• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INFORMASI DAN BUDAYA ASING MELA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH INFORMASI DAN BUDAYA ASING MELA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INFORMASI DAN BUDAYA ASING MELALUI MEDIA TELEVISI TERHADAP ISLAM KHUSUSNYA PARA PEMUDA YANG TINGGAL DIDAERAH

PERKOTAAN DI KOTA BANDUNG

(Draft Rencana Proposal Penelitian Untuk Tesis)

Oleh GUNAWANSAM

A. Latar Belakang Masalah

Sudah bisa dipastikan masyarakat di perkotaan sangat akrab dengan televisi. Khususnya di Kota Bandung, televisi seakan menjadi bagian dari kebutuhan sehari-hari yang sulit dipisahkan dari setiap keluarga. Dalam satu rumah, ada banyak diantaranya yang memiliki lebih dari satu televisi. Di ruang tamu, di kamar tidur, di dalam kendaraan, sampai di telepon selular pun ada televisi.

Televisi bukan saja dimiliki oleh masyarakat yang memiliki garis ekonomi menengah ke atas, melainkan bisa dinikmati semua kalangan dengan harga pesawat televisi yang cukup terjangkau. Terlepas dari jenis dan harganya, perhatikan saja di berbagai pangkalan ojek, pangkalan becak, di bis kota, termasuk sebagian angkutan kota, televisi sudah tersedia. Maka televisi sudah tidak lagi menjadi barang eksklusif yang hanya bisa dinikmati orang kaya. Sangat berbeda dengan tahun 1980-an, ketika pesawat televisi hanya dimiliki keluarga tertentu, sehingga pada saat ada tayangan yang menarik untuk disimak, para tetangga di sekitarnya berbondong-bondong numpang menonton televisi. Di zaman ini, sudah tidak ada lagi istilah ”numpang mononton televisi”.

Para pemiarsa televisi tidak mengenal tua atau muda, laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya. Waktu yang digunakan untuk menonton acara televisi sudah tidak lagi pada saat-saat istirahat untuk mencari hiburan. Ada berbagai kantor yang pada saat jam kerja pun tetap menyalakan televisi. Misalnya di ruangan pelayanan nasabah beberapa bank, televisi tetap menyala untuk dinikmati para nasabah yang sedang mengantri, dan tentu saja sekaligus untuk dinikmati para karyawan. Begitu pula di rumah, banyak diantara para ibu rumah tangga yang tetap menyaksikan televisi sambil melakukan berbagai aktivitas di dalam rumah. Terlebih bagi yang memiliki aplikasi televisi di dalam telepon selular, maka lebih leluasa lagi menonton dalam berbagai kesempatan

(2)

Sebab pada saat ini justru sedang terjadi masa peralihan menju satu masa dimana satu orang akan memiliki satu buah pesawat televisi. Masa peralihan tersebut tampaknya tidak akan berlangsung lama, jika memperhatikan pesatnya perkembangan teknologi informasi.

Ada alasan mendasar yang cukup logis, yang menjadi penyebab di dalam satu rumah tidak cukup hanya ada satu pesawat televisi. Maraknya chanel stasiun televisi yang menyajikan berbagai mata acara, membuat para pemiarsa mendapatkan banyak pilihan. Sedangkan setiap orang memiliki selera masing-masing dalam menentukan acara pilihannya yang akan ditonton. Di dalam satu rumah, jarang ada yang memiliki selera sama. Anak-anak tidak akan menyukai acara untuk orang tua, remaja berbeda seleranya dengan orang tua, laki-laki tidak sama selerenya dengan perempuan, dan ada berbagai faktor-faktor lainnya menyebabkan semua orang punya pilihan masing-masing dalam menyaksikan acara televisi. Tidak jarang ada percekcokan di lama keluarga dikarenakan berebut chanel stasiun televisi, ketika terjadi bentrok jadwal beberapa acara yang sangat disukai. Misalnya suami mau menyaksikan pertandingan sepakbola, istrinya ingin menonton telenovela di stasiun televisi yang lain, sementara anaknya juga ingin menonton film kartun yang sedang seru-serunya di stasiun televisi yang berbeda pula. Maka wajar saja jika selanjutnya setiap orang ingin memiliki televisi masing-masing agar lebih leluasa dalam menentukan acara yang disukainya.

