BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Monosodium Glutamat (MSG)
MSG adalah garamnatriumglutamat, zat aditifpada
makananyangmeningkatkan cita rasa makanan yang ada dalammakanan
kemasantanpamunculpadalabel.Hal inibisamenyebabkan masyarakat
mengkonsumsiMSGdalam konsentrasi tinggi karena tidak ada dicantumkan kadar
MSG dalam makanan kemasan (Ismail, 2012).
MSG kemudian menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia
dan menjadi bahan penambah rasa yang banyak dipakai di Asia Tenggara. MSG
banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia Tenggara yang dikenal dengan
nama ajinomoto, sasa, vetsin, dan miwon (Wakidi, 2012).
Asam glutamat adalah asam amino yang terdapat paling banyak dalam cairan
otak dan sumsum tulang belakang, dan bekerja sebagai neurotransmitter. Asam
glutamat merupakan komponen dari asam folat dan GTF (faktor toleransi
glukosa) dan merupakan precursor dari GABA (gamma-amino butyric acid).
Dalam usus, glutamat dirombak menjadi citrulin dan arginin, suatu regulator
penting dari sistem imun. Dengan demikian, glutamat adalah esensial pula bagi
baiknya fungsi usus dan pemeliharaan barrier mukosanya. Penggunaannya
terutama sebagai garam natrium (MSG) untuk memperkuat rasa dalam makanan.
Sebagai suplemen pada keadaan stress untuk memperbaiki kondisi lambung-usus
dosis tinggi berupa sakit kepala, mual, muka menjadi merah, dan perasaan panas
yang disebut sindroma restoran cina (Tan dan Rahardja, 2002).
Asam glutamat (asam bebas dari MSG) adalah unsur pokok dari protein yang
terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, seafood, dan air susu ibu. Asam
glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia
sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom
karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan
dengan NH2 yang menjadi ciri pada asam amino. Struktur kimia MSG sebenarnya
tidak banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus
karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Gugus karboksil
setelah diionisasi dapat mengaktifkan stimulasi rasa pada alat pengecap.
Rumus kimia dari MSG seperti yang terlihat pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) Sumber (Wakidi, 2012).
2.2 Beberapa Penelitian Terhadap MSG
Kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah
konsumsi MSG 30 mg/kgBB/hari, yang berarti sudah mulai melampaui
kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan
kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam
MSG (BB 50-70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara,
satu sendok teh rata-rata berisi 4-6 g MSG (Maidawilis, 2010).
Efek MSGpadapalatabilitasdariduamakananeksperimentaldiselidiki
pada36pria dan wanitasehat. MSGmeningkatkanperingkatpalatabilitas,
denganoptimum pada0,6%. Mingguantesasupanbebasmenunjukkanbahwa
subjekmakananeksperimentaldenganMSG0,6% ditambahmakansemakin lebihdan
lebih cepat, menunjukkanpalatabilitasmeningkatdengan paparanberulang. Asupan
MSGdifasilitasibeberapatapi tidak semuamakanantarget,dan efek
positif(meningkatkalsium danasupan magnesium) atauefek negatif(asupan lemak
meningkat) pada nutrisi. Hal inidisimpulkanMSGyang dapat bertindaksebagai
peningkatpalatabilitasdalam konteksdiet. Hal ini dapatmemfasilitasijangka
panjangasupandi keduaorangmuda dantuatetapi harusdimanfaatkandengan
hati-hatisehinggameningkatkangizi (Bellisle, dkk., 1991).
Menurut Fahim, dkk., (1999) MSG menyebabkan penurunan kandungan
histamin yang berarti dalam sistem saraf pusat. MSG menyebabkan kerusakan
pada otak. MSG menyebabkan terjadinya obesitas dan gangguan pertumbuhan
serta perkembangan tubuh pada tikus neonatal. Selain itu beberapa peneliti lain
mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan gangguan endokrinal melalui
mekanisme hipotalamus-hipofisis (Maidawilis, 2010).
