dahulu bernama

Partai Keadilan atau PK) 1,36%.4 Meskipun tidak ada partai berasaskan agama yang

mendapat mayoritas suara, setidaknya perolehan suara yang diperoleh oleh beberapa partai

Islam tersebut mampu menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat untuk mendukung

partai politik Islam masih cukup tinggi.

1 S. Cholil, Z. A. Bagir, M. Rahayu & B. Asyhari, Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2009, Center For Religious And Cross-cultural Studies/CRCS Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010, p. 13. 2 Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010: Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut (online), <http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321>, diakses pada 12 Januari 2014.

3 J. Lee, The Failure of Political Islam in Indonesia: A Historical Narrative , Stanford Journal of East Asian

Affairs, vol. 4, no. 1, 2004, p. 98.

(2)

Pemilu tahun 1999 nampaknya menjadi awal sekaligus akhir dari eksistensi partai

berasaskan Islam di Indonesia. Pasalnya, pada periode pemilu berikutnya, yaitu tahun 2004

dan 2009, partai politik Islam tersebut mengalami penurunan jumlah suara. Berdasarkan hasil

pemilu pada dua periode tersebut jumlah suara yang diperoleh oleh beberapa partai politik

Islam adalah PPP 8.15% dan 5.32%, PAN 6,44% dan 6,01%, PKB 10,57% dan 4,94%.5

Penurunan perolehan suara beberapa partai politik Islam di Indonesia pada dua periode

pemilu –tahun 2004 dan 2009— mengindikasikan bahwa dukungan masyarakat (khususnya

masyarakat muslim) terhadap partai politik berasaskan Islam telah mengalami penurunan.

Mengapa hal ini dapat terjadi dan apa dampaknya bagi partai politik Islam di Indonesia?

Padahal jika mengacu pada data sensus, penduduk Indonesia yang beragama Islam

merupakan mayoritas dengan persentase jumlah sekitar 88% dari total penduduk Indonesia.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, setidaknya terdapat dua argumen yang dapat diajukan,

yaitu 1) bahwa masyarakat (Islam) Indonesia telah mulai tersekularisasi seiring dengan

peningkatan performa ekonomi setelah krisis tahun 1997 dan 2) sebagai akibatnya,

masyarakat serta partai politik Islam bergeser ke arah pragmatis sehingga membuat identitas

ke-Islam-an partai-partai tersebut menjadi kabur. Untuk itu, esai ini akan difokuskan untuk

melakukan elaborasi kedua argumen tersebut guna menganalisa penurunan popularitas partai

politk Islam di Indonesia.

Sekularisasi Masyarakat Indonesia

Sebelum beranjak lebih jauh, perlu kiranya sekularisasi dipahami terlebih dahulu.

Berdasarkan beberapa definisi, sekularisasi secara sederhana dapat dipahami sebagai matinya

agama.6 Dengan kata lain, sekularisasi merupakan proses melemahnya peran agama dalam

kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dalam masyarakat yang sekuler,

kelompok-kelompok dengan basis agama tidak akan memiliki kekuatan sosial yang besar.7 Proses

sekularisasi ini telah diprediksi oleh beberapa pemikir sosial sejak abad ke-19 yang meyakini

bahwa “agama perlahan-lahan akan pudar dan tidak begitu penting perannya bersamaan

5 PKS menjadi anomali karena PKS menjadi satu-satunya partai Islam yang memperoleh peningkatan suara, yaitu 7,34% pada pemilu tahun 2004 dan 7,88% pada pemilu tahun 2009. A. Haki , Menerawang Nasib Partai Islam di Pemilu 2014, diakses pada Ja uari 4.

