• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Monosodium Glutamat (MSG) - Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Terbentuknya Mikronukleus Pada Sel Darah Merah Mencit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Monosodium Glutamat (MSG) - Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Terbentuknya Mikronukleus Pada Sel Darah Merah Mencit"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamat (MSG)

MSG adalah garamnatriumglutamat, zat aditifpada

makananyangmeningkatkan cita rasa makanan yang ada dalammakanan

kemasantanpamunculpadalabel.Hal inibisamenyebabkan masyarakat

mengkonsumsiMSGdalam konsentrasi tinggi karena tidak ada dicantumkan kadar

MSG dalam makanan kemasan (Ismail, 2012).

MSG kemudian menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia

dan menjadi bahan penambah rasa yang banyak dipakai di Asia Tenggara. MSG

banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia Tenggara yang dikenal dengan

nama ajinomoto, sasa, vetsin, dan miwon (Wakidi, 2012).

Asam glutamat adalah asam amino yang terdapat paling banyak dalam cairan

otak dan sumsum tulang belakang, dan bekerja sebagai neurotransmitter. Asam

glutamat merupakan komponen dari asam folat dan GTF (faktor toleransi

glukosa) dan merupakan precursor dari GABA (gamma-amino butyric acid).

Dalam usus, glutamat dirombak menjadi citrulin dan arginin, suatu regulator

penting dari sistem imun. Dengan demikian, glutamat adalah esensial pula bagi

baiknya fungsi usus dan pemeliharaan barrier mukosanya. Penggunaannya

terutama sebagai garam natrium (MSG) untuk memperkuat rasa dalam makanan.

Sebagai suplemen pada keadaan stress untuk memperbaiki kondisi lambung-usus

(2)

dosis tinggi berupa sakit kepala, mual, muka menjadi merah, dan perasaan panas

yang disebut sindroma restoran cina (Tan dan Rahardja, 2002).

Asam glutamat (asam bebas dari MSG) adalah unsur pokok dari protein yang

terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, seafood, dan air susu ibu. Asam

glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia

sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom

karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan

dengan NH2 yang menjadi ciri pada asam amino. Struktur kimia MSG sebenarnya

tidak banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus

karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Gugus karboksil

setelah diionisasi dapat mengaktifkan stimulasi rasa pada alat pengecap.

Rumus kimia dari MSG seperti yang terlihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) Sumber (Wakidi, 2012).

2.2 Beberapa Penelitian Terhadap MSG

Kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah

konsumsi MSG 30 mg/kgBB/hari, yang berarti sudah mulai melampaui

kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan

kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam

(3)

MSG (BB 50-70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara,

satu sendok teh rata-rata berisi 4-6 g MSG (Maidawilis, 2010).

Efek MSGpadapalatabilitasdariduamakananeksperimentaldiselidiki

pada36pria dan wanitasehat. MSGmeningkatkanperingkatpalatabilitas,

denganoptimum pada0,6%. Mingguantesasupanbebasmenunjukkanbahwa

subjekmakananeksperimentaldenganMSG0,6% ditambahmakansemakin lebihdan

lebih cepat, menunjukkanpalatabilitasmeningkatdengan paparanberulang. Asupan

MSGdifasilitasibeberapatapi tidak semuamakanantarget,dan efek

positif(meningkatkalsium danasupan magnesium) atauefek negatif(asupan lemak

meningkat) pada nutrisi. Hal inidisimpulkanMSGyang dapat bertindaksebagai

peningkatpalatabilitasdalam konteksdiet. Hal ini dapatmemfasilitasijangka

panjangasupandi keduaorangmuda dantuatetapi harusdimanfaatkandengan

hati-hatisehinggameningkatkangizi (Bellisle, dkk., 1991).

Menurut Fahim, dkk., (1999) MSG menyebabkan penurunan kandungan

histamin yang berarti dalam sistem saraf pusat. MSG menyebabkan kerusakan

pada otak. MSG menyebabkan terjadinya obesitas dan gangguan pertumbuhan

serta perkembangan tubuh pada tikus neonatal. Selain itu beberapa peneliti lain

mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan gangguan endokrinal melalui

mekanisme hipotalamus-hipofisis (Maidawilis, 2010).

