DISIPLIN KERJA GURU
(Studi Kasus di SMP Negeri Komwil 05 Tarub
Kabupaten Tegal)
TESIS
Diajukan Kepada Pengelola
Program Pasca Sarjana Magister Manajemen STIE Bank BPD Jateng untuk memenuhi syarat guna
Memperoleh derajat S-2 Magister Manajemen
Oleh :
TITIN FARIDAH NIM :2.M1.11254
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
PROGRAM PASCA SARJANA
STIE BANK BPD JATENG
S E M A R A N G
ii
(Studi Kasus di SMP Negeri Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal)
TESIS
Oleh :
TITIN FARIDAH NIM :2.M1.11254
Disetujui untuk dipertahankan dihadapkan Dewan Penguji Magister Manajemen STIE Bank BPD Jateng
Semarang, 23 April 2013
Pembimbing I
(Dr. Hardhani Widiastuti, Psi.,MM )
Pembimbing II
iii
Judul Tesis : Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah terhadap Disiplin Kerja Guru
(Studi Kasus di SMP Negeri Komwil 05 Kabupaten Tegal)
NIM : 2.M1.11254
Program Studi : Magister Manajemen
Telah dipertahankan di depan Dewan penguji
Pada hari Sabtu, 27 April 2013 dan dinyatakan lulusserta memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Dewan Penguji
TIM PENGUJI TANDA TANGAN
1. Dr. Hardhani Widiastuti, Psi., MM. ... 2. Sri Imaningati, SE.,M.Si, Akt. ...
3. Yanuar Rachmansyah D, SE., M.Si ...
Mengesahkan,
Ketua Program Studi Magister Manajemen
iv
Untuk menjadi besar atau kecil sama mudahnya. Soalnya adalah senang, kesenangan ditambah ilmu dan keterampilan akan membuat rencana kita lebih cepat terwujud. Senang adalah cahaya, senang adalah “rangkaian interaksi yang
merubah energi menjadi CAHAYA (Quantum)”. Untuk menjadi tentor yang
baik dan menyenangkan, senangilah sebagai tentor maka kesenangan yang lain akan muncul dengan sendirinya
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan pada:
1. Suami dan anakku (Ihfazhillah) tercinta yang telah memberikan semangat dalam hidupku.
2. Teman – teman dan sahabat ku
v
karena berkat karunia-Nya penulis telah menyelesaikan Tesis yang berjudul
“Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah terhadap Disiplin Kerja Guru (Studi Kasus di SMP Negeri Komwil 05 Kabupaten
Tega)”.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusun Tesis ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu dengan senang hati penulis bersedia menerima segala kritik serta saran – saran
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini.
Penyusunan Tesis ini, penulis banyak menerima bimbingan dan batuan
dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Djoko Sudantoko, S.Sos., MM., selaku Ketua STIE BPD Semarang
2. Bapak Yanuar Rachmansyah, D, SE., Msi., selaku Direktur Magister Manajemen STIE BPD Semarang.
3. Ibu Dr. Hardhani Widiastuti, Psi., MM., selaku dosen pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan arahan kepada penulis sehingga tesis ini selesai.
4. Bapak Muliawan Hamdani, SE., MSi., selaku dosen pembimbing II yang telah memberi petunjuk dan arahan kepada penulis sehingga tesis ini selesai.
5. Bapak/ibu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tegal
yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian kepada penulis. 6. Bapak Ketua Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal .
vi
Besar harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya.
Semarang, 18 April 2013 Penulis
vii Nama Mahasiswa : Titin Faridah Nim : 2.M1.11254
Menyatakan bahwa TESIS dengan judul :
Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah terhadap Disiplin Kerja Guru
(Studi Kasus di SMP Negeri Komwil 05 Kabupaten Tegal)
Adalah hasil karya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana maupun Master di STIE Bank BPD Jateng atau Perguruan Tinggi lain dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Saya mengakui bahwa karya tulis ini dapat dihasilkan berkat bimbingan dan dukungan penuh dari Pembimbing I dan Pembimbing II yaitu :
1. Dr. Hardhani Widiastuti, Psi., MM. 2. Muliawan Hamdani, SE., MSi
Apabila dikemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan, saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Semarang, 13 April 2013
viii
motivasi kerja dan kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap disiplin kerja guru SMP(Studi Kasus di SMP Negeri Komwil 05 Kabupaten Tegal) ”.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMP di Komisariat wilayah (komwil) 05 Tarub sebanyak 344 guru. berdasarkan penentuan sampel dengan menggunakan rumus Slovin di atas diperoleh sampel sebanyak 77 orang.
Teknik pengambilan sampling yang digunakan melalui metode purposive
sampling. Data yang digunakan adalah data primer dengan cara mengirimkan
kuesioner kepada responden. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi linear berganda
Adapun hasil analisis regresi linier berganda menunjukan F hitung sebesar 110,351 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan berdasarkan analisis koefisien determinasi untuk persamaan regresi diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,749, artinya pengaruh variabel Motivasi kerja, dan Kompetensi Manajerial
Kepala Sekolah terhadap disiplin kerja sebesar 74,9% sedangkan sisanya sebesar
25,1% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa motivasi kerja dan kompetensi manajerial Kepala Sekolah Secara simultan berpengaruh positif terhadap disiplin kerja guru di SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal.
ix
of Job Motivation and Principal’s Managerial Competence toward Junior High
School Teachers’ Job Discipline (case study at State Junior High School of
Territorial Commissariat 05 Tarub of Tegal regency)”.
The population of this research were all teachers in Territorial Commissariat 05 Tarub as many 344 teachers. Based on the sample decision with using Slovin formula, 77 teachers were taken as the samples. Technique for taking the samples used purposive sampling. Data used in this research was primary data by sending questionnaire to the respondents. Hypothesis testing in this research used double linear regression analysis.
The result of double linear regression analysis showed F result as many 110, 351 with significance level as many 0,000, it was less than 0,05. It meant that Ho was rejected and Ha was accepted. Based on determination coefficient
analysis for regression formula, it showed determination coeffcient (R2) as many
0,749. It meant that job motivation, principal’s managerial competence toward
job discipline as many 74,9 % and the rest as many 25,1 % influenced by other variables out of this research.
Based on the result of the research, it can be concluded that job
motivation dan principal’s managerial competence simultaneously giving positive influence toward teachers’ job discipline at State Junior High School territorial commissariat 05 Tarub of Tegal regency.
x
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Motto dan Persembahan ... iv
Kata Pengantar ... v
Pernyataan ... vii
Abstraksi ... viii
Abstract ... ix
Daftar Isi ... x
BAB I PENDAHULUAN
...
