• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUPERVISI DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU SMP NEGERI 5 KISARAN TESIS. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH SUPERVISI DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU SMP NEGERI 5 KISARAN TESIS. Oleh:"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUPERVISI DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU

SMP NEGERI 5 KISARAN

TESIS

Oleh:

NOVIA WASISTA SIHOMBING NIM : 157007011

MAGISTER MANAJEMEN S E K O L A H P A S C A S A R J A N A U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A

MEDAN 2019

(2)
(3)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 16 Agustus 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution MSIE Anggota : 1. Prof. Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME

2. Dr. Yeni Absah, SE., M.Si

3. Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si.

4. dr. Linda T. Maas, MPH

(4)
(5)

PENGARUH SUPERVISI DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU

SMP NEGERI 5 KISARAN

ABSTRAK

Novia Wasista Sihombing 157007011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh supervisi kepala sekolah, kompetensi manajerial kepala sekolah, jenis kelamin guru, pendidikan guru, dan status kepegawaian secara bersama-sama dan parsial terhadap kepuasan kerja guru serta strategi yang perlu dilakukan untuk mengelola kepuasan kerja guru di SMP Negeri 5 Kisaran. Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru SMP Negeri 5 Kisaran yang berjumlah 31 orang. Hasil analisis regresi berganda dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen supervisi dan kompetensi manajerial kepala sekolah secara bersama-sama dan parsial mempunyai pengaruh positif dan hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja guru. Variabel dummy jenis kelamin guru, pendidikan guru, dan status kepegawaian guru secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen kompetensi manajerial kepala sekolah memiliki nilai pengaruh lebih besar dari variabel independen supervisi kepala sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, kepala sekolah perlu menampilkan kembali struktur organisasi di SMP Negeri 5 Kisaran dan merancang alat supervisi sendiri demi pengembangan profesionalitas guru SMP Negeri 5 Kisaran.

Kata kunci: Supervisi Kepala Sekolah, Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah, Kepuasan Kerja Guru

(6)

INFLUENCE OF SUPERVISION AND MANAGERIAL COMPETENCE OF SCHOOL PRINCIPAL ON TEACHERS’ JOB SATISFACTION AT SMP

NEGERI 5 KISARAN

ABSTRACT

Novia Wasista Sihombing 157007011

The purpose of this study was to determine and analyze the influence of principal supervision, principal managerial competence, dummy gender, education level, and employment status simultaneously and partially in teachers’ job satisfaction with the strategies that needed in managing the teachers’ job satisfaction. This type of research is associative research. The population in this research is all the teachers in SMP Negeri 5 Kisaran with total are 31 teachers. The result from multiple linier regression analysis indicates that the independent variable, supervision and managerial competence, both simultaneously and partially have positive impact and significant relationship with teachers’ job satisfaction. Based on the result, the dummy variable which are gender, education level, and employment status, are partially not significant on teachers’ job satisfaction. The result showed principal managerial competence has greater influence than principal supervision. Based on the result, principal need to reintroduce the organization structure in SMP Negeri 5 Kisaran and make their own supervision tools to extend the professionalism of teachers at SMP Negeri 5 Kisaran.

Keywords: Principal Supervision, Managerial Competence, Teachers Job Satisfaction

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kepuasan Kerja ... 9

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja ... 9

2.1.2 Teori Kepuasan Kerja ... 10

2.1.3 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja ... 11

2.1.4 Skala Kepuasan Kerja ... 14

2.1.5 Dampak Ketidakpuasan Kerja ... 14

2.2 Supervisi ... 15

2.2.1 Pengertian Supervisi ... 15

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Supervisi ... 17

2.3 Kompetensi Manajerial ... 20

2.3.1 Pengertian Kompetensi ... 20

2.3.2 Pengertian Manajemen ... 21

2.3.3 Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah ... 23

2.4 Variabel Dummy ... 27

2.4.1 Jenis Kelamin ... 28

2.4.2 Pendidikan ... 29

2.4.3 Status Kepegawaian ... 32

2.5 Penelitian Terdahulu ... 34

2.6 Kerangka Konseptual ... 36

2.7 Hipotesis Penelitian ... 39

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 40

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 41

3.4 Jenis dan Sumber data ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.6 Identifikasi Variabel ... 42

3.7 Defenisi Operasional Variabel ... 42

3.8 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 44

3.8.1 Uji Validitas ... 44

3.8.2 Uji Reliabilitas ... 46

3.9 Uji Asumsi Klasik ... 47

3.9.1 Uji Normalitas ... 47

3.9.2 Uji Linearitas ... 47

3.9.3 Uji Multikolinearitas ... 48

3.9.4 Uji Heteroskedastisitas ... 48

3.10 Metode Analisis Data ... 48

3.10.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 48

3.10.2 Analisis Regresi Berganda ... 49

3.10.3 Koefisien Determinasi (R Square) ... 50

3.11 Pengujian Hipotesis ... 50

3.11.1 Uji t (Uji Parsial) ... 51

3.11.2 Uji F (Uji Simultan) ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Hasil Penelitian ... 53

4.1.1. Gambaran Umum SMP Negeri 5 Kisaran ... 53

4.1.2. Visi dan Misi SMP Negeri 5 Kisaran ... 54

4.1.3. Struktur Organisasi ... 55

4.1.4. Karakteristik Responden ... 55

4.1.4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 56

4.1.4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

4.1.4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 57

4.1.4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 58

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58

4.2.1. Supervisi Kepala Sekolah ... 59

4.2.2. Kompetensi Manajerial ... 60

4.2.3. Kepuasan Kerja Guru ... 61

4.3. Uji Asumsi Klasik ... 62

4.3.1. Uji Normalitas ... 62

4.3.2. Uji Linearitas ... 63

4.3.3. Uji Multikolinearitas ... 64

4.3.4. Uji Heteroskedastisitas ... 65

4.3.5. Analisis Regresi Berganda ... 66

(9)

4.3.6. Koefisien Determinasi (R2) ... 68

4.3.7. Analisis Regresi Berganda dengan Variabel Dummy ... 69

4.3.8. Koefisien Determinasi (R2) dengan variabel Dummy ... 72

4.4. Uji Hipotesis ... 72

4.4.1. Uji t (Parsial) ... 73

4.4.2. Uji t (Parsial) dengan Variabel Dummy ... 75

4.4.3. Uji F (Simultan) ... 78

4.4.4. Uji F (Simultan) dengan Variabel Dummy ... 79

4.5. Pembahasan ... 80

4.6. Implikasi Manajerial ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

LAMPIRAN ... 92

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 34

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 42

Tabel 3.2 Hasil Validasi Instrumen Supervisi Kepala Sekolah (X1) ... 45

Tabel 3.3 Hasil Validasi Instrumen Kompetensi Manajerial (X2) ... 45

Tabel 3.4 Hasil Validasi Instrumen Kompetensi Manajerial (X2) ... 46

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas ... 46

Tabel 3.6 Skala Nilai Indikator Penelitian ... 49

Tabel 4.1 Jumlah Siswa dan Rombongan Belajar SMP Negeri 5 Kisaran ... 53

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 56

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 57

Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 58

Tabel 4.6. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Supervisi Kepala Sekolah ... 59

Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden PadaVariabel KompetensiManajerial Kepala Sekolah... 60

Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Kepuasan Kerja Guru... 61

Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas ... 63

Tabel 4.10 Hasil Uji Linieritas Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru ... 63

Tabel 4.11 Hasil Uji Linieritas Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru ... 64

Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolinearitas... 65

Tabel 4.13 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 66

Tabel 4.14 Hasil Uji Regresi Berganda... 67

Tabel 4.15 Nilai Koefisien Determinasi... 68

Tabel 4.16 Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Variabel Dummy ... 69

Tabel 4.17 Nilai Koefisien Determinasi dengan Variabel Dummy ... 72

Tabel 4.18 Hasil Uji t hitung Variabel Supervisi dan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah... 73

(11)

Tabel 4.19 Hasil Uji t hitung dengan Variabel Dummy ... 75 Tabel 4.20 Hasil Uji Fhitung Supervisi dan Kompetensi Manajerial

Kepala Sekolah... 78 Tabel 4.21 Hasil Uji Fhitung dengan Variabel Dummy ... 79

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 38 Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 5 Kisaran ... 55

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guru menjadi salah satu kelompok terdepan dalam usaha menghasilkan generasi yang cerdas dan berkarakter. Undang-Undang No 14 tahun 2005 memaparkan tugas dan fungsi tenaga pendidik sebagai agen pembelajaran adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan pengabdi kepada masyarakat. Nasution (2015) menjelaskan bahwa pendidikan berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan manusia sehingga mampu berinovasi dan berproduksi bagi negara.

Guru sebagai aset vital sekolah perlu dikelola dengan baik yang bertujuan agar guru dapat berkontribusi optimal dalam pendidikan. Kepuasan kerja guru merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan guru terkait dengan pencapaian tujuan dan kelancaran aktivitas belajar-mengajar.

Kepuasan kerja adalah harapan dari para pekerja tidak terkecuali guru terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi gambaran sikap seseorang terhadap pekerjaannya.

Robbins dan Judge (2017) mengemukakan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan pelanggan, absen, dan penyimpangan di tempat kerja.

Sikap positif pekerja terhadap pekerjaan meningkatkan kreativitas dan ketekunan bekerja. Pekerja yang puas meningkatkan kepuasan pelanggan terutama pada pekerja di bidang jasa. Para pekerja ini berinteraksi langsung dengan

(14)

pelanggannya sehingga pimpinan perlu untuk menyenangkan pekerjanya juga.

Penelitian yang dilakukan antara kepuasan kerja dan absen menunjukkan terdapat hubungan negatif di antara keduanya. Kepuasan kerja yang meningkat akan menurunkan kemangkiran bekerja. Penyimpangan di tempat bekerja berupa keterlambatan dan sosialisasi yang kurang berasal dari rendahnya kepuasan kerja dan hubungan antagonis dengan rekan kerja.

Guru dengan kepuasan terhadap pekerjaannya memiliki motivasi dan kreativitas yang tinggi dalam mengajar. Kepuasan kerja yang diterima guru berpengaruh terhadap kegiatan belajar-mengajar peserta didik. Rasa puas guru tidak hanya akan meningkatkan kreativitas mereka dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik tetapi juga mampu memotivasi peserta didik menjadi manusia berkarakter.

Teori Herzberg menjadi satu dari banyak teori yang membahas kepuasan dalam bekerja. Menurut Herzberg, faktor yang menjadi sumber kepuasan kerja adalah motivators factor. Faktor motivasi (motivator factor) menyangkut kebutuhan psikologis pekerja yang berhubungan dengan penghargaan pribadi pekerja yaitu pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pertumbuhan, kesempatan untuk maju, penghargaan, prestasi serta keterlibatan pekerja.

Bagi guru, kondisi psikologis dapat menjadi kekuatan mereka. Guru yang setiap hari mengajar memerlukan kondisi psikologis yang sehat untuk menjadi kekuatan baginya. Kesehatan tubuh, lingkungan sekolah yang bersih, ruang kelas yang baik dan interaksi yang baik dengan rekan kerja dan pimpinan memberikan kondisi psikologis yang baik bagi guru

(15)

Faktor pimpinan guru yaitu kepala sekolah, menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan peningkatan kepuasan kerja dan kinerja guru. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Colquitt, LePine, Wesson (2011) bahwa banyak pekerja yang mengharapkan pimpinan mereka membantu mendapatkan apa yang diinginkan pekerja. Colquitt, LePine, Wesson menjelaskan keinginan-keinginan itu dapat berupa penghargaan atas kinerja pekerja dan mengeluarkan mereka dari situasi yang membingungkan.

Sebagai pimpinan guru di sekolah, kepala sekolah menjalankan tugasnya sebagai supervisor bagi guru. Dalam PP No. 19 tahun 2005 Pasal 57 disebutkan bahwa supervisi yang meliputi keteraturan dan kontinuitas supervisi manajerial dan akademik yang dilakukan oleh pengawas dan kepala satuan pendidikan.

Supervisi kepala sekolah menjadi bantuan kepala sekolah kepada guru terutama dalam kegiatan pembelajaran. Guru dibimbing untuk tumbuh baik secara individu dan juga tim. Pertumbuhan profesional guru, terciptanya kepemimpinan demokratis serta kemampuan untuk dapat memecahkan masalah terkait proses pendidikan merupakan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan supervisi.

Setyowati (2014) dalam penelitiannya menemukan supervisi kepala sekolah memberikan pengaruh yang positif bagi kepuasan kerja guru. Semakin seringnya pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah memberikan dampak kepuasan kerja yang tinggi kepada para guru.

Selain supervisi, seorang kepala sekolah juga bertugas mengelola sekolah (manajer). Sebagai seorang manajer, kepala sekolah memerlukan jiwa pemimpin yang mampu membimbing guru untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu tugas manajerial kepala sekolah yaitu merumuskan pengelolaan yang tepat di

(16)

sekolah yang dipimpinnya. Pengelolaan yang optimal terhadap masing-masing sumber daya sekolah yang dapat bersinergi bagi pencapaian tujuan pendidikan.

Pada dasarnya, kepuasan kerja adalah penilaian yang personal. Masing-masing pekerja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Penelitian oleh Taş (2017) menemukan bahwa adanya sikap mengenali kepala sekolah bagi guru berdasarkan pribadinya masing-masing berkontribusi pada peningkatan kepuasan kerja guru.