Acara bernuansa agama Islam disajikan oleh semua televisi dalam waktu-waktu tertentu. Bahkan adzan pun berkumandang setiap datang saatnya sholat Magrib dan Subuh. Wajar kalau orang yang kurang paham ajaran Islam, mengira sholat wajib umat Islam di Indonesa hanya Magrib dan Subuh, karena stasiun televisi hanya mengumandangkan dua kali adzan. Tapi dua kali adzan pun sudah terbilang cukup, daripada tidak sama sekali.

Terlepas dari motivasinya seperti apa, semua stasiun televisi memang menayangkan acara-acara islami. Sejak menjelang terbit sang fajar, hampir semua teevisi menyiarkan acara-acara siraman rohani, dengan mengampilkan para ustad dan atau ustadzah terkemuka. Acara dikemas sedemikian rupa agar lebih menarik, dan diharapkan bisa merangsang minat para pemiarsa untuk menyimak. Setiap stasiun televisi berlomba-lomba meraih simpati masyarakat penonton. Sebab, di setiap acara yang ditayangkan selalu tersimpan muatan bisnis yang hitungannya sudah perdetik, yaitu penayangan iklan di sela-sela acara

(3)

Selain acara ceramah atau tabligh akbar, hampir seluruh stasiun televisi menayangkan acara lain yang bernuansa Islam. Dari mulai audisi dai cilik, pementasan lagu-lagu islami, sampai film televisi islami. Kebangkitan film-film televisi religius Islam dimulai sejak TPI (kini bernama MNC) menayangkan serial ”Rahasia Ilahi” yang menuai kesuksesan luar biasa. Tayangan ”Rahasia Ilahi” mulai disiarkan pada bulan Ramadhan tahun 2004, yang tidak disangka-sangka meraih rating tinggi. AC Nielsen menempatkan sinetron ”Rahasia Ilahi” menjadi rating nomor 1 untuk semua program di seluruh stasiun televisi. Hal tersebut mengakibatkan stasiun televisi tetangganya pun berlomba-lomba menyajikan tayangan yang hampir serupa dengan sinetron ”Rahasia Ilahi”. Sebut saja misalnya sinetron ”Kuasa Ilahi” (SCTV), ”Azab Ilahi”, ”PadaMu Ya Rabb” (Lativi), ”Taubat” (Trans TV), ”Titipan Ilahi” (Indosiar), dan lain-lain. Sampai dengan tahun 2013, sinetron yang menggunakan judul ”Ilahi” masih tetap bertahan dan disukai oleh masyarakat, seperti ”Cinta Ilahi” (RCTI).

Lebih menggembirakan ketika tayangan bernuansa Islam ternyata tidak saja menempati rating tinggi pada saat bulan Ramadhan. Sinetron Islami sepanjang tahun meraja di layar kaca. Silahkan tengok kesuksesan sinteron ”Islam KTP” yang menembus 500 episode. Lebih gila lagi sinetron ”Tukang Bubur Naik Haji” (RCTI) yang menembus 700 episode. Ini merupakan fenomena luar biasa dari tayangan bernuansa Islam di televisi. Sebagai perbandingan, film bioskop bernuansa Islam pun mengalami kebangkitan signifikan sejak meledaknya film ”Ayat-ayat Cinta” (MD Pictures), yang diangkat dari novel ”Ayat-ayat Cinta” karya Habiburrahman el Shirazy (Republika). Begitu pula dibalik kesuksesan pertama kali ”Rahasia Ilahi” tidak terlepas dari bacaan rubrik Kisah Nyata di Majalah Hidayah. Pada intinya, semua berawal buah pena para penulis.