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nizamuddin, (1993)
dilaporkan bahwa pengaruh pemberian MSG peroral terhadap spermatogenesis
dan kesuburan tikus jantan dewasa, dosis 2400, 4800 dan 9600 mg/kgBB/hari
menyebabkan gangguan spermatogenesis sesuai dengan besarnya dosis MSG
yang diberikan.
Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru
dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari
ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kgBB.
Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina
yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara
bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit
jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endokrin, yaitu pada
kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis. Setelah dewasa, pada mencit betina
yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus
estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencit jantan
yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda fertilitas menurun, misalnya
berkurangnya berat testis, hipofisis, dan underscended testis (Maidawilis, 2010).
Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG selama
15 hari (pajanan jangka pendek) dan 30 hari (pajanan jangka panjang). Pada
penelitian ini disimpulkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin terjadi
akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG pada sistem reproduksi mencit
jantan adalah dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis (Nayanatara,
dkk., 2008).
Pemberian MSG 4 g/kgBB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir
selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa
ternyata menyebabkan terjadinya hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan
testis, serta penurunan kadar luteinizing hormon (LH), folicle stimulating
hormone (FSH), thyroid (T), dan free T4 (FT4) (Miskowiak, dkk., 1993).
2.3Siklus Pembelahan Sel
Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan berikutnya
disebut siklus sel atau daur sel. Siklus sel dapat dilihat pada gambar 2.2:
Gambar 2.2 Siklus Pembelahan Sel
Siklus sel mencakup dua fase yaitu interfase dan fase mitosis atau fase
pembelahan.
a. Interfase
Interfase terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap G1, S dan G2. G1 dimana terjadi
aktivitas biosintesa yang tinggi. Tahap interfase sebenarnya kurang tepat bila
disebut tahapan istirahat. Pada tahap ini meskipun kelihatannya sel tidak
menunjukkan aktivitas, sebenarnya sel melakukan berbagai proses metabolisme.
i. Fase S
Tahapan utama interfase adalah fase S karena pada tahapan ini terjadi
replikasi DNA yang penting dalam proses pewarisan sifat. Antara tahap S
(sintesis) dan M (mitosis) diperantarai oleh tahap G (gap) yang terdiri atas G1 dan
G2.
Sel mengalami pertumbuhan dan persiapan pembelahan. Selain replikasi
DNA serta pertumbuhan dan persiapan pembelahan, pada interfase juga terjadi
proses penggandaan organel. Waktu yang dibutuhkan satu kali siklus
bermacam-macam, tergantung jenis selnya. Lama G1 30-40% dari waktu daur. Tahap S yaitu
merupakan tahap replikasi dan transkripsi DNA, dengan demikian sel anak
mengandung bahan genetis yang sama dengan sel induk. Lamanya juga 30-40%
dari waktu satu daur.
iii. Fase G2
Merupakan tahap persiapan diri sel untuk membelah. Nukleus masih nyata
dibungkus membran inti mengandung satu atau lebih nukleolus. Dua sentrosom
muncul di luar inti, terbentuk selama awal interfase melalui proses replikasi dari
sentrosom tunggal. Kromosom telah menduplikasi (selama fase S) tetapi dalam
keadaan ini tidak dapat dibedakan sendiri-sendiri, karena masih dalam bentuk
serabut kromatin yang terkemas longgar. Pada periode ini semua bahan
sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua, lamanya 10-20% dari waktu daur.
b. Mitosis
Fase mitosis terdiri dari profase, prometafase, metafase, anafase dan telofase.
Tahapan pembelahan inti ini masing-masing tidak sama waktunya. Fase mitosis atau fase
pembelahan, terdiri dari kariokinesis atau pembelahan nukleus dan sitokinesis atau
pembelahan sitoplasma.
i. Profase
Profase dimulai dengan memendeknya benang-benang kromatin dan terjadi
penebalan yang kemudian menjadi kromosom.Tiap benang kromosom akan
menggandakan diri membentuk kromatid. Dinding inti mulai menghilang.