6 L. Assyaukanie, Pembauran Agama dan Sekularisasi dalam Islam , Makalah Diskusi Aga a da Sekularis e

(3)

dengan makin majunya masyarakat industri”.8 Melalui penjelasan tersebut, Norris dan

Inglehart mencoba menegaskan bahwa industrialisasi menjadi salah satu faktor yang

mendorong sekularisasi masyarakat. Dalam masyarakat yang telah terindustrialisasi,

kebebasan individu akan dijunjung sehingga memungkinkan terbentuknya masyarakat yang

pluralis. Karakteristik utama dalam pendekatan industrialisasi adalah adanya pemisahan yang

tegas antara negara dan gereja (agama) serta memberikan kebebasan bagi

kelompok-kelompok agama untuk berkembang.9 Selain itu, sekularisasi juga terjadi karena adanya

peningkatan rasionalitas masyarakat. Masyarakat yang rasional akan cenderung memandang

dan mempercayai hal yang dapat dibuktikan secara empiris sehingga keyakinan yang sifatnya

metafisis akan terkikis oleh rasionalitas.10 Kedua pandangan tentang sekularisasi tersebut

setidaknya dapat digunakan untuk memahami sekularisasi di Indonesia yang kemudian

berpengaruh kepada penurunan popularitas partai politik Islam.

Dalam kaitannya dengan penurunan popularitas partai politik Islam di Indonesia,

sekularisasi dinilai sebagai salah satu faktor yang membuat masyarakat Indonesia –khususnya

muslim— tidak memberikan dukungan berdasarkan afiliasi agama, melainkan pada pilihan

rasional. Sebelum itu, perlu dipahami bahwa Indonesia tidak mengklaim sebagai negara yang

agamis maupun sekuler.11 Melainkan, Indonesia memposisikan dirinya sebagai negara yang

netral. Hal ini kemudian memberikan keleluasaan bagi partai politik untuk berkembang,

terutama setelah reformasi tahun 1998. Namun, tren yang terjadi di Indonesia justru

menunjukkan bahwa partai politik Islam tidak pernah memperoleh dukungan mayoritas dan

bahkan mengalami penurunan jumlah suara sejak pemilu tahun 1999 hingga 2009. Padahal,

jika merujuk pada komposisi penduduk Indonesia, masyarakat yang beragama Islam

merupakan mayoritas. Jika masyarakat Indonesia memberikan suaranya atas dasar afiliasi

agama, maka partai politik Islam seharusnya mampu meraih suara mayoritas. Selama tiga kali

dilakukannya pemilu setelah reformasi, partai yang tidak berafiliasi dengan agama tertentu

justru memperoleh dukungan dari masyarakat. Partai Demokrat, misalnya, yang pada pemilu

8 P. Norris & R. Inglehart, Sacred and Secular: Religion and Politics Worldwide, edisi Bahasa Indonesia

Sekularisasi Ditinjau Kembali: Agama dan Politik di Dunia Dewasa Ini, diterjemahkan oleh Zaim Rofiqi, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2009, p. 3.

9 D. Pollack, O. Müller & G. Pickel, Church and Religion in the Enlarged Europe: Analyses of the Social

Significance of Religion in East and West, dalam D. Pollack, O. Müller & G. Pickel (eds.), The Social Significance of Religion in the Enlarged Europe Secularization, Individualization and Pluralization, Ashgate, London, 2012, p. 7.

10 P. Norris & R. Inglehart, Sacred and Secular: Religion and Politics Worldwide, p. 9.

(4)

tahun 2004 hanya memperolah sekitar 7% suara mengalami peningkatan jumlah suara pada

pemilu tahun 2009 sekitar 21% sehingga menjadi partai dominan.

Dengan demikian, apakah kemudian masyarakat Indonesia telah tersekularisasi

sehingga afiliasi agama tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk memilih suatu partai

politik? Berdasarkan pendekatan industrialis,

“industrialisasi membawa serangkaian perubahan sosial –fragmentasi dunia-kehidupan, merosotnya komunitas, munculnya birokrasi, kesadaran teknologi— yang serentak membuat

agama kurang menarik dan kurang masuk akal dibanding sebelumnya di masyarakat

pra-modern.”12

Setelah terjadinya reformasi tahun 1998, perekonomian Indonesia dibawa ke arah liberalisasi

yang kemudian mendorong industrialisasi. Hal ini membawa pengaruh positif berupa

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

mencatat bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan sejak reformasi,