Lembaga riset Nielsen mencatat bahwa dari tahun ke tahun, para penonton televisi meningkat cukup pesat. Pada tahun 2011, data Nielsen menyatakan kaum perempuan yang lebih mendominasi para penonton sinetron. Nielsen juga mencatat bahwa pemirsa yang paling setia menonton tayangan sinetron adalah masyarakat di kota Banjarmasin, Bandung, dan Makassar[1].\

(4)

Kedudukan perempuan dalam agama Islam sangat mulia. Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum perempuan. Perempuan ditempatkan sebagai keindahan yang tiada tandingannya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwassalam bersabda:

“Dunia ini adalah perhiasan atau kesenangan, dan sebaik-baik perhiasan atau kesenangan dunia adalah perempuan yang shalihah.” (HR. Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Sementara sosok perempuan yang shalihah itu sudah begitu jelas dipaparkan dalam Al-Quran. Dari mulai dalam penampilan berbusana sehari-hari hingga dalam perilakunya. Dalam Al-Quran, surat An Nuur ayat 31, Allah berfirman:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

Menutup aurat atau berhijab bukanlah sebuah budaya, melainkan perintah Allah SWT. Dengan berhijam, tidak lantas membuat perempuan kehilangan daya tariknya. Terlebih lagi di era sekarang, para desainer terkemuka tidak melewatkan kesempatan berharga dalam menciptakan desain indah untuk hijab para muslimah. Dari layar kaca, menapak ke dunia nyata. Kaum perempuan, dari mulai anak-anak, remaja, hingga ke ibu rumah tangga, tidak lagi tampak grogi mengenakan busana muslimah, karena mereka tidak harus ketinggalan zaman. Terlepas dari motivasi apa yang menjadi latar belakang mengenakan hijab, gejala trendy busana muslimah merupakan kondisi positif untuk melangkah ke tingkat selanjutnya, yakni perilaku islami.

Allah berfirman dalam Al-Quran, surat Al A’raaf, ayat 26:

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

(5)

Islam. Misalnya cara berbusana yang justru memamerkan aurat, pergaulan bebas, dan lain-lain.

Sadar dengan keadaan yang sangat mengkhawatirkan bagi generasi perempuan di masa yang akan datang, maka bermunculan organisasi atau perkumpulan kaum muslimah yang memiliki tujuan dasar mempertahankan ajaran dan nilai Islam. Hijabers Community Bandung (HCB) merupakan salahsatu diantaranya. HCB yang didirikan pada 13 Februari 2011, pada awalnya hanya merupakan wadah untuk silaturahmi melalui kegiatan rutin pengajian. Begitu pula jumlah anggotanya hanya beberapa orang saja. Namun selanjutnya HCB menjadi sebuah organisasi terkemuka dengan anggota ribuan muslimah muda. Dari waktu ke waktu, anggotanya semakin bertambah. Halaman HCB di jejaring sosial Facebook, disukai oleh 56.650 facebooker[2]. Sementara di jejaring sosial Twitter, HCB memiliki followers 16.512 orang[3]. Selain itu, kegiatan yang dilaksanakan HCB bukan saja pengajian rutin pengajian, melainkan bakti sosial yang bersentuhan langsung dengan masyrakat atau menggelar berbagai acara bertajuk perempuan muslimah.