Kromosom-kromosom akan menempatkan diri di bidang tengah sel.
iii. Anafase
Kedua buah kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju ke kutub sel
yang berlawanan. Tiap kromatid hasil pembelahan itu memliki sifat keturunan
yang sama. Mulai saat ini kromatid-kromatid itu menjadi kromosom baru.
iv. Telofase
Di tiap kutub sel terbentuk pasangan kromosom yang identik. Serabut
gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi, kemudian plasma sel terbagi
menjadi dua bagian.
Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh sistem
keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila pada individu terjadi
apoptosis yang berlebihan, maka individu tersebut akan mengalami kemunduran
fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Demikian
juga bila terjadi proliferasi sel secara berlebihan, maka akan terjadi massa tumor
(Sudiana, 2008).
Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun
setelah berkembangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih
mendalam, yaitu melalui apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel melalui
mekanisme genetik (kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA). Apoptosis ini
dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut:
a. Apotosis fisiologis
Apoptosis fisiologis, yaitu kematian sel yang diprogram. Proses kematian sel ini
sangat erat kaitannya dengan suatu enzim yang dikenal dengan telomerase. Pada
ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel yang bersangkutan mengalami
transformasi menjadi ganas.
Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer ini akan
mengalami pemendekan pada waktu sel melakukan pembelahan diri. Bila ukuran
telomer mencapai ukuran tertentu sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka
sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya, akan terjadi
fragmentasi kromosom dan akhirnya sel mengalami apotosis secara fisiologis.
Namun pada sel ganas, pemendekan telomer sampai level kritis tidak akan terjadi
karena pada sel ganas terjadi aktivitas dari enzim ribonukleoprotein (telomerase)
secara terus-menerus, dimana enzim ini sangat berperan dalam sistesis telomeric
DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer
dapat dibentuk secara terus-menerus dan keberadaan ukuran telomere pada ujung
kromosom dapat dipertahankan. Pada sel normal, aktivitas telomerase waktunya
terbatas, tetapi pada sel kanker enzim ini sangat aktif, sehingga terjadi
pemblokiran proses pemendekan telomere pada waktu pembelahan diri.
b. Apotosis patologis
Apoptosis patologis yaitu kematian sel karena adanya suatu rangsangan. Proses
kematian sel ini dapat melalui beberapa jalur, antara lain sebagai berikut:
i. Aktivitas p-53
Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang
bersangkutan memiliki gen yang cacat. Kecacatan gen dalam suatu sel dapat
dipicu oleh banyak faktor, anatara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus.
Gen yang cacat dapat memicu ativitas beberpa enzim seperti PKC dan CPK-K2,
terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 yang disintesis akan menekan
semua CDK (cyclin dependent kinase), dimana siklus pembelahan sel sangat
tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin.
Apabila terjadi peningkatan p-21, maka semua CDK akan ditekan. Dengan
terjadinya penekanan semua CDK pada fase siklus sel, maka siklus sel akan
berhenti. Saat siklus sel berhenti, p-53 akan memicu aktivitas BAX di mana
protein BAX ini akan menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria,
sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Perubahan
ini mengakibatkan terjadi pelepasan C ke sitosol. Di sitosol,
cytokrom-C akan mengaktivasi Apaf-1 yang selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase
dan kaspase yang aktif ini akan mengaktifkan DNA-se. Kemudian DNA-se yang
aktif akan menembus membrane inti dan merusak DNA, sehingga DNA sel yang
bersangkutan rusak (fragmentasi) dan akhirnya sel akan mengalami kematian
(apoptosis).
ii. Jalur sitotoksik
Terjadinya apoptosis melalui jalur sitotoksik ini dipicu oleh adanya sel yang
memiliki gen yang cacat. Dengan adanya kecacatan gen ini, maka sel akan
mengekspresikan protein asing. Protein asing yang dihasilkan dapat bersifat
imunogenik, sehingga memicu terjadinya proses pembentukan antibodi. Antibodi
yang terbentuk dapat menempel pada permukaan sel tertentu, hal ini terjadi karena
ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki FC receptor dari antibodi,
antara lain sel killer.