yaitu dari 24,23% (49,50 juta jiwa) pada tahun 1998 menjadi 15,42% (34,96 juta jiwa) di

tahun 2008.13 Dengan kata lain, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mengalami

peningkatan. Menurut Norris dan Inglehart, kebutuhan dan kepercayaan terhadap agama akan

semakin memudar ketika masyarakat tidak lagi mendapat ancaman, baik dalam hal ekonomi

maupun hal lainnya.14 Oleh karena itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia

dalam beberapa tahun terakhir telah menurunkan tingkat ancaman yang dihadapi masyarakat,

seperti kemiskinan dan kriminalitas. Selain itu, peningkatan perekonomian membuat lebih

banyak masyarakat yang mampu mengenyam pendidikan. Ilmu pengetahuan yang diperoleh

kemudian membuat masyarakat mampu untuk menggunakan logika dan perhitungan rasional

dalam mengambil sebuah keputusan. Adanya perubahan sosial di dalam masyarakat

Indonesia ini membuat kepercayaan terhadap agama menjadi berkurang. Ditambah dengan

kebijakan pemerintah yang cenderung pluralis, menekankan pada toleransi dan keadilan

sosial seperti yang tercantum pada Pancasila, membuat preferensi kebijakan tidak memihak

pada satu agama tertentu. Dengan demikian, masyarakat tidak terdoktrinasi oleh ajaran

12 P. Norris & R. Inglehart, Sacred and Secular: Religion and Politics Worldwide, p. 10.

13 Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009 , Berita Resmi Statistik, No. 43/07/Th. XII, 2009, p. 2

(5)

agama tertentu, tidak seperti di negara-negara Arab yang menerapkan hukum syariah

sehingga menciptakan sistem masyarakat Islam.

Kecenderungan sekularisasi yang ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia inilah yang

kemudian membuat pilihan politik dilakukan berdasarkan rasionalitas. Dengan menggunakan

rasionalitas, seseorang memilih pilihan politik yang dinilai akan memberikan keuntungan

terbesar bagi dirinya dan, jika memungkinkan, masyarakat luas. Oleh karena itu, preferensi

politik dianggap sebagai sebuah pilihan rasional sehingga afiliasi agama menjadi kurang

relevan untuk menentukan pilihan politik. Dalam mempertimbangkan pilihan politiknya,

seseorang akan melihat kualitas dan kapasitas partai politik maupun kader yang akan dipilih.

Beberapa waktu lalu, kader dari partai politik Islam terkena skandal korupsi yang kemudian

memperburuk citranya di mata masyarakat. Berdasarkan survey dari Lembaga Survey

Nasional (LSN), PKS menjadi partai Islam yang paling tidak disukai yang dimungkinkan

oleh adanya tindak korupsi kadernya serta blow up media yang sifatnya negatif.15

Sekularisasi merupakan proses yang cukup panjang dan tidak terjadi secara langsung,

terutama di dalam masyarakat Indonesia yang tengah mengalami perubahan sejak reformasi

tahun 1998. Proses industrialisasi memberikan dampak positif berupa pertumbuhan ekonomi

ditambah dengan kebijakan pluralis pemerintah yang kemudian membuat masyarakat lebih

mampu untuk berfikir rasional sehingga membuat pilihan politik diambil berdasarkan

rasionalitas. Berdasarkan kerangka logika tersebut, penurunan popularitas partai politik Islam

salah satunya disebabkan oleh sekularisasi masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, perlu

dipahami bahwa partai politik Islam masih memiliki basis massa yang tersebar di beberapa

daerah dan sifatnya tidak merata. Seperti PKB yang memiliki basis massa kuat di Provinsi

Jawa Timur, misalnya.16

Pragmatisme Politik Indonesia

Penurunan popularitas partai politik Islam di Indonesia selama tiga periode pemilu

terakhir tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik Islam. Kekalahan

parta-partai Islam di beberapa pemilu terakhir membuat posisi mereka menjadi tidak signifikan,

terutama dalam mengartikulasikan serta mempengaruhi kebijakan yang berkaitan dengan

15L. Si a ju tak, 5. Survei LSN: PKS partai Islam paling tidak disukai, Merdeka.com (online), 26 November 2013, <http://www.merdeka.com/politik/5-survei-ini-prediksi-pks-bakal-jeblok-di-2014/survei-lsn-pks-partai-islam-paling-tidak-disukai.html>, diakses pada 13 Januari 2014.

