NATALIA TRIYAYf
GAMGGUAN TERHADAP
PELAYARAN KAPAL- KAPAL DI TELUK PERSIA
D1TINJAU DAR! HUKUM LAUT
IlMTERAiASiONAL
' U .
m/
mT f U
GANGGUAN TERHADAP
PELAYARAN KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL
S I M P S I
DIAJUKAN UNTUK MELEMGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAI-SYARAT UNTUK
MENCAPAI GELAR SARJAHA HUKUM
OLEH
NATALIA TRIYAYI
03821.1452
PEMBIM
ABDOEL
f
S • II ^ * L • !L • M
N P S . N0T0DIP0ETOrH5iHM -M,S
PAKULTAS HUKUM UUIVEHSITAS AlftLAUGGA SURABAYA
Untuk : Orangtu&lai, adik-adiklcu
dan sah ab at - saliab at k u yang
a e la lu meutberi doron gan
KATA PENGAHTAIL
Puji syulcur kepada Tuhan Yang Maha 12sa atas rahmatNya sehingga saya dapat raenyclesaikan penulisan akripsi ini dan berha3il menyelesaikan etudi di Pakultaa Hukum Universitas Airlangga.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada orang-tua, adik^adik dan sahabat-sahabat, yang telah. memberi* kan dorongan raoril maupun materiil,
Bersama ini pula saya mtmghaturkan terima kasih kepada ;
t!* Bapak Abdoel Rasjid, S BH . r L*L*M* yang telah berkonan membimbing aaya dalam menulia skripsi, memberikan petunjuk dan earan, sexfcta monguji akripoi ini*
2. Bapak Hermauan PS. Uotodipoero, S.H., M.S., dan bapak Haryono, S.H., yang telah berkenan menguji akriptii ini*
3* Perpustakaan Universitac Airlangga yang telah menyediakan bahan bacaan dalam rangka
penyusun*-an olcripoi.
inter-nasional, khususnya Hukum Laut.
da
r u n
isiHalaman
KATA PENGANTAR,... ii
DAPTAR ISI• • . . . * . * * < » » . iv BAB I S PENDAHULUAN... ... ... 1
1 * Permaaalahan ; Latar Belakang Ban Rumusannya ... *•.*.»• 1
2. Penjelasan Judul... 3
3* Alasan Pemilihan Judul... 9
4-. Tu^uan Penulisan... * 10
5* Metodologi...,... 10
6. Pertanggung-jawaban Siaternatika.. 11
BAB II ; PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PELAYARAN DI TELUK PERSIA DAN SELAT HORMUZ.... , 13
1.. Pengaturan Teluk Persia... 1.3 1.1* Letak dan kondici geografia. 13 1.2# Kedudukan Toluk Persia...
14-1.2.a* Teluk Peraia adalah laut terkurung... . 15
1.2*1). Perairan Teluk Persia diluar laxit wilayah.* 16 2. Ponggunaan Pelayaran Do. Toluk Persia. ... ‘19
BAB III : PEMASANGAN RAHJAU-HAHJAU DAW PENEMBAK-AH KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA OLEH
IHAN DAN IRAK SEKTA AKIBAI HUKUHNYA.•.. 26
1. l'injauan Menurut Hukum Laut... ...26
1*1, Kewenangan Iran Dan Irak di Teluk Persia*... ... .. 27
1*1.a. Hak-hak negara pantai,.. 27
1*1*1}. ICewajiban negara pantai. 29 1*2. Pelanggaran terhadap liukum laut 31 2. Tinjauan Menurut Hul:um Internaaional 32 221.* Pengertian dan kotentuan-ke-tentuan intervenoi... 32
2*2, Keterlibatan negara-negara asing*... ... 37
2 s2.a. Keterlibatan Amerika Serikat < ... *..*« 38
2*2.b. Keterlibatan Uni Sovyet. 40 BAB IV : A L I E R I M I E CARA-CARA UlfTUK MENYELESAI-KAN MASALAH-... .. 42
, | 1, Penyelesaian Secara Damai... ... 42
1*1* Negosiasi.... -,... ... 42
1 fl2. Good offices clan mediasi... ..43
1*3. Inquiry...**.*,. 44
1*4. Konsiliaai*.. *... ... 45
Halainan
2* Penyelesaian Melalui P3333 .*..*... .. 48
2*1.* M elalu i D^uan Koainanan
49
2.2. Melalui Majelis Uumiii* **»'•»-»•* • 51 2.3, Melalui Mahkamah. Intemaaional* 53
BAB V : PENUTUP««• *«... ... .. 56
1 Kesimpulan. ,0 w **.«..«,.... .. 56 2 * Saran... »*.,,**.,♦... .. 57
BAB I PENDAHULUAH
1»« Permagalahan : _ Latar Belakanp; dan Ruvausannya
Perang Iran-Iralc berlangaung sejak tahun 1980, ketika Irak menyerbu Iran pada tanggal 22 September dan berhasil menduduki daerah perbataean mulai bagian utara sekitar Qara**e-Shirin hingga ke aelatan aekitar
Khorraui-•i shar di bagian tiraur jalur air Shaft al Arab,
Irak menyerang Iran aebab weraca terancam oleh Ayatullah Khomeini yang dianggap iaeropunyai indikasi hen-dak mengekspor revolusi Islamnya ke negara tetangganya. Hal ini membahayakan pemerintah Irak. Lebih dari 50 per-sen penduduk Irak adalah penganut Syiah, aliran yang sa-ma dengan Khomeini 6 sedanglcan Icaum penguasa Irak umuimya
dari golongan Sunni. Karena itu, Irak bertujuan hendak menumbangkan kelcuasaan Khomeini«
Selain itu Irak ingin inerailiki propinsi Khuaietan yang kaya minyak dan terkenal sebagai Arabistan karona pon-duduknya orang-orang Arab, Irak berharap untuk diterima sebagai negara yang membebaslcan orang-orang Arab di lChu-sistan* dan mendapatkan otonomi atau uebagian kekuaauan di Khuisistan yang didaaarkan pada tuntutan lama terhu-dap propinsi teroebut dengan dalih ingin uielindungi
duduk Arab. Melalui kemenangan melawan Khomeini, Irek berharap dapat memirupin dunia Arab dengan cara menye-imbangkan kekuatan di Teluk Persia,
Irak juga ingin merebut kembali tiga pulau yaitu Abu Mu sa, Tumb Besar dan Tumb Ke'cil dokat Selat Hormuss, yang
2
pernah. dikuasai Iran aemasa pemerintahan Shah Pahlevi. Sejnula Irak mendapat kernenangan dengan menduduki beberapa wilayah Iran, Ketilca itu Iran baru aaja lepas dari kewelxtt di&alam negeri, dengan runtuhnya pemerintah kerajaan dibawah kekuaeaan Shah Pahlevi* Khomeini ber-hasil inenggulingkan Shah Pahlevi melalui revoluai Islam nya, lalu mendirikan Republik Islam Iran*
Tetapi keiuudian terbukti Iran mampu mengungguli Irak dan berhasil merebut kembali wilayah yang telah jatuh ke tangan Irak* Hal ini tnenimbulkan kerugian yang beaar dan korban yang banyak di pihak Irak. Irak tak menduga akan wandapat perlawanan yang hebat dari Iran. Nasional-isme Iran ternyata lebih kuat daripada idealiBme per-satuan bangsa Arab.
Irak lalu menawarkan perdamaian* Presiden Saddam Husein mau menghentikan perang dan berunding asalkan
Shatt al Arab dikuasainya.^ Iran monolak karena Shatt
2 Ibid. h.15.
al Arab raerupakan hale Iran yang talc dapat diganggu lagi. Shatt al Arab adalah jalur perairan sepanjang 70 mil yang memisahkan Iran-Irak menuju Teluk Persia, Kedua ne~ gara itu mengekspor rninyak melalui jalur tersebut,
Dalam perjanjian Aljir 1975* Irak mengakui hak Iran un
tuk menggunakan jalur perairan tersebut’. Sebagai
imbal-annya, Iran akan rnenghentikan bantuan subversib pada
gerakan suku Kurdi di bagian utara Irak..Setelah Shah
Pahlevi terguling, Irak membatalkan perjanjian itu se
cara sepihak.
Berbagai upaya penyeleaaian telah dilakukan oleh negara-negar ’maupun orgariisaBi-organisaei internasional, namun tidak membawa hasil.
