677 DISPENSASI PENGADILAN AGAMA DALAM PERKAWINAN DI
BAWAH UMUR (STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA PALU)
Wahyuddin Arsyid Said Arsyad Ridwan
Abstrak
Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal antara seorang pria dan wanita berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan baru dianggap sah apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan di catat oleh pejabat yang memiliki wewenang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam agama islam menikah merupakan sunnatullah, sunnah para rasul dan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman banyak anak-anak yang menikah di usiahnya belum bisa dikatakan dewasa atau belum cukup umur, yang biasanya sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Berdasarkan keterangan diatas kita dapat melihat Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975
Kata Kunci :Dispensasi, Umur, Perkawinan, dan Pengadilan Agama
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membentuk suatu keluarga yang harmonis dan sejahtera serta penuh dengan kebahagiaan yang kekal seperti yang dicita-citakan, masing-masing pihak yang akan melangsungkan perkawinan hendaknya telah dewasa baik secara psikologis maupun secara biologis, serta mampu untuk
bertanggung jawab atas keluarga yang dibentuknya.
678 pasangannya dan karenanya
diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling penyesuaian diri yang harmonis. Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri maupun batin, tetapi seluruh keluarga besarnya juga ikut. Proses pengenalan antar pasangan itu berlangsung hingga salah satu pasangan mati dan dalam perkawinan terjadi proses pengembangan yang didasari oleh cinta.
Ketika suami dan istri berikrar untuk menikah, berarti masing-masing mengikatkan diri pada pasangan hidup dan sebagian kebebasan sebagai individu dikorbankan. Perkawinan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua. Setiap pasangan harus terus belajar mengenai kehidupan bersama. Pasangan juga harus
menyiapkan mental
untuk menerima kelebihan sekaligus
kekurangan pasangannya dengan kontrol diri yang baik. Pentingnya
penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga.
Kata perkawinan menurut istilah Hukum Islam sama dengan
kata nikah dan kata
zawaj. Nikah menurut bahasa
adalah menghimpit, menindih atau berkumpul. Nikah mempunyai arti kiasan yakni wathaa yang berarti "setubuh" atau akad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan. “Akad yang membolehkan terjadinya al-istimta (persetubuhan) dengan seorang wanita atau melakukan wathi dan berkumpul selama wanita tersebut bukan yang diharamkan baik dengan sebab keturunan ataupun persusunan”.1
Menurut perkawinanan adat perkawinana bukan saja merupakan soal yang mengenai orang-orang yang bersangkutan (sebagai suami istri) merupakan juga kepentingan keluarga dan bahkan masyarakat adat pun ikut
1
679 berperang penting dalam
persoalan masyarakat tersebut. Bagi hukum adat perkawinan adalah perbuatan-perbuatan yang tidak hanya bersifat dunia bersifat keduniaan, melainkan kebatinan atau pun keagamaan.2
Aturan tata tertib dan adat-istiadat perkawinan sudah ada sejak dahulu kala dan sampai sekarang masih banyak yang dipertahankan oleh para masyarakat, pemuka agama dan atau para pemuka masyarakat adat. Aturan tersebut lama-kelamaan terus direvisi dan berkembang dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan pemerintah.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, mengatakan bahwa perkawinan itu sah apabila di lakukan menurut masing-masing hukum Agama dan dicatatkan di kantor catatan sipil, untuk yang beragama Islam dicatatkan di kantor catatan sipil
2
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Diindonesia, Kencana, Jakarta, 2013, hlm 64
pada (Kantor Urusan Agama) dan yang beragama Kristen di catatkan di kantor catatan sipil. Dengan demikian bahwa sahnya perkawinan menurut hukum agama terjadi saat dilakukan menurut hukum agama. Sedangkan secara hukum perkawinan sah pada saat di lakukan sesuai hukum agama didaftarkan pada yang memberikan kewenangan.