(6)

kepentingan partai atau basis massanya. Pragmatisme kemudian menjadi salah satu opsi

jawaban atas pertanyaan mengenai penurunan populartitas partai politik Islam. Peirce

menjelaskan pragmatisme sebagai berikut:

“Consider what effects that might conceivably have practical bearings, we conceive the

object of our conception to have. Then, our conception of these effects is the whole of our

conception of the object.”17

Berdasarkan penjelasan Peirce tersebut, pragmatisme pada dasarnya merupakan tindakan atau

keputusan yang diambil oleh seseorang berdasarkan perhitungan dampak yang diakibatkan

dari tindakan atau keputusan tersebut. Dalam prakteknya, pragmatisme akan cenderung

mendorong seseorang untuk mengambil keputusan atau tindakan yang menguntungkan

dirinya. Dalam hal politik, pragmatisme menjadi salah satu bentuk keputusan atau tindakan

yang dipilih oleh seseorang. Pemilihan umum kemudian menjadi salah satu bentuk tindakan

politik yang sering mengindikasikan pragmatisme para aktor yang terlibat, baik pemilih

maupun kader.

Pragmatisme kemudian bisa digunakan untuk menganalisa popularitas partai politik

Islam di Indonesia. Dalam memandang pragmatisme, partai politik Islam memiliki argumen

yang berbeda. Terdapat dua pandangan mengenai pragmatisme dalam politik Indonesia, 1)

beberapa menilai bahwa pragmatisme berada pada masyarakat yang memiliki hak pilih dan 2)

pragmatisme berada pada partai politik Islam yang tidak lagi menjadikan Islam sebagai basis

partai. Pertama, pandangan mengenai pragmatisme pada masyarakat dimunculkan oleh

beberapa partai politik Islam, seperti PPP dan PKB, yang memandang bahwa masyarakat

cenderung memilih partai atau kader berdasarkan keuntungan (material) yang diterima dari

sebuah partai. Dalam hal ini, politik uang diklaim sebagai alasan kekalahan partai politik

Islam. Partai politik nasionalis selama ini cenderung lebih memiliki sumber dana yang lebih

memadahi dibanding partai politik Islam.18 Beberapa partai nasionalis seperti Partai

Demokrat, Hanura, Gerindra, dan Nasdem, misalnya, memiliki sumber keuangan yang lebih

memadahi karena anggotanya berasal dari kalangan pebisnis. Muhaimin Iskandar dari PKB,

misalnya, mengakui bahwa partai Islam memiliki masalah keuangan yang membuatnya

17C. S. Peirce, Ho to Make Our Ideas Clear , dala N. Houser & C. Kloesel, The Essential Peirce: Selected

Philosophical Writings, vol. 1, Indiana University Press, Bloomington, 1992, p. 132.

(7)

kurang mampu untuk membiayai insfrastruktur partai.19 Yang dikhawatirkan oleh beberapa

partai Islam, seperti PKB, adalah mengenai kemungkinan perpindahan massa partai politik

karena adanya konsesi yang didapat oleh masyarakat dari partai lain. Konsesi tersebut

diberikan dalam berbagai macam bentuk, seperti pemberian bantuan bahan bangunan untuk

masjid hingga pemberian uang langsung kepada masyarakat. Tindakan pemberian uang

kepada masyarakt ini merupakan tindak koruptif yang melanggar hukum (money politics).

Paragmatisme masyarakat ini terutama berlaku di daerah-daerah tertentu dengan kondisi

ekonomi masyarakat yang belum baik sehingga masyarakat cenderung memilih partai yang

memberikan keuntungan (material) kepadanya dari pada “taat” kepada satu partai tertentu

dengan alasan ideologis. Permasalahan ini yang dinilai oleh partai politik Islam seperti PKB

dan PPP sebagai faktor yang membuat partai Islam kalah saing dengan partai lainnya.