11.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian... 9
BAB II TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
... . 102.1 Telaah pustaka... 10
2.2 Penelitian Terdahulu... 61
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis... 64
2.4. Pengajuan Hipotesis penelitian... 67
xi
3.2. Metode Pengumpulan Data... 73
3.3. Populasi dan Sampel... 75
3.4. Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 77
3.5. Tempat dan Waktu Penelitian... 78
3.6. Pendekatan Penelitian... 78
3.7. Definisi Konsep... 78
3.8. Teknik Analisis Data... 80
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
... 83
4.1. MKKS Kabupaten Tegal... 83
4.2. Komwil 05 Tarub... 84
BAB V
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
... 855.1. Deskripsi Responden ... 85
5.2. Analisis Hasil Penelitian ... 90
5.3. Pembahasan... 99
BAB VI PENUTUP
...102
6.1. Kesimpulan ... 102
6.2. Saran... 103
Daftar Pustaka ... 104
Lampiran-Lampiran... 110
xii
Lampiran 1. SURAT IJIN PENELITIAN... 110
Lampiran 2. OUTPUT SPSS UJI VALIDASI DAN RELIABILITAS... 111
Lamipran 3. OUTPUT SPSS UJI ASUMSI KLASIK... 118
Lampiran 4. OUTPUT ANALISIS REGRESI BERGANDA... 120
Lampiran 5. KUESIONER... 122
xiii
Tabel 1.1.Definisi Konsep dan Operasional... 69
Tabel 3.1. Distribusi Sampel... 77
Tabel 5.1. Jenis Kelamin Responden... 87
Tabel 5.2. Usia Responden... 88
Tabel 5.3. Pendidikan Tertinggi... 88
Tabel 5.4.Lama Bekerja... 89
Tabel 5.5. Uji Validitas dan Reliabilitas... 90
Tabel 5.6. Analisis Deskriptif Pertanyaan Penelitian... 92
Tabel 5.7. Hasil Uji Heterokodesitas... 94
Tabel 5.8. Hasil Uji Multikolinieritas... 95
Tabel 5.9. Uji Normalitas menggunakan One sample Kolmogorov Smirnov... 96
xiv
1 1.1. Latar Belakang Masalah.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memberikan wewenang yang sangat besar pada daerah ( otonomi daerah ), manajemen pendidikan dan
kurikulum ikut juga bergeser yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralisasi. (Sukmadinata Syaodih Nana : 2010 : 23)
Perubahan kebijakan pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi menekankan bahwa pengambilan kebijakan berpindah dari pemerintah pusat (top
government) ke pemerintah daerah (regional government) yang berpusat di
pemerintah kota dan Kabupaten. Seiring dengan diberlakukan otonomi daerah, maka telah terjadi paradigma dalam pengelolaan pendidikan yang antara lain
memunculkan suatu model dalam manajemen pendidikan yaitu “school based management“. Model manajemen ini pada dasarnya memberikan peluang yang
sangat besar (otonomi) kepala sekolah untuk mengelola dirinya sesuai dengan kondisi yang ada serta memberikan kesempatan kepada masyarakat selaku salah satu stakeholders untuk ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan
pendidikan. (Mulyasa : 2011 : 1)
Untuk dapat mencapai hasil yang optimal, efektif dan efisien dalam
menangani berbagai permasalahan pendidikan, pemerintah daerah tidak mungkin dapat bekerja secara sendirian karena masih ada pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap bidang pendidikan tersebut, seperti halnya orang tua
industri serta pemerintah selaku regulator, karena itu, kerja sama dan koordinasi antara pemerintah daerah dengan pihak pihak yang berkepentingan tersebut
menjadi sangat penting dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, terutama dalam bidang pendidikan. (Suharto : 2011 : 1).
Persaingan dalam dunia pendidikan secara global telah menuntut sekolah
untuk selalu melakukan pembenahan pada berbagai bidang. Sekolah harus
adaptif, adoptif dan antisipatif terhadap perkembangan yang ada dalam dunia
pendidikan. Adaptif berarti sekolah harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Adoptif mengandung arti mengambil sebagian dari laju perkembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhan dunia
pendidikan. Antisipatif mengandung pengertian adanya kemampuan sekolah untuk melakukan dan mempersiapkan respons atau tanggapan atas suatu gejala
perkembangan pendidikan. Tidak kalah pentingnya adalah sekolah perlu melakukan upaya terus menerus untuk mengimbangi laju perkembangan ilmu
pengetahuan. Sekolah harus mengatur pengelolaan sekolah sesuai dengan perkembangan dunia di sekelilingnya baik dunia industri, dunia usaha maupun dunia tehnologi. Sekolah harus mau mengambil manfaat ilmu pengetahuan yang
datang dari luar sekolah agar bisa bersaing dengan laju perkembangan tehnologi yang ada. Sekolah harus mampu mambuat prediksi peluang masa depan serta
mengantisipasi hal - hal positif maupun negatif yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
Keberhasilan atau kegagalan pendidikan di sekolah sangat bergantung
merupakan kunci yang menentukan serta menggerakan berbagai komponen dan dimensi sekolah yang lain. Baik buruknya komponen sekolah yang lain sangat di
tentukan oleh kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas. Kualitas guru dan kepala sekolah bisa dilihat dari tingkat disiplin kerjanya dalam melakukan tugas dan fungsinya dalam keseharian. Disiplin guru baru bisa dikatakan baik jika
mereka menjalan tugas dan fungsinya secara baik dan benar. Tugas dan fungsi guru akan dapat dilaksanakan dengan baik jika kepala sekolah mampu memberi
motivasi kepada guru dan staf karyawan tata usaha atau para bawahannya, dan kepala sekolah mempunyai kompetensi manajerial yang baik sehingga tujuan sekolah yang sudah diprogramkan bisa tercapai.
Dengan demikian, kompetensi manajerial kepala sekolah sangat berperan dalam meningkatkan disiplin kerja guru, dan memegang peranan penting dalam
memberdayakan segala potensi yang ada disekolah guna tercapai tujuan yang telah diprogramkan sehingga sekolah dapat menghasilkan kelulusan siswa yang
berkualitas.
Dengan kompetensi manajerial kepala sekolah yang baik dan efektif, diharapkan semangat dan gairah kerja guru serta staf karyawan tata usaha akan
meningkat, dan memberikan motivasi bagi mereka dalam bertugas. Pada gilirannya akan meningkat pula disiplin kerja guru dan karyawan sehingga akan
terhindar dari tindakan tindakan yang merugikan.
Disamping hal tersebut, munculnya motivasi kerja yang baik dan guru akan melahirkan disiplin kerja yang baik yang dalam hal ini akan tercermin dalam
motivasi kerjanya tinggi akan melaksanakan tugas pokoknya dengan baik dan akan senantiasa menggunakan prosedur pembelajaran yang sesuai ketentuan
secara optimal, baik pada saat sedang dikunjungi kepala sekolah ataupun pada saat tidak sedang disupervisi oleh kepala sekolah / pengawas karena akan kenaikan golongan. Tetapi, mereka selalu bekerja penuh semangat dengan
persiapam mengajar yang lengkap, melaksaanakan, dan menilai hasil proses belajar mengajar (PBM) yang intensitasnya dilandasi oleh etos kerja atau motivasi
kerja yang tinggi, serta disiplin dalam proses pembelajaran. Bagi seorang guru, persoalan yang dihadapkan kepadanya adalah bagaimana menciptakan suatu situasi dimana guru mampu memotivasi diri sehingga guru bisa memusatkan
seluruh tenaga dan perhatiannya untuk mencapai hasil yang telah diprogramkan sehingga tujuan individu dan sekolah dapat tercapai.