Pemerintah telah
680 Salah satu syarat dalam
Undang-Undang Perkawinan yaitu mengatur tentang batasan umur terendah dalam melangsungkan perkawinan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 yang berbunyi : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.” Dalam pasal tersebut mengatur prinsip bahwa calon suami istri harus masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Dalam Undang-Undang Perkawinan, selain diatur mengenai batas umur terendah untuk melangsungkan perkawinan juga diatur mengenai dispensasi umur Perkawinan. Dispensasi umur perkawinan merupakan suatu kelonggaran yang diberikan oleh pengadilan kepada calon suami
istri yang belum mencapai batas umur terendah dalam melakukan perkawinan. Dispensasi umur perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan dalam Pasal 7 Ayat 2 yang berbunyi. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
Apabila calon mempelai dimaksud belum mencapai umur minimal sebagaimana tersebut di atas maka dapat diajukan permohonan dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama. Permohonan tersebut dapat diajukan oleh :3
1. Orang tua bagi calon mempelai yang di bawah umur.
2. Dapat diajukan juga oleh calon mempelai pria atau wanita yang
3
Pasal I Undang-undang Republik
681 belum cukup umur 19 tahun atau
16 tahun.
3. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal orangtua atau Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai.
4. Pengadilan Agama setelah menerima permohonan Dispensasi kawin memeriksa perkaranya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Memanggil pihak-pihak yang berperkara
2) Memeriksa kebenaran alasan permohonan pemohon
3) Memeriksa alat-alat bukti 4) Mendengarkan
keterangan para saksi atau keluarga dekat
5) Mempertimbangkan
maslahat dan mudarat
6) Mengadili dan memutus perkaranya
Pemberian dispensasi umur perkawinan tersebut dapat diberikan melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar terwujudnya tujuan perkawinan itu sendiri.
Pemberian dispensasi umur perkawinan tidak serta-merta tanpa adanya alasan. Banyak faktor yang melatar belakangi ditetapkannya dispensasi umur perkawinan. Baik faktor dari pemohon maupun dari pertimbangan hakim selaku pemberi dispensasi umur perkawinan. Dari putusan-putusan yang telah ada banyak pertimbangan yang dikemukakan, seperti untuk menghindari terjadinya hal-hal yang bisa menjerumuskan pada perzinahan. Karena kedua calon mempelai sulit untuk dipisahkan, dan bahwa kedua calon mempelai merasa sudah siap untuk melakukan perkawinan.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang
682 2. Apakah dampak positif dan
negatif dalam ketentuan pemberian dispensasi perkawinan di bawah umur? II. PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab Diajukan Permohonan Dispensasi Umur Perkawinan
A.1 Perkara No. 011/Pdt. P/2014/ PA.PAL
Perkara Perdata Islam perihal dispensasi perkawinan yang dialami oleh AR Bin BR (inisial), umur 18 tahun 5 bulan, Agama, Islam, pekerjaan karyawan Bengkel Motor, beralamat di BTN Roviga B.6 No. 19 Kelurahaan Tondo, Kecamatan Mantikolore, Kota Palu, berencana menikahi MR Binti AA (inisial), mengingat ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai syarat-syarat perkawinan, di mana syarat bagi pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun maka permohonan nikah yang telah diajukan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Palu Timur Kota Palu akhirnya ditolak. Hal ini telah sesuai dengan Kompilasi Hukum
Islam yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yang menerangkan bahwa :
683 terdapat pasangan calon
mempelai yang belum mencapai umur 19 tahun untuk calon mempelai laki-laki dan 16 tahun untuk calon mempelai wanita maka dapat dimintakan dispensasi di pengadilan agama. Proses permohonan dispensasi perkawinan, syarat yang paling utama atau syarat yang sangat dibutuhkan untuk dapat mengajukan permohonan dispensasi perkawinan dalam perkara perdata Islam ini adalah bukti yang berupa penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palu Timur Kota Palu dan adanya bukti Akta Kelahiran atas nama yang dimintai permohonan. Faktor pemberian dispensasi perkawinan oleh Pengadilan Agama Palu dalam perkara perdata Islam mengenai permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur oleh bapak AR Bin BR (inisial) adalah untuk kemaslahatan (manfaat) dengan MR Binti AA (Inisial) dalam menjalani bahtera rumah tangga.