Menteri-menteri Penerangan Arab dalam Komunike akhir di Tunis pada bulan Juli 1985, mendesak Iran dan Irak agar segera mengadakan perundingan dibawah pengawasan PBB dan menandatangani perjanjian bersama berdasarkan konvensi internasional*
Organisasi Konperensi Islam ( OKI ) dan tton-Blok juga telah mengeluarkan komunike bereama agar Iran dan Irak segera mengakhiri perang,
Sekretaris Jendral PBB Javier Perez de Cuellar telah mengadakan pendekatan dengan mengunjungi kedua negara untuk mengupayakan penyelesaian secara damai.
gencat-an senjata dgencat-an menarik mundur soluruh pasukgencat-an masing- masing ke perbatasan internasional tanpa syarat.
Irak menerima resolusi tersebut, namun Iran menolaknya dengan alasan resolusi tersebut lianya menguntungkan Irak dan tidak menampung aspiraci-aspirasi Iran,
Iran mau raenghentikan perang jika PBB menyatakan Irak sebagai agresor, kemudian baru diadakan perundlagan. Iran mau melakukan perundingan damai jika syarat yang diajukan dipenuhi, yaitu: penarikan mundur pasukan ke wilayah perbatasan internasional, pembayaran kerugiaa oleh Irak, dan penggantian ke-pomimpinan Presiden Husain.^ Irak menolak syarat-syarat itu, terutama syarat yang ter akhir talc mungkin dilaksanalcan.
Perang di darat antara Iran-Irak tersebut kemudi an meluas menjadi perang laut di perairan Teluk Persia.
Irak menembaki tanlcer-tanker yang mengangkut minyak dari pelabuhan Iran dan menyerang terminal minyak di pulau Sirri dan Kharq. Iran melakukan pembalasan dengan me- nembaki. tanlcer-tanker yang mengangkut minyak Arab Saudi dan Kuwait, yang inerupakan sekutu utaina Irak.
Iran daln Irak juga menembaki kapal-kapal asing lain yang melewati teluk. Kapal-kapal itu milik negara-negara di- luar kav/asan teluk yang memakai bendera dari negara
tentu. Iran bahkan memasang r^njau-ranjau laut di perair an teluk, Hal ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya Amerika Serikat rnemergOki .1‘regal: Iran yang sedang
me-5
nyebarkan ranjau.
Perang Iran-Irak juga berlcembang menjadi perang kota. Kedua pihak saling menghantam ibu lcota negara rna-
sing-maaing dengan rudal-rudal sehingga menirnbulkan ke- rugiari yang besar dan korban para pendudulc sipil.
Akhirnya Iran menerima baik Resolusi Dev/an Ke- arnanan PBB No. 598 tanpa syarat pada tanggal 18 Juli 1988 aetelah Presiden Husein mengulangi seruan gencatan sen- jata.^ Iran meiriutuskan demikian karona terdesak oleh berbagai kesulitan ekonomi dan politik akibat perang yang berkepanjangan, Kelcalahan beruntun yang dialami di medan perang ikut menentukan nikap Iran tersebut,
Irak bei'hasil merebut beberapa wilayah perbatasan yang strategis. Kedua negara lalu menyetujui gencatan aenjata yang diiriulai tanggal 20 Agustus 1988 dan telah melakukan perundingan di Jenewa sejalc tanggal 25 Agustus 1988 di- bawah pengawasan Sekjen PBB, yang bertujuan mengakhiri perang. Namun gencatan senjata itu maaih aaja dilanggar, di kawasan teluk rnaaih terjadi pertei.ipuran-pertempuran.
c
•'"Kompleksitas Ketegangan di Kawasan Teluk Persia11, Jawa E o s , 23 Oktober 1987, h.VI.
^"Tanpa Syarat Iran Akhirnya Selniju JJamai", Jawa .l'o o
Menurut Iran, jalur pelayaran minyak di i'eluk
7
Persia harus aman atau tidak,aman bagi sernua pihak, Pernyataan tersebut bertentangan dengan hulcum laut in ternasional yang mendasarkan pada Doktrin Mare Liberum atau laut bebas dari Hugo Grotiua. Ketentuan tersebut berasal dari kebiasaan internasional yang kemudian
men-jadi hukum laut tradisional, dan dipraktekan oleh negara-negara di Eropa Barat sejak abaci XVI,®
Hukum laut tradisional kemudian berkembang se-iring dengan kemajuan teknologi yang momungkinkan peng-galian sumber kekayaan alam laut yang semula talc
ter-jangkau manusia. Beberapa peristiwa dunia yang tirobul ikut mempengaruhi perkembangan hukum laut, seperti Pe-rang Dunia II yang menyebabkaxi -perubahan peta politik dunia sebagai akibat merdekanya bangsa-bungsa yang baru.
Perkembangan-perkembangari tersebut melahirkan konsepsi-lconsepsi baru yang ter bent ulc menjadi hukum laut internasional modern sebagaimana tercantum dalam Konven-si-konvensi Hukum Laut di Jenew<i 1958.
Seiring berjalannya v/aktu dan k&adaan, konvensi-konvenei tersebut tak dapat lagi rnemenuh.l kebutuhan di bi.dang
hu-7
"Meningkatnya Perang Itudal Iran-Irak", Jav/a Pos, 15 Oktober 1,987, h.VII.
Q
kum laut sehingga kemudian diadakan lconperensi interna-
eional yang diprakarsai PBB untuk menyusun hukum laut
yang baru, Maka terbentulclah Konvenci PBB tentang Hukum
Laut atau UNCLOS ( United Nations Convention on The Law
of The Sea ).
UNCLOS merupakan hasil konperensi PBB tentang IIu-
kum Laut III di Teluk Montego, Jamaika, 10 Desember 19.82 UNCLOS termuat dalam dokumen PBB 13o„A/ C0iTF.62/ 122
tanggal 7 Oktober 1982* yang terdiri dari 17 bab dan 320 q
pasal. UNCLOS memuat seluruh ketentuan hukum tentang laut, diadopsi dari Konvensi-konvunsi Hukum Laut di Je- nev/a 1958 yang kemudian dilengkapi. Hukum laut yang baru ini bertujuan mernelihara perdamaian, kcadilan, clan ka- majuan bagi seluruh m a n u s i a . ^
Berdasarkan uraian mengenai latar belalcang per-* masalahan diatas dan ketentuan-kttentoan hukum tentajg laut, maka dapat saya Icetenguhkan jaasalah yang akan di- bahas dalam penulisan ini.
'Pertain*, bagaimana pengaturan dan penggunaan pelayaran di Teluk Persia serta bagaimana pongaturan pelayaran di
^Sahono Subroto, Sunardi, Wahyono, Konvensi PBB ten- taag Hukum L a u t . Cet.ke 1, Surya Indah * “^JaKrta, " 1
,
,OV/0lfgang Graf Witshuia and Hojvate Platzoder,M Thu United Nations Convention on The Lav/ of The Sea: The Pros and Cons11, Law and State, Vol.28, The Institute for
Selat Hormuz?
Kedua, sejauh mana dapat dilakukan pencegahan dan pe~
nanggulangan terhadap gangguan pelayaran tersebut inenurut
hukum laut internasional, serta bagaimana akibat hukumnya? i
Ketiga, bagaimana cara-cara yang dapat ditempuh untuk me-
nyeleaaikan masalah tersebut?
Dari rumusan diatas, masalah tersebut akan dibahas
berdasarkan tinjauan yuridiy.
2, Pen.jelasan Judul
Penulisan skripsi ini berjudul ;" GANGGUAN TER HADAP PELAYARAN KAPAL-KAPAL DI TiJlUK PJ2RSIa DITINJaU DARI HUKUM LAU11 INT]3HNASIOHAL.11
Yang dima'ksud dengan gangguan terhadap pelayaran kapal-kapal di Teluk Persia adalah pernasangan ranjau - ranjau dan penembakan rudal-rud&l terhadap kapal-kapal yang melewati Teluk Persia, yang dilakukan oleh Iran dan Irak.
3« Alasart
V
emiliban JudulA l a s a n pertama, karena perang Iran-Irak telah ber-
kembang menjadi perang kota yang mengakibatkan jatuhnya
korban para penduduk sipil. Maain^-maning pihak merasa
mendapat ltemenangan dan berhasil menimhulkan kerugian
yang besar, kemudian iflengumumkamiya kepada pern dunia.
Alasan lcedua, karena perang Iran-Irak telah me-i
luas menjadi perang teluk yang terbuka dan melibatkan
negara-negara lain sehingga menambab keruh situaoi.
Pemasangan ranjau-ranjau dan puiumbakan kapal-kapal di
Teluk Persia rnerupakari gangguan terhadap lalu-lintan pe
layaran internasional, yang rnerupakan kebutuhan vita],
bagi negara-negara lain yang berkepentingan dalam meng-
gunakan Teluk Persia.