B. Pembatasan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan. Maraknya tayangan islami di setiap stasiun televisi, di satu sisi membawa pengaruh positif bagi para pemirsa, khususnya kaum perempuan. Hadirnya tokoh cerita protagonis dalam sinetron islami misalnya, bisa menjadi barometer penampilan muslimah di era sekarang. Banyak diantara kaum perempuan yang tertarik untuk meniru busana muslimah yang dikenakan oleh tokoh protagonis dalam sinetron islami. Namun di sisi lain, dalam sinetron islami sekalipun selalu ada tokoh antagonis, yang tentunya busana dan perilakunya jauh dari nilai-nilai Islam. Tidak menutup kemungkinan kalau diantara pemirsa malah memilih ikut-ikutan meniru cara berbusana tokoh antagonis. Hal yang lebih penting lagi adalah berkenaan dengan pengaruh terhadap perilaku keagamaan dari tayangan sinetron islami. Bagaimanapun juga para penonton pun sebenarnya sadar, bahwa cerita dalam sinetron islami hanyalah piktif belaka. Pemain yang memerankan tokoh protagonis atau antagonis hanyalah bersandiwara. Lantas, jika dalam kenyataannya pemeran tokoh antagonis berseberangan dengan peran yang dia mainkan, dampaknya pun pasti ada.

(6)

Ini juga sekaligus menjadi pekerjaan berat bagi para sineas dan insan televisi untuk selalu membuat inovasi baru yang tetap mengakar pada ajaran Islam.

Dalam penelitian ini, agar permasalahan yang diteliti tidak terlalu melebar dan hilang kefokusan pada hal-hal yang menjadi kajian, maka permasalahannya dibatasi sebagai berikut:

1. Bagaimana para pemuda islam menyikapi pengaeruh yang timbul dari media televisi?

2. Bagaimana dampak baik positif maupun negatip media televisi terhadap para pemuda islam?

3. Bagaimana dampak tayangan media televisi terhadap perilaku kaum muda islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagai mana para pemuda islam menyikapi informasi dan budaya asing yang muncul melui media televisi.

2. Dampak apa saja yang bisa ditimbulkan dari pengaruh informasi dan budaya asing.

3. Dampak informasi dan budaya asing melalui media televisi terhadap perilaku para pemuda islam diperkotaan di kota Bandung..

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara akademis maupun secara praktis. Untuk lebih rincinya, hasil penelitian ini diharapkan berguna, sebagai berikut:

1. Secara akademis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam menambah khazanah pengetahuan, untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan kajian ilmiah mengenai gejala sosial dari dampak informasi dan budaya asing melalui media televisi terhadap kaum muda di perkotaan, khususnya Kota Bandung, yang lebih difokuskan lagi pada para pemuda di wilayah perkotaan. Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi salahsatu kajian dalam komunikasi penyiaran Islam.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para insan pertelevisian untuk lebih inovatif dalam mengemas mata acara yang mendidik dan menjadikan syiar Islam. Hasil penelitian ini pun bsa menjadi bahan masukan bagi para tokoh pemuka agama, para pemuda, aktivis muslim dan muslimah, untuk lebih memahami dampak dari pengaruh tayangan islami di televisi kaum muda.

(7)

Maraknya berbagai tayangan di televisi membawa pengaruh besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Sebab, pada kenyataannya masyarakat perkotaan, khususnya di Kota Bandung, pada umumnya memiliki ketergantungan terhadap televisi. Berkenaan dengan dampak dari menyaksikan tayangan televisi, baik yang islami maupun tidak islami, ada sebuah teori yang dikenal teori kultivasi (cultivation). Teori kultivasi dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi yang berhubunga pada persepsi, sikap, dan nilai-nilai manusia.

Teori kultivasi berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan oleh George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di University of Pennsylvania (Gerbner, Gross, Morgan, dan Signorielli, 1980). Menurut Gabner dalam penelitiannya, masyarakat penikmat televisi terbagi menjadi dua bagian. Yakni pemirsa penonton televisi “berat” dan “ringan”. Adapun yang dimaksud Pemirsa berat adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4 jam dalam sehari. Sementara pemirsa penonton televisi ringan adalah mereka yang menonton televisi kurang dari satu hari. Riset awal yang mendukung teori kultivasi didasarkan pada perbandingan antar pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan” televisi. Tim Gerbner menganalisis jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam survey dan menemukan bahwa pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan” televisi pada umumnya memberikan jawaban yang berbeda. Pemirsa “berat” televisi sering memberikan jawaban yang lebih dekat dengan dunia yang digambarkan dalam televisi.