Dengan demikian, motivasi kerja, dan kompetensi manajerial kepala sekolah mempunyai peranan penting dalam menegakkan disiplin kerja guru.
Motivasi kerja bagi guru baik yang bersumber dari dalam dirinya (instrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) sangat penting sebagai pendorong dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan pokoknya dan tugas-tugas tambahan yang
dibebankan kepadanya. Kepala sekolah harus mengaktualisasikan fungsi kompetensi manajerial secara nyata dan obyektif dalam mengelola seluruh
aktivitas sekolah yang dipimpinnya serta kepala sekolah harus memiliki kompetensi manajerial yang baik dalam menyelesaikan permasalahan di sekolah. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat
sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi manajerial yang baik dapat
berpengaruh terhadap disiplin kerja guru.
Sekolah sebagai suatu organisasi yang menaungi para guru, memperlakukan motivasi kerja mereka. Motivasi kerja yang dimaksud adalah
suatu dorongan mental yang muncul dari dalam dan dari luar diri guru untuk melaksanakan tugas secara keseluruhan serta disiplin berdasarkan tanggung jawab
masing masing. Bagi guru SMP, tugas dan tanggung jawab tersebut terlihat pada aktivitas pada proses pembelajaran di dalam kelas dan administrasi sekolah yang harus dikerjakan. Kedisiplinan seorang guru bisa dilihat dari kehadirannya,
pelaksanaan tugasnya setiap hari dan program tindak lanjut yang harus dilakukan. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak sekolah yang belum
berhasil menjalankan program-program pembelajaran secara baik yang disebabkan oleh tidak disiplinnya guru dalam melaksanakan tugas sehingga tujuan
belum bisa tercapai secara maksimal. Gejala itu terlihat di Komwil 05 Tarub Kab. Tegal. Pada wilayah tersebut, diduga masih banyak guru SMP Negeri yang melakukan pelanggaran disiplin dalam kerja, tanpa mereka sadari akibatnya bagi
peserta didik. Masih banyak guru yang tidak masuk kantor karena berbagai macam alasan yang tidak penting dan tidak masuk akal yang antara lain yaitu ada
kepentingan keluarga, sakit, bahkan tidak masuk tanpa keterangan yang jelas. Masih banyak guru yang berkeliaran di tempat umum pada saat jam kerja dengan alasan berbelanja atau beli lauk pauk untuk kepentingan keluarganya dan tidak
dibuktikan dalam data sekunder jumlah ketidakhadiran guru SMP Negeri se komwil 05 Tarub Kab. Tegal dalam Tahun 2012 yang menunjukan tingkat
ketidakhadiran guru tergolong masih tinggi, bila dibandingkan dengan batas minimal alpa 5 hari kerja yang ditentukan berdasarkan PP no : 53 Tahun 2012, menunjukan gejala jumlah pelanggaran disiplin kerja guru SMP Negeri di
Komwil 05 Tarub Kab. Tegal tergolong tinggi.
Padahal, dalam dunia pendidikan kehadiran seorang guru di dalam kelas
sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Jika seorang guru tidak bisa hadir dalam jadwal yang telah ditentukan, hal itu maka akan berakibat negatif bagi murid bahkan bisa berakibat fatal. Dengan ketidakhadiran seorang guru, maka
proses belajar mengajar tidak kondusif, kelas tersebut akan tertinggal materinya dari kelas yang lain, siswa tidak bisa memahami materi yang dipelajari, dan siswa
akan ribut di dalam kelas sehingga mengganggu kelas yang dekat dengan kelas tersebut dan bahkan tidak jarang terjadi perkelahian antar siswa dalam kelas
karena ketidakhadiran seorang guru.
Secara eksplisit dinyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas antara lain adalah kompetensi
guru, metode pembelajaran yang dipakai, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan pembelajaran baik lingkungan alam, (psiko) sosial dan budaya
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dilihat bahwa kompetensi manajerial kepala sekolah memiliki hubungan yang positif dan berkontribusi
terhadap disiplin kerja guru. Pada Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal memiliki 8 SMP Negeri dan 8 SMP Swasta. Sementara kenyataan yang penulis lihat dan temui dilapangan guru-guru SMP di Komwl 05 Tarub Kabupaten Tegal, bahwa
disiplin kerja guru menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
a. Guru dilapangan masih banyak yang tidak memiliki persiapan dalam
pengajaran (tidak membuat perangkat pembelajaran);
b. Guru dilapangan masih menunjukkan kelemahan dalam memilih dan
mengembangkan bahan pengajaran;
c. Guru dilapangan masih menunjukkan kelemahan dalam menerapkan metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan;
d. Guru dilapangan masih menunjukkan kelemahan dalam hal menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif;
e. Guru dalam melaksanakan evaluasi hampir tidak pernah melakukan analisis
soal yang akan diujikan.
f. Guru dalam lapangan masih banyak yang meninggalkan tugas tanpa
keterangan yang jelas.
Sementara dalam hal kompetensi manajerial kepala sekolah SMP di Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal menunjukkan adanya gejala-gejala sebagai
berikut:
1. Kepala sekolah belum dapat memperlihatkan keteladanan dalam sikap dan
2. Kepala sekolah belum dapat melakukan kerjasama yang baik dengan anggota sekolah lainnya.
3. Kepala sekolah belum mampu merencanakan (menyusun program) pengembangan sekolah dengan melibatkan unsur-unsur sekolah lainnya seperti guru, siswa-siswi, pegawai non pendidikan, sarana dan prasarana, dan lain-lain.
4. Kepala sekolah belum dapat menganalisis faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimilki dan dihadapi oleh sekolah;
5. Kepala sekolah belum mampu memanfaatkan serta mendayagunakan sarana-prasarana yang ada.
6. Kepala sekolah belum mampu untuk melakukan monitoring, evaluasi dan
tindak lanjut.
Melihat kenyataan di atas maka kepala sekolah yang memiliki kompetensi
manajerial yang baik dan guru yang mempunyai tujuan dan kemampuan yang baik sangat diharapkan, agar disiplin kerja guru bisa terlaksana dengan baik
sehingga tujuan dan program-program sekolah dapat tercapai, seperti yang diungkapkan oleh Helman Fachri Peri Irawan (2010) dalam penelitiannya bahwa salah ada 3 faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai adalah 1)
tujuan dan kemampuan pegawai 2) teladan pimpinan 3) balas jasa dan kesejahteraan.
Begitu pula menurut Wayan Gede Supartha : 2011 : 107, dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan
disiplin tenaga kerja dapat dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan pemerintah daerah, dan memantapkan kepemimpinan
(transformational leadership).
Lain halnya menurut Afriene Syara Munandar, 2011, dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa Gaya kepemimpian memiliki pengaruh signifikan terhadap disiplin kerja karyawan.
Berdasarkan latar belakang dan konsep pemikiran diatas, maka penting untuk dilakukan penelitian mengenai : “ Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Manajerial Kepala sekolah Terhadap Disiplin Kerja Guru di SMP Negeri se Komwil 05 Tarub di Kabupaten Tegal”.
1.2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja guru SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal ?