Artinya bahwa kepala sekolah mengenal dan memahami pribadi dan latar belakang para guru yang dipimpinnya.

Penelitian oleh Jin (2018) yang juga membahas pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah dan pengendalian mutu terhadap kepuasan kerja guru menemukan bahwa ada pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah pada kepuasan kerja guru. Kepala sekolah dengan kompetensi manajerial yang baik akan menciptakan kepuasan kerja guru yang lebih baik pula.

Berdasarkan penuturan kepala sekolah SMP Negeri 5 Kisaran, terdapat kelemahan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sebagai supervisor.

Kepala sekolah tidak dapat melaksanakan kegiatan supervisi secara optimal karena hanya melakukan supervisi dengan observasi dan kelengkapan fisik administrasi pembelajaran guru saja.

Kepala sekolah SMP Negeri 5 Kisaran juga belum mampu mengembangkan format supervisi sendiri yang sesuai dengan kondisi sekolah yang dipimpinnya.

Format supervisi kepala sekolah masih mengandalkan format yang diperoleh dari dinas pendidikan. Hasil dari supervisi yang dilakukan sebelumnya merupakan bahan yang lebih baik digunakan sebagai dasar pembuatan format supervisi selanjutnya.

(17)

Berdasarkan penuturan guru SMP Negeri 5 Kisaran, cara dan alat supervisi yang dipakai kepala sekolah selalu sama setiap supervisi dilakukan. Menurut guru di SMP Negeri 5 Kisaran, jika supervisi dengan cara observasi saja kepala sekolah tidak akan mampu melihat permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran secara nyata.

Beberapa guru juga menyayangkan hasil supervisi sebelumnya tidak dijadikan bahan supervisi selanjutnya. Menurut guru, hasil supervisi dapat dipakai untuk mengetahui keadaan permasalahan sebelumnya ketika supervisi dilaksanakan kembali.

Berdasarkan pengamatan peneliti di SMP Negeri 5 Kisaran, masih ada guru yang terlambat datang ke sekolah. Kepala sekolah telah menerapkan kedisiplinan berupa penguncian gerbang pukul 07.30 WIB untuk memperbaiki kualitas pendidikan di SMP Negeri 5 Kisaran. Namun, setiap harinya tetap saja ada beberapa guru yang terlambat.

Peneliti juga menemukan bahwa terdapat konflik yang terjadi antar guru di SMP Negeri 5 Kisaran. Beberapa guru terlibat konflik senioritas, wewenang, jabatan sampai ke beban tugas yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam interaksi bekerja. Sekolah adalah tempat kerja yang dihadapi setiap hari. Jika guru tidak menemukan kenyamanan dalam bekerja maka akan membentuk sikap yang apatis terhadap pekerjaannya. Padahal guru adalah agen pembelajaran yang bertanggung jawab membentuk peserta didik yang berkarakter dan berkualitas.

Kompetensi manajerial yang baik diperlukan untuk mengelola konflik yang terjadi di antara para guru ini agar tidak menjadi masalah yang berlarut-larut.

(18)

SMP Negeri 5 Kisaran memiliki karakteristik demografi yang bervariatif mulai dari jenis kelamin, pendidikan, dan status kepegawaian. Total jumlah guru di SMP Negeri 5 Kisaran adalah 31 orang.

Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas guru SMP Negeri 5 Kisaran adalah wanita. Selain itu SMP Negeri 5 Kisaran juga terdiri dari para guru dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Latar belakang pendidikan guru SMP Negeri 5 Kisaran antara lain diploma, sarjana dan pascasarjana. Berdasarkan status kepegawaian, SMP Negeri 5 Kisaran juga memiliki guru dengan status PNS dan honorer untuk semakin mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan uraian terhadap supervisi dan kompetensi manajerial kepala sekolah, maka penulis mengambil judul penelitian “Pengaruh Supervisi dan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMP Negeri 5 Kisaran”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijabarkan maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran?

2. Bagaimana pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran?

3. Bagaimana pengaruh jenis kelamin guru terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran?

(19)

4. Bagaimana pengaruh pendidikan guru terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran?

5. Bagaimana pengaruh status kepegawaian guru terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran?

6. Bagaimana pengaruh supervisi kepala sekolah, kompetensi manajerial kepala sekolah, jenis kelamin guru, tingkat pendidikan guru, dan status kepegawaian guru secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran.

2. Untuk menganalisis pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran.

3. Untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin guru terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran.

4. Untuk menganalisis pengaruh pendidikan guru terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran.

5. Untuk menganalisis pengaruh status kepegawaian guru terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran.

6. Untuk menganalisis pengaruh supervisi kepala sekolah, kompetensi manajerial kepala sekolah, jenis kelamin guru, tingkat pendidikan guru,

(20)

dan status kepegawaian guru secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja guru SMP Negeri 5 Kisaran.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada:

1. Kepala Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat membantu kepala sekolah mengetahui kondisi kepuasan kerja guru dan pemilihan kebijakan untuk meningkatkan kepuasan kerja guru.

2. Guru

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk memahami faktor- faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja mereka dan strategi dalam meningkatkan profesionalisme mereka dalam bekerja.

3. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi peneliti lain pada waktu yang akan datang, khususnya yang berhubungan dengan kepuasan kerja guru, supervisi dan kompetensi manajerial kepala sekolah.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Wirawan (2013) memberikan pengertian kepuasan kerja sebagai persepsi orang mengenai berbagai aspek dari pekerjaannya. Bagia (2015) mendefenisikan kepuasan kerja sebagai bagian dari kepuasan hidup yang berhubungan dengan perasaan dan sikap umum dari pekerja terhadap pekerjaannya.

Menurut Wibowo (2017), kepuasan kerja adalah tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya. Bila pekerja memiliki kepuasan kerja yang tinggi, maka mereka akan berpikir positif terhadap pekerjaannya. Namun, pekerja dengan kepuasan kerja rendah akan berpikir negatif terhadap pekerjaannya.

Lebih lanjut, dalam Robbins dan Judge (2017) menghubungkan kepuasan kerja dengan sikap para pekerja. Saat membahas sikap para pekerja, biasanya akan dibahas juga kepuasan kerja. Menurut Robbins dan Judge (2017), kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi karakteristik-karakteristiknya.

Berdasarkan uraian kepuasan kerja maka pemahaman terhadap kepuasan kerja adalah mengacu kepada sikap seseorang yang menggambarkan perasaan yang dimiliki terhadap pekerjaannya.