Jelas bahwa pengaruh televisi begitu besar bagi kehidupan masyarakat. Terutama bagi pemirsa yang disebut oleh George Gerbner sebagai pecandu “berat”. Mereka menganggap semua yang ditayangkan di televisi adalah refleksi dari kehidupan nyata, yang bisa langsung ditiru, tanpa melalui saringan pemikiran, pertimbangan, perbandingan, dan perenungan. Terutama bagi anak-anak dan remaja, tayangan televisi benar-benar menjadi barometer dalam menentukan penampilan dan sikapnya untuk kemudian ditrasformasikan ke dalam kehidupan nyata di dalam masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan Hurlock (Suharto, 2006), bahwa tahap perkembangan anak-anak hingga remaja, menjadi fase yang sangat kuat dalam memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Kaum remaja mulai menyesuaikan pola perilaku sosial sesuai tuntutan sosial. Para pemuda atau remaja yang memiliki intensitas menonton televisi, akan menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial, dan pengaruhnya akan begitu mudah diterima, baik pada aspek kognitif, afektif, maupun behavioral.

Haermann’s Whole Brain memaparkan bahwa kognisi merupakan kepercayaan sesorang tentang sesuatu didapatkan dari proses berpikir tentang sesuatu atau seseorang. Selain itu, dapat juga diartikan sebagai bagaimana cara manusia menerima, mempersepsi, mempelajari, menalar, mengingat, dan berpikir tentang sesuatu informasi. Sementara informasi yang didapatkan merupakan suatu pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka, yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku/ tindakan mereka terhadap sesuatu. Perilaku yang ditiru tidak hanya bersifat fisik dan verbal, melainkan nilai-nilai yang dianut tokoh-tokoh yang diceritakan dalam tayangan tersebut.[4]

(8)

pengaruh negatif dari tayangan televisi. Selain itu, ada pula perkumpulan, komunitas, atau organisasi yang justru didirikan untuk menyalurkan pengaruh positif dari tayangan televisi. Sebab, bagaimanapun televisi banyak dicerca sebagai alat budaya untuk membunuh generasi muda, tetapi disamping itu selalu terdapat sisi positifnya. Salahsatunya adalah tayangan islami, diharapkan mampu membangkitkan dan menggerakan masyarakat muslim untuk lebih patuh terhadap ajaran Islam.

Baik laki-laki maupun perempuan, semua manusia merupakan makhluk homosocius. Dalam arti, manusia memiliki naluri kemasyarakatan. Secara alamiah, tidak bisa dipungkiri bahwa manusia senantiasa menginginkan hidup berkelompok di tengah masyarakat. Ketika seseorang berinisiatif mendirikan sebuah kelompok, selalu akan mendapat dukungan dari manusia lainnya, terlepas dari berapa jumlah pendukungnya. Yang pasti selalu ada.

Dalam kajian sosiologi, manusia secara individu tidak mungkin terpisah antara satu dengan yang lainnya. Artinya, kebutuhan untuk bermasyarakat merupakan hal yang azasi dan mendasar bagi manusia untuk menempuh kehidupannya. Kebebasan sebagai individu tidak mungkin dipikirkan tanpa adanya ikatan dan keterikatan dengan orang lain. Begitupun independensi sebagai individu tidak mungkin ada tanpa dependensi dari masyarakat.[5]

Kajian mengenai naluri kemasyarakatan di atas, secara sistematis dapat ditinjau berdasarkan kerangka sosiologis struktural fungsional. Kerangka ini telah mampu memberikan konsepsi bahwa pergaulan hidup yang medianya adalah masyarakat, merupakan inti dari interaksi sosial sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan kehidupan masyarakatnya. Dari sisi dinamka masyarakat,[6] hal itu berbentuk proses sosial. Selanjutnya, proses sosial tersebut akan melahirkan struktur sosial sebagai sisi statis masyarakat, antara lain kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang. Adapun pada sisi mentalitasnya, akan melahirkan wujud sistem nilai, pola-pola pikiran, sikap, pola-pola tingkah laku dan sistem kaidah atau norma-norma.[7]