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nizamuddin, (1993)

dilaporkan bahwa pengaruh pemberian MSG peroral terhadap spermatogenesis

dan kesuburan tikus jantan dewasa, dosis 2400, 4800 dan 9600 mg/kgBB/hari

(4)

menyebabkan gangguan spermatogenesis sesuai dengan besarnya dosis MSG

yang diberikan.

Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru

dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari

ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kgBB.

Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina

yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara

bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit

jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endokrin, yaitu pada

kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis. Setelah dewasa, pada mencit betina

yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus

estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencit jantan

yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda fertilitas menurun, misalnya

berkurangnya berat testis, hipofisis, dan underscended testis (Maidawilis, 2010).

Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG selama

15 hari (pajanan jangka pendek) dan 30 hari (pajanan jangka panjang). Pada

penelitian ini disimpulkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin terjadi

akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG pada sistem reproduksi mencit

jantan adalah dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis (Nayanatara,

dkk., 2008).

Pemberian MSG 4 g/kgBB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir

selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa

ternyata menyebabkan terjadinya hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan

(5)

testis, serta penurunan kadar luteinizing hormon (LH), folicle stimulating

hormone (FSH), thyroid (T), dan free T4 (FT4) (Miskowiak, dkk., 1993).

2.3Siklus Pembelahan Sel

Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan berikutnya

disebut siklus sel atau daur sel. Siklus sel dapat dilihat pada gambar 2.2:

Gambar 2.2 Siklus Pembelahan Sel

Siklus sel mencakup dua fase yaitu interfase dan fase mitosis atau fase

pembelahan.

a. Interfase

Interfase terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap G1, S dan G2. G1 dimana terjadi

aktivitas biosintesa yang tinggi. Tahap interfase sebenarnya kurang tepat bila

disebut tahapan istirahat. Pada tahap ini meskipun kelihatannya sel tidak

menunjukkan aktivitas, sebenarnya sel melakukan berbagai proses metabolisme.

i. Fase S

Tahapan utama interfase adalah fase S karena pada tahapan ini terjadi

replikasi DNA yang penting dalam proses pewarisan sifat. Antara tahap S

(sintesis) dan M (mitosis) diperantarai oleh tahap G (gap) yang terdiri atas G1 dan

G2.

(6)

Sel mengalami pertumbuhan dan persiapan pembelahan. Selain replikasi

DNA serta pertumbuhan dan persiapan pembelahan, pada interfase juga terjadi

proses penggandaan organel. Waktu yang dibutuhkan satu kali siklus

bermacam-macam, tergantung jenis selnya. Lama G1 30-40% dari waktu daur. Tahap S yaitu

merupakan tahap replikasi dan transkripsi DNA, dengan demikian sel anak

mengandung bahan genetis yang sama dengan sel induk. Lamanya juga 30-40%

dari waktu satu daur.

iii. Fase G2

Merupakan tahap persiapan diri sel untuk membelah. Nukleus masih nyata

dibungkus membran inti mengandung satu atau lebih nukleolus. Dua sentrosom

muncul di luar inti, terbentuk selama awal interfase melalui proses replikasi dari

sentrosom tunggal. Kromosom telah menduplikasi (selama fase S) tetapi dalam

keadaan ini tidak dapat dibedakan sendiri-sendiri, karena masih dalam bentuk

serabut kromatin yang terkemas longgar. Pada periode ini semua bahan

sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua, lamanya 10-20% dari waktu daur.

b. Mitosis

Fase mitosis terdiri dari profase, prometafase, metafase, anafase dan telofase.

Tahapan pembelahan inti ini masing-masing tidak sama waktunya. Fase mitosis atau fase

pembelahan, terdiri dari kariokinesis atau pembelahan nukleus dan sitokinesis atau

pembelahan sitoplasma.

i. Profase

Profase dimulai dengan memendeknya benang-benang kromatin dan terjadi

penebalan yang kemudian menjadi kromosom.Tiap benang kromosom akan

menggandakan diri membentuk kromatid. Dinding inti mulai menghilang.

(7)

Kromosom-kromosom akan menempatkan diri di bidang tengah sel.

iii. Anafase

Kedua buah kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju ke kutub sel

yang berlawanan. Tiap kromatid hasil pembelahan itu memliki sifat keturunan

yang sama. Mulai saat ini kromatid-kromatid itu menjadi kromosom baru.

iv. Telofase

Di tiap kutub sel terbentuk pasangan kromosom yang identik. Serabut

gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi, kemudian plasma sel terbagi

menjadi dua bagian.

Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh sistem

keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila pada individu terjadi

apoptosis yang berlebihan, maka individu tersebut akan mengalami kemunduran

fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Demikian

juga bila terjadi proliferasi sel secara berlebihan, maka akan terjadi massa tumor

(Sudiana, 2008).

Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun

setelah berkembangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih

mendalam, yaitu melalui apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel melalui

mekanisme genetik (kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA). Apoptosis ini

dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut:

a. Apotosis fisiologis

Apoptosis fisiologis, yaitu kematian sel yang diprogram. Proses kematian sel ini

sangat erat kaitannya dengan suatu enzim yang dikenal dengan telomerase. Pada

(8)

ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel yang bersangkutan mengalami

transformasi menjadi ganas.

Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan salah satu faktor yang

sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer ini akan

mengalami pemendekan pada waktu sel melakukan pembelahan diri. Bila ukuran

telomer mencapai ukuran tertentu sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka

sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya, akan terjadi

fragmentasi kromosom dan akhirnya sel mengalami apotosis secara fisiologis.

Namun pada sel ganas, pemendekan telomer sampai level kritis tidak akan terjadi

karena pada sel ganas terjadi aktivitas dari enzim ribonukleoprotein (telomerase)

secara terus-menerus, dimana enzim ini sangat berperan dalam sistesis telomeric

DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer

dapat dibentuk secara terus-menerus dan keberadaan ukuran telomere pada ujung

kromosom dapat dipertahankan. Pada sel normal, aktivitas telomerase waktunya

terbatas, tetapi pada sel kanker enzim ini sangat aktif, sehingga terjadi

pemblokiran proses pemendekan telomere pada waktu pembelahan diri.

b. Apotosis patologis

Apoptosis patologis yaitu kematian sel karena adanya suatu rangsangan. Proses

kematian sel ini dapat melalui beberapa jalur, antara lain sebagai berikut:

i. Aktivitas p-53

Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang

bersangkutan memiliki gen yang cacat. Kecacatan gen dalam suatu sel dapat

dipicu oleh banyak faktor, anatara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus.

Gen yang cacat dapat memicu ativitas beberpa enzim seperti PKC dan CPK-K2,

(9)

terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 yang disintesis akan menekan

semua CDK (cyclin dependent kinase), dimana siklus pembelahan sel sangat

tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin.

Apabila terjadi peningkatan p-21, maka semua CDK akan ditekan. Dengan

terjadinya penekanan semua CDK pada fase siklus sel, maka siklus sel akan

berhenti. Saat siklus sel berhenti, p-53 akan memicu aktivitas BAX di mana

protein BAX ini akan menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria,

sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Perubahan

ini mengakibatkan terjadi pelepasan C ke sitosol. Di sitosol,

cytokrom-C akan mengaktivasi Apaf-1 yang selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase

dan kaspase yang aktif ini akan mengaktifkan DNA-se. Kemudian DNA-se yang

aktif akan menembus membrane inti dan merusak DNA, sehingga DNA sel yang

bersangkutan rusak (fragmentasi) dan akhirnya sel akan mengalami kematian

(apoptosis).

ii. Jalur sitotoksik

Terjadinya apoptosis melalui jalur sitotoksik ini dipicu oleh adanya sel yang

memiliki gen yang cacat. Dengan adanya kecacatan gen ini, maka sel akan

mengekspresikan protein asing. Protein asing yang dihasilkan dapat bersifat

imunogenik, sehingga memicu terjadinya proses pembentukan antibodi. Antibodi

yang terbentuk dapat menempel pada permukaan sel tertentu, hal ini terjadi karena

ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki FC receptor dari antibodi,

antara lain sel killer.

Adanya ikatan sel killer tersebut akan melepaskan suatu enzim yang disebut

(10)

dan granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen

cacat, kemudian granzyme dimasukkan ke dalam sel cacat tersebut. Granzyme

tersebut akan mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif ini

mengaktivasi DNA-se, DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada dalam

inti, sehingga sel mengalami kematian/apoptosis (Sudiana, 2008).