Kedua, adalah pragmatisme pada sisi partai politik Islam. Pragmatisme yang terjadi

pada beberapa partai politik Islam ini berupa perubahan orientasi dari partai yang berbasis

ideologi (Islam) menjadi partai terbuka maupun pluralis. Tujuannya adalah untuk

memperluas jangkauan massa yang bisa dijadikan sebagai basis pendukung. Melihat tren

pemilu beberapa periode lalu, masyarakat Indonesia telah menjadi semakin sekuler.

Sekularisme membuat masyarakat menjadi lebih “pintar” dan rasional dalam menentukan

pilihan politiknya, termasuk saat pemilu. Rasionalitas tersebut di satu sisi bisa berujung pada

pemilihan partai berdasarkan besarnya konsesi (material) yang ditawarkan oleh sebuah partai

(pragmatis) atau pemilihan partai yang memiliki kredibilitas baik serta visioner. Jika melihat

pada pemilu tahun 2004 dan 2009, pilihan masyarakat sebagian besar jatuh pada partai baru

yang membawa tujuan baru, seperti Partai Demokrat, Hanura, dan Gerindra. Dengan melihat

pada tren tersebut, beberapa partai Islam berusaha untuk merubah citranya dari partai Islam

yang terkesan konservatif, eksklusif, dan kaku menjadi partai yang lebih progresif, fleksibel,

dan terbuka. Hal ini ditunjukkan oleh PKS dan PAN yang mendeklarasikan dirinya sebagai

partai terbuka serta PKB sebagai partai plural.20 Pergesaran ideologi tersebut

mengindikasikan bahwa agama (Islam) tidak lagi mampu menjadi penarik dan pengikat

massa bagi suatu partai politik. Pergeseran ideologi tersebut dilakukan partai politik Islam

dalam rangka menyongsong pemilu tahun 2014 mendatang agar mereka memperoleh

19 Satunews.com, PKB: Pragmatisme Politik Bikin Kalah Partai Islam (online), 9 Desember 2013, <http://www.satunews.com/read/20942/2013/12/09/pkb--pragmatisme-politik-bikin-html>, diakses pada 13 Januari 2014

(8)

peningkatan jumlah suara. Ketika partai politik Islam tersebut bersikukuh pada ideologinya,

maka akan sulit bagi partai politik Islam untuk bisa mendapatkan suara mengingat beberapa

partai nasionalis jauh lebih gencar dalam melakukan kampanye. Oleh karena itu,

pragmatisme juga terjadi pada partai politik Islam, bukan hanya masyarakat.

Kesimpulan

Kondisi politik Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup signifikan setelah

reformasi berhasil dilakukan pada tahun 1998. Sejak saat itu, jumlah partai politik beraliran

agama dan nonagama terus mengalami peningkatan. Dalam hal ini, partai politik Islam yang

sebelumnya tidak diperbolehkan untuk menggunakan agama sebagai basis ideologi telah

memperoleh kebabasan untuk mendirikan partai dengan basis ideologi Islam.21 Pada

perkembangannya, partai politik Islam justru mengalami tren penurunan jumlah suara,

tertama sejak pemilu tahun 2004, kecuali PKS yang sedikit mengalami peningkatan.

Penurunan popularitas partai politik Islam ini dikarenakan oleh adanya sekularisasi

masyarakat Indonesia yang kemudian berpengaruh pada pragmatisme partai politik serta

masyarakat. Sekularisasi ini berawal dari peningkatan kesejahteraan masyarakat selama

beberapa tahun terakhir sehingga membuat mereka menjadi lebih rasional dalam mengambil

pilihan politik. Selain itu, rasionalitas yang diperoleh dari proses sekularisasi membuat

masyarakat tidak lagi begitu percaya kepada hal yang sifatnya metafisis, seperti agama dana

kepercayaan terhadap hal yang gaib. Oleh karenanya, agama (Islam) menjadi tidak begitu