Lebih ditegaskan oleh Parsons, yang menyatakan bahwa sebagai suatu sistem sosial, masyarakat merupakan suatu sistem tindakan. Oleh karena itu, jika unit sistem sosial adalah pelaku, maka struktur sosial merupakan sebuah sistem hubungan-hubungan berpola pada pelaku dalam kapasitasnya untuk memainkan peranan sosial. Menurutnya, proses kontinuitas tiap-tiap sistem sosial itu akan tergantung pada empat imperatif atau masalah yang harus ditanggulangi secara memadai supaya keseimbangan atau eksistensi sistem tersebut terjamin, yaitu: (1) adaptasi, (2) kemungkinan mencapai tujuan, dan (3) integrasi anggota-anggotanya, dan (4) kemampuan mempertahankan identitasnya terhadap kegoncangan dan ketegangan yang timbul dari dalam.[8]

(9)

Pernyataan-pernyataan di atas menggambarkan bahwa konsepsi kehidupan sosial merupakan suatu sistem atau suatu jaringan dari bagian yang berbeda-beda yang menjelaskan bagian struktur dan analogi mengenai sebuah sistem yang menjelaskan bagian fungsionalnya.[10]

Menutup aurat dengan kerudung atau berhijab merupakan perintah agama Islam yang wajib ditaati oleh kaum perempuan muslimah. Sedangkan aneka corak dan warna hijab adalah sebuah kebudayaan. Apabila kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang tidak mandek atau suatu proses yang dinamis, maka kebudayaan perlu dipahami sebagai sesuatu yang secara internal heterogen dan muncul dari peristiwa-peristiwa yang mendasarinya. Cara pandang seperti ini memungkinkan untuk melihat pengaruh dari apa yang dipandang modern, sebagai suatu proses dinamis yang secara internal memang bervariasi berdasarkan berbagai macam peristiwa yang mendasarinya.

Dengan mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan pengalaman serta menghasilkan perilaku sosial, maka berbagai macam pengalaman dan peristiwa sehari-hari yang dilihat di televisi akan dipahami dan di interpretasikan sebagai suatu gaya hidup dan pengetahuan yang secara terus-menerus berkembang. Dengan kata lain, semakin besar tekanan-tekanan eksternal maupun internal terhadap kehidupan perkotaan, maka mereka akan memberikan reaksi melalui negosiasi ataupun penolakan terhadap kekuatan-kekuatan yang mendominasi kehidupan mereka.

Kemudian terkait dengan perlaku keagamaan, Stark dan Glock, mengatakan bahwa seseorang apabila disebut beragama, maka di dalamnya ada penyebutan dirinya sebagai seorang beragama, keyakinan terhadap doktrin-doktrin agama, etika hidup, tatacara peribadatan pandangan-pandangan dan banyak lagi tindakan atas perilaku dalam beragama tersebut, yang kesemuanya dapat menunjuk kepada ketaatan dan komitmen kepada agama. Dalam hal ini agama dipahami sebagai sesuatu yang bersifast riil yakni melihat agama secara empirik dan dihubungkan dengan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu secara empirik, untuk mengetahui perilaku keagamaan sebagai wujud keyakinan manusia terhadap suatu agama lebih lanjut Glock dan Stark mengatakan bahwa perilaku keagamaan secara integral meliputi lima dimensi berikut:

1. Ritual Involvement (keterlibatan ritual); merupakan bagian prilaku keberagamaan yang hubungannya langsung dengan Tuhannya. Perilaku ini bersifat aktif dan dapat diamati. Dalam dimensi ini sejauhmana orang mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama mereka. Seperti shalat, puasa, membayar zakat, berdoa, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, membaca kitab suci, pergi ke gereja atau mesjid, pura dan lain sebagainya.