Alaaan ketiga, karena Iran dan Irak telah ine-
ratifikasi Konvensi-konvcnci Jenewa 1953. Irak juga te
lah meratifikasi UNCLOS 1982, s<.dang!.;ar« Iran hanya r.u-
nandatangani, namun UNCLOS 198,? ju^a bcrlaku terhadap Iran. V/alaupun UNCLOS 1982 tidw.k diratii’ikaci, akan, tetap diterima melalui konsensus umum masyarakat internasional sebagai. operational umum. Maka uelayaknya Iran dan Irak molakscinakan ketontuan-ketentuan yang terdapat didalam
4. Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut ;
a* Untulc memenuhi persyaratan akademis di Fakul-
tas Hukum Unair guna memperoleh gelar sarjana,
b. Untuk memberik£in suatu sumbangan pemikiran
terhadap masalah yang terjadi, khususnya yang
menyanglcut hukum laut,
c* Untuk mengetahui sejauh mana peranan dari hu-
lcum laut terhadap masalah pemasangan ranjau-
ranjau dan penembakan kapal-kapal di l'eluk
Persia, sehubungan dengan perang Iran-Irak*
5. Metodologi
a. Pendekatan masalah.
Pembahasan dalam penalisan ini adalali pembahasan
dari segi hukum sehingga pendekatan masalahnya adalah
pendekatan yuridis dengan meadasavkan pada ketentuan
yang berlaku,
b. Sumber data.
Sumber data yang digunakan berupa; buku, majalah,
surat kabar, bacaan lainnya serta sumber lain yang men-
dukung yaitu informasi dari lembaga tertentu yan^ berisi
keterangan yang berkaitan dengan masalah ini.
c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
Pengumpulan data dengan cara mengadakan studi ke-
sum-ber data, kemudian dari hasil pengumpulan tersebut di-
adakan pengolahan data dengan cara mengambil inti yang
terkandung. Setelah itu dilakukan pembahasan secara yu-
ridia*
d. Analisa data.
Analisa yang saya pilih adalah analisa deskriptif.
Masalah yang ada, saya analisa guna memperoleh beberapa
keaimpulan dan jawabannya,
6. Pertanggung-nawaban Sistematlka
Penulisan skripsi ini, saya bagi dalam lima bub.
Bab pertaina merupalcan bab pendahuluan karena da-
lain bab ini diuraikan mengenai Jatar belakang dari masa
lah yang akan dibahas.
Sebelum pembahasan masalah pokok, perlu diketuhui
lebih dulu pengaturan dan penggunaan pelayaran di Teluk
Persia serta pengaturan pelayaran di S^lat Hormuz.
Dalam bab kedua diuraikan mengenai letalc, kondisi
geograi’is, dan kedudukan serta penggunaan pelayaran di
Teluk Persia..Juga diuraikan mengenai pengaturan transit
passage di Selat Hormuz. Dari aini kita akan lebih rnudali
dan runtut dalam menganalisa dan membahas permasalahan.
Pada bab ketiga, pembahasan dinruhkan pada pokok
masalah. Pc-ncegahan dan pcnanggulangau terhadap ganggu-
an pelayaran ditinjau berdasarkan hukum laut internasio
negara pantai. Disini juga diurailcan mengenai campur ta
ngan negara-negara asing sebagai akibat dari pemasangan
ranjau-ranjau dan penembakan kapal-kapal, ditinjau dari
hukum internasional.
Dalam bab keempat diurailcan mengenai cara-cara
yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah ini, ya-
itu penyelesaian secara damai'dan penyelesaian dibawah
PBB,
Seperti lazimnya dalam penulisan ilmiah, diperlu-
kan kesimpulan dan saran. Ini saya letakkan pada bab
terakhir yaitu bab kelima sebagai penutup.
Saya mengambil kesimpulan setelah membahas dan rnengkaji
masalah tersebut. Kemudian dari kesimpulan itu, saya co~
PJ3NGATURAN BAN PENGGUNAAN PK1AYARAN
DI TELUK PERSIA DAN SELAT HORMUZ
-1. Pengaturan Teluk Persia
1.1.Letak dan kondisi geografis.
Teluk Persia terletak diantara Semenanjung Arab
2
dan Iran, mempunyai luas 241 .000 km . Dari hulu sungai Shatt al Arab hingga muaranya di Selat Hormus, panjang-nya lebih kurang 430 mil laut dan lebar maksimal 160 mil laut dengan kedalaman yang paling dalam sekitar 100
me-11
ter dan rata-rata tidak lebih dari 40 rneter. Bagian yang lebih dalam ada di bagian teluk yang lebih rendah dan sepanjang pantai pegunungan Iran.
Ada delapan negara yang letaknya mengelilingi teluk ya-itu: Iran dan Irak yang membentang dari Selat Hormuz, Kuwait, Saudi Arabia, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Omman yang menghadap sebelah barat Shatt al Arab,
Di kawasan Teluk Persia terkurnpul sedikitnya 60
%
dari sumber minj'-ak dunia, sekitar 370 milyar barrelmi-1
'
?
nyak, yang terbagi dalam delapan negara teluk. ‘ Adanya
Sumber minyak ini menjadikan negara-negara tersebut mem-peroleh penghasilan yang tinggi dari ekspor minyak burai. Selain memberikan keuntungan ekonomi, sumber minyak ini juga membaua implikasi politic dan strategis.
1*2.Kedudukan Teluk Persia.
Perairan Teluk Persia dianggap sebagai bagian da ri laut lepas, kecuali sekeliling laut wilayah. sepanjang dataran pantai* Hal ini dinyatakan oleh ahli-ahli hukum dari komite dalam Konperensi Internasional Perdagangan
1 ’*$
Senjata di Jenewa tahun 1925. Menurut komite khusus, sesuai dengan pandangan Hukum Internasional* status TeLuk Persia sama dengan laut terbuka.
Teluk Persia merupakan laut terkurung ( enclosed sea ) yang digunakan untuk berbagai tujuan.**^ Perairan yang substansial dari teluk adalah vvewenang nasional di bawah rezim laut wilayah dari nogara pantai tetapi de ngan hak innocent passage ( lintas damai ) untuk kapal-kapal asing*
12
Anthony Hyman,” Security Contrains in The Gulf States", Conflict Studies, No.168, The International for Study of ConfU'c'FV'"London, h.3*
1 ^^Richard Young, op.cit., h.232.
14Ibid., h,238.
Dari delapan negara teluk, ada lima negara yang mengklaim laut wilayahnya eelebar 12 mil yaitu: Saudi Arabia pada tahun 1958, Irak pada tahun 1958, Iran pada tahun 1959* Kuwait pada tahun 1967 dan Omraan pada tahun 1972. Sedangkan Bahrain, Qatar dan Uni Emirat Arab belum meraberikan pernyataan berapa lebar laut wilayah masing-masing, tetapi umumnya negara-negara berkembang meng klaim laut wilayahnya oelebar 12 mil. Hal ini demi rae-lindungi kepentingan-kepentingan dan menjamin keamanan negara-negara. tersebut di laut wilayah.
Tak ada ketentuan lain yang mengatur tentang per-airan diluar laut wilayah negara-negara teluk. Hal ini menyulitlcan untuk menentukan hak-hak yang timbul dari perairan di laut wilayah negara pantai, Metode lama yang biaaanya digunakan untuk memecahkan maaalah ini. adalah melalui perjanjian internasional, tetapi dalam hal ini talc ada perjanjian internasional antara negara-negara teluk, khususnya antara Iran~Irak sebagai pihak-pihak yang berperang, mengenai pengaturan Teluk Persia. Karena
itu kita pergunakan saja ketentuan-ketentuan yang telah ada*
1,.2.a.Teluk Persia adalah laut terkurung ( enclosed
oca ).
Hal ini dinyatakan oleh ahli hukum internaoio*-nal Richard Young dan Anthony Hyman.
terkurung terdapat dalam UNCLOS 1982 pasal 122 dan 123, Pasal 122. menjelaskan definisi laut terkurung atau
se-15 tengah terkurung : '
For the purpose of this Convention, "enclosed or semienclosed sea" means a gulf, basin, or aea surrounded by two or more state and connected to another sea or the ocean by a narrow outlet or
consisting entirely or primarily of the territorial seas and exclusive economic zones of two or more coastal states.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat di-ketahul bahwa Teluk Persia termasuk laut terkurung, se~ bab Teluk Persia dikelilingi oleh beberapa negara yaitu Iran, Irak Saudi Arabia, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Omman; yang dihubungkan dengan laut
terbuka yaitu Arabia; oleh suatu celah sempit yaitu Selat Hormuz. Jadi Teluk Persia memenuhi syarat untuk laut
terkurung*
1*2.b, Perairan Teluk Persia diluar laut wilayah-Lebar teluk yang hanya 160 mil laut sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk dilcategorikan kedalam laut lepas, karena.setelah dikurangi 12 mil yang merupakan laut wilayah negara pantai dan hingga aejauh 200 mil yang merupakan zona ekonomi ekaklusif, perairan teluk
tidak mencukupi bahkan tidak memungkinkan untuk adanya
laut lepas, bila negara-negara teluk mengklaim zona
ekonomi oksklusif. Namun diluar laut wilayah negara pan
tai, perairan Teluk Persia terbuka untuk lalu lintaa pe
layaran negara-negara martapun. Ini menurut pandangan hu
kum internasional yang berasal dari keb.iar.aan internasio
nal yang berlaku sejak dahulu. Telah berabad-abad Teluk
Persia digunakan untuk bcrbagai tcepentingan terutama d&-
lam bidang pordag&ng&n. Teluk Persia merupakan sarana
transportasi yang vital bagi para pedagang. Banyak kapal-
kapal yang merapat di pelabuhan-pelabuhan sekitar teluk.