(22)

2.1.2 Teori Kepuasan Kerja

Teori mengenai kepuasan kerja membahas dasar yang dipakai para pekerja mengenai perasaan yang muncul terhadap kepuasannya dalam bekerja. Wibowo (2017) membahas beberapa teori mengenai kepuasan kerja, antara lain:

1. Two-Factor Theory

Teori ini membahas bahwa kepuasan dan ketidakpuasan adalah dua bagian yang berbeda. Faktor kepuasan disebut faktor motivasi dan faktor ketidakpuasan disebut faktor hygiene. Faktor motivasi mengatakan bahwa kepuasan kerja datang dari pekerjaan itu sendiri. Dengan kata lain, faktor motivasi adalah faktor intrinsik dari kepuasan kerja. Sementara itu, faktor hygiene dikaitkan dengan kondisi yang ada di lingkaran pekerjaan itu atau disebut juga faktor ekstrinsik dari kepuasan kerja.

2. Value Theory

Teori ini mengemukakan bahwa kepuasan kerja terjadi jika hasil yang diterima sesuai dengan harapan pekerja. Jika hasil yang diterima semakin banyak maka orang akan semakin puas dan sebaliknya. Teori ini menghasilkan perhatian untuk mengubah faktor pekerjaan demi terciptanya kepuasan kerja

Penelitian ini memilih untuk menggunakan Teori Dua Faktor sebagai landasan pembahasan kepuasan kerja para guru. Faktor yang diteliti yaitu faktor intrinsik dari kepuasan kerja guru. Sebagaimana telah dijelaskan, faktor ekstrinsik yang salah satunya adalah gaji menjadi tidak relevan sebagai indikator penelitian bagi suatu sekolah negeri atau milik pemerintah. Oleh karena itu, penelitian ini

(23)

menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap dan perasaan yang dimiliki guru terhadap pekerjaannya secara intrinsik.

2.1.3 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja

Di dalam teori Herzberg (Teori Dua Faktor) dijelaskan bahwa dengan melakukan pemberian semangat dan memberikan pengakuan kepada karyawan membantu karyawan merasa dihargai perusahaan. Faktor motivasi Herzberg dalam Bagia (2015) dan Wibowo (2011) terdiri dari:

1. Pekerjaan itu sendiri

Berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap sifat pekerjaannya seperti tingkat kesulitan dan tingkat tantangan pekerjaan itu.0

2. Tanggung jawab

Berhubungan dengan kepuasan karyawan dalam menjalankan tanggung jawabnya.

3. Pertumbuhan

Berhubungan dengan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian karyawan dalam bekerja.

4. Kesempatan untuk maju

Berhubungan dengan perubahan status atau posisi karyawan dalam perusahaan.

5. Penghargaan

Berhubungan dengan umpan balik yang positif atau negative atas tugas yang diselesaikan karyawan.

(24)

6. Prestasi

Berhubungan dengan perasaan seperti perasaan dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah.

7. Keterlibatan

Berhubungan dengan pelibatan karyawan secara pribadi dengan pekerjaannya.

Menurut Danumiharja (2014), beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan guru dalam bekerja, antara lain:

1. Imbalan atau sesuatu yang diperoleh dari melaksanakan tugas sebagai guru, berupa material ataupun nonmaterial.

2. Rasa aman dalam bekerja (kebutuhan memperoleh keselamatan). Umumnya guru merasakan adanya keamanan lahir maupun batin dalam melaksanakan tugasnya sehingga mereka mendapatkan kepuasan kerja yang berdampak pada kemajuan kerja.

3. Kondisi kerja yang baik (kebutuhan sosial)

4. Kesempatan mengembangkan diri. Jika dalam tugasnya sebagai guru memperoleh banyak kesempatan untuk memperluas dan mengembangkan diri demi kepentingan di masa depan.

Menurut Sutrisno (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

1. Faktor psikologi

Faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, keterampilan kerja, sikap kerja, dan bakat.

(25)

2. Faktor sosial

Faktor yang berhubungan dangan interaksi sosial baik antara sesame karyawan dengan atasannya atau dengan karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

3. Faktor Fisik

Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan yang meliputi jenis pekerjaan, waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruang, suhu, penerangan, dan sebagainya.

4. Faktor Finansial

Faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, tunjangan, promosi, dan sebagainya.

Dua faktor yang memengaruhi kepuasan kerja pekerja menurut Mangkunegara (2013), yaitu :

1. Faktor pegawai

Terdiri dari kecerdasan (IQ), cara berpikir, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, kecakapan khusus, masa kerja, kepribadian, emosi, persepsi, dan sikap kerja.

2. Faktor pekerjaan

Terdiri dari jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pegawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

(26)

2.1.4 Skala Kepuasan Kerja

Schermerhorn dkk (Wibowo, 2017) menggunakan dua model sebagai komponen kepuasan kerja, yaitu The Minnesota Satisfaction Questionnaire dan Job Descriptive Index. The Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) digunakan untuk mengukur:

1. Kondisi kerja

2. Kesempatan untuk maju

3. Kebebasan untuk menggunakan pertimbangannya sendiri 4. Pujian karena telah melakukan pekerjaan baik

5. Perasaan atas penyelesaian

Di dalam Job Descriptive Index, pengukuran kepuasan yang digunakan adalah:

1. Pekerjaan itu sendiri 2. Kualitas pengawasan 3. Hubungan rekan sekerja 4. Promosi

5. Bayaran

2.1.5 Dampak Ketidakpuasan Kerja

Robbins & Judge (2017) menjelaskan bahwa para pekerja lini depan yang teratur berinteraksi dengan pelanggan berhubungan dengan loyalitas pelanggan.

Salah satu pekerja lini depan adalah para guru yang berhubungan dengan peserta didik. Lebih lanjut, Robbins & Judge mengidentifikasikan empat respon pekerja terhadap ketidakpuasan, yaitu:

(27)

1. Keluar

Perilaku untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari sebuah posisi baru serta pengunduran diri.

2. Suara

Respon yang dilakukan secara aktif dan konstruktif mencoba untuk memperbaiki kondisi, termasuk perbaikan.

3. Kesetiaan

Respon yang secara pasif tetapi optimis menunggu kondisi membaik.

4. Pengabaian

Pekerja secara pasif tidak memedulikan (membiarkan) keadaan memburuk.

2.2 Supervisi

2.2.1 Pengertian Supervisi

Asmani (2012) mengemukakan supervisi merupakan semua usaha untuk memperbaiki pengajaran para guru dan tenaga kependidikan yang diberikan oleh pemimpin/ pejabat sekolah. Priansa (2014) juga memberikan pengertian supervisi sebagai cara melayani guru agar memiliki profesionalisme yang lebih baik dalam menjalankan tugas melayani peserta didik. Guru memerlukan bimbingan dari partner kerjanya yaitu para pemimpin sekolah agar dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan tujuan sekolah. Muslim (2010) berpendapat bahwa supervisi memiliki definisi sebagai rangkaian cara supervisor (kepala sekolah, pemilik sekolah, dan pembina lainnya) dalam memberikan bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil

(28)

belajar mengajar. Sebagai supervisor dan partner kerja, kepala sekolah juga menghadapi lingkungan kerja yang sama dengan para guru memiliki kelebihan dalam proses pengelolaan para guru demi tercapainya tujuan sekolah yang telah ditentukan.