2.4Siklofosfamida

Siklofosfamid sebagai agen alkilasi bekerja lewat timbulnya efek sitotoksik

melalui pemindahan gugus alkilnya ke berbagai unsur sel. Alkilasi DNA di dalam

nukleus merupakan interaksi utama yang menyebabkan kematian sel. Tempat

alkilasi utama di dalam DNA adalah posisi N7 guanin. Sistem sitokrom P450

mixed function axidase mikrosoma hati mengubah siklofosfamid menjadi

4-hidroksisiklofosfamid yang seimbang dengan aldofosfamid. Metabolit-metabolit

aktif ini dibawa aliran darah ke jaringan tumor dan jaringan sehat, dimana

pemecahan nonenzimatik dari aldofosfamid menjadi bentuk sitotoksik fosforamid

mustard dan akrolein. Hati terlindung oleh adanya pembentukan

4-ketosiklofosfamid dan karboksifosfamid, metabolit inaktif yang terbentuk

secara enzimatik (Salmon dan Sartorelli, 1998).

(11)

Gambar 2.3Siklofosfamida Deskripsi:

a. Nama dan Struktur kimia:

2-[Bis(2-kloroetil)amino]tetrahidro-2H-1,3,2-oksazafosforin 2-oksida monohidrat [6055-19-2].

b.Sifat fisikokimia: Serbuk hablur, putih, pada penghabluran terbentuk molekul

air. Larut dalam air dan dalam etanol.

c. Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg dan

1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 mg untuk pemberian per oral.

d. Mekanisme kerja: Siklofosfamid merupakan obat yang dalam tubuh mengalami

konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid dan

aldofosfamid yang merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya mengalami

perubahan non enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid

dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya.

Sebaliknya, siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim mikrosom,

sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain (Depkes, 1995).

2.5Gen

Secara struktur, gen merupakan unit dasar dari materi hereditas yang terdapat

dalam kromosom. Secara molekuler gen merupakan seluruh rangkaian asam inti

yang dibutuhkan untuk pembentukan suatu produk gen fungsional (ribonucleic

acid (RNA) maupun polipeptida). Gen memiliki fungsi tertentu pada sel,

(12)

pembelahan, pertumbuhan, dan mengatur komunikasi satu sel dengan sel lainnya,

serta mengatur apoptosis. Selain itu ada gen yang berfungsi untuk menghambat

proliferasi sel dengan cara menghambat progresi dan diferensiasi sel yang disebut

dengan tumor supresor gen (Macdonald, dkk., 2004).

2.6 Mutasi

Mutasi merupakan perubahan materi genetik yang berupa gen atau kromosom

dari suatu individu dan diwariskan ke generasi berikutnya. Mutasi yang terjadi

pada sel-sel gamet (sel kelamin) akan bersifat menurun, tetapi jika mutasi tersebut

terjadi pada sel-sel somatik (sel tubuh) maka perubahan itu hanya terjadi pada

individu tersebut dan tidak bersifat menurun. Secara garis besar, terdapat dua

macam mutasi, yaitu mutasi yang mempengaruhi gen dan mutasi yang

mempengaruhi keseluruhan kromosom. Mutasi gen pada tingkat nukleotida

disebut mutasi titik, mutasi pada tingkat kromosom disebut mutasi besar

(Karmana, 2008).

Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom.

Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit

kanker. Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh

berbagai faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor

penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen (Purwadiwarsa, 2000).

(13)

Mutasi pada salah satu atau kedua gen tersebut dapat menyebabkan

ketidakstabilan gen dan akan menyebabkan terjadinya gangguan pada

pertumbuhan dan perkembangan sel (Macdonald, dkk., 2004).

Mutasi merupakan perubahan turun temurun pada materi genetik yang

menimbulkan berbagai bentuk kelainan gen. Secara garis besar terdapat dua tipe

mutasi yaitu yang mempengaruhi gen dan seluruh kromosom (menyebabkan

kerusakan kromosom). Mutasi dapat terjadi secara spontan maupun melalui

induksi. Mutasi sebenarnya terjadi pada sel secara terus menerus, namun

frekuensinya sangat rendah dalam kondisi normal, dan banyak mutasi yang

berbahaya namun beberapa tidak menyebabkan pengaruh apa-apa pada sel.