berpengaruh dalam menentukan pilihan atau preferensi politik seseorang. Lebih lanjut,

sekularisasi memberikan dampak berupa pragmatisme yang tidak hanya berlaku bagi

masyarakat tetapi juga partai politik. Pragmatisme pada masyarakat ditunjukkan oleh

orientasi masyarakat yang pada awalnya ideologi menjadi materi. Dalam hal ini, politik uang

maupun balas budi menjadi faktor pengikat basis massa yang dilakukan oleh partai politik

dan membutuhkan dana yang cukup banyak. Di sisi lain, pragmatisme juga terjadi pada partai

politik Islam yang merubah ideologinya menjadi partai terbuka maupun pluralis,

meninggalkan Islam sebagai basis ideologi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh dukungan

dari masyarakat dengan cakupan yang lebih luas, yaitu tidak terbatas pada umat Islam saja

karena adanya kecenderungan sekularisasi di dalam masyarakat Indonesia saat ini.

21 Pembatasan ini dikarenakan oleh diterapkannya Pancasila sebagai ideologi tunggal bagi seluruh organisasi massa dan partai politik agar diakui oleh negara dalam pemilu. J. Lee, The Failure of Political Isla i

(9)

Berdasarkan analisa singkat di atas, partai politik Islam nampaknya masih harus

membenahi berbagai hal untuk bisa memperoleh dukungan suara. Ketika ideologi Islam

digantikan dengan liberal dan pluralis, maka partai politik Islam akan kehilangan

identitasnya. Hal ini akan berdampak pada biasnya tujuan yang akan dicapai oleh partai

politik Islam tersebut. Jika melihat pada kontestasi pemilu tahun 2014 mendatang, politik dan

demokrasi Indonesia seolah menjadi “lahan bisnis” yang digunakan untuk mencari

keuntungan. Bahkan partai politik Islam juga bersedia untuk menggeser Islam dengan

liberalisme dan pluralisme sebagai ideologi baru mereka. Untuk meningkatkan elektabilitas

partai politik Islam, tidak hanya diperlukan perubahan ideologi yang mengikuti

perkembangan situasi politik serta zaman. Melainkan, terdapat beberapa hal yang masih perlu

untuk dilakukan oleh partai politik Islam. Priamarizki mengajukan tiga hal yang perlu

dilakukan oleh partai politik Islam untuk memperbaiki kredibilitasnya, yaitu 1) menyelsaikan

masalah mismanajemen, 2) menyelesaikan friksi internal, dan 3) memberantas korupsi.22

Ketiga hal tersebut diperlukan bukan hanya untuk memperbaiki citra partai politik Islam,

terutama partai yang tersangkut kasus korupsi, melainkan juga untuk membenahi internal

partai sehingga konsolidasi partai dapat terbentuk dengan baik.

*******

(10)

Referensi:

Al Ichsan, A., ‘Partai Islam Terkendala Pragmatisme Politik’, Jurnal Nasional (online), 8

Desember 2013,

<http://www.jurnas.com/news/116645/Partai_Islam_Terkendala_Pragmatisme_Politik/

1/Nasional/Pemilu_2014>, diakses pada 13 Januari 2014.

Assyaukanie, L., ‘Pembauran Agama dan Sekularisasi dalam Islam’, Makalah Diskusi

‘Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Dunia Islam’, Komunitas Salihara, 2011.

Badan Pusat Statistik, ‘Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009’, Berita Resmi Statistik,

No. 43/07/Th. XII, 2009.

Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010: Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang

Dianut (online), <http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321>, diakses pada

12 Januari 2014.

Buehler, M., Islam and Democracy in Indonesia, Insight Turkey, vol. 11, no. 4, 2009, pp.

51-63.

Cholil, S., Bagir, Z. A., Rahayu, M. & Asyhari, B., Laporan Tahunan Kehidupan Beragama

di Indonesia 2009, Center For Religious And Cross-cultural Studies/CRCS Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010.

