• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Fenomena Anak-Anak Pemulung Di Kota Medan (Studi Kasus di TPA Terjun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Fenomena Anak-Anak Pemulung Di Kota Medan (Studi Kasus di TPA Terjun)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi

oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

membutuhkan bimbingan orang dewasa sebagai media menjadi individu yang

berpartisipasi dalam masyarakat. Masa anak-anak merupakan fase kehidupan yang

tidak produktif, yaitu masa dimana manusia belajar, baik formal maupun

non-formal, untuk membentuk konsep dirinya. Pada masa ini yang berperan untuk

membentuk konsep diri seorang anak adalah orang dewasa yang berada di

sekitarnya, seperti orang tua di rumah dan guru di sekolah. Masa kanak-kanak pada

umumnya disebut sebagai masa bermain. Pada masa bermain, manusia dapat pula

membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang ia lihat dan mengerti. Hal ini

disebabkan oleh anak-anak yang terbiasa meniru hal-hal yang dilihatnya. Maka

dalam hal ini orang tua sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap

anak tersebut, berperan untuk menyaring segala informasi yang didapatkan oleh

anak tersebut.

Anak-anak berhak mendapat pendidikan yang layak. Orangtua memiliki

kewajiban untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya sejak dini,

karena pendidikan berguna untuk masa depan anak. Pemerintah Indonesia

(2)

terhadap dunia pendidikan anak. Hal ini salah satunya didukung dengan

diturunkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk membantu

meringankan biaya sekolah bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu.

Selain pemerintah, pihak swasta juga turut membantu terlaksananya wajib belajar

sembilan tahun. Hal ini tampak dari maraknya sekolah-sekolah gratis di pemukiman

kumuh, seperti Sekolah Darurat Kartini di kolong jembatan di Jalan Lodan, Jakarta

Utara. Sekolah ini menyediakan segala kebutuhan belajar mengajar secara gratis

pada siswa-siswanya. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat pada

anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak sekalipun adanya keterbatasan

ekonomi orangtua.

Menurut Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna

Foundation, di Sampoerna Academy Bogor Campus, Caringin, Bogor, Jawa Barat,

berdasarkan pada data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tahun 2009,

terdapat sekitar 1,5 juta remaja di Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikan dan

menjadi anak putus sekolah. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, yang terbesar

adalah karena alasan ekonomi. 54 persen dari 1,5 juta remaja tersebut terpaksa

berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sedangkan 9,8 persen tidak

melanjutkan sekolah karena bekerja atau membantu orang tua mencari nafkah.Oleh

karena itu pemerintah melarang diberdayakannya anak-anak untuk bekerja di sektor

(3)

Seorang anak memang memiliki kewajiban untuk membantu orangtua, akan

tetapi tidak memiliki kewajiban untuk bekerja secara komersial membantu

perekonomian keluarga. Namun yang terjadi saat ini adalah semakin banyak kasus

yang menunjukkan eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur. Anak-anak

dipekerjakan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Anak-anak

yang seharusnya belajar dan bermain justru dipaksa untuk bekerja layaknya manusia

dewasa. Alasan kesulitan ekonomi selalu dimunculkan untuk membenarkan keadaan

tersebut. Anak-anak di bawah umur yang harusnya belajar dengan tekun, justru

dipekerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berdasarkan data BPS

pada Desember 1998, jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun di Indonesia adalah

sebanyak 1.809.935 jiwa. Sedangkan usia 5-9 tahun adalah sebanyak 203.000 jiwa

pada Desember 1998. Selanjutnya Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat

Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak

Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta jiwa diantaranya menjadi pekerja anak

(Bagong, 2000:116).

Banyak motivasi yang digunakan oleh anak-anak untuk bekerja. Pada

umumnya anak-anak terpaksa bekerja karena alasan ekonomi. Dalam hal ini adalah

membantu orangtua dalam mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup

keluarga. Hal ini merupakan akibat dari kegagalan sistem pembangunan Indonesia

(4)

masyarakatnya yang sebagian besar kehidupan ekonominya menengah kebawah.

Ada juga yang bekerja berdasarkan keinginan dari anak-anak itu sendiri, seperti

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan melatih kemandiriannya.

Salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di sektor publik

adalah sebagai pemulung. Menjadi pemulung tidak memerlukan kemampuan atau

keterampilan khusus, seperti keterampilan menjahit, memasak, bernyanyi, atau

menari. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka marak terlihat anak-anak yang

berprofesi sebagai pemulung. Setiap anak hanya membutuhkan karung plastik untuk

menampung barang bekas serta ranting-ranting untuk memilih barang bekas. Bagi

anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung, bekerja dan belajar menjadi beban

ganda yang keduanya harus dijalani dengan baik. Mereka dipaksa untuk memiliki

prestasi baik di sekolah, namun di sisi lain mereka juga harus bekerja untuk

mencukupi kebutuhan mereka. Akhirnya mereka menghabiskan sebagian besar

harinya untuk mencari sampah yang masih bernilai ekonomis untuk dijual kembali.