Purwanto (2012) memberikan pengertian supervisi kepala sekolah sebagai bantuan-bantuan untuk guru dan staf sekolah bagi pengembangan kepemimpinan dari pimpinan sekolah untuk mencapai tujuann pendidikan. Bantuan yang diberikan dapat berupa bimbingan, dorongan hingga peluang keahlian guru bertumbuh, seperti bimbingan dalam pelaksanaan pembaharuan pendidikan dan pengajaran.

Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 menetapkan standar kompetensi kepala sekolah/ madrasah yaitu kompetensi merencanakan supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, kompetensi melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Supervision satisfaction sebagai cerminan perasaan pekerja tentang kompetensi, kesopanan dan komunikasi yang baik dari atasan mereka (Wibowo, 2017). Guru yang puas maka ia akan bekerja dengan kemampuannya secara maksimal dan sukarela.

Berdasarkan uraian terhadap supervisi, dapat disimpulkan bahwa supervisi kepala sekolah adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk menolong guru dalam mengelola proses dan mencapai tujuan pembelajaran.

(29)

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Supervisi

Dalam Purwanto (2012) dijelaskan bahwa tujuan supervisi berupa perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total. Supervisi bukan hanya bertujuan memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru, termasuk pengadaan fasilitas yang dapat menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru - guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat - alat pelajaran, prosedur dan teknik evalusi pengajaran, dan sebagainya.

Tujuan supervisi adalah pengembangan situasi pembelajaran menjadi lebih baik dengan adanya kepengawasan dan peningkatan profesi mengajar (Senang dan Maslachah, 2018). Harapannya adalah dapat meningkatkan kualitas pengajaran guru, mengembangkan kemampuan dan keterampilann mengajar guru serta meningkatkan komitmen, kemauan, dan motivasi guru.

Menurut Asf dan Mustofa (2013), fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang kepemimpinan

a. Menyusun rencana dan policy bersama.

b. Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.

c. Memupuk semangat atau moral yang tinggi kepada anggota kelompok.

d. Mengikutsertakan seluruh anggota dalam menetapkan putusan- putusan.

(30)

e. Mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.

f. Meningkatkan daya kreatif pada anggota kelompok.

g. Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama

2. Dalam hubungan kemanusiaan

a. Memanfaatkan kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.

b. Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, pesimistis, dsb.

c. Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.

d. Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.

e. Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.

3. Dalam pembinaan proses kelompok

a. Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.

b. Menimbulkan dan memelihara sikap percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan.

c. Memupuk sikap dan kesediaan tolong-menolong.

d. Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok.

(31)

e. Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan perselisihan pendapat di antara anggota kelompok.

f. Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.

4. Dalam bidang administrasi

a. Memilih anggota yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan suatu pekerjaan.

b. Menempatkan anggota pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.

c. Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.

5. Dalam bidang evaluasi

a. Menguasai dan memahami tujuan pendidikan secara khusus dan terinci.

b. Menguasai dan memiliki norma-norma yang digunakan sebagai kriteria penilaian.

c. Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut normanorma yang ada.

d. Menafsirkan dan menyimpulkan hasil penilaian untuk mendapat gambaran tentang kemungkinan untuk mengadakan perbaikan- perbaikan.

Menurut Senang dan Maslachah (2018) Fungsi supervisi kepala sekolah, yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:

(32)

1. Mendiagnosis dan menilai

Bantuan bagi guru mendiagnosis dan menilai kekurangan, kelemahan serta kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran dan mencarikan solusinya.

2. Merencanakan

Bantuan bagi guru merencanakan tujuan, sasaran, strategi serta sumber- sumber pembelajaran.

3. Memberikan motivasi

Bantuan bagi para guru menciptakan dan menjaga kerjasama bagi kepentingan kedua belah pihak.

4. Memberi penghargaan dan melaporkan kemajuan guru

Bantuan dalam menyimpan dan menyediakan data kemajuan guru, memberikan penghargaan, dan memberitahukan kemajuan mereka.

2.3 Kompetensi Manajerial 2.3.1 Pengertian Kompetensi

Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (10) memberikan pengertian kompetensi sebagai kemampuan kerja individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Wibowo (2017) mendefenisikan kompetensi sebagai kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan didukung sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, kompetensi menjadi gambaran keterampilan atau pengetahuan profesionalisme dalam sesuatu bidang yang merupakan bagian yang terpenting atau unggulan dari bidang tersebut.

(33)

Menurut Suyanto dan Jihad (2013), kompetensi adalah deskripsi tentang wujud yang terlihat dari pekerjaan itu dan yang dapat dilakukan seseorang dalam bekerja. Ketika melakukan suatu pekerjaan, seseorang harus memiliki kemampuan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan yang relevan dengan bidang pekerjaannya. Mustafa (2012) menambahkan bahwa menjadi seorang yang kompeten dalam bidangnya jika pengetahuan, sikap, keterampilan, dan hasil kerjanya sesuai standar yang telah ditetapkan dan diakui oleh lembaganya.

2.3.2 Pengertian Manajemen

Fattah (2011) menyatakan manajemen merupakan seni yang berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata dan membutuhkan 3 unsur yaitu pandangan, pengetahuan teknis dan organisasi. Menurut Wahyosumidjo (2013) manajemen adalah langkah-langkah merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sulastri (2014) mengartikan manajemen sebagai suatu seni mengatur yang melibatkan proses, cara dan tindakan tertentu seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian/pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan secara efisien dan efektif dan melalui orang lain. Lebih lanjut Sulastri menjelaskan bahwa sebagai suatu seni, manajemen berarti membutuhkan suatu keterampilan khusus untuk melakukannya sehingga perlu dilakukan pelatihan untuk mengembangkannya seperti seorang seniman. Sebagai suatu proses, manajemen berarti cara sistematis dalam

(34)

melakukan pekerjaan bagi seorang manajer yang melibatkan kecakapan dan pertimbangan atas konteks lingkungan dimana praktik manajemen itu dijalankan.