2. Apakah terdapat pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah
terhadap disiplin kerja guru SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal ?
1.3. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini untuk menganalisis :
1. pengaruh motivasi kerja guru terhadap disiplin kerja guru SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal.
2. pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap disiplin kerja guru SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal.
3. pengaruh simultan motivasi kerja dan kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap disiplin kerja guru SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal.
1.4. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis.
a. Untuk memperluas wawasan pengetahuan terkait dengan bidang ilmu
Manajemen Sumber Daya Manusia dalam bidang pendidikan.
b. Melalui penelitian ini kesesuaian antara teori Manajemen Sumber Daya Manusia dan prakteknya bisa diketahui.
c. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih bagi kajian terkait dengan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada kepala sekolah SMP Negeri se Komwil 05 Tarub Kabupaten Tegal bahwa kemampuan yang dimiliki seorang kepala
b. Sebagai masukan bagi guru bahwa keberhasilan program kerja yang telah ditentukan tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah namun
12
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1. Telaah pustaka.2.1.1. Pengertian disiplin kerja guru
Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia no 53 tahun 2010
yang mengatur tentang disiplin kerja guru dan pegawai negeri sipil lainnya, diterangkan bahwa disiplin kerja guru sebagai pegawai negeri sipil adalah
kesanggupan pegawai negeri sipil atau guru untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan dan
/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dijatuhi hukuman disiplin. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan guru sebagai PNS yang tidak mentaati kewajiban dan atau melanggar
larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan didalam maupu diluar jam kerja. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada guru sebagai
PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS.
Sedangkan menurut pendapat T. Hani Handoko (2001 : 108) disiplin kerja adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar – standar
organisasional.
Adapun Menurut Hasibuan (2003 : 193) kedisiplinan adalah: “Keadaan
dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan disiplin kerja
atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap guru dan staf karyawan tata usaha tanpa kecuali.
Berdasarkan uraian diatas maka disiplin kerja guru yang perlu diperhatikan adalah :
(a). Disiplin terhadap tugas kedinasan yang meliputi mentaati peraturan kerja,
menyiapkan kelengkapan mengajar, dan melaksanakan tugas tugas pokok.
(b). Disiplin terhadap waktu yang meliputi menepati waktu tugas,
memanfaatkan waktu dengan baik, dan menyelesaikan tugas secara tepat waktu.
(c).Disiplin terhadap suasana kerja yang meliputi memanfaatkan lingkungan sekolah, menjalin hubungan yang baik, dan menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(d). Disiplin di dalam melayani masyarakat yang meliputi melayani peserta
didik, melayani orang tua siswa, dan melayani masyarakat sekitar.
(e). Disiplin terhadap sikap dan tingkah laku yang meliputi, Memperhatikan sikap, memperhatikan tingkah laku, dan memperhatikan harga diri. (T.
Aritonang Keke : 2005 : 4)
2.1.1.1. Faktor- faktor yang mempengaruhi disiplin kerja guru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Disiplin kerja guru yang dilakukan dengan efektif akan mempercepat tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan, sehingga dalam setiap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan akan
Dengan baik. Ngalim Purwanto ( 1998 : 107 ) menyatakan bahwa faktor faktor yang akan dapat mempengaruhi disiplin kerja guru adalah sebagai berikut:
a) adanya tingkat kehidupan yang layak,
b) adanya perasaan terlindungi ketenteraman bekerja, c) adanya kondisi-kondisi kerja yang menyenangkan,
d) perlakuan adil dari atasan, e) pengakuan dan penghargaan.
Menurut Gouzali Saydam (1996 : 202) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu organisasi sekolah, faktor – faktor tersebut antara lain :
1). besar kecilnya pembentukan kompetensi.
2). ada tidaknya keteladanan pimpinan kepala sekolah dalam organisasi.
3). ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. 4). keberanian kepala sekolah dalam pengambilan keputusan,
5). ada tidaknya pengawasan kepala sekolah,
6). ada tidaknya perhatian kepada para guru dan staf karyawan.
7).diciptakannya kebebasan – kebebasan yang mendukung tegaknya disiplin
kerja.
Sedangkan menurut As’ad (2003:79), berbagai masalah yang
3) masalah motivasi. 4) masalah fisik.
5) masalah keluarga.
6) masalah yang disebabkan oleh grup kerja.
7) masalah dengan kebijakan pengakuan hasil kerja dalam sekolah
8) masalah dengan lingkungan masyarakat dan nilai-nilainya. 9) masalah dengan suasana kerja dan pekerjaan itu sendiri.
Guru yang bermasalah perlu mendapatkan tindakan pendisiplinan, menurut Ivancevich (2001: 582), ada 4 kategori, yaitu:
1) Mereka yang kualitas atau kuantitas kerjanya tidak memuaskan karena
kurangnya kemampuan, pelatihan dan motivasi.
2) Mereka yang bermasalah dengan masalah pribadi di luar kerja sehingga mulai
mempengaruhi dalam kerja.
3) Mereka yang melanggar hukum, melakukan penganiayaan terhadap siswa
atau rekan kerja serta penyalah gunaan sarana dan prasarana sekolah.
4) Mereka yang sering kali melanggar peraturan dan tidak menghiraukan peringatan kepala sekolah.
Seseorang akan termotivasi jika ada keinginan untuk mengejar sesuatu dalam keadaan tertentu, sehingga keadaan inilah yang menciptakan motivasi
terhadap guru tersebut. Maka diperlukan peran kepala sekolah sebagai orang yang memberikan motivasi kepada bawahannya agar selalu dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku di dalam
Menurut Nitisemito (1996 : 214) faktor yang mempengaruhi kedisiplinan ada lima yaitu :
1). Tujuan dan kemampuan.
Tujuan yang ingin dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal dan cukup menantang bagi kemampuan guru. Hal ini berarti bahwa tujuan yang dibebankan
kepada guru harus sesuai dengan kemampuan agar bersungguh sungguh mengerjakan.
2). Keteladanan kepala sekolah sebagai pemimpin.
Keteladanan kepala sekolah sebagai pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan guru karena kepala sekolah dijadikan teladan dan
panutan oleh para bawahannya. Seorang kepala sekolah harus memberi contoh yang baik , berdisiplin baik, jujur, adil, dan sesuai antara kata dengan perbuatan
sehingga guru akan termotivasi untuk mencontoh dan lebih semangat bekerja menjalankan tugas dan fungsinya dalam pembelajaran.
3). Kesejahteraan.
Kesejahteraan juga mempengaruhi kedisiplinan guru karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan seorang guru terhadap pekerjaannya.
Jika kecintaan itu terbangun semakin baik maka kedisiplinan mereka akan menjadi semakin baik pula juga kesejahteraan akam menjadikan motivasi guru
4). Ancaman.
Ancaman berperan penting dalam memelihara dan mempertahankan kedisiplinan
guru karena dengan sanksi hukuman yang semakin berat maka guru akan semakin takut untuk melanggar peraturan, sikap dan perilaku indisipliner.
5). Ketegasan.
Ketegasan kepala sekolah dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan guru. Kepala sekolah harus berani dan tegas
bertindak untuk menghukum setiap guru yang tidak disiplin sesuai dengan sanki hukuman yang ditetapkan.