Dibawah ini diaebutkan ke Lent.uan-ketentuan me
ngenai zona ekonomi eksklusif dan laut lepas, yang di-
kaitkan dengan Teluk Persia.
Pasal 55 UNCLOS 1982 menguraikan pengertian zona
ekonomi eksklusif yaitu wilayah diluar dan berdamp.ingan
dengan Laut Teritorial, yang tunduk pada rezim hukiun
khusus^yang ditetapkan, dimana Lak-hak dan jurisdikni
negara pantai dan hak-hak stirU kehebauan-kcbebasan ne
gara lain diatur oleh ketentuan-kotentuan yang relevan
dan konvensi ini.
Pasal 86 UNCLOS 1982 monguruikan pengertian laut
lepas yaitu semua bagian dari laut yang bukan termacuk
laut teritorial, perairan pedal Lilian atau perairan ke-
pulauan suatu negara, dan sona ekonomi eksklusif*
Sebelum negara-negara teluk inengklaim zona ekonomi eksklusif, maka perairan teluk diluar laut teritorial merupakan laut lepas. Apabila negara-negara teluk meng-klaim zona ekonomi eksklusif, raaka Teluk Persia tidak memunglcinkan adanya laut lepas karena lebar teluk hanya
160 rail, Diluar laut teritorial negara pantai, berlaku freedom of navigation untuk pelayaran kapal-kapal asing,
Kemudian pasal 74 ayat 1 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa penetapan zona ekonomi eksklusif antara negara-ne gara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum internasio nal untuk mencapai suatu pemecahan yang adil. Negara-ne-gara teluk berhak mengklaira zona ekonomi eksklusif sain-pai jarak setengah dari lebar teluk yaitu 80 mil ber dasarkan penarikan garis batas yang sama jarak ( equi-distance line ), atau dapat juga menetapkan zona ekonomi eksklusif dengan mengadakan persetujuan antara negara-negara tersebut.
Pasal 58 Juneto pasal 87 UNCLOS 1982 menegaskan kebebasan pelayaran di zona ekonomi eksklusif,
Kebebaean itu meliputi :
(a) Kebebasan pelayaran dan penerbangan;
(b) Kebebasan untuk memasang kabel-kabol dan saluran pipa-pipa dibawah permukaan laut;
Ada ketentuan penting yang tercantum didalain pasal ini yang membatasi kebebasan pelayaran, Kapal-kapal asing
berhak melakukan pelayaran nanmn sesuai dengan ketentuan dalam pasal ini yang menyatakan bahwa kebebasan berlayar tak boleh* diartikan secara mutlak, maka harus pula di-perhatikan kepentingan-kepentingan negara-negara lain, Pasal 88 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa laut lepas diperuntukan bagi tujuan-tujuan damai. Ini berarti laut lepas tak boleh digunakan untuk makaud-makaud yang ber~ tentangan dengan kemanusiaan dan yang dapat merugikan kepentingan masyarakat umumnya* Hal ini juga berlaku terhadap Teluk Persia, Pemasangan ranjau-ranjau dan
penembakan kapal-kapal yang dilakukan Iran dan Irak ber-tentangan dengan ketentuan pasal tersebut*
Pasal 89 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa tak satupun negara yang berhak niengklaim laut lepas menjadi kedaulat-annya* Laut lepas tidak berada dibawah kedaulatan negara
tertentu, melainkan terbuka untuk seraua negara, Kapal-kapal asing berhak menggunakan perairan Teluk Persia dan melakukan pelayaran.'
2. Penggunaan Pelayaran di Teluk Persia
menimbul-kan kebutuhan sarana untuk menunjang kelancaran produksi terutama yang menyangkut tranaportasi. Minyak yang di** hasilkan dari ladang-ladang minyak lepas pantai diekspor ke luar negeri melalui laut yang diangkut dengan tanker-tanker. Selain itu perairan Teluk Persia juga digunakan untuk lalu-lintas kapal-kapal niaga lainnya.. Hal ini rne-nimbulkan masalah baru mengenai pelayaran, bagaimana mengatur penggunaan perairan teluk sehingga dapat men-cakup berbagai kepentingan*
Pasal 14 Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Wila yah dan pasal 1.7 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa setiap kapal berhak melakukan lintas damai di laut wilayah. Kemudian pada pasal 19 UNCLOS dijelaskan pengertian lin tas damai yaitu sepanjang tidak melanggar kedamaian, ke-tertiban atau keamanan negara pantai. Ketentuan mengenai lintas damai ini dapat dikonfirmasikan melalui perjanji-an internasional dperjanji-an peraturperjanji-an hukum internasional lain-nya. Sesuai dengan ketentuan kedua pasal diatas, maka
setiap kapal berhak melakukan pelayaran di laut vrilayah negara-negara kawasan Teluk Persia sepanjang tidak meng~ ganggu kedamaian, melanggar ketertiban dan keamanan.
sejenis-nya yang berlayar di Teluk Persia berlaku ketentuan yang sama.
Pasal 23 UHC10S 1982 menegaskan bahwa kapal-kapal asing yang bertenaga nuklir dan kapal-kapal yang mem-baua muatan nuklir atau aat-zat yang berbahaya dan rne-rusak lainnya bila raelalui laut wilayah, wajib wembawa dokumen-dokumen dan memenuhi tindalcan-tindakan pen-cegahan yang ditetapkan oleh perjanjian-perjanjian in-ternasional untuk kapal-kapal demikian.
Ini berarti kapal-kapal asing yang dapat digolongkan kedalam kriteria diatas, wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan bila melalui laut vilayali dari negara-ne&ara kawasan Teluk Persia.
1
3» Pengaturan Pelayaran di Selat Hormuz
Selat Hormuz merupalcan bagian dari Teluk Persia
1
yang paling aempit dan merupakan jalan rnaouk menuju te-luk. Panjang Selat Hormuz 16,5 mil dan lebarnya lebih.
16
kurang 26 rail* Selat Hormuz tei'masuk nelat internasio-nal karena sejak dahulu dipergunakan sebagai lalu-lintau kapal-kapal ke Teluk Persia dan dari Teluk Persia, ter-utama kapal-kapal yang mengangkut minyak.
Ketentuan mengenai selat-selat yang dipergunakan untuk pelayaran internaeional tidak diatur dalam
si-lconvensi Jenewa 1953* melainkan diatur dalam Bagian III UNCLOS 1982 pasal 34-45 - Berdaearkan fungainya ae~ bagai lalu-lintas pelayaran internasional, maka terhadap Selat Hormuz berlaku ketentuan mengenai transit passage yang terdapat didalam pasal 37“44> seksi 2.
Pasal 37 UNCLOS 1982 raenyatakan babwa seksi 2 ber laku terhadap selat-selat yang dipergunakan untuk pe layaran internaalonal antara satu bagian dari laut bebas atau suatu zona ekonomi eksklusif dengan bagian lain da ri laut bebas atau auatu zona ekonomi eksklusif*
Ketentuan ini sesuai dengan kondisi geografis Selat Hor muz yang terletak antara Laut Arabia dan Teluk Persia, yang merupakan laut bebas, dibubungkan oleh. Selat Hormuz*
Pasal 38 ayat 2 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa transit passage harus sesuai dengan kebebasan pelayaran dan lintas udara yang bersifat meneruakan dan melanjut-kan perjalanan melalui selat tetapi tidak merintangi pe layaran melalui selat dengan maksud untuk raemasuki, me-ninggalkan atau kembali dari suatu negara yang berbatas-an dengberbatas-an selat itu dengberbatas-an meinenuhi syarat-syarat rnasuk-nya ke negara tersebut. Berdasarkan pasal ini, maka se-tiap lcapal berhak melakukan transit passage melalui Selat Hormuz asalkan memenuhi syarat-syarat inaauk ke negara yang berbatasan dengan selat.
passage ; ■
* Meneruskan tanpa menunda melalui atau diatas selat; - Menghentikan setiap ancaman atau penggunaan kekerasan
terhadap kedaulatan negara-negara yang berbatasan de ngan selat atau dengan cara lain yang bertentangan do-ngan prinsip-prinsip hukura internasional seperti
ter-cantura dalam Piagara PBB;
- Menghentikan setiap kegiatan selain dari kejadian de-ngan cara yang biasa dalara melanjutkan dan meneruskan lintas pelayaran kecuali diperlukan akibat lceadaan darurat atau karena kecelakaan;
- Memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang relevan dalara . bagian ini.
Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap kapal-kapal yang melakukan transit passage melalui Selat Hormuz.
Pasal 41 ayat 1 UNCLOS 1982 raenyatakan bahwa ne gara-negara yang berbatasan dengan selat dapat menentukan alur-alur laut dan raenetapkan pemisahan lalu-lintas
alur-alur untuk pelayaran di selat dengan maksud me-ninglcatkan keselamatan pelayaran.
Kemudian ayat 6 menegaskan bahwa negara-negara yang ber batasan dengan selat harus secara jelao menunjukkan alur-alur laut dan pemisahan lalu-lintas alur-alur-alur-alur laut yang dirumuokan kedalam peta dan menguraumkannya*
dan pemisahan lalu-lintas alur-alur yang ditentulcan pa sal ini.
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan paaal ini, malca negara-
negara yang berbatasan dengan Selat Hormuz dan kapal-ka
pal yang inelalui selat tersebut v/ajib menerapkannya*
Pasal 42 ayat 1(a) UNCLOS 19Q2 menyatakan bahwa negara-negara yang berbatasan dengan selat dapat menetap-kan hukum dan peraturan-peraturan mengenai transit
passage melalui selat,yang berkenaan seluruhnya atau se-bagian untuk menjaga keselamatan pelayaran dan peraturan tentang lalu^lintas laut eeporti yang ditentulcan dalam paaal 41* Kemudian ayat 2 iaenyatakan bahwa hukum dan peraturan demikian tidak akan roenimbulkan diskriminasi baik dalam bentuknya maupun kenyataannya diantara kapal-kapal aai'ag atau dalam pelakaanaannya mempunyai akibat yang bersifat mengingkari, menghambat atau mengui'angi hak transit passage seperti ditentukan dalam seksi ini. Kemudian ayat 3 dan 4 menegaakan bahwa negara-negara yang berbatasan dengan selat uajib mengumumkan seraua hukum dan peraturan-peraturan torsebut, dan kapal-kapal asing yang melakukan transit passage wajib rnenaatinya,
me-nimbulkan tanggung-jawab international atas setiap ke-rugian yang menimpa negara yang berbatasan dengan selat-Berdasarkan isi paaal 42, maka ketentuan-ketentuan ter sebut wajib diterapkan oleh negara-negara yang berbatas-aii dengan Selat Hormuz dan kapal-kapal yang melakukan transit passage.
Pasal 44 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa negara-ne gara yang berbatasan dengan selat tidak diperlcdnankan raenghalangi transit passage dan rnenguiimmkan adanya ba-haya terhadap pelayaran dan lintas udara didalam atau diatas selat-selat yang telah diketahxd. Tidak boleh ada penundaan dalam transit passage.
BAB III
PEMASANGAIT RAHJAU-RANJAtJ DAN
PEHEMBAKAN KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA.
OLEH IRAK DAW IRAK SERTA AKIBAT HUKUHiTYA
Sejalc av/al perang teluk afitara Iran.dan Irak pada
tahun 1981, banyak sekali kapal-kapal yang terkena ran-
jau dan menjadi korban cerangan rudal-rudal Iran dan
Irak. Tindakan-tind&kan itu dilaltukan Iran dan Irak laun^-
kin dcmi kepentingan nasional yang bortujuan melindungi
Iceamanan negara masing-m&sing dari cainpur tangan pihak-
pihak lain. Iran dan Irak sama-sama khawatir bila kapal-
kapal tersebut menganglcut amunisi dan persenjataan atau
memasok bantuan lainnya untuk kepentingan pihak lawan.
Tindakin Iran dan Irak tersebut mengakibatkan kapal-kapal
asing yang tak ada sangkut-pautnya dengan perang teluk
menjadi korban, sebingga inorugikan negara-negara lain
serta meiabahayakan keselainatan pelayaran .international♦
1.L Tinjja.uan Menurut Hukum Laut Internaoional
" Iran dan Irak aebagai negara pantai dapat member-
lakukan jurisdiksinya hanya di laut wilayali- Ada ketentu-
an-ketentuan yang mengatur tentang kevenangan negara pan
1.1.Kewenangan Iran dan Irak di Teluk Persia.
Iran dan Irak sebagai negara pantai inempunyai ke wenangan tertentu di laut v/ilayah mengenai hak-hak dan kewajiban, yang tercantum didalam Konvensi Jenewa 1958 tentang Iiaut Wilayah clan UNCLOS 1982.
1.1.a.Hak-hak negara pantai.
Pasal 15 ayat 1 Konvenoi Jenewa 1958 tentang La ut V/ilayah dan pasal 21 UNCLOS raenyatakan bahwa negara pantai dapat menerapkan hukum dan peraturan perundangan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan lconvensi dan per-aturan^-peraturan hukum internasional lainnya berkenaan dengan lintas damai melalui laut wilayah yang menyangkut keselamatan pelayaran dan peraturan tentang lalu-lintas laut ( pasal 21 ayat ,T(a)
) 9
dalam hal ini di perairan Teluk Persia.Kemudian pasal 22 ayat 1 UNCLOS menyatakan bahwa negara pantai dapat meminta kapal-kapal asing yang pergunakan hak lintas damai di laut wilayah untuk mem-pergunakan alur-alur laut yang telah ditentukan untuk pengaturan lalu-lintas kapal-kapal.
Selanjutnya pasal 22 ayat 2 UNCLOS menegaskan bahwa nega ra pantai dapat meminta kapal-kapal bertenaga nuklir, tanker, dan kapal-kapal yang membawa nuklir atau zat-zat berbahaya lainnya untuk membatasi pelayarannya pada alur alur laut.
meminta kapal-kapal aaing lchususnya. yang dieebutkan di atas, imtuk mempergunakan alur-alur laut yang telah di-tentukaji bila melakukan lintas damai di laut wilayahnya, kalau perlu membatasi pelayarannya.
Dari pasal 23 UNCLOS 1982 dapat disimpulkan hak negara pantai, dalam hal ini Iivan dan Irak, untuk mewajib-kan kapal-kapal yang berteimga nuklir, membawa muatan
nuklir atau zat-zat berbahaya lainnya untuk membawa
dokumen-dolcumen dan mematuhi tindakan-tindakan pencegaban yang ditetapkan perjanjian-perjanjian internasional un tuk kapal-kapal deraikian, bila raempergunakan hak lintas damai di laut wilayah.
Pasal 16 Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut V/ila yah dan pasal 25 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa negara pantai dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah kapal-kapal yang tidak melakukan lintas damai di laut wilayah, juga dapat mencegah pelanggaran terhadap syarat-syarat■yang mengatur masuknya kapal-ka pal asing ke perairan pedalaman atau pelabuhan-pelabuhan diluar perairan pedalaman, serta manunda seraentara
pelayaran ke suatu daerah dalam laut wilayah untuk me-lindungi keamanan, termasuk percobaan senjata*
aroanan, Tetapi Iran dan Irak tidak berhak mencegah,'apa-lagi menembak kapal-kapal aaing yang melakukan lintas damai atau menunda sementara pelayaran kedalam laut wi layah dengan alasan untuk melindungi keamanan, Hal ini bertentangan dengan pasal tersebut.
Pasal 23 Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Wila yah dan pasal 30 UNCLOS 1982 menegaskan apabila sebuah kapal perang tidak memenuhi ketentuan hukum dan peratur an negara pantai mengenai pelayaran di laut wilayah, ma ka negara pantai dapat raemerintahlcan untuk meninggalkan laut wilayah. Berdasarkan pasal 30 UNCLOS 1982, raaka logikanya Iran dan Irak tak berhak memakaa kapal perang asing dengan kekerasan, apalagi inenembaknya agar me~
ninggalkan. laut wilayahnya, apabila kapal perang tersebut memenuhi ketentuan hukum dan peraturan*
1.1.b^Kewajiban-kewajiban negara pantai.
Disamping memiliki hak-hak' sebagai negara pantai, Iran dan Irak juga memiliki kowajiban-lcowajiban.