A.2 Analisis Faktor Penyebab
Diajukan Permohonan Dispensasi
Umur Perkawinan
Menurut Ibu Hj. Dra Nuralam Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi maraknya fenomena dispensasi perkawinan dibawah Umur. Pengajuan permohonan dispensasi umur perkawinan di Pengadilan Agama Kota Palu disebabkan oleh beberapa faktor. Yaitu4 :
1. Hamil di Luar Nikah
Hamil di luar nikah ialah seorang wanita yang telah hamil tetapi belum bersuami atau belum melakukan pernikahan. Terjadinya hamil di luar nikah disebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas dan kurangnya kontrol dari orang tua serta tidak disertai dengan ajaran agama tentang larangan terhadap pasangan
4
684 yang bukan suami istri
melakukan hubungan seksual, serta nilai-nilai agama tidak lagi menjadi pedoman hidup dalam menjalankan kehidupan.
Orangtua yang tidak
mengawasi dan
memperhatikan tingkah laku anak-anaknya sehingga anak tersebut bertindak terlalu berlebihan serta jarang mengingatkan anak-anaknya tentang nilai-nilai agama sehingga terjadinya kemorosotan moral yang cenderung tidak lagi memperdulikan aturan-aturan agama. Mereka beranggapan bahwa pacaran adalah sesuatu yang wajar terlebih bagi remaja yang masih di bawah umur, yang tidak
memperhatikan batasan-batasan sehingga mereka melakukan tindakan yang berlebihan seperti melakukan hubungan seksual sebelum resmi menjadi pasangan suami isteri yang menyebabkan hamil di luar nikah.
685 yang telah hamil di luar nikah
akan mendapatkan gunjingan dari masyarakat yang dianggap tidak mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. Sehingga orang tua perlu melakukan upaya hukum agar hunbungan anak-anaknya lebih jelas dan sah di mata hukum. Untuk melakukan itu perlu adanya permohonan dispensasi perkawinan, karena dari segi mamfaatnya akan lebih baik apabilah ke dua calon mempelai di nikahkan agar statusnya jelas dan anak yang dalam kandungan juga statusnya jelas di mata hukum. Karena jika tidak dikabulkan permohonan dispensasi ditakutkan akan terjadi perbuatan yang tidak
diinginkan seperti menggugurkan anak yang masih dalam kandungan.
2. Faktor Ekonomi
Pernikahan usia muda dilakukan karena keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Karena kondisi ekonomi inilah yang banyak mempengaruhi orang tua menikahkan anaknya walaupun masih di bawah umur karena sudah tidak sanggup untuk membiayai kehidupan anaknya bahkan tidak sanggup untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk meringankan beban orangtuanya maka anak perempuannya di nikahkan dengan pemuda yang dianggap mampu membiayai hidup anaknya.
686 dengan memintahnya berhenti
sekolah dan menikahkannya walaupun usia anak perempuan tersebut masih di bawah umur. Bagi masyarakat miskin dengan menikahkan anaknya merupakan pelepasan beban. Orang tua akan merasa beban hidupnya berkurang karena anak perempuannya telah menjadi tanggung jawab suaminya yang dapat memenuhi kehidupanya. Mereka merasa semakin cepat anak perempuannya menikah maka semakin baik kehidupan mereka. Dengan menikahkan anaknya maka lepaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak. Walaupun suaminya belum tentu sanggup memenuhi kebutuhan isterinya.
3. Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat
menyebabkan adanya
kecenderungan untuk
menikahkan anaknya yang masih di bawah umur.
Anak yang tidak sekolah dan tidak melanjutkan pendidikannya cenderung menikah sebelum umurnya mecapai dewasa, apalagi kalau anak tersebut adalah perempuan. Orang tua tidak terlalu memperdulikan pendidikan anak perempuanya, karena bagi sebagian orang tua beranggapan bahwa untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhinya kembali ke dapur juga. Pemikiran seperti ini masih melekat pada masyarakat pedesaan. Karena mereka tidak terbiasa melihat anak perempuan bekerja di luar rumah sehingga perempuan selalu di tempatkan di dapur. Hal inilah yang menyebkan orang tua meminta permohonan dispensasi umur perkawinan di pengadilan agama.
4. Faktor Adat dan Tradisi Masyarakat
687 dengan adat istiadat dan tradisi.