Menuruti Fadillah Helmy Avin (1996 : 37) disiplin kerja seorang guru
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : 1). Faktor Kepribadian.
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut. Sisem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan
disiplin. Nilai nilai yang menjunjung disiplin yang diajarkan atau ditanamkan oleh orang tua, guru,dan masyarakat akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja. Sistem nilai akan terlihat dari sikap
seseorang. Sikap tersebut diharapkan akan tercermin dalam perilaku. Perubahan sikap kedalam perilaku terdapat tiga tindakan menurut
Kelman dalam Brigham (1994 : 42) yaitu : a). Disiplin karena Kepatuhan.
Kepatuhan terhadap aturan aturan yang didasarkan atas dasar perasaan
mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya jika pengawasan tidak ada di tempat disiplin kerja
tidak tampak. Contoh pengendara sepeda motor hanya memakai helm jika ada polisi. Seorang guru akan mengajar dengan menggunakan prinsip PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan) jika ada
supervisi dari kepala sekolah . b). Disiplin kerja identifikasi.
Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah perasaan kekaguman atau penghargaan pada pemimpin atau kepala sekolah. Pemimpin yang kharismatik adalah figur yang dihormati, dihargai, dan sebagai pusat
identifikasi. Guru dan Karyawan tata usaha yang menunjukan disiplin kerja terhadap aturan aturan organisasi bukan disebabkan karena menghormati
aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan pada atasannya atau kepala sekolah. Guru merasa tidak enak jika tidak mentaati peraturan.
Penghormatan dan penghargaan guru dan karyawan tata usaha pada kepala sekolah dapat disebabkan karena kualitas kepribadian yang baik atau mempunyai kualitas profesional yang tinggi di bidangnya. Jika pusat
identifikasi tidak ada maka disiplin kerja akan menurun dan pelanggaran akan meningkat frekuensinya. Penghormatan dan penghargaan pada seorang
c). Disiplin karena internalisasi.
Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena guru dan karyawan
mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi nilai- nilai kedisiplinan. Disiplin itu sudah tertanam pada diri sesorang, sudah teradat motivasi untuk bekerja secara baik. Dalam taraf ini orang dikatagorikan telah
mempunyai disiplin diri. Misalnya walaupun dalam situasi yang sepi ditengah malam hari ketika ada lampu merah , si sopir tetap berhenti. Walaupun
tergeletak uang diatas meja dan si majikan sedang pergi, si pembantu tidak mengambil uang. Walaupun tidak ada supervisi kepala sekolah guru tetap mengajar dengan menggunakan prinsip PAIKEM.
2). Faktor lingkungan.
Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan
suatu proses belajar yang terus menerus. Proses pembelajaran agar dapat efektif maka pemimpin atau kepala sekolah yang merupakan agen perubahan
perlu memperhatikan prinsip prinsip konsisten, adil, bersikap positif, dan terbuka.
Konsisten adalah memperlakukan aturan secara konsisten dari waktu ke
waktu. Sekali aturan yang telah disepakati dilanggar, maka rusaklah sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah memperlakukan seluruh guru dan
karyawan tat usaha dengan tidak membeda-bedakan. Bersikap positif dalam hal ini adalah setiap pelanggaran yang dibuat seharusnya dicari fakta dan dibuktikan terlebih dahulu. Selama fakta dan bukti belum ditemukan, tidak
disiplin. Dengan bersikap positif, diharapkan pemimpin dapat mengambil tindakan secara tenang, sadar, dan tidak emosional. Upaya menanamkan
disiplin pada dasarnya adalah menanamkan nilai-nilai. Oleh karenanya, komunikasi terbuka adalah kuncinya. Dalam hal ini transparansi mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, termasuk didalamnya sanksi dan
hadiah apabila guru dan karyawan tata Usaha memerlukan konsultasi terutama bila aturan- aturan dirasakan tidak memuaskan guru dan karyawan
Tata Usaha.
2.1.1.2. Indikator disiplin Kerja Guru.
Menurut Fadillah Helmy Avin :2007:34 indikator indikator disiplin kerja
guru adalah sebagai berikut :
(a). Disiplin kerja tidak semata mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam
kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai dengan jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mecuri curi waktu.
(b). Upaya dalam metaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut, atau terpaksa,
(c). Komitmen dan loyal terhadap organisasi yaitu tercermin dari bagaimana
sikap dalam bekerja.
Sedangkan menurut T. Aritonang Keke (2005 : 4), pada dasarnya banyak
indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan suatu organisasi yang di dalamnya termasuk juga organisasi sekolah diantaranya ialah :
(1). tujuan dan kemampuan,
(3). balas jasa ( gaji dan kesejahteraan ), (4). keadilan,
(5). waskat ( pengawasan melekat ), (6). sanksi hukuman,
(7). ketegasan dan,
(8). hubungan kemanusian.
Menurut Dede Hasan (2002 : 66), mengemukakan indikator disiplin kerja
antara lain :
(1). melaksanakan dan menyelesaikan tugas pada waktunya. (2). bekerja dengan penu kreatif dan inisiatif.
(3). bekerja dengan jujur, penuh semangat dan tanggung jawab. (4). datang dan pulang tepat waktunya.
(5). bertingkah lakulah sopan.
Sedangkan menurut Dirjen Dikdasmen, (1996: 10-17) dimensi dan
indikator disiplin kerja guru adalah sebagai berikut : 1. kehadiran.
2. pelaksanaan tugas (kegiatan)
3. program tindak lanjut
Menurut Yusuf, (file:///D:/JURNATERBARU/disiplin-kerja guru dan
motivasi.htmli) dimensi dan indikator disiplin kerja guru terdiri dari: 1) Sikap terhadap pekerjaan, dengan indikator :
a). bangga terhadap pekerjaan
c). beban pekerjaan dan kesesuaian bidang ajar 2) kompensasi, dengan indikator :
a). gaji
b). tunjangan dan asuransi c). penghargaan (reward)
d). jaminan keamanan
3) sarana dan prasarana, dengan indikator :
a). media ajar
b). perlengkapan dan alat ajar c). perpustakaan dan laboratorium
4) kebijakan organisasi, dengan indikator : a). tata tertib
b). kepemimpinan atasan c). pengambilan kebijakan
Adapun dimensi dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikemukaan Dirjen Dikdasmen, (1996: 10-17). dimensi dan indikator disiplin kerja guru meliputi : kehadiran, pelaksanaan tugas
(kegiatan), program tindak lanjut
2.1.1.3. Bentuk-bentuk disiplin kerja guru.
Ada 2 bentuk disiplin kerja yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif.
1) Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk memberi motivasi dan
menggerakan guru mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang digariskan oleh sekolah. Tujuan dasarnya adalah untuk memberi motivasi dan menggerakkan guru berdisiplin diri, bekerja lebih semangat dan tidak melakukan
pelanggaran.