Hal ini pada umumnya berakibat pada kualitas belajar yang kurang baik pada

anak-anak pemulung tersebut.

Di kota Medan anak-anak pemulung dapat dengan mudah ditemukan. Pada

umumnya mereka menjadi pemulung karena mengikuti orang tua mereka yang

menjadi pemulung lebih dulu. Tidak jarang anak-anak tersebut dipaksa oleh orang

tua mereka untuk ikut menjadi pemulung untuk membantu mengurangi beban orang

(5)

Segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, terutama dalam hal ini adalah

anak-anak, merupakan hasil sosialisasi yang diterima di masyarakat. Sosialisasi

merupakan proses yang diterima seorang anak untuk menjadikannya individu yang

berpartisipasi di masyarakat. Sosialisasi tersebut diperoleh dari adanya interaksi

individu dengan individu yang lain. Begitu juga yang dialami oleh anak-anak

pemulung. Dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi, mereka banyak

menerima sosialisasi mengenai hal-hal disekitar mereka, baik dari orangtua, teman

bermain, sekolah, media masa, dan media elektronik. Interaksi yang dialami oleh

anak-anak pemulung dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi

yang disasosiatif. Hasil interaksi tersebut pada akhirnya berpengaruh pada

kepribadian anak-anak tersebut. Salah satunya adalah dalam hal memutuskan untuk

bekerja, dalam hal ini adalah sebagai pemulung.

Banyak tempat yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung,

salah satunya yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung adalah

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun. TPA Terjun merupakan salah satu

tempat pembuangan sampah terakhir yang berasal dari kota Medan dan sekitarnya.

Di tempat ini seluruh sampah dikumpulkan untuk kemudian diolah ataupun hanya

ditimbun menjadi tanah humus. Berbagai jenis sampah ditimbun di TPA Terjun,

baik sampah organik maupun sampah anorganik. TPA Terjun sesungguhnya bukan

tempat yang terbuka untuk umum, namun pada kenyataannya lokasi ini menjadi

lokasi yang bebas. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh para anak-anak pemulung

(6)

mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak

pemulung pada umumnya mencari sampah-sampah berbahan plastik dan besi untuk

kemudian dijual kepada toke. Selanjutnya toke ini yang akan menjual

sampah-sampah tersebut kepada pengolah barang-barang bekas untuk didaur ulang.

Anak-anak pemulung bekerja pagi, siang, sore, dan malam untuk mendapatkan

barang-barang yang masih bernilai ekonomis. Mereka tersebar bersama sampah-sampah

yang menggunung di sepanjang lokasi TPA.

Kehidupan sosial anak-anak pemulung sebagian besar dihabiskan di TPA

Terjun. Ada anak-anak yang bekerja dari pagi sampai malam hari, ada juga yang

bekerja dari siang hari sepulang sekolah sampai malam hari, serta ada pula yang

bekerja dari pagi hari sampai siang hari. Berdasarkan rentang waktu yang dijalani

oleh anak-anak pemulung di TPA, memungkinkan mereka menjalani interaksi

dengan orang lain di area TPA. Dalam hal ini mereka berinteraksi dengan sesama

pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar

TPA, dan dengan pemerintah setempat. Untuk melihat interaksi antara anak-anak

pemulung dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung

anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat, maka

mendorong penulis untuk meneliti “Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota

(7)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah ”Bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang

tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman-teman bermain?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana interaksi

sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan

setempat, serta teman teman bermain.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat

memberikan pemahaman tentang fenomena anak-anak pemulung di Kota

Medan, serta memberi sumbangsih terhadap kajian ilmu sosiologi khususnya

sosiologi keluarga dan sosiologi pendidikan, serta menjadi referensi bagi

(8)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya

ilmiah dan dapat pula menambah pengetahuan peneliti mengenai masalah

yang sedang diteliti serta menjadi masukan bagi instansi terkait.

1.5 Defenisi Konsep

Defenisi konsep yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Fenomena dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang dapat

disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara

ilmiah seperti fenomena alam. Namun fenomena yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah fenomena sosial yaitu gejala sosial yang timbul di

masyarakat secara luas, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini

yang menjadi fenomena adalah anak-anak pemulung yang ada dikota Medan.

Fenomena merupakan suatu gejala yang muncul dan selanjutnya menjadi

suatu hal yang biasa di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak lagi

menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang tidak layak dan wajar,

sehingga hal tersebut dibenarkan sekalipun sebelumnya merupakan hal yang

tidak layak baik dari sisi hukum, maupun kehidupan sosial.