Pasal 16 ayat 3 Konvensi Jenewa 1958 tentang La ut V/ilayah dan pasal 21 ayat 3 UNCLOS 1982 mewajibkan negara pantai untuk mengunmmkan semua ketentuan-ketentu-an hukum dketentuan-ketentu-an pengaturketentuan-ketentu-an perundketentuan-ketentu-angketentuan-ketentu-an yketentuan-ketentu-ang berkenaketentuan-ketentu-an dengketentuan-ketentu-an lintas damai melalui laut wilayah yang inenyangkut ke-selamatan pelayaran dan lalu lintas laut.
no-gara pantai untuk 'menetapkan secara jelas alur-alur laut dan pemisahan lalu lintas alur-alur tersebut pada peta dan mengumumkannya.
Ini berarti Iran dan Irak wajib melaksanakan ketentuan itu agar kapal-kapal asing yang melakukan pelayaran di laut wilayahnya'dapat melalui alur-alur laut tersebut dengan aman,
Pasal 24 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa negara pan tai tidak akan menghalangi lintas damai kapal-kapal asing melalui laut wilayah kecuali apabila tindakan itu sesuai dengan konvensi ini. Halam hal pelaksanaan lconvensi ini atau terhadap setiap hukum dan ketentuan-ketentuan lain yang telah diterima, negara pantai tidak akan :
- Mengenakan persyaratan-persyaratan kepada kapal-kapal asing yang dapat mengakibatkan pengingkaran atau pe-ngurangan hak lintas damai;
- Melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap kapal-kapal dari suatu negara atau terhadap kapal-ka-pal' yang raemfcawa muatan ke dan dari atau atas nama ne gara tertentu.
Kemudian ayat 2 menegaskan hahwa negara pantai wajib mengumumkan adanya bahaya terhadap pelayaran yang telah diketahui, yang berada di laut wilayah,
Berdasarkan pasal diatas, Iran dan Irak tak berhak meng
halangi apalp,gi menemb^k kapal-kapal aning yang melaku
Iran 3uga wajib mengumumkan adanya ranjau-ranjau di per airan teluk sehingga dapat menghindarkan kapal-kapal asing dari kecelakaan, walaupun sesungguhnya pemasangan ranjau-ranjau itu bertentangan dengan hak innocent pas sage
1,2*Pelanggaran terhadap Hukum
Laut-Konvensi-konvensi Jenewa 1958 maupun UNCLOS 1982 tidak inembenarkan setiap tindalcan yang dapat membahaya-kan keselamatan pelayaran internasional baik di laut wi layah maupun di laut lepaa.
Kapal-kapal yang memakai bendera suatu negara di-anggap sebagai wilayah negara tersebut atas da3ar di- anggap-an bahwa kapal itu merupakanggap-an pulau yanggap-ang terapung (
float-17
ing island ). ‘ Asae ini berlaku di laut wilayah maupun di laut lepas*
Li laut wilayah, pemasangan ranjau-ranjau dan pe~ nembakau kapal-kapal asing bertentangan dengan hak inno
cent passage- Ketentuan ini tercantum didalam pasal 14 Konvensi Jenewa 1958 dan pasal 17 UHCLOS 1982. Hal ini berlaku bagi Iran dan Irak walaupun tindalcan-tindakan tersebut dilakukan di laut wilayah negaranya.
Di laut lepae, pemasangan ranjau-ranjau dan pe-nembalcan kapal-kapal asing bertentangan dengan prinsip kebebacan pelayaran ( freedom of navigation ) yang
ter-17
cantum didalam pasal 2(1) Konvensi Jenewa 1958 dan pasal 87 ayat 11(a) UHCLOS 1982.
Tindakan-tindakan Iran dan-Irak tersebut juga bertentang-an dengbertentang-an kewajibbertentang-an negara-negara untuk menggunakbertentang-an laut lepas secara damai yang dinyatalcan dalara pasal 88 UNCLOS,
2. Tinjauan Menurut Hukum Internaslonal
Kehadiran kapal-kapal perang dari beberapa negara di Teluk Persia dengan maksud menjaga keselaraatan jalur minyak, dan kapal-kapal penyapu ranjau bertujuan mem-bersihkan ranjau-ranjau yangtersebar di perairan teluk-Namun Iran tidak menyukai kehadiran kapal-kapal asing
itu karena menurutnya hanya bertujuan memprovokasi dan mengintervensi kedaulatannya,
Anggapan Iran tersebut harus dibuktikan dahulu. Untuk itu akan diuraikan hal-hal yang berkenaan dengan
intervensi.
2,1*Pengertian dan ketentuan-ketentuan intervensi* Intervensi adalah campur tangan diktatorial dalam hal kedaulatan negara l a i n . ^ Ini pendapat Wolgang G-raf V/itzhum dan Renate Platzoder.
1 p
Bierly menyebut intervensi sebagai tindakan apa-pun terhadap campur tangan oleh suatu negara dalam hu-bungannya dengan negara lain, dalam pengertian khusus, yaitu tindakan campur tangan dalam hubungan domestik atau luar negeri dari negara lain yang bertentangan
de-1 Q ngan kemerdekaan negara tersebut*
Campur tangan itu bersifat irnperatif, memaksa atau di latar-belakangi oleh ancaman atau kekerasan.
Dalam prakteknya, intervensi lebih ditentukan oleh motif politik daripada prinsip-prinsip hulcura*
Menurut S.A.Hakim, intervensi adalah mencampuri secara diktator urusan negara lain yang dilakukan oleh auatu negara. dengan maksud untuk mempe.rtahankan atau
me-2 0
rubah keadaan.
Intervensi selalu mengenai kemerdekaan negara la in atau mengenai kekuasaan tertinggi wilayah ( territori al supremacy ) atau kekuasaan tertinggi ( personal su premacy )• Dalam pengertian hukum, intervensi mengguna-kan kekuatan untuk menemengguna-kan negara aaing untuk bertindalc sesuai dengan perintah negara tersebut.
Tindakan-tindakan yang dapat digolongkan
inter-^J.L.Bierly, The Law Of Nation s, Ed.V* Oxford & IBH Publishing Co., London, 1172467
vensi meliputi :
- Bantuan ekonomi yang digunakan sebagai cara untuk me-nekan negara lain ;
- Siaran radio luar negeri yang dipancarlcan terhadap penduduk euatu negara lain ;
- Sabotase ;
- Kritik dari pemerintah luar negeri terhadap urusan dalam negeri dari negara lain ;
- Latihan militer kepada gerakan national di luar negeri untuk mengacau negara tersebut ;
- Penggunaan fasilitas negara dalam wilayahnya untuk membentuk pemerintah tandingan yang bertujuan meng-gulingkan pemerintah negara tersebut.
Intervene! bertentangan dengan hukum internasio nal karena merupakan kejahatan terhadap kedaulatan nega ra, namun dalam beberapa situasi dapat dibenarkan*
Menurut Oppenheim, suatu negara borhalc melakukan ihtervensi dalam hal-hal sebagai berikut :
- Suatu negara yang melakukan perlindungan berhak untuk mengintervensi dalam semua hal raengenai hubungan ke-luar atau ekaternal dari negara yang dilindungi.
Negara yang mempunyai negara protektorat berhak roeng-atur urusan ekaternal dari negara yang dilindungi. Lembaga-lembaga dari negara protektorat adalah produk
dari perjanjian antara dua negara tersebut, maka
tindakan yang dilakukan dengan persetujuan negara lain ■akan dianggap intervene! karona negara protektorat ti
dak berdaulat penuh ;
- Negara berhak untuk mengintervensi urusan elcsternal negara lain bila suatu urusan elcsternal negara
ter-0 9
sebut bersamaan waktunya dengan urusan negara lain. w Kemerdekaan negara yang bersifat keluar dibatasi oleh perjanjian internasional. Bila negara itu melanggar batasan itu, maka negara-negara peaerta perjanjian yang lain dapat melakukan intervensi.
Bila dalara masa damai suatu negara melanggar peraturan hukum internasional yang diakni umurn atau yang ditetapkan dalara perjanjian internasional, maka negara-negara lain nya dapat mengadakan intervenai,
Menurut Starke, tindakan intervensi yang diper-bolehkan hulcum internasional sebagai perkecualian antara
lain :
- Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan serta keaman-an warga negara di luar negeri ;
- Eembelaan diri ( self defence ) karena ancaman serang-2*3
an beraenjata.
Intervene! juga dapat terjadi untuk keseimbangan
22Ibid., h.31.6
kekuasaan ( balance of power ) walaupun intervensi itu tidak berdasarkan hak. Alasan-alasan untuk melakukan in-tervenai didasaxkan persaingan kekuatan-kekuatan beoar yang mencoba raendirikan atau mempertahankan hegemoni me-reka atau meluasnya pengaruh pada keseimbangan pengenda-lian lcekuatan.