Hakim, A., ‘Menerawang Nasib Partai Islam di Pemilu 2014’, Detik News (online), 27 Mei

2013,

<http://news.detik.com/read/2013/05/27/113913/2256501/103/menerawang-nasib-partai-islam-di-pemilu-2014>, diakses pada 12 Januari 2014.

Ichwan, M. N., Secularism, Islam and Pancasila: Political Debates on the Basis of the State

in Indonesia, dipresentasikan di Islamic Area Studies, Institute of Asian Cultures,

Sophia University dan Center for Asia-Pacific Studies, Nanzan University, 2011.

Lechner, F. J., Secularization, Emory University.

Lee, J., ‘The Failure of Political Islam in Indonesia: A Historical Narrative’, Stanford Journal

(11)

Norris, P. & Inglehart, R., Sacred and Secular: Religion and Politics Worldwide, edisi

Bahasa Indonesia Sekularisasi Ditinjau Kembali: Agama dan Politik di Dunia Dewasa

Ini, diterjemahkan oleh Zaim Rofiqi, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2009.

Peirce, C. S., ‘How to Make Our Ideas Clear’, dalam N. Houser & C. Kloesel, The Essential

Peirce: Selected Philosophical Writings, vol. 1, Indiana University Press, Bloomington,

1992.

Pollack, D., Müller, O. & Pickel, G., Church and Religion in the Enlarged Europe: Analyses

of the Social Significance of Religion in East and West, dalam D. Pollack, O. Müller &

G. Pickel (eds.), The Social Significance of Religion in the Enlarged Europe

Secularization, Individualization and Pluralization, Ashgate, London, 2012, pp. 1-26.

Priamarizki, A., ‘Indonesia’s National Elections: Islamic Parties at the Crossroads’, RSIS

Commentaries No. 005/2013, 2013.

Sasmita, I., Ini yang Menyebabkan Partai Islam Semakin Terpinggirkan, Republika Online

(online), 8 Desember 2013,

<http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/12/08/mxhj7g-ini-yang-menyebabkan-partai-islam-semakin-terpinggirkan>, diakses pada 13 Januari 2014.

Satunews.com, PKB: Pragmatisme Politik Bikin Kalah Partai Islam (online), 9 Desember

2013,

<http://www.satunews.com/read/20942/2013/12/09/pkb--pragmatisme-politik-bikin-html>, diakses pada 13 Januari 2014

Simanjuntak, L., ‘5. Survei LSN: PKS partai Islam paling tidak disukai’, Merdeka.com

(online), 26 November 2013,

<http://www.merdeka.com/politik/5-survei-ini-prediksi-pks-bakal-jeblok-di-2014/survei-lsn-pks-partai-islam-paling-tidak-disukai.html>,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penerapan teknik SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) sangat baik dan efektif yang terbukti dengan adanya peningkatan hasil

Surat Tanggapan dari Pemohon terhadap Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Substantif Tahap I melalui surat No:YT/W2801481/EN tertanggal 8 Januari 2015 , yang

Ketentuan dalam Pasal 44 ayat (2) KUHAP telah secara tegas melarang untuk melakukan pinjam pakai terhadap benda sitaan (barang bukti), namun dalam praktek

Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari ketiga indikator dari variabel faktor emosional yang diturunkan menjadi faktor ketaatan beragama, faktor psikologis, dan faktor atribut produk

Data WAVES yang digunakan sebagai input GENESIS adalah data gelombang yang dihasilkan pada perhitungan tinggi, periode dan arah datang gelombang hasil olahan data angin tiap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) penerapan prinsip-prinsip manajemen mutu pendidikan di SMA Negeri 3 Gorontalo. 2) prinsip-prinsip yang belum terlaksana dalam

Karakter-karakter yang diamati adalah sebagai berikut: (1) Panjang sulur (cm), diukur dari pangkal sulur utama hingga ujung pucuk terpanjang; (2) Panjang ruas antar sulur (cm),

Perendaman bakso filler roti dalam asap cair ternyata menurunkan rasa bakso filler roti yang dihasilkan, tetapi hanya sedikit berpengaruh terhadap warna, lendir, tektur, dan