2. Anak-anak dalam hal ini adalah yang terdapat pada Undang-undang No. 23

(9)

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak-anak

merupakan individu yang secara umum masih rentan akan kehidupan sosial

dan masih membutuhkan bimbingan orang lain yang lebih dewasa dalam

membentuk konsep dirinya.

3. Pemulung adalah orang yg mencari nafkah dengan jalan mencari dan

memungut serta memanfaatkan barang bekas seperti plastik dan besi bekas

dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolanya kembali

menjadi barang komoditas. Pemulung merupakan suatu profesi yang

membantu dalam proses mengurangi sampah. Hal ini dikarenakan pemulung

bekerja memungut barang-barang bekas yang masih bernilai ekonomis.

Selanjutnya barang-barang tersebut akan dijual kepada toke dan dapat didaur

ulang oleh tangan-tangan yang terampil. Maka, pemulung telah membantu

mengurangi jumlah sampah yang akan terbuang sia-sia. Dengan begitu,

keberadaan pemulung menjadi hal yang menguntungkan bagi masyarakat,

pemerintah, dan lingkungan.

4. Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk

orangtuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan

sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Dalam hal ini

pekerjaan yang dilakukan oleh anak adalah sebagai pemulung. Anak pekerja

(10)

5. Miskin adalah tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat

rendah).

Adapun kriteria miskin menurut standart BPS, yaitu:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan

c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas

rendah / tembok tanpa diplester

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah

tangga lain

e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

f. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai /

air hujan

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang /

minyak tanah

h. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu

i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

j. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari

(11)

l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas

lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan

dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per

bulan

m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat

SD/ hanya SD

n. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya.

Selain itu, miskin juga dapat dikatakan sebagai suatu klasifikasi sosial yang

dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dikarenakan miskin

dianggap sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki kemampuan finansial

yang layak untuk mencukupi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan

terlebih kebutuhan tersier.

6. Sosialisasi adalah proses pembelajaran yang dialami oleh individu selama

dalam hidupnya untuk menjadi anggota yang berpartisipasi dalam

masyarakat. Pembelajaran yang dialami umumnya diterima dari banyak pihak

diantaranya keluarga, sekolah, teman bermain, dan media massa. Selain itu

sosialisasi juga dapat diartikan sebagai proses pengenalan individu dengan

(12)

7. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan

individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang

saling mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi sosial

merupakan cara individu untuk saling mengenal dengan individu lain. Dalam

interaksi terdapat 2 (dua) macam bentuk, yaitu interaksi yang asosiatif dan

interaksi yang disasosiatif. Interaksi asosiatif yaitu interaksi yang

mengindikasikan adanya persatuan dan kerja sama antar individu dalam

masyarakat. Sedangkan interaksi disasosiatif yaitu interaksi yang

mengindikasikan adanya persaingan antar individu dalam masyarakat. Kedua

proses tersebut merupakan cara masyarakat untuk melestarikan hidup

tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat tersebut.

8. TPA Terjun adalah tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari kota

Medan, tempat ini berfungsi untuk menimbun sampah. TPA Terjun berlokasi

Referensi

Dokumen terkait

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas kerja agency PT Takaful Umum Cabang Surabaya. Artinya hipotesis kedua variabel kedua dalam penelitian ini ditolak. c) Pengaruh

Sedangkan ketika proses pembelajaran praktik salat pada siklus I perkembangan salat anak usia dini sudah mulai berkembang diantaranya dari 13 orang siswa terdapat enam orang yang

Kajian ‘batik painting’ dan ‘painting batik’ dalam perkembangan seni lukis moden Malaysia ini akan didasari dengan dua teori yang terdiri daripada teori iconography oleh

Stres yang dialami oleh atlet remaja bukan hanya dari tuntutan dan juga perubahan-perubahan itu saja melainkan juga terdapat stres lain yang berasal dari

Dalam kegiatan usaha penambangan, antara lain kesiapan dan tcrsediany a sumberdaya manusia ~ang memenuhi kriteri kerja.. dalam telaahan ini didapat paling sedikit 8 jenjang

Untuk kurva proporsional, data yang digunakan adalah data plot sementara, dengan mengasumsikan bahwa semua kualitas tempat tumbuh telah tersebar secara merata pada tiap umur

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Enita di RSUD Sragen dengan jumlah 60 responden didapatkan hasil bahwa sistem penghargaan

1. Rimba Harendana Dengan Judul Perancangan Graha Galeri Dan Sanggar Pendidikan Seni Kontemporer Di Yogyakarta Tahun 2014 Teknik Arsitektur Universitas Atma Jaya