Intervensi karena invitasi ( undangan ) ,terjadi apabila negara asing raembantu suatu negara ataa dasar
24
permintaan. Hal ini timbul bila suatu negara rnerasa terancara oleh gangguah dari dalam atau invasi dari luar. Bila pemerintah yang sah meraaa terancara oleh suatu ke-lompok pemberontak yang didukung kelcuatan dari litar, ina~ ka. pemerintah yang sah akan meminta bantuan dari negara asing. Hal yang saraa terjadi bila suatu negara yang le-mah diinvasi oleh negara lain yang kuat, maka negara yang lemah akan meininta bantuan dari negara lain yang lebih kuat untuk raengusir gangguan itu eehingga dapat melindungi kebebasan politiknya dan intensitas politik-nya tetap terjamin.
Intervensi melanggar pasal 2 (4) Piagara PBB yang raelarang penggunaan kelcuatan atau ancaman yang
ber-tentangan dengan integritas teritorial dan kebebasan po-litik negara lain.
Prinsip non intervensi juga terdapat dalam
raai 1965 yang menyebutkan bahwa talc ada negara yang ber-hak untuk inengintervdnai secara langsung maupun tak lang-sung dengan dalih apapun dalara urusan internal maupun ekaternal dari negara lain,
Intervensi hanya diijinkan raenurut Piagam PBB bi la Dewan Kearaanan raengambil tindakan raenurut bab VII Pi agam PBB, setelah menentukan sebagai pelanggaran ataulcah ancaman terhadap perdamaian internasional.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan mengenai inter vensi tersebut* maka kehadiran kapal-kapal penyapu ran-jau dan kapal-kapal perang asing di Teluk Persia, dapat dibenarkan, lcarena kapal-kapal tersebut tidak melakukan carapur tangan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Iran. Selam& kapal-kapal tersebut tidak raenyimpang dari t.ujuan semula dan melakukan tugasnya aebagaimana mestinya tanpa disertai ancaman atau telcanan, maka kehadiran kapal-ka pal tersebut tak dapat dikategorikan sebagai intervensi terhadap kedaulatan Iran.
2.2.Keterlibatan Negara-negara Asing*
Perang teluk yang berlarut-larut raengakibatkan ketegangan yang rnemuncak dan jatuhnya lcorban-korban jiwa
serta kerugian yang becar, oehingga inengundang hadirnya pihak-pihak lain yang ikut campur dan mengundang hadirnya
se-hagai pihak ketiga yang bertujuan raeredakan ketegangan dan mengakhiri perang teluk, juatru inemanaskan situasi dan meraperkeruli keadaan. Perang terbuka telah menempat-kan kawasan teluk sebagai. areal rivalitag ( persaingan ) militer diantara negara-negara beoar inaupun negara-nega-ra teluk dalam kondisi yang lebih eksplosif.
2*2.a*Keterlibatan Amerika Serikat*
Amerika Serikat berusaha menjaga kebebasan pe layaran di Teluk Persia dengan mengirimlcan armadanya un-tuk melindungi kapal-kapal Kuwait yang berbendera Ameri ka Serikat, namun hal ini nampak sebagai dukungan Ameri ka Serikat kepada Irak sebab Kuwait adalah oekutu u'tama
Irak*
Presiden Carter mengeluarkan dolctrin pada tanggal 20 Januari 1980 yang menyatakan bahwa eetiap kekuatan
r
dari luar yang mencoba untuk memperoleh kontrol atas wi layah Teluk Persia, akan dianggap aebagai serangan ter hadap kepentingan utama Amerika Serikat dan aerangan itu
25 akan dibalas serta dihancurkan dengan kekuatan militer* Doktrin itu diaebut Doktrin Carter yang bertujuan mem-peringatkan Uni Sovyet agar rnenghontikan kegiatannya un-tuk memperoleh kontrol ataa kawaoan Teluk Persia.
Amerika Serikat juga melakukan penetrasi ke Teluk Persia, Penetrasi ini tergantung pada pangkalan militer
sejauh 7000 rail, dengan jarak 12000 mil laut dari pang-kalan militer menuju laut melalui Tanjung Harapan Baik,26 Hal ini berlav/anan dengan langkah Sovyet yang dapat le-bih cepat dan mudah untuk maauk ke kawasan Teluk Persia dengan menggunakan basis di Afghanistan sebaik faailitas angkatan laut di Aden, railik Amerika Serikat,
'Disamping itu Amerika Serikat juga menyempurnakan formasi The.United States Central Command ( USCENTOM ) pada. akhir 1981, dengan komando pusat Amerika Serikat. USCENTOM merupakan unit-unit angkatan laut Amerika
Serikat di kawaaan Laut Arabia-Samudra Indonesia yang diperkuat oleh angkatan laut dari Perancia* Inggris, Australia, dan Selandia Baru*
Tindakan-tindakan Amerika Serikat itu dapat di-eebut sebagai intervensi karena melakukan carnpur tangan dalam hubungannya dengan negara lain, dalam hal ini Iran dan Irak* Campur tangan Amerika Serikat itu disertai an
caman terhadap negara lain yaitu Sovyet, dengan maksud untuk memperoleh kontrol ataa wilayah Teluk Persia, Untuk merapertahankan keberadaannya di kawasan teluk, Amerika Serikat membentuk kekuatan angkatan laut yang di
bantu oleh angkatan laut dari negara-negara aekutunya, Kehadiran armada Amerika Serikat di Teluk Persia bukan
hanya untuk menjaga kebe'basan pelayaran, tetapi sudah melangkah lebih jauh.
2.2.b.Keterlibatan Uni Sovyet.
Sovyet menyatakan bersikap netral terhadap perang teluk karena tidak mempunyai kepentingan ekonomi sebagai mana Amerika Serikat. Namun Sovyet merasa khawatir tex-hadap ancaman militer yang terjadi di kawasan teluk, se-hingga Sovyet menyueun strategi untuk menjaga keamanan
)
perbatasannya dengan negara-negara tetangga Arab. Namun tindakan itu dipandang oleh negara-negara Arab* terxitama
Iran sebagai agresi.
Kepentingan Sovyet mencakup berbagai falctor yaitu posisi strategis Iran., perbatasan dengan Iran yang cukup panjang dan penyebaran fundamentaliame Islam kedalam
wi-27 layah Asia Tengah Sovyet.
Sovyet mengelcsploitir secara tajam revolusi Iran sebagai gerakan rakyat anti imperialisme walaupun Sovyet juga v/as-was terhadap semangat Islam. Sovyet bertindak demi kian agar negara-negara barat, khusu3nya Amerika Serikat metnusuhi Iran. Hal ini akan merepotkan Iran yang sekali-gus menghadapi Irak dan Amerika Serikat, sehingga se-bagian kepentingan Sovyet dapat terlindungi karena Iran tak sempat menyebarkan fundamontaliamenya kedalam
yah Asia Tengah Sovyet*
Selama ini' Sovyet niemasok persenjataan kepada Irak, Ini dilakukan Sovyet setelah cukup lama menilai secara hati-hati revolusi Iran dan perkembangan perang teluk, Namun akhir-akhir ini terlihat tanda-tanda bahwa Sovyet berusaha memperbaiki hubungan dengan Iran,
Langkah ini ditempuh Sovyet sebab pada tahun 1921 pernah ada perjanjian antara Uni Sovyet-Iran yang raengijinkan Sovyet untuk melakukan intervensi bila kekacauan di Iran
p o mengancam stabilitas dan keamanan Sovyet.
Pernyataan Uni Sovyet mengenai Icenetralannya ter-nyata terbukti sebaliknya, karena Sovyet memasok persen* jataan kepada Irak* Sovyet was-was terhadap perkembangan perang teluk dan was-was jika Iran rnenyebarkan fundamen-taliomenya ke bagian wilayahnya. Sovyet kemudian rnemper-baiki hubungannya dengan Iran atas dasar perjanjian yang pernah dibuat, yang mengijinkan Sovyet untuk melakukan intervensi bila kekacauan di Iran inembahayakan Sovyet,
Intervensi terhadap suatu negara talc dapat dibenarkan* narnun karena telah diperjanjikan, malca wajib ditepati berdasarkan aaas pacta sunt servanda. Sovyet dapat me lakukan intervensi apabila Iran melanggar ketentuan da lam perjan^ian itu,
BAB IV
ALTERNATIF CARA-CARA UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH
*
1. Penyelesalan Secara Damai
Upaya untuk raengakhiri perang teluk antara Iran-Irak dapat ditempuh melalui cara-cara damai yaitu ; ne-goeiasi, good offices & mediaoi, inquiry, konsiliasi, ar~ bitraae, dan melalui PBB.
'1.1*Negosiasi ( perundingan )•
Negosiasi adalali kontak langaung antara negara-negara yang bersengketa untuk menyalurlcan perdebatan
pq
mereka dan menyeleaaikan secara baik‘. Negosiasi dapat bersifat terbuka atau khusus atau bersifat kedua-duanya.