Dengan cara preventif, guru dapat memelihara dirinya terhadap
peraturan-peraturan sekolah. Kepala sekolah mempunyai tanggung jawab dalam membangun iklim organisasi dengan disiplin preventif. Begitu pula guru harus dan wajib mengetahui, memahami semua pedoman kerja serta
peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi sekolah. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian
sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik maka diharapkan akan lebih mudah mendorong dan menggerakkan disiplin kerja guru karena guru
mempunyai motivasi kerja yang timbul dari dalam dirinya yang disebabkan karena suasana kerja yang nyaman.
2) Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah suatu upaya memberi motivasi dan menggerakkan guru dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk
tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada sekolah. Pada disiplin korektif, guru yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah
memberikan pelajaran kepada pelanggar, sehingga guru akan termotivasi untuk tidak melakukan pelanggaran dalam pembelajaran.
Ditegaskan oleh Fadillah Helmy Avin (2007 : 35) , ada dua macam disiplin kerja seorang guru yaitu :
(1). disiplin diri ( self dicipline ).
Disiplin diri menurut Jasin ( 1989 : 35 ) merupakan disiplin kerja yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi
atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai nilai yang ada diluar dirinya. Guru merasa bertanggung jawab dan dapat mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi sekolah. Ia
merasa perlu untuk memotivasi diri untuk bekerja secara baik dalam organisasi sekolah.
Disiplin diri merupakan hasil proses belajar dari dalam keluarga dan masyarakat. Penanaman nilai-nilai yang menjunjung disiplin, baik yang
ditanam oleh orang tua, guru, ataupun masyarakat, merupakan bekal positif bagi tumbuh dan berkembangnya disiplin diri. Disiplin diri sangat besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi sekolah. Melalui disiplin diri seorang guru
atau pegawai selain menghargai dirinya sendiri juga menghargai orang lain. (2). disiplin kelompok.
Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata. Selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa didalam kelompok kerja terdapat standar ukuran prestasi yang
jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya. Andaikan satu diantara sekian jumlah guru
dan karyawan bekerja tidak bersungguh sungguh, akan mengganggu mekanisme kerja yang lain. Hal ini disebabkan guru dan karyawan lain akan merasa terganggu karena diantara teman sekerja timbul rasa iri atau akan mengganggu
proses belajar mengajar di kelas lainnya.
Sedangkan menurut Spriegel Disiplin terdiri dari tiga jenis yakni disiplin
positif, disiplin negatif, dan disiplin murid”. Pendapat lain menyatakan bahwa
”Jenis-jenis disiplin terdiri dari disiplin kelas dan disiplin pribadi”. (Endriani Eni
: 2011 : 2)
2.1.1.4. Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin Kerja
Tujuan utama pengenaan sanksi disiplin kerja bagi para guru yang
melanggar norma-norma pegawai negeri sipil khususnya tenaga kependidikan adalah untuk memperbaiki dan para guru yang melakukan pelanggaran disiplin.
Oleh karena itu, setiap kepala sekolah atau pengawas yang menghukum wajib mengadakan penelitian terlebih dahulu dengan metode dan teknik yang memiliki validitas dan tingkat reliabilitas yang tinggi atas tindakan dan praduga
pelanggaran disiplin. Sanksi yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan sehingga dapat diterima dan dirasakan adil.
untuk melanggar peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Secara rinci sanksi dan hukuman bagi Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam PP No : 53 Tahun 2010 adalah sebagai berikut ;
1) Peraturan disiplin PNS adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan
dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati dan larangan dilanggar oleh PNS. 2). Kewajiban harus ditaati oleh setiap PNS ada sebanyak 17 butir sebagaimana
disebutkan dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010
3) Larangan yang tidak boleh dilanggar setiap PNS ada 15 butir sebagai tersebut dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
4) Tujuan hukuman disiplin PNS adalah untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu, setiap pejabat
yang berwenang wajib memeriksa terlebih dahulu dengan seksama PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
5) Setiap ucapan, tindakan atau perbuatan PNS yang melanggar wajib dan larangan PNS adalah pelanggaran disiplin.
6) Tingkat hukuman disiplin adalah:
a) hukuman disiplin ringan; b) hukuman disiplin sedang;
c) hukuman disiplin berat.
pelanggaran disiplin. Hasil pemeriksaan dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan.
8) Untuk jenis hukuman disiplin tertentu, PNS dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum.
9) Hukuman yang dijatuhkan Presiden tidak dapat diajukan keberatan.
10) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat yang berwenang tidak dapat diajukan keberatan, kecuali hukuman disiplin:
a) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. b) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
11) Badan Pertimbangan Kepegawaian mempunyai tugas:
a) memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh PNS yang berpangkat Pembina (IV/a) ke bawah tentang
hukuman disiplin:
(1) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
(2) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
b) memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai usul penjatuhan hukuman disiplin PNS golongan ruang IV/b ke atas sepanjang
mengenai:
(1) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri;
(2) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
2.1.1.5. Pembinaan disiplin kerja Guru.
Telah dikemukakan bahwa pembinaan disiplin tenaga guru dapat
dikembangkan dengan cara kepemimpinan yang dapat dijadikan panutan atau teladan bagi para bawahan. Di depan selalu memberikan teladan, di tengah selalu membangkitkan semangat dan kegairah kerja, dan di belakang selalu
ber-tindak sebagai motivator sesuai semboyan Ki Hajar Dewantoro “Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani sebagaimana
sering dijadikan prinsip seorang guru. (Yusuf Subang : 2012) file:///D:/JURNAL%20TERBARU/disiplinkerjaguru%20dan%20motivasi html.
Ada beberapa tugas yang harus dijalankan oleh kepala sekolah agar
sekolah bisa berjalan secara baik antara lain :
1. Dalam peranannya sebagai pendidik, kepala sekolah bertugas membimbing
guru, karyawan, siswa.
2. Dalam peranannya sebagai manajer, kepala sekolah bertugas menyusun
program, menyusun pengorganisasian sekolah, menggerakan staf, mengoptimalkan sumber daya sekolah dan mengendalikan kegiatan.
3. Sebagai administrator kepala sekolah bertugas: mengelola administrasi, KBM
dan BK, kesiswaan, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, persuratan dan urusan rumah tangga sekolah.
5. Sebagai pemimpin kepala sekolah bertugas menyusun dan mensosialisasikan visi dan misi suatu program sekolah,mengambil
keputusan melakukan komunikasi.
6. Sebagai pembaharu kepala sekolah bertugas mencari dan melakukan pembaharuan dalam berbagai aspek .
7. Sebagai pembangkit minat (motivator) kepala sekolah bertugas menciptakan lingkungan kerja, suasana kerja, membangun prinsip penghargaan dan
hukuman (reward and punishment) yang sistemik.
Disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil sebagaimana di atur dalam PP 53/2010 Petaruran Disiplin Pegawai Negeri Sipil diperlukan untuk membina
Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat agar tetap setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah,
serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, dan berhasil guna, sadar akan tanggungjawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintah dalam
pembangunan.
Menurut PP Nomor 53 Tahun 2010, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur tiga hal, yaitu:
1) kewajiban yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil. 2) larangan yang tidak boleh dilanggar oleh pegawai negeri sipil.