Firmansyah dan Mahardhika (2018) menjelaskan tentang fungsi manajemen. Fungsi manajemen berarti bahwa segala elemen dasar yang ada dan sedang diproses yang menjadi patokan bagi manajer dalam melaksanakan tugasnya. Secara garis besar, fungsi-fungsi manajemen terdiri dari:

1. Forecasting

2. Planning termasuk Budgetting 3. Organizing

4. Staffing atau Assembling Resources 5. Directing atau Commanding

6. Leading 7. Coordinating 8. Motivating 9. Controlling 10. Reporting

Menurut Suprihanto (2014), fungsi manajemen tidak hanya planning dan controlling. Secara garis besar, di antara planning dan controlling, fungsi-fungsi manajemen terdiri dari:

1. Forecasting 2. Creating

3. Decision Making 4. Organizing 5. Staffing

(35)

6. Assembling 7. Directing 8. Commanding 9. Leading 10. Motivating 11. Communicating 12. Coordinating 13. Reporting 14. Budgeting

2.3.3. Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

Menurut Senang dan Maslachah (2018), sebagai manajer, kepala sekolah adalah perencana, organisator, pemimpin dan seorang pengendali. Menurut Trianto (2011), saat melakukan pengawasan manajerial, kepala sekolah memerlukan kemampuan untuk membina dan menilai tenaga pendidik dan kependidikan dalam mempertinggi kualitas pengelolaan dan administrasi sekolah.

Beberapa strategi yang perlu dimiliki kepala sekolah dalam rangka menjadi seorang manajer, antara lain:

1. Memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif 2. Memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan

profesinya

3. Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan

Pengertian kompetensi dan manajemen yang telah dijelaskan, membantu memberikan pemahaman bahwa kompetensi manajerial adalah kemampuan

(36)

kepala sekolah dalam aspek pengelolaan sekolah yang dapat mencakup perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, komunikasi, motivasi, pengawasan hingga pengelolaan keuangan sekolah. Berdasarkan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah, kompetensi manajerial kepala sekolah meliputi:

1. Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan 2. Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan

3. Mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal

4. Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal

5. Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal

6. Mampu mengelola hubungan sekolah-masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah

7. Mampu mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka penerimaan siswa baru, penempatan siswa dan pengembangan kapasitas siswa

8. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional

9. Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan efisien

10. Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung kegiatan- kegiatan sekolah

(37)

11. Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiata pembelajaran dan kegiatan kesiswaan di sekolah

12. Mampu menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan dalam menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah

13. Mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi pembelajaran siswa

14. Mampu mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan

15. Terampil dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah

16. Terampil mengelola kegiatan produk/jasa dalam mendukung sumber pembiayaan sekolah dan sebagai sumber belajar siswa

17. Mampu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan sekolah sesuai standar pengawasan yang berlaku

Menurut Umiarso dan Gojali (2011), kompetensi manajeriak kepala sekolah dapat dirangkum menjadi kemampuan untuk melaksanakan:

1. Perencanaan

Tahap awal dari fungsi manajemen adalah perencanaan. Perencaanaan sebagai penentuan matang dan cerdas untuk yang akan dilakukan di masa depan dalam usaha pencapaian tujuan.

2. Komunikasi

Himstreet dan Baty (Purwanto, 2011) menjelaskan komunikasi sebagai proses antar individu untuk bertukar informasi dalam sistem yang biasa (lazim) baik seperti perilaku, tindakan, simbol maupun sinyal. Mulyana

(38)

(2012) menjelaskan media komunikasi yang dipakai yaitu media tertulis dan lisan. Media tertulis yaitu laporan, surat, memo, surat, data sedangkan media lisan yang digunakan adalah telepon, wawancara, laporan langsung, dan rapat. Ardianto (2011) membagi komunikasi internal meliputi menjadi dua jenis yaitu:

a. Komunikasi Personal (Personal Communication)

1. Komunikasi Tatap Muka (Face to face Communication) 2. Komunikasi Personal Bermedia ( Mediated Communicaion) b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)

1. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication) 2. Komunikasi Kelompok Besar ( Larger Group Communication) 3. Pengorganisasian

Terry dalam Hamiyah dan Djauhar (2015) memberikan pengertian pengorganisasian sebagai upaya orang-orang dalam hubungan-hubungan kelakuan yang efektif sehingga dapat bekerja sama secara efesien dan memperoleh kepuasaan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas tertentu dengan keadaan lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu.

4. Pengawasan

Pengawasan merupakan proses mengamati pelaksanaan semua kegiatan organisasi agar menjamin semua pekerjaan yang sedang dijalankan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditentukan (Siagian, 2014).

Dalam Harahap (2012) dijelaskan berbagai manfaat atau keuntungan bagi

(39)

perusahaan dapat diperoleh jika sistem pengawasan dapat berjalan dengan baik berdasarkan standar pengawasan dan metode yang sesuai, antara lain :

a. Pencapaian tujuan akan lebih cepat, mudah dan murah.

b. Timbulnya keterbukaan, kejujuran, dan keterusterangan c. Timbulnya saling percaya dan menghilangkan rasa curiga d. Rasa tanggung jawab yang semakin meningkat

e. Tercipta iklim persaingan yang sehat menciptakan prestasi karyawan Berdasarkan uraian kompetensi manajerial, diperoleh kesimpulan bahwa kompetensi manajerial adalah kemampuan kepala sekolah dalam menyusun rencana sekolah, membangun komunikasi, melaksanakan pengorganisasian dan pengawasan dalam mencapai tujuan pendidikan.komunikasi, melaksanakan pengorganisasian dan pengawasan dalam mencapai tujuan pendidikan.

2.4. Variabel Dummy

Variabel dummy adalah variabel dengan nilai berupa kategori. Menurut Sumarjono (2004) menjelaskan bahwa sebutan “Binary Variable” atau “Dummy”

disebabkan oleh hanya terdapat dua pilihan nilai yaitu 1 dan 0. Variabel dummy adalah variabel yang digunakan dalam persamaan regresi dan mempunyai nilai

„finite‟ sebagai pembeda variabel kategori dengan variabel nominal.

Variabel dummy digunakan untuk mengubah variabel independen yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif. Salah satu variabel dummy adalah demografis responden berupa jenis kelamin, ras, agama, dan perubahan kebijakan pemerintah. Penelitian ini mengambil jenis kelamin, pendidikan dan status kepegawaian sebagai variabel dummy.

(40)

Widhiarso (2010) menjelaskan ada beberapa alasan penggunaan variabel dummy dalam penelitian, yaitu:

1. Ketertarikan untuk menyertakan variabel independen kualitatif dalam penelitian.

2. Untuk meningkatkan kualitas penelitian.

3. Untuk menghilangkan probabilitas pengaruh variabel dummy terhadap variabel independen yang utama sehingga dapat menghindarkan bias estimasi.

2.4.1. Jenis Kelamin

Dalam Hungu (2007) dijelaskan bahwa jenis kelamin (seks) merupakan perbedaan diantara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Shihab (2005) menjelaskan berdasarkan fisik terlihat perbedaan antara wanita dan pria sejak lahir. Ditemukan juga hormon khusus dan ciri biologis lain yang berbeda kadarnya antara wanita dan pria.