2. Ideological Involvement (keterlibatan ideologis); yaitu tingkatan sejauhmana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agama mereka masing-masing Misalnya apakah seseorang yang beragama percaya tentang adanya malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan lain-lain yang sifatnya dogmatik.

(10)

buku-buku agama, bagi yang beragama Islam. Bagi yang beragama Kristen apakah dia menghadiri Sekolah minggu, membaca buku-buku agama, dan lain-lain. DDemikian pula dengan pemeluk agama lainnya, apakah dia mengadakan hal hhal yang serupa.

4. Experimental Involvement (keterlibatan pengalaman); yaitu dimensi yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya, apakah seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan Tuhan, apakah dia pemah mendapat rizki yang tak terduga sebagai anugrah Tuhan, apakah dia pemah merasakan bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.

5. Consequential Involvement (Keterlibatan konsekuensial); yaitu dimensi yang mengukur sejauhmana prilaku seseorang dimodifikasikan oleh ajaran agamanya. Apakah dia menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. Misalnya, apakah dia mengunjungi tetangganya yang sakit, mendermakan sebagian kekayaannya untuk kepentingan fakir miskin, menyumbangkan uangnya untuk membangun tempat ibadah rumah yatim piatu dan sebagainya.

F. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah diuraikan di bagian sebelumnya, maka dapat dibuat sebuah hipotesis dalam penelitian ini. Yaitu: “Terdapat pengaruh informasi dan budaya asing melaui media televisi terhadap islam khususnya para pemuda yang tinggal didaerah perkotaan di kota Bandung”. Secara operasional hipotesis tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

H0 = Ada pengaruh informasi dan budaya asing melalui media televisi terhadap islam khususnya para pemuda yang tinggal didaerah perkotaan di kota Bandung.

H1 = Tidak Ada pengaruh informasi dan budaya asing melalui media televisi terhadap islam khususnya para pemuda yang tinggal didaerah perkotaan di kota Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

5.

A. BUKU

(11)

Don Martindale. 1990. The Nature and Tipesof Sociological Theory.

Cambridg: The Reverside

Doyle Paul Jhonson. 1990. Teori Sosiologi Klasik. Jakarta: Gramedia.

K.J. Veeger. 1993. Realitas Sosial: Refleksi Sosial atas Hubungan Individu Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia.

Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Masyarakat. Jakarta: Rajawali Press.

Tom Campbell. 1994. Seven Theoris of Human Society, Yogyakarta: Kanisius.

5.

B. INTERNET

http://www.antaranews.com/berita/256900/jumlah-penonton-sinetron-bertambah

https://www.facebook.com/pages/Hijabers-Community-Bandung/170186769711767

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Analisis Respon Siswa Slow Learner Terhadap Proses Pembelajaran Kelas 4 di Sdn Sumbersari 1 Malang” adalah hasil karya saya, dan dalam

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Andreas Andoyo dan Ahmad Sujarwadi adalah sama-sama membahas mengenai desa dan bagaimana membangun sebuah sistem e-government yang

Aktiviti lain yang perlu dilakukan oleh syarikat A ialah mengubah kaedah pengurusan pemprosesan yang lebih mementingkan keperluan aspek piawaian kawalan kualiti bersepadu demi

Organisasi sektor publik yang termasuk pengadaan barang dan jasa adalah pengadaan barang dan jasa bagi seluruh bagian organisasi sektor publik, dalam praktik

Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara organizational commitment dan psychological ownership , dengan asumsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) Kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang diajar dengan model pembelajaran Based Learning yaitu sebesar 68% dan berada pada

Untuk Memorandum of Understanding (MoU) yang sifatnya bukan merupakan suatu kontrak maka tanggung jawab dan sanksi bagi pihak yang melakukan wanprestasi hanyalah

kisi-kisi instrumen final yang digunakan untuk mengukur variabel kompetensi.