Adanya ikatan sel killer tersebut akan melepaskan suatu enzim yang disebut
dan granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen
cacat, kemudian granzyme dimasukkan ke dalam sel cacat tersebut. Granzyme
tersebut akan mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif ini
mengaktivasi DNA-se, DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada dalam
inti, sehingga sel mengalami kematian/apoptosis (Sudiana, 2008).
2.4Siklofosfamida
Siklofosfamid sebagai agen alkilasi bekerja lewat timbulnya efek sitotoksik
melalui pemindahan gugus alkilnya ke berbagai unsur sel. Alkilasi DNA di dalam
nukleus merupakan interaksi utama yang menyebabkan kematian sel. Tempat
alkilasi utama di dalam DNA adalah posisi N7 guanin. Sistem sitokrom P450
mixed function axidase mikrosoma hati mengubah siklofosfamid menjadi
4-hidroksisiklofosfamid yang seimbang dengan aldofosfamid. Metabolit-metabolit
aktif ini dibawa aliran darah ke jaringan tumor dan jaringan sehat, dimana
pemecahan nonenzimatik dari aldofosfamid menjadi bentuk sitotoksik fosforamid
mustard dan akrolein. Hati terlindung oleh adanya pembentukan
4-ketosiklofosfamid dan karboksifosfamid, metabolit inaktif yang terbentuk
secara enzimatik (Salmon dan Sartorelli, 1998).
Gambar 2.3Siklofosfamida Deskripsi:
a. Nama dan Struktur kimia:
2-[Bis(2-kloroetil)amino]tetrahidro-2H-1,3,2-oksazafosforin 2-oksida monohidrat [6055-19-2].
b.Sifat fisikokimia: Serbuk hablur, putih, pada penghabluran terbentuk molekul
air. Larut dalam air dan dalam etanol.
c. Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg dan
1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 mg untuk pemberian per oral.
d. Mekanisme kerja: Siklofosfamid merupakan obat yang dalam tubuh mengalami
konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid dan
aldofosfamid yang merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya mengalami
perubahan non enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid
dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya.
Sebaliknya, siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim mikrosom,
sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain (Depkes, 1995).
2.5Gen
Secara struktur, gen merupakan unit dasar dari materi hereditas yang terdapat
dalam kromosom. Secara molekuler gen merupakan seluruh rangkaian asam inti
yang dibutuhkan untuk pembentukan suatu produk gen fungsional (ribonucleic
acid (RNA) maupun polipeptida). Gen memiliki fungsi tertentu pada sel,
pembelahan, pertumbuhan, dan mengatur komunikasi satu sel dengan sel lainnya,
serta mengatur apoptosis. Selain itu ada gen yang berfungsi untuk menghambat
proliferasi sel dengan cara menghambat progresi dan diferensiasi sel yang disebut
dengan tumor supresor gen (Macdonald, dkk., 2004).
2.6 Mutasi
Mutasi merupakan perubahan materi genetik yang berupa gen atau kromosom
dari suatu individu dan diwariskan ke generasi berikutnya. Mutasi yang terjadi
pada sel-sel gamet (sel kelamin) akan bersifat menurun, tetapi jika mutasi tersebut
terjadi pada sel-sel somatik (sel tubuh) maka perubahan itu hanya terjadi pada
individu tersebut dan tidak bersifat menurun. Secara garis besar, terdapat dua
macam mutasi, yaitu mutasi yang mempengaruhi gen dan mutasi yang
mempengaruhi keseluruhan kromosom. Mutasi gen pada tingkat nukleotida
disebut mutasi titik, mutasi pada tingkat kromosom disebut mutasi besar
(Karmana, 2008).
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom.
Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit
kanker. Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh
berbagai faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor
penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen (Purwadiwarsa, 2000).
Mutasi pada salah satu atau kedua gen tersebut dapat menyebabkan
ketidakstabilan gen dan akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan sel (Macdonald, dkk., 2004).