Sikap seseorang tidak dapat dilihat hanya berdasarkan pada jenis kelamin (seks) saja. Pada tahun 1977, perkembangan penggunaan istilah gender mulai berkembang untuk mendefenisikan jenis kelamin yang lebih baik lagi. Gender lebih fokus pada aspek psikologis, sosial budaya serta aspek non biologis lainnya.

Humm (2002) menjelaskan bahwa gender adalah istilah yang mengarah pada pembagian peran sosial antara wanita dan pria yang mengacu pada pemberian ciri emosional dan psikologis yang diharapkan budaya tertentu yang disesuaikan dengan fisik yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Badan Pusat Statistik mendefenisikan gender adalah pembeda peran, tanggung jawab,

(41)

pembagian kerja, dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasar pada sifat laki-laki dan perempuan yang dianggap pantas menurut norma, kepercayaan, kebiasaan, dan adat istiadat masyarakat.

Penelitian terhadap kepuasan kerja antara pria dan wanita telah lama dilakukan. Greenhaus, Parasuraman dan Wormley adalah beberapa ahli yang menyatakan bahwa ada perdebatan antara kepuasan kerja pria dan wanita, tetapi sangat sedikit dan tidak terlalu penting (Spector, 1997).

Dalam Schultz & Schultz (1990) dijelaskan bahwa kepuasan kerja antara pekerja wanita dan pria berbeda. Beberapa faktor yang menyebabkan pekerja wanita merasa kurang puas dibandingkan pekerja pria antara lain adanya diskriminasi gaji, karir dan wewenang dalam menjalankan tugas.

Namun, penelitian yang dilakukan Farla (2016) antara wanita dan pria tidak ditemukan adanya perbedaan kepuasan kerja. Satu dari banyak faktor tidak adanya perbedaan kepuasan kerja pria dan wanita adalah karena pimpinan organisasi tidak membedakan peran pria dan wanita dalam bekerja.

Berdasarkan uraian penjelasan jenis kelamin tersebut maka dapat disimpulkan jenis kelamin adalah perbedaan yang terlihat diantara wanita dan pria yang dapat dilihat dari segi fisik, psikologis, peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja yang sesuai dengan norma dan nilai yang dianut.

2.4.2. Pendidikan

Triwanto (2014) mendefinisikan pendidikan adalah usaha menarik sesuatu dalam manusia dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah dan luar sekolah sebagai upaya memberikan pengalaman-pengalaman

(42)

belajar terpogram yang berlangsung seumur hidup dengan tujuan mengoptimalkan kemampuan individu hingga dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Helmawati (2014) mengemukakan tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Siswoyo (2007) membagi fungsi pendidikan menjadi dua bagian, yaitu sebagai preservatif dan direktif. Fungsi preservatif menjadi fungsi yang menjaga tata nilai dan sosial di lingkup masyarakat. Fungsi direktif digunakan untuk mengantisipasi masa depan dengan menjadi agen pembaharuan sosial.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan antara lain adalah pendidikan formal, nonformal, dan informal. Jalur pendidikan formal terdiri atas:

(43)

1. Pendidikan Dasar

Berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

2. Pendidikan Menengah

Berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.

3. Pendidikan Tinggi

Jenjang pendidikan yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Jalur pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal meliputi:

1. Pendidikan kecakapan hidup 2. Pendidikan anak usia dini 3. Pendidikan kepemudaan

4. Pendidikan pemberdayaan perempuan 5. Pendidikan keaksaraan

6. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja 7. Pendidikan kesetaraan, dll

(44)

Pendidikan informal adalah bentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan. Setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan, hasil pendidikan yang diperoleh dari jalur informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru maka standar akademik guru yaitu:

1. Pendidikan Formal terdiri dari pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) sesuai dengan bidang/ mata pelajaran yang diajar.

2. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan

Secara umum pekerja diyakini akan mempunyai wawasan yang lebih luas dengan pendidikan formal atau informal lebih tinggi. Pekerja yang bekerja sesuai latar belakang pendidikannya akan lebih mudah beradaptasi dalam bekerja.

Kesesuaian jurusan juga membantu organisasi dalam memberikan posisi jabatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan pekerja. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas pekerja.

Berdasarkan uraian tentang pendidikan dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan guru adalah tingkat pendidikan yang dimiliki guru yang memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelaksanaan kegiatan belajar- mengajar yang bermanfaat bagi pribadi, masyarakat, bangsa, dan negara.

2.4.3. Status Kepegawaian

Secara umum, status merupakan posisi seseorang dalam satu kelompok.

Menurut Narwoko dan Suyanto (2004), status atau kedudukan, sehubungan

(45)

dengan orang lain dalam kelompok atau tempat suatu kelompok terkait dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi, adalah satu posisi atau tempat individu dalam satu kelompok sosial,.

Menurut Polak, status atau kedudukan memiliki dua aspek, yaitu fungsional dan struktural. Aspek fungsional adalah peranan sosial seseorang yang berhubungan dengan status yang dimiliki seseorang. Aspek struktural berarti secara relatif mengandung perbandingan tinggi atau rendahnya terhadap status- status lain (Syani, 2012).

Pada UU Nomor 8 Tahun 1974 disebut bahwa yang dimaksud dengan kepegawaian adalah segala hal mengenai kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan pegawai negeri. Status kepegawaian pada guru terdapat dalam PP Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan Bab V Pasal 10 ayat 1 dan 2 yang berhubungan dengan tenaga pendidik, antara lain:

1. Guru tetap adalah guru yang dipekerjakan secara permanen oleh pemerintah daerah, BHP atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan.

2. Guru tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah guru tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Guru tetap non PNS adalah guru tetap yang diangkat oleh BHP atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan berdasarkan perjanjian kinerja.

(46)

4. Guru Tidak Tetap adalah guru yang diangkat sementara oleh pemerintah, pemerintah daerah, BHP atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan.

Adanya perbedaan status kepegawaian berhubungan dengan perbedaan hak dan kewajiban yang melekat dalam diri pekerja. Peluang untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan dan diinginkan akan semakin mudah bila pekerja memiliki kedudukan/ status yang tinggi.

Berdasarkan uraian terhadap status kepegawaian maka ditarik kesimpulan yaitu status kepegawaian adalah posisi atau kedudukan guru yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang melekat dalam status tersebut.

2.5.Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun)

Judul Variabel

Penelitian

Hasil Amzah M.