Sebelum dilakukan negosiasi, dapat didahului de ngan pembentukan komiei untuk menyelidiki fakta-fakta dan raembahas pokok-pokok dari perbedaan diantara negara-nega ra yang beraengketa. Negosiasi juga dapat dibentuk pada tingkat menteri luar negeri atau konperensi antara
nega-j ra-negara.
Berdasarkan penjelasan diataa, maka negosiasi da pat dilakukan antara Iran-Irak untuk mengakbiri perang
teluk. Negosiasi ini dapat bersifat terbuka yang melihat lean negara-negara lain di Teluk Persia, karena juga ter-libat dalam perang teluk seeara tak langsung diinana kapal kapal mereka menjadi korban ranjau-ranjau dan serangan rudal-rudal. Negosiasi dapat bersifat khusus yang diada-kan antara negara-negara yang bersengketa saja yaitu Iran dan Irak, dapat juga bersifat keduanya dengan me-ngadakan negosiasi yang bersifat khusus lebih dahulu, kemudian mengadakan negosiasi yang bersifat terbuka.
Negosiasi ini dapat dilakukan oleh menteri luar negeri Iran dan menteri luar negeri Irak, atau d'iadakan melalui konperensi antara negara-negara, khususnya nega ra-negara teluk.
1.2.Good offices ( jasa-jasa baile ) dan mediasi ( pe-nengahan ).
Apabila para pihalc yang bersengketa gagal untuk bertemu dan mencapai persetujuan melalui negosiasi, maka
pihalc ketiga dapat membantu mengadakan jasa-jasa balk atau penengahan untuk mengatur portenman antara negara-negara yang bersengketa untuk mcmecahkan masalah dengan baik* Pihak ketiga tersebut dapat perseorangan atau suatu negara. Ada kemungkinan pihak-pihak yang bersen^-lceta dapat mencapai persetujuan.
pihak-pihak yang bersenjata menuju meja konperensi tapi tidak memborikan advis, sedangkan pada penengahan, pihak ketiga memberikan advis untuk mcmecahkan masalah,^0
Dalam masalah perang teluk, negara Teluk Persia
i
selain Iran dan Irak, dapat bertindak sebagai pihak ke-tigaf atau negara lain yang netral makoudnya yang tidak terlibat dalam perang teluk, sehingga ada kemungkinan da pat tercapai suatu persetujuan*
Pertemuan antara Iran-Irak yang diselenggarakan oleh pi hak ketiga tersebut sebaiknya diadakan di negara yang netral supaya tidak menimbulkan kecurigaan Iran ataupun
Irak bahwa pertemuan itu hanya akan menguntungkan pihak lawan *
1.3.Inquiry ( pencarian fakta-fakta ),
Inquiry adalah cara untuk raenyeleoaikan sengketa internasional secara damai yang dicetuskan dalam Konpe-rensi Haque tahun 1899*
Inquiry raerupalcan proses penyelidikan terhadap fakta-fakta dari tuntutan-tuntutan negara-negara yang ber-sengketa, tanpa merapertimbangkan kehormatan atau ke~
^1 pentingan negara-negara tersebut.
Untuk menjalankan fungai pencarian fakta-fakta,
30Ibid., h.304.
dibentuk suatu komisi yang menerima bukti-bukti dan pen-jelasan dari. negara-negara yang ber&engketa, kemudian memeriksanya,
Pasal 33 Piagam PBB juga menyebutkan pencarian fakta-fakta merupakan salah aatu cara untuk menyelesai-kan sengketa secara damai.
Dalam masalah perang teluk, dapat juga diupayakan penyelesaian melalui pencarian fakta-fakta dengan mem-bentuk suatu komisi yang ber&nggotakan wakil-wakil dari negara-negara netral. Komisi ini akan melakukan penye-lidikan terhadap fakta-iakta. dari tuntutan-tuntutan Iran dan Irak, dengan cara mengumpulkan bukti-bukti yang me-nyangkut perang teluk kemudian mencocokkan apakah bukti-bulcti tersebut sesuai dengan fakta-fakta. Komisi ini ju ga dapat menerima atau meminta penjelasan dari Iran dan Irak sehubungan dengan bukti-bukti dan fakta-fakta ter sebut, kemudian meinberikan pandangan apakah relevan de-ngan tuntutan-tuntutan kedua negax'a.
1 *4.Konsiliasi.
Konsiliasi adalah kombinasi dari pencarian fakta-fakta dan pemberian saran-saran untuk menyelecaikan
32
sengketa antara negara-negara, Saran-saran tersebut tidak mengikat negara-negara yang beraengketa, jadi
dak harus diilcuti.
Konsiliasi merupalcan prosedur penyelesaian seng-keta yang dipilih oleh para pihak. Pihak-pihak yang ber-sengketa membentuk suatu komiai yang terdiri dari lima anggota. Pihalt-pihak yang bersengketa masing-masing me-nunjuk satu' anggota, dua anggota yang lain dari pihak ketiga dan yang seorang lagi ditunjuk oleh keempat ang gota tersebut yang akan bertindalc sebagai ketua komiai.
Fungs! komisi yaitu mendengarkan keterangan pihak-pihak,, mempelajari tuntutan dan keberatan mereka, serta memberikan pandangan guna mencapai.penyelesaian secara
•Z’X
damai. ^Penyelesaian sengketa dengan cara konsiliasi ter-cantum dalam pasal 284 seksi 1 Bagian XV UNCLOS 1982 yang menyebutkan bahwa pihak-pihak yang bersengketa da pat meminta bantuan pihak lain untuk menyelesaikan seng keta dengan cara konsiliasi sebagaimana diatur dalam An nex V seksi 1.
Untuk mengakhiri perang teluk, dapat dibentuk eu-atu komisi yang susunan anggotanya seperti yang telah disebutkan. Komisi ini menjalankan fungsi' konsiliasi de ngan mendengarkan keterangan dari Iran dan Irak, raem-pelajari tuntutan dan keberatan masing-masing pihak
ta memberikan pandangan berdasarkan hasil kerja. Saran-saran yang diberikah oleh lcomiai tidak bersifat mengikat. Pihalc-pihak yang beraengketa boleh menerima. atau menolak.
1*5.Arbitrase.
Penyelesaian melalui arbitrage diatur dalam Annex VII UNCLOS 1982. Arbitrase dapat ditewpuh dalam tiga ca ra. Menurut seksi 1 Bagian XV, para pihak dapat memilih suatu cara damai melalui persetujuan sehingga dapat me-mutuskan untuk membentuk pengadilan arbitrase,
Menurut seksi 2, kedua pihak dapat membuat pernyataan yang memilih arbitrase aebagaimana diatur oleh ketentuan konvensi. Bila tak ada pernyataan bersaraa, arbitrase ber dasarkan konvensi dianggap telah diterima sebagai prose-dur bersifat wajib.
Dalam arbitrase, para pihak menyerahkan perkara kepada orang-orang tertentu yang disebut arbitrator yang dipilih secara b e b a s . ^ Para arbitrator ini akan member! kan keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan.
Susunan anggota komisi dalam arbitrase seperti pada konsiliasi. Anggota-anggota yang ditunjuk ( para arbitrator ) harus, berpengalaman dalam masalah maritim dan weiapunyai reputasi terbaik untuk kejujuran, kemampu-an dkemampu-an integritas ( pasal 2 Annex VII ),
Komiai menentukan proaedurnya sendiri dan mengambil ke-putusan berdasarkan suara terbanyak, serta bersifat me~ ngikat.
Dalam hal perang telulc, Iran dan Irak dapat menw buat persetujuan untuk membentuk pengadilan arbitrage, atau memilih cara arbitrage aebagaimana diatur dalam konvensi* Bila tidak demikian, maka Iran dan Irak di-anggap menerima arbitrase berdasarkan konvensi. Iran dan
Irak dapat memilih tokoh-tokoh negarawan sebagai arbitra tor yang memenuhi kriteria aebagaimana diaebutkah dalam paaal 2 diatas* Iran dan Irak wajib menjalankan keputus-an ykeputus-ang diambil para arbitrator, karena bersifat mengikat.
2, ..Penyelesaian Sen^ketai Melalui PBB
PBB adalah organ pusat dari pemerintah dunia dan merupakan lembaga internasional yang torpenting*^
PBB didirikan atas dasar Piagam PBB yang ditanda-tangani tanggal 26 Juni 1945 &'i San Pransisco, Tujuan PBB diuraikan dalam paaal 1 Piagam PBB antara lain yaitu memelihara. perdamaian dan keamanan internasional secara usaha bersama, serta menyelesaikan
peraelisihan-perseli-aihan yang membahayakan perdamaian. Juga inemajukan hu-bungan peraahabatan antara bangaa-bangsa atas dasax
per-aamaan hak.