Mutasi merupakan perubahan turun temurun pada materi genetik yang
menimbulkan berbagai bentuk kelainan gen. Secara garis besar terdapat dua tipe
mutasi yaitu yang mempengaruhi gen dan seluruh kromosom (menyebabkan
kerusakan kromosom). Mutasi dapat terjadi secara spontan maupun melalui
induksi. Mutasi sebenarnya terjadi pada sel secara terus menerus, namun
frekuensinya sangat rendah dalam kondisi normal, dan banyak mutasi yang
berbahaya namun beberapa tidak menyebabkan pengaruh apa-apa pada sel.
Kesalahan pada saat replikasi gen pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA)
dapat menyebabkan terjadinya insersi (penyisipan), delesi (penghapusan), dan
substitusi (penggantian) satu atau lebih basa akan menimbulkan mutasi (Sitorus,
2012).
b. Mutasi kromosom
Kromosom merupakan suatu badan yang didalamnya mengandung banyak
gen. Kromosom dapat mengalami mutasi karena adanya perubahan struktur atau
susunan dan jumlah kromosom. Mutasi ini disebut juga dengan mutasi besar
(gross mutation) karena susunan kromosom mengandung banyak gen, sehingga
jika terjadi mutasi pada kromosom akan menimbulkan perubahan fenotipe yang
lebih besar.
Menurut Karmana, (2008) mutasi kromosom terdiri atas dua macam, yaitu:
Mutasi yang terjadi karena perubahan jumlah kromosom disebut ploidi yang
macamnya sebagai berikut:
- Euploidi, mutasi yang melibatkan pengurangan atau penambahan dalam
perangkat kromosom.
- Aneuploid, mutasi yang melibatkan perubahan pada seluruh genom, tetapi
terjadi pada salah satu kromosom dari genom.
ii. Mutasi struktur kromosom
Perubahan struktur kromosom mengakibatkan kerusakan bentuk kromosom yang
disebut aberasi.
2.6.1 Mutagen
Mutagen dapat menimbulkan kerusakan DNA sel, seperti sel telur atau
sperma manusia yang dapat menurunkan kesuburan, aborsi spontan, cacat lahir,
dan penyakit keturunan, selain itu mutagen juga dapat menyebabkan tumor baik
pada hewan maupun manusia (Macdonald, dkk., 2004).
Mutagen yaitu agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi dalam sel.
Mutagen tersebut dapat berupa fisika, kimia, radiasi-pengion, sinar uv dan
obat-obatan.Mutagen yang pertama kali ditemukan yaitu gas mustard yang dikenal
sebagai agen pengalkilasi. Beberapa tahun yang lalu, hampir seluruh mutagen
kuat diketahui sebagai karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Sitorus,
2012).
Macam-macam penyebab mutasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Mutasi alami (spontan)
Mutasi alami adalah perubahan yang terjadi secara alamiah atau dengan
ultraviolet matahari, radiasi dan ionisasi internal mikroorganisme serta kesalahan
DNA dalam metabolisme.
b. Mutasi buatan
Mutasi buatan adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia, antara lain:
i. Faktor fisika (radiasi)
- Agen mutagenik dari faktor fisika berupa radiasi.
- Radiasi yang bersifat mutagenik antara lain berasal dari sinar ultraviolet,
sinar gamma, sinar-X, dan sinar-sinar lain yang mempunyai daya ionisasi.
- Radiasi yang sering digunakan untuk kegiatan mutasi buatan untuk proyek
bibit unggul biasanya menggunakan Radi Isotop.
- Radiasi yang dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif misalnya
Uranium, polonium, dan lain-lain.
-Suatu zat radioaktif dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang
mengeluarkan radiasi.
- Sinar tampak gelombang radio dan panas dari matahari atau api, juga
membentuk radiasi, tapi tidak merusak.
ii. Faktor kimia
- Analog basa
Senyawa yang termasuk golongan ini adalah yang memiliki struktur molekul sangat
mirip dengan yang dimiliki basa yang lazimnya terdapat pada DNA.