(2014)

Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Iklim Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Guru SD Negeri di Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman

Variabel independen:

Supervisi Kepala Sekolah dan Iklim Kerja

Variabel dependen:

Kepuasan Kerja

Supervisi kepala sekolah dan iklim kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja

Hartawan (2014)

Determinasi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah, Iklim Kerja dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMP Negeri 3

Variabel independen:

Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah, Iklim Kerja dan Motivasi Kerja

Variabel dependen:

Kepuasan Kerja

Kemampuan

manajerial kepala sekolah, iklim kerja dan motivasi kerja guru memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja guru Setyowati

(2014)

Korelasi Gaya

Kepemimpinan dan Supervisi Kepala

Sekolah dengan

Kepuasan Kerja Guru Honorer Kecamatan

Variabel independen:

Gaya

Kepemimpinan dan Supervisi Kepala Sekolah

Gaya kepemimpinan dan supervisi kepala sekolah secara bersama-sama memiliki hubungan positif dan signifikan

(47)

Peneliti (Tahun)

Judul Variabel

Penelitian

Hasil Sidoharjo Kabupaten

Wonogiri Variabel dependen:

Kepuasan Kerja

terhadap kepuasan kerja guru

Utari (2015)

Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMP Muhammadiyah Playen Gunungkidul Yogyakarta

Variabel independen:

Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru

Variabel dependen:

Kepuasan Kerja Guru

Kemampuan

manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah memiliki pengaruh positif yang signifikan dengan kepuasan kerja guru

Farla (2016)

Analisis Kepuasan Kerja Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Berdasarkan Karakteristik Individu

Variabel independen:

Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Masa Kerja, Pendidikan, dan Status Kepegawaian Variabel dependen:

Kepuasan Kerja

Tidak terdapat perbedaan kepuasan kerja karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya berdasarkan usia, jenis kelamin, masa kerjaa, pendidikan, dan status

kepegawaian.

Terdapat perbedaan kepuasan kerja karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

berdasarkan status pernikahan Julindrastuti dan

Karyadi (2016)

Peran Status

Kepegawaian dalam Memoderasi Pengaruh

Kepuasan Kerja

Terhadap Komitmen Organisasional

Karyawan

Variabel independen:

Kepuasan Kerja, Status

Kepegawaian Variabel dependen:

Komitmen Organisasional

Secara parsial, status kepegawaian tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan

Jin (2017)

Pengaruh Kompetensi Manajerial Kepala

Sekolah dan

Pengendalian Mutu Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMK Singkawang

Variabel independen:

Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah dan Pengendalian Mutu Variabel dependen:

Kepuasan Kerja Guru

Kompetensi

manajerial kepala

sekolah dan

pengendalian mutu secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan kerja guru Sriyono

(2017)

Pengaruh Persepsi Atas Aktivitas Supervisi Kepala Sekolah dan Lingkungan Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMA Negeri

Variabel independen:

Supervisi Kepala Sekolah dan Lingkungan Sekolah

Supervisi Kepala

Sekolah dan

Lingkungan Sekolah memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru

(48)

Peneliti (Tahun)

Judul Variabel

Penelitian

Hasil Kabupaten Tangerang

Variabel dependen:

Kepuasan Kerja Guru

Masrun (2018)

Hubungan Supervisi Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Guru PNS SD Negeri di Kecamatan

Karangtengah Kab.

Cianjur

Variabel independen:

Supervisi kepala sekolah dan Budaya Organisasi

Variabel dependen:

Kepuasan Kerja Guru

Supervisi kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja guru

2.6 Kerangka Konseptual

Supervisi oleh kepala sekolah memiliki tujuan agar para guru mampu mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam proses belajar dan mengajar yang lebih baik. Suprihatiningrum (2016) menjelaskan bahwa supervisi yang baik, fokusnya tidak hanya pada seorang atau sekelompok orang, melainkan semua pihak yang terkait dengan sekolah yang memiliki tujuan sama untuk pengembangan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan pembelajaran yang baik.

Pengelola (manager) adalah salah satu fungsi kepala sekolah dalam profesi pendidikan. Di dalam fungsi ini, kepala sekolah menjalankan pengelolaan ketenagaan, siswa, kurikulum, ketatausahaan sekolah, keuangan, hubungan sekolah-masyarakat, dan sarana dan prasarana (Suprihatiningrum, 2016). Kepala sekolah dengan kompetensi manajerial yang baik akan mampu memberikan dorongan atau motivasi terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya sehingga tercipta perilaku organisasi yang baik, komitmern berorganisasi yang baik, kepuasan kerja dan kinerja yang baik.

(49)

Jenis kelamin guru, pendidikan guru dan status kepegawaian guru merupakan faktor demografi yang menjadi variabel dalam penelitian ini. Beberapa penelitian menemukan perbedaan atau pengaruh antara jenis kelamin pekerja, pendidikan pekerja dan status kerja pekerja. Dan beberapa penelitian menemukan tidak ada perbedaan atau pengaruh jenis kelamin pekerja, pendidikan pekerja dan status kerja pekerja.

Dalam Schultz & Schultz (1990) dikemukakan bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja dalam pekerja laki-laki dan perempuan. Namun, penelitian yang dilakukan Farla (2016) menemukan tidak ditemukannya perbedaan kepuasan kerja antara pria dan wanita.

Kepuasan kerja menjadi salah satu faktor kinerja. Wibowo (2017) menyatakan bahwa dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan deskripsi pekerjaan maka pekerja yang puas akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Perasaan positif yang timbul dari rasa puas mendorong kreativitas, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan juga memperbaiki ketekunan. Sebagaimana yang telah dijelaskan, faktor pemimpin dan demografi juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam memenuhi kepuasan kerja para pekerja di suatu organisasi

Kerangka konseptual pada penelitian ini akan ditampilkan pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar

Gambar 2.1   Kerangka Konseptual
Tabel  4.3  menyajikan  karakteritik  guru  berdasarkan  jenis  kelamin  guru  SMP  Negeri 5 Kisaran
Tabel 4.9  Hasil Uji Normalitas

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi Implementasi Program Pemberdayaan Sosial Bagi Wanita Rawan Sosial Ekonomi di Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten Tahun 2016, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

ANALISIS KEMAMPUAN, MOTIVASI, DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KEPEMIMPINAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA USAHA KONVEKSI MIKRO KECIL DI

Kerusakan glomerolus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerolus sehingga dapat ditemukan dalam urin yang disebut dengan mikroalbuminuria. Sekali nefropati

material shall include the name of the project, name and contact details of the suppler, FSC registration code, and for full project certification, the cost and/or volume

 Pada tahun pelajaran 2021/2022 di Islamic School SMA Harapan Mulia telah melaksanakan proses pembelajaran digital dengan menggunakan alat belajar berupa iPad untuk semua

• Jumlah tulangan tarik terpasang pada suatu pondasi telapak harus diperhatikan besarnya, dengan luas minimum tulangan tarik dalam arah bentang yang ditinjau harus memenuhi

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR DAERAH DEKONSEN