Kesalahan pada saat replikasi gen pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA)

dapat menyebabkan terjadinya insersi (penyisipan), delesi (penghapusan), dan

substitusi (penggantian) satu atau lebih basa akan menimbulkan mutasi (Sitorus,

2012).

b. Mutasi kromosom

Kromosom merupakan suatu badan yang didalamnya mengandung banyak

gen. Kromosom dapat mengalami mutasi karena adanya perubahan struktur atau

susunan dan jumlah kromosom. Mutasi ini disebut juga dengan mutasi besar

(gross mutation) karena susunan kromosom mengandung banyak gen, sehingga

jika terjadi mutasi pada kromosom akan menimbulkan perubahan fenotipe yang

lebih besar.

Menurut Karmana, (2008) mutasi kromosom terdiri atas dua macam, yaitu:

(14)

Mutasi yang terjadi karena perubahan jumlah kromosom disebut ploidi yang

macamnya sebagai berikut:

- Euploidi, mutasi yang melibatkan pengurangan atau penambahan dalam

perangkat kromosom.

- Aneuploid, mutasi yang melibatkan perubahan pada seluruh genom, tetapi

terjadi pada salah satu kromosom dari genom.

ii. Mutasi struktur kromosom

Perubahan struktur kromosom mengakibatkan kerusakan bentuk kromosom yang

disebut aberasi.

2.6.1 Mutagen

Mutagen dapat menimbulkan kerusakan DNA sel, seperti sel telur atau

sperma manusia yang dapat menurunkan kesuburan, aborsi spontan, cacat lahir,

dan penyakit keturunan, selain itu mutagen juga dapat menyebabkan tumor baik

pada hewan maupun manusia (Macdonald, dkk., 2004).

Mutagen yaitu agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi dalam sel.

Mutagen tersebut dapat berupa fisika, kimia, radiasi-pengion, sinar uv dan

obat-obatan.Mutagen yang pertama kali ditemukan yaitu gas mustard yang dikenal

sebagai agen pengalkilasi. Beberapa tahun yang lalu, hampir seluruh mutagen

kuat diketahui sebagai karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Sitorus,

2012).

Macam-macam penyebab mutasi dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Mutasi alami (spontan)

Mutasi alami adalah perubahan yang terjadi secara alamiah atau dengan

(15)

ultraviolet matahari, radiasi dan ionisasi internal mikroorganisme serta kesalahan

DNA dalam metabolisme.

b. Mutasi buatan

Mutasi buatan adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia, antara lain:

i. Faktor fisika (radiasi)

- Agen mutagenik dari faktor fisika berupa radiasi.

- Radiasi yang bersifat mutagenik antara lain berasal dari sinar ultraviolet,

sinar gamma, sinar-X, dan sinar-sinar lain yang mempunyai daya ionisasi.

- Radiasi yang sering digunakan untuk kegiatan mutasi buatan untuk proyek

bibit unggul biasanya menggunakan Radi Isotop.

- Radiasi yang dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif misalnya

Uranium, polonium, dan lain-lain.

-Suatu zat radioaktif dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang

mengeluarkan radiasi.

- Sinar tampak gelombang radio dan panas dari matahari atau api, juga

membentuk radiasi, tapi tidak merusak.

ii. Faktor kimia

- Analog basa

Senyawa yang termasuk golongan ini adalah yang memiliki struktur molekul sangat

mirip dengan yang dimiliki basa yang lazimnya terdapat pada DNA.

- Agen pengubah basa

Senyawa-senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara

langsung mengubah struktur maupun sifat kimia basa.

(16)

Mutagen kimia berupa agen interkalasi bekerja dengan cara melakukan insersi

antara basa-basa berdekatan dengan pada satu atau dua untaian DNA. Jika agen

interkalasi melakukan insersi antara pasangan basa yang berdekatan pada DNA

template maka suatu basa tambahan dapat diinsersikan pada untaian DNA baru

berpasangan dengan agen interkalasi.

iii.Faktor biologi

Mutasi yang disebabkan oleh bahan biologi atau makhluk hidup terutama

mikroorganisme, yaitu: virus, bakteri dan penyisipan DNA. Virus dan bakteri

diduga dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Tidak kurang dari 20 macam virus

dapat menimbulkan kerusakan kromosom. Bagian dari virus yang mampu

mengadakan mutasi adalah asam nukleatnya, yaitu DNA (Indranatan, 2012).

2.7 Uji Mikronukleus Secara In Vivo

Mikronukleus atau jamaknya mikronuklei adalah anak inti sel berbentuk bulat

kecil yang berada di sekitar sitoplasma sel limfosit dan mempunyai ukuran kurang

lebih 1/5 bagian dari inti sel induknya (limfosit). Para peneliti menganggap bahwa

terbentuknya mikronuklei ini berasal dari fragmen asentrik atau kromosom yang

tertinggal pada waktu sel melakukan mitosis sebagai hasil kerusakan atau cacat

pada benang kromosom, sehingga mikronukleus ini mulai terbentuk pada stadium

telofase.

(17)

Gambar 2.4 Pembentukan Mikronukleus

Sumber (Durling, 2008).

Mikronukleus adalah fragmen kromosom atau kromosom utuh yang

tertinggal dalam sitoplasma selama mitosis. Pada beberapa spesies, kita dapat

mengukur pembentukan mikronukleus darah perifer secara spontan (Batista, dkk.,

2006).

Salah satu indikator terjadinya mutasi adalah adanya mikronukleus.

Mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah dan

kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel.

Mikronukleus mudah diamati pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit

polikromatik bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan genetik dalam

sistem eritropoitik suatu makhluk hidup (Purwadiwarsa, 2000).

Uji mikronukleus secara in vivo adalah satu metode yang penting untuk

menilai sifat genotoksisitas suatu senyawa. Uji mikronukleus secara invivo

sebagian besar dilakukan pada tikus. Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang

paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronukleus

karena kurangnya inti utama sel tersebut. Inti utamanya diekstruksi selama

pematangan eritroblast (Durling, 2008).

Uji mikronukleus digunakan untuk mendeteksi kerusakan kromosom atau gangguan

proses mitosis sel eritroblast yang disebabkan oleh suatu senyawa penginduksi tertentu.

Sampel yang dianalisa adalah sel darah merah pada sumsum tulang dan atau sel darah

perifer hewan, biasanya hewan pengerat (Sitorus, 1997).

Metode mikronukleus digunakan sebagai indikator untuk kerusakan kromosom.

(18)

(persentase 90-100%), sedangkan sel dengan 2-3 mikronukleus (persentase 0-10%).

Metode mikronukleus mudah dipelajari dan waktu yang diperlukan untuk mengamatinya

singkat(Lusianti, dkk., 1996).

Pada mikronukleus, umumnya digunakan sumsum tulang hewan pengerat, karena:

a. Hewan pengerat sering digunakan sebagai model untuk respon biologis

manusia. Ukuran tubuh yang kecil memudahkan dalam penanganan, sehingga

sering digunakan dalam percobaan in vivo.

b. Sumsum tulang mudah diambil, kemudian dihapuskan di slide dan diwarnai.

Tidak ada kultur jaringan, dan slide dapat segera diamati. Di sumsum tulang

juga banyak ditemukan eritrosit sehingga mempermudah pengamatan dan

meningkatkan keakuratan.

c. Pembentukan eritrosit di sumsum tulang berlangsung terus-menerus, dan

Gambar

Gambar 2.2 Siklus Pembelahan Sel

Referensi

Dokumen terkait

Pengertlan pencemaran laut adalah perubahan pada ling­ kungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh ma­ nusia secara langsung ataupun tidak langsung bahan- bahan atau energi

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan

Proses penyearahan dapat dijelaskan melalui Gambar 2.2 (a), (b) dan (c), pada setengah siklus pertama dengan polaritas positif, dioda pada rangkaian penyearah akan ON karena

tidak cukup, kebutuhan yang terus meningkat dan pengaruh lingkungan sosial,. mempengaruhi sikap dari tindakan setiap

Jika MOSFET dalam kondisi ideal, ketika MOSFET dalam kondisi ON memiliki karakteristik tegangan pada terminal pengalir dan sumber (V DS ) sama dengan nol dan arus yang

[r]

In this specification, the coefficient for bystanders is not significant, which implies that the impact of third-party presence is entirely conditional on respondents

Dengan parameter Pasal 1868 BW tersebut menilai akta PPAT dan akta Risalah Lelang belum termasuk dalam kategori akta Otentik, karena sampai saat ini belum ada