• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Defenisi lansia - Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Defenisi lansia - Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Defenisi lansia

Lanjut usia atau lansia adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999). Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut :

a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas b. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa

c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain (Deputi I Menkokesra, 1998).

2.1.2 Pembagian lansia

(2)

dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut

(Elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua antara 75–90 tahun, serta usia

sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Menurut pasal 1 undang- undang no. 4 tahun 1965 : “ seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan berusia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari- hari, dan menerima nafkah dari orang lain ”.

2.1.3 Teori-teori penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori psikologis. Teori-teori biologis terdiri dari teori seluler, teori radikal bebas, teori

cross–link, dan teori imunologis. Teori-teori psikologis terdiri dari teori

pembebasan, teori aktifitas, dan teori kesinambungan.

2.1.3.1 Teori Biologis

1. Teori seluler

(3)

kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Watson, 2003). Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi (Watson, 2003).

2. Teori radikal bebas

Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitas, atau dapat berikatan dengan organel sel. Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas (Potter & Perry, 2005).

3. Teori cross–link

(4)

rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter & Perry, 2005).

4. Teori imunologis

Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan tubuh melalui autoagresi atau imunodefisiensi (penurunan imun). Tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada kecepatan yang meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap serangannya sehingga sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.2 Teori psikologis

1. Teori disengangement (pembebasan)

Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus diri sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu :

a. Individu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik diri

b. Disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara

biologis dan psikologis

(5)

d. Disengangement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).

2. Teori aktifitas

Lansia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif dari pada lansia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry 2005). Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke usia lanjut (Nugroho, 2008).

3. Teori kontinuitas (kesinambungan)

Teori kontinuitas atau teori kesinambungan menyatakan bahwa kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembang sepanjang kehidupan menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lanjut usia (Potter & Perry, 2005).

2.1.4 Perubahan yang terjadi pada lansia

(6)

2.1.4.1 Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan pada lansia makin berintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari- hari (Nugroho, 2008). Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme pendekatan spiritual akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk bersiap krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.

Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan relitas kematian. Pada tahap perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian.

2.2 Spiritualitas

2.2.1 Defenisi spiritualitas

(7)

sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono 2003).

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2009). Spiritualitas juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritualitas adalah kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan.

Menurut Mickley et al (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan. Terdapat hubungan terus-menerus antara dua dimensi tersebut (Stoll, 1989; dikutip dari Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritualitas yaitu kesehatan spiritualitas adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritualitas (Spirituality

Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan

(8)

penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young, 2007).

2.2.2 Karakteristik spiritualitas

Terdapat beberapa karakteristik spiritualitas yang meliputi :

1. Hubungan dengan Tuhan

Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu dengan alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualitas apabila mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis, membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif (Hamid, 2009).

2. Hubungan dengan diri sendiri

(9)

kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stres. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas.

Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit (Grimm, 1991)

Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).

3. Hubungan dengan orang lain

(10)

yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial (Carm & Carm, 2000).

Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski, 2004).

(11)

kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit jantung (Hart, 2002).

d. Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritualitas seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik, olah raga dan lain-lain (Puchalski, 2004).

Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Hamid, 2009).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas

Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2009), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah

1. Tahap perkembangan

(12)

dan menggali suatu hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa spiritualitas tidak memiliki makna bagi seseorang.

2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.

3. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.

4. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia menguji imannya.

5. Krisis dan perubahan

(13)

spenuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fiskal dan emosional.

6. Terpisah dari ikatan spiritualitas

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan.

7. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan.

2.2.4 Perkembangan spiritualitas pada lansia

(14)

menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2009).

2.3 Kualitas hidup

2.3.1 Defenisi kualitas hidup.

Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001). Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, hubungan sosial, dan hubungan terhadap lingkungan (WHO, 2004).

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

(15)

dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

Menurut Kreitler & Ben (2004) dikutip dari Nofitri (2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.

2.3.2 Komponen kualitas hidup menurut World Health Organization Quality

Of Life (WHOQOL) – BREF

World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF membagi

kualitas hidup dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan (WHO, 2004).

1. Domain fisik

WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu: a. Nyeri dan ketidaknyamanan

(16)

gatal juga termasuk. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO, 2004).

b. Tenaga dan lelah

Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi. Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 2004).

c. Tidur dan istirahat

Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO, 2004).

2. Domain Psikologis

WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu: a. Perasaan positif

Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 2004).

b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi

(17)

keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan gagasan (WHO, 2004).

c. Harga diri

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri. Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 2004).

d. Gambaran diri dan penampilan

Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan individu dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan sebagainya (WHO, 2004).

e. Perasaan negatif

(18)

3. Domain Hubungan sosial

WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu: a. Hubungan perorangan

Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk pada kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat dengan orang lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang dicintai. (WHO, 2004).

b. Dukungan sosial

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit (WHO, 2004).

c. Aktivitas seksual

(19)

4. Domain Lingkungan

WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu: a. Keamanan fisik dan keamanan

Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan individu (WHO, 2004).

b. Lingkungan rumah

Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 2004).

c. Sumber penghasilan

Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan (dan sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 2004).

d. Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas

Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di kedekatan sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bantuan (WHO, 2004).

e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan

(20)

terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 2004).

f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang

Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 2004).

g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)

Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 2004).

h. Transportasi

Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 2004).

2.3.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi empat domain kualitas hidup yaitu domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial dan domain lingkungan. Pengukuran kualitas hidup yaitu semakin tinggi nilainya semakin baik kualitas hidupnya dan nilai mean dari keempat domain menunjukan persepsi individu pada kualitas hidup masing-masing. Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner yang diadopsi dari The World Health Organization Quality of

Referensi

Dokumen terkait

There are many kinds to learn about English like grammar and speaking, but the writer only focuses on the influence of the application of the direct method

Perbedaan Pengaruh Latihan Batuk Efektif dan Postural Drainage pada Intervensi Nebulizer terhadap Penurunan Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial .Hasil uji

Selanjutnya sampel diberikan program fisioterapi menggunakan TENS dalam penelitian ini dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 2 minggu sedangkan penambahan

Beruk : Tempat air yang dibuat dari buah kelapa yang sudah tua Ceper : Sarana upakara umat Hindu yang terbuat dari daun. kelapa dan berbentuk

RANCANG BANGUN PENAMPUNG SAMPAH DENGAN PENGANGKAT SEMI OTOMATIS MENGGUNAKAN SISTEM PENGGERAK MOTOR..

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Kualitas Layanan Dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Minat Pembelian Ulang di

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ NILAI EKONOMI AIR KULONG PLN MERAWANG UNTUK PERUNTUKAN PDAM TIRTA BANGKA) ” sebagaimana semestinya.. Tugas Akhir

Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolineritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF) serta korelasi