3) sanksi yang akan dijatuhkan apabila pegawai negeri sipil tidak mentaati kewajiban dan melanggar.
Oleh karena itu, apabila organisasi kerja ingin membina disiplin kerja
datang selalu tepat waktu dengan penuh konsekuensi. Dalam memakai seragam
(trademark yang menonjolkan identitas sekolah), semuanya harus dipatuhi
terlebih dahulu oleh pimpinan, khususnya para pimpinan yang berhubungan langsung dengan para guru yang nantinya akan diikuti oleh murid sebagai objek tugasnya sehari-hari, karena pada diri guru adalah awal anak mengenal atau
berinteraksi dengan orang lain. Ungkapan digugu dan ditiru sudah mendarah daging bagi bangsa tercinta ini, maka siapapun yang memilih profesi ini harus
memberikan keteladanan bagi anak didik. Sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar dengan giat karena keteladanan seorang guru.
Kecerobohan kepala sekolah sebagai pimpinan dalam bertindak dan
berperilaku sehari-hari tidak mustahil akan memberikan dampak merembet kepada para tenaga pendidik dalam jangka pendek, yang pada akhirnya akan
diikuti oleh anak didiknya. Tindakan iseng mungkin juga akan mengakibatkan hal-hal yang kurang menguntungkan sekolah. Barulah pimpinan sadar bahwa
tindakannya diikuti oleh para bawahan dan untuk mengubah sangatlah memerlukan alokasi waktu yang panjang, tidak bisa begitu saja. Atasan adalah cermin bawahan. Tindakan positif yang dilakukannya setiap saat, lambat laun
akan diikuti oleh para bawahan. Demikian pula tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma tenaga pendidik, dalam waktu singkat anak buah
Menurut pendapat Piet A. Sahertian dalam Ani Endriani (http://aniendriani.blogspot.com/2011/03/faktor-mempengaruhidisiplin.html)
ada enam hal yang diperlukan untuk pembinaan disiplin kerja bawahan, yaitu guru-guru adalah sebagai berikut: a) rasa aman dan hidup layak, b) rasa keikutsertaan, c) perlakuan wajar yang jujur, d) rasa mampu e) pengakuan dan
penghargaan atas sumbangan, f) kondisi kerja yang menyenangkan. Adapun
keenam aspek tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
a. rasa aman dan hidup layak
1) rasa aman: Jangan menekan guru-guru untuk menambah nilai dalam
kenaikan kelas bagi siswa yang tidak layak,
2) Hidup layak artinya guru bisa memenuhi kebutuhan mendasarnya secara
cukup dan terbebas dari perasaan kurang atau setidaknya setara dengan yang diterima oleh masyarakat umum.
b. rasa keikutsertaan
Sebagai manusia biasa guru juga ingin dihargai dan diperhatikan oleh orang lain. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan di
sekolah sebaiknya membuat program-program yang lebih banyak melibatkan guru. Dengan demikian harmonisasi antar rekan-rekan guru terjalin dengan baik dan sebagai wahana untuk saling memahami satu dengan yang lain.
c. rasa mampu
1) pimpinan mengakui bahwa guru-guru mampu menunaikan tugas,
3) pemimpin mengakui bahwa guru-guru mampu untuk bertumbuh dalam jabatannya.
d. pengakuan dan penghargaan atas sumbangan 1) diakui dari pimpinan,
2) diakui dari teman-teman,
3) diakui dari orang tua, 4) diakui dari masyarakat.
e. kondisi kerja yang menyenangkan 1) tempat kerja yang menarik, 2) kebersihan dan kerapian,
3) cukup bimbingan dari atasan, 4) perlengkapan yang terbaru
Dengan demikian, apabila setiap guru tidak dapat memiliki kesadaran dalam menjalankan tugas sebagaimana mestinya, maka upaya untuk
meningkatkan disiplin kerja guru tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kedisiplinan guru, guru harus dapat mencerminkan, kode etik yang telah ditetapkan. Adapun kode etik guru adalah
sebagai berikut:
1) berbakti dalam membimbing peserta didik
2) memiliki kejujuran profesional dalam melaksanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing
3) mengadakan komunikasi untuk mendapatkan informasi tentang peserta
4) menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mengadakan hubungan dengan orang tua siswa
5) memelihara hubungan dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan 6) secara individual atau berkelompok mengembangkan profesi
7) menciptakan dan memelihara hubungan baik antara pendidik
8) secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi
9) melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. 2.1.2. Motivasi kerja.
2.1.2.1. Arti Motivasi Kerja.
Istilah motivasi berasal dari kata Latin yaitu : motifus yang berarti sebab, alasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide
pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia.
Menurut Siswanto (2008 : 120), motivasi adalah (1) setiap perasaan atau
kehendak dan keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk berperilaku dan bertindak, (2) pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu, (3) setiap tindakan atau kejadian
yang menyebabkan berubahnya perilaku seseorang, (4) proses yang menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan.
kata lain sebagai dorongan mental terhadap perseorangan atau orang orang sebagai anggota anggota masyarakat. Motivasi
Adapun menurut Umam Khaerul (2010 : 159), mengatakan Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Dengan demikian konsep dasar motivasi kerja dalam penelitian ini
bahwa bahwa motivasi kerja guru selalu berhubungan dengan kebutuhan, keinginan, dan dorongan, sekaligus menjadi penyebab seorang guru atau
pegawai, berusaha mencapai tujuan tertentu, dan berperilaku memelihara dan mengendalikan kegiatan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi sekolah.
2.1.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.
Menurut Hadari Nawawi (1983 : 124) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi semangat seseorang dalam bekerja adalah “ Pengaruh yang
datang dari dalam diri manusia itu sendiri seperti bakat, minat, pengetahuan,
keterampilan tentang pekerjaan yang dijalankan dan pengaruh yang datang dari luar diri manusia itu sendiri seperti upah yang diperolehnya “
Sedangkan menurut Hellerigel dan Slocum (Sujak : 1990 : 24)
mengklasifikasikan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu : 1) perbedaan karakteristik individu, 2) perbedaan karakteristik pekerjaan,
3) perbedaan karakteristik lingkungan kerja.
dinilai dengan uang) dan dorongan non material (dorongan yang tidak dapat dinilai dengan uang). ( M. Manullang : 1964 : 138)
Adapun menurut Nasli Syah (2003 : 21) mengemukakan bahwa sesuai dengan tugas guru dalam lapangan pendidikan ada beberapa faktor yang mempengaruhi semangat guru sebagai tenaga edukatif yaitu : 1) faktor yang ada
pada guru itu sendiri, 2) faktor situasional, 3) faktor kepemimpinan, 4) faktor murid, 5) faktor administrasi.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dirinya sendiri yang disebut faktor instrinsik (kepribadian, harapan, pengalaman, pendidikan, dan cita-cita) dan faktor yang
berasal dari luar diri seseorang atau disebut faktor ekstrinsik (upah, lingkungan pekerjaan).
2.1.2.3. Teori Motivasi Kerja.
Secara garis besar, teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu
teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan
pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat
(reinforcement theory).
1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow.