Dan hal itu sudah sering dilakukan. Karena bagi orang tua yang memiliki anak perempuan takut akan anaknya menjadi perawan tua sehingga segara di nikahkan dan takut akan menjadi aib apabila anak perempuannya berpacaran dengan anak laki-laki terlalu lekat. Beda halnya di kota-kota besar, kecenderungan perempuan menikah di usia dewasa dan tak jarang menjadi semacam permainan hidup.
A.3 Dampak dari pernikahaan
dibawah umur
Dampak dari para pelaku pernikahaan dibawah umur sebagian besar keburukan yang akan timbul dalam beberapa masalah setelahnya, dan dampak atau akibat yang sering akan timbul karena faktor belum matang usia maupun kedewasaan, para pelaku nikah dibawah umur, sehingga dampak negatif sangat jelas seperti dibawah ini:
1. Dampak positif
a. Memperjelas status perkawinan
b. Memperjelas nasib anak yang membutukan sosok atau figur bapak
c. Mendapak pengakuan yang baik dari lingkungan 2. Dampak negatif
a. Peningkatan perceraiaan akibat pernikahaan di bawa umur
b. Pernikahaan dibawa umur mempunyai pengaruh sangat besar terhadap tingginya angka kematiaan ibu bayi dan anak
c. Secara medis penelitian ini menujukkan bahwa perempuan yang menikah diusia muda, dengan berhubungan seks lalu menikah dan kemudian hamil dalam kondisi negatif yang sering akan timbul seperti terkenanya kanker rahim karena hubungan seks secara
bebas ataupun
688 secara berganti ganti
pasangan.
d. Semetara itu, sikap pro terhadap pernikahaan dibawa umur beralasan bahwa nikah usia muda menjadi suatu hal kebiasaan dan tradisi yang telah membudidayakan dibeberapa masyarakat.
III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemberian dispensasi umur perkawinan oleh Pasal 7 Ayat 2 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 kepada pasangan di bawah umur yang akan melangsungkan perkawinan di Pengadilan Agama Kota Palu dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat yang telah sadar akan adanya hukum yang berlaku di Indonesia. Pemberian dispensasi umur perkawinan tersebut juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, sehingga dapat memberikan kemudahan dan
jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang terjadi.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan pasangan di bawah umur yang akan melangsungkan perkawinan mengajukan permohonan dispensasi umur perkawinan di Pengadilan Agama Kota Palu yaitu karena calon mempelai perempuan telah hamil sebelum melakukan perkawinan, karena kondisi ekonomi masyarakat yang lemah, karena lemahnya tingkat pendidikan dari masyarakat. Hal tersebut menyebabkan orang tua lebih memilih untuk menikahkan anaknya. Faktor keempat yaitu karena faktor budaya atau tradisi dalam masyarakat.
B. Saran
Adapun saran-saran yang diberikan oleh penyusun setelah melihat permasalahan yang ada adalah:
689 altertnatif melalui
aparat-aparat yang tidak bertanggung jawab sehingga perlu adanya ketegasan dari pemerintah. 2. Diharapkan hasil penelitianini
dapat menjadi dasar maupun rujukan bagi
690 Daftar Pustaka
A. Buku-buku
Ali, Zainudin. 2006. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta Sinar Grapika.
H.Hilman Hadikusuma. 1990. Hukum Perkawinan Di Indonesia Menurut
Perundangan, Hukum Adat Dan Hukum Islam. Bandung : CV Mandar
Maju.
Nuruddin, Amiur Dan Ashari Akmal Taringan. 2004. Hukum Perdata Islam
Indonesia. Jakarta: Kencana
R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio. 1996. Kamus Hukum. Jakarta: PT Pradnya Paramitha.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia
Syahuri, Taufiqurrohman. 2013. Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Kencana
B. Undang-Undang
Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 C. Sumber Lain
Wawancara Dra Hj Nuralam Hakim Ketua Pengadilan Agama Palu Pada tanggal 6 0ktober 2015
D. Internet
h
ttp://infowuryantoro.blogspot.com/2013/03/pengertian-perkawinan-dan-tujuan-perkawinan.html. diakses 3 april 2015
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-tujuan-pernikahan.html, tanggal 8 mei 2015