- Agen pengubah basa
Senyawa-senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara
langsung mengubah struktur maupun sifat kimia basa.
Mutagen kimia berupa agen interkalasi bekerja dengan cara melakukan insersi
antara basa-basa berdekatan dengan pada satu atau dua untaian DNA. Jika agen
interkalasi melakukan insersi antara pasangan basa yang berdekatan pada DNA
template maka suatu basa tambahan dapat diinsersikan pada untaian DNA baru
berpasangan dengan agen interkalasi.
iii.Faktor biologi
Mutasi yang disebabkan oleh bahan biologi atau makhluk hidup terutama
mikroorganisme, yaitu: virus, bakteri dan penyisipan DNA. Virus dan bakteri
diduga dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Tidak kurang dari 20 macam virus
dapat menimbulkan kerusakan kromosom. Bagian dari virus yang mampu
mengadakan mutasi adalah asam nukleatnya, yaitu DNA (Indranatan, 2012).
2.7 Uji Mikronukleus Secara In Vivo
Mikronukleus atau jamaknya mikronuklei adalah anak inti sel berbentuk bulat
kecil yang berada di sekitar sitoplasma sel limfosit dan mempunyai ukuran kurang
lebih 1/5 bagian dari inti sel induknya (limfosit). Para peneliti menganggap bahwa
terbentuknya mikronuklei ini berasal dari fragmen asentrik atau kromosom yang
tertinggal pada waktu sel melakukan mitosis sebagai hasil kerusakan atau cacat
pada benang kromosom, sehingga mikronukleus ini mulai terbentuk pada stadium
telofase.
Gambar 2.4 Pembentukan Mikronukleus
Sumber (Durling, 2008).
Mikronukleus adalah fragmen kromosom atau kromosom utuh yang
tertinggal dalam sitoplasma selama mitosis. Pada beberapa spesies, kita dapat
mengukur pembentukan mikronukleus darah perifer secara spontan (Batista, dkk.,
2006).
Salah satu indikator terjadinya mutasi adalah adanya mikronukleus.
Mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah dan
kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel.
Mikronukleus mudah diamati pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit
polikromatik bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan genetik dalam
sistem eritropoitik suatu makhluk hidup (Purwadiwarsa, 2000).
Uji mikronukleus secara in vivo adalah satu metode yang penting untuk
menilai sifat genotoksisitas suatu senyawa. Uji mikronukleus secara invivo
sebagian besar dilakukan pada tikus. Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang
paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronukleus
karena kurangnya inti utama sel tersebut. Inti utamanya diekstruksi selama
pematangan eritroblast (Durling, 2008).
Uji mikronukleus digunakan untuk mendeteksi kerusakan kromosom atau gangguan
proses mitosis sel eritroblast yang disebabkan oleh suatu senyawa penginduksi tertentu.
Sampel yang dianalisa adalah sel darah merah pada sumsum tulang dan atau sel darah
perifer hewan, biasanya hewan pengerat (Sitorus, 1997).
Metode mikronukleus digunakan sebagai indikator untuk kerusakan kromosom.
(persentase 90-100%), sedangkan sel dengan 2-3 mikronukleus (persentase 0-10%).
Metode mikronukleus mudah dipelajari dan waktu yang diperlukan untuk mengamatinya
singkat(Lusianti, dkk., 1996).
Pada mikronukleus, umumnya digunakan sumsum tulang hewan pengerat, karena:
a. Hewan pengerat sering digunakan sebagai model untuk respon biologis
manusia. Ukuran tubuh yang kecil memudahkan dalam penanganan, sehingga
sering digunakan dalam percobaan in vivo.
b. Sumsum tulang mudah diambil, kemudian dihapuskan di slide dan diwarnai.
Tidak ada kultur jaringan, dan slide dapat segera diamati. Di sumsum tulang
juga banyak ditemukan eritrosit sehingga mempermudah pengamatan dan
meningkatkan keakuratan.
c. Pembentukan eritrosit di sumsum tulang berlangsung terus-menerus, dan