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan motivasi atau dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai atau guru kebutuhannya tidak terpenuhi
maka guru tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka guru tersebut akan memperlihatkan perilaku yang
Kebutuhan merupakan fundamental yang mendasari perilaku pegawai karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow dalam (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidp
3. Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu
2. Teori Keadilan
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
dengan orang lain sebagai referensi berdasarkan input dan juga hasil atau kontribusi masing-masing karyawan. (Khaerul Umam : 2010 : 172)
3. Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negative disebut teori X, dan yang
kedua pada dasarnya positif disebut teori Y (Robbins, 2007). McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer atau kepala sekolah mengenai sifat
manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap pegawai atau guru berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. (Khaerul Umam : 2010 : 163)
4. Teori dua FaktorHerzberg
Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg dengan asumsi bahwa
hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bias sangat baik menentukan keberhasilan atau
kegagalan.
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan
faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi : (1) upah, (2) kondisi kerja, (3) keamanan kerja, (4) status, (5) prosedur
perusahaan, (6) mutu penyeliaan, (7) mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan
Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak
ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan” kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau
faktor hygiene. Faktor Intrinsik meliputi : (1) pencapaian prestasi, (2) pengakuan, (3) tanggung jawab, (4) kemajuan, (5) pekerjaan itu sendiri, (6) kemungkinan berkembang. Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti
membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu,
faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator. . (Khaerul Umam : 2010 : 164)
5. Teori Kebutuhan Mc Clelland.
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu (Robbins, 2007
dalam Kaerul Umam : 2010 : 169)
a) Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan untuk
berprestasi
dan mengungguli, mencapai standar - standar , dan berusaha keras untuk berhasil
b) Kebutuhan akan kekuasaan (need for pewer) : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan
berperilaku sebaliknya.
2.1.2.4. Indikator MotivasiKerja
Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan diatas,
maka dalam penulisan tesis hanya diambil teori motivasi yang dianggap relevan dengan penelitian, yaitu teori motivasi dari McClelland’s. Dalam teorinya yang
dikutip dalam Brantas (2009), yaitu McClelland’s Achievement Motivation
Theory (teori motivasi prestasi McClelland’s) ada tiga faktor atau dimensi dari
motivasi, yaitu (1) motif, (2) harapan, (3) insentif atau imbalan. Ketiga dimensi dari motivasi tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
(1). Motif (Motif)
Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan
bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dorongan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu tersebut dapat diakibatkan
oleh hasil proses pemikiran dari dalam diri guru / pegawai maupun dari luar dirinya. Alasan-alasan yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu
dikarenakan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi.
Hasibuan (2000 dalam Brantas 2009) mengemukakan dalam memotivasi pegawai, pimpinan hendaknya menyediakan peralatan menciptakan suasana
pekerjaan yang baik, dan memberikan kesempatan untuk promosi. Dengan demikian, kemungkinan untuk mencapai kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan
kekuatan yang diinginkannya, yang merupakan daya penggerak untuk memotivasi pegawai dan menggerakkan semua potensi yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan
dengan indikator-indikator yaitu; (1) upah yang adil dan layak; (2) kesempatan untuk maju; (3) pengakuan sebagai individu; (4) keamanan bekerja; (5) tempat
kerja yang baik; (6) penerimaan oleh kelompok; (7) perlakuan yang wajar; (8) pengakuan atas prestasi.
(2). Harapan (Expectancy)
Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Secara umum harapan dapat diartikan sebagai
suatu tindakan tertentu akan diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Dalam konsep ini harapan tersebut dapat dinilai nol (harapan sama sekali tidak ada). Tetapi dapat pula satu, bila sangat yakin bahwa hasilnya positif ada. Secara
sederhana, teori ini menyatakan bahwa motivasi seseorang dalam organisasi tergantung pada harapannya. Seseorang akan mempunyai motivasi tinggi untuk
berprestasi tinggi dalam organisasi, jika ia berkeyakinan bahwa dari prestasinya itu ia dapat mengharapkan imbalan yang lebih besar. Sebaliknya sesorang tidak
mempunyai harapan bahwa prestasinya akan dihargai lebih tinggi tidak akan pula berusaha meningkatkan prestasinya.
Hersey (1982 dalam Brantas 2009) mengemukakan indikator-indikator
tentang harapan para karyawan sebagai berikut; (1) kondisi kerja yang baik; (2) perasaan ikut terlibat; (3) pendisiplinan yang bijaksana; (4) penghargaan penuh
atas penyelesaian pekerjaan; (5) loyalitas pimpinan terhadap pegawai; (6) pemahaman yang simpatik atas persoalan pribadi; (7) jaminan pekerjaan. Insentif (incentive) yaitu memotivasi (merangsang) bahwa dengan memberikan
Dengan demikian semangat kerja pegawai akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. Perangsang atau daya
tarik yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan ikut membangun, memelihara dan memperkuat harapan-harapan pegawai agar dalam diri pegawai timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi dalam organisasi.
(3). Insentif (imbalan)
Imbalan yang berasal dari pekerjaan (ekstrinsik) yang dikemukakan
oleh Gibson (1996 dalam Brantas 2009) adalah; (1) gaji dan upah; (2) tunjangan; (3) promosi.
Sedangkan dalam penelitian ini indikator motivasi kerja dalam
penelitian ini adalah; (1) gaji yang diterima; (2) pengakuan sebagai individu; (3) penerimaan oleh kelompok; (4) kondisi kerja; (5) pendisiplinan yang bijaksana;
(6) loyalitas pimpinan; (7) tunjangan yang diterima; (8) promosi yang diperoleh. 2.1.1.5. Model Pengukuran Motivasi kerja.
Model-model pengukuran motivasi kerja telah banyak dikembangkan, diantaranya oleh McClelland dalam Mangkunegara, 2005:68) mengemukakan 6 (enam) karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu :
(1) memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi, (2) berani mengambil dan memikul resiko, (3) memiliki tujuan realistik, (4) memiliki rencana kerja
Edward Murray dalam Mangkunegara, 2005,68-67 berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai
berikut : (1) melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, (2) melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan, (3) menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan, (4) merkeinginan menjadi orang terkenal dan
menguasai bidang tertentu, (5) Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan, (6) mengerjakan sesuatu yang sangat berarti, dan (7) melakukan
sesuatu yang lebih baik dari orang lain.
Wainer (1990 : 96) mengemukakan bahwa orang orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ditandai oleh : (1). berusaha untuk
melakukan kegiatan yang meningkatkan prestasi, (2). berusaha untuk menghindari terjadinya kegagalan, (3). bekerja dengan intensitas yang lebih
tinggi dan (4). memilih tugas yang mempunyai tingkat kesulitan. pendapat inipun menggambarkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi tinggi
untuk memperoleh tujuan akan selalu bekerja keras untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam pekerjaannya, sebab yang bersangkutan akan merasa bangga dan bahagia jika ia berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan meskipun dengan
mengerahkan segala kemampuan dan usaha maksimal yang cukup melelahkan, bahkan perasaan bangga / bahagia ini dapat semakin memperbesar dorongan
seseorang untuk meraih tujuan yang di inginkan.
Sedangkan menurut Wahjosumijo (1999 : 92), motivasi ini merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai