• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Penerjemahan Buku “Johnny Schweigt” Karya Bernhard Hagemann Dari Bahasa Jerman Ke Dalam Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Penerjemahan Buku “Johnny Schweigt” Karya Bernhard Hagemann Dari Bahasa Jerman Ke Dalam Bahasa Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Selama manusia menggunakan bahasa yang berbeda, maka selama itu pula

kegiatan penerjemahan dianggap sebagai hal yang sangat penting dan perlu

dilakukan. Kebutuhan akan penerjemahan ini akan selalu ada karena keinginan

atau usaha untuk memahami informasi dan budaya asing. Ditambah lagi dengan

tuntutan pengalihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak mungkin

diabaikan.

Berkat karya terjemahan (tulisan), sejarah peradaban manusia mulai

dikenal sejak zaman Mesopotamia-pusat peradaban bangsa sumer yakni salah satu

peradaban paling tua di dunia. Tanpa karya terjemahan tidak mungkin orang

mengetahui fakta-fakta sejarah terkenal, salah satu diantaranya imperium raksasa

yang didiami oleh bangsa-bangsa multietnis dan multilingual, seperti kerajaan

Romawi kuno. Meningkatnya hubungan antar bangsa/negara

(hubungan-hubungan diplomatik, budaya, ekonomi, perdagangan, politik dan militer) akan

meningkatkan kebutuhan akan profesi penerjemah. Fakta ini semakin terasa ketika

masyarakat komunitas internasional mendirikan liga Bangsa-Bangsa dan

kemudian perserikatan bangsa-bangsa sebagai badan dunia. Peran penerjemah

bisa dilihat dalam negosiasi dwi pihak antar negara yang membicarakan

hubungan-hubungan politik, ekonomi, budaya, militer dll. Penerjemah dapat

mengatasi apa yang disebut “rintangan bahasa” (language barrier) (Moentaha,

(2)

Penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan dalam

mengalihkan amanat dari BSu ke dalam BSa. Proses penerjemahan dapat pula

diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Kegiatan

tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis TSu, pengalihan pesan dan

restrukturisasi (Nababan, 2003:24-25). Banyak aspek yang perlu diperhatikan

dalam aktivitas penerjemahan, diantaranya aspek semantik dan gaya atau style.

Bell (1991:5) mengungkapkan “Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source

language, preserving semantic and stylistic equivalence.” Bell sudah

memperlihatkan hal yang lebih jelas lagi bahwa dalam menerjemahkan harus

diperhatikan unsur linguistik dan gaya.

Penerjemahan suatu teks juga tidak terlepas dengan masalah budaya

karena masyarakat mempunyai budaya yang berbeda-beda. Pemahaman budaya

sangat diperlukan agar teks dapat diterjemahkan sesuai dengan makna yang

terdapat dalam BSu. Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan BSu ke

dalam BSa. Tujuan praktis dari proses pengalihan pesan adalah untuk membantu

pembaca BSa dalam memahami pesan yang dimaksudkan oleh penulis asli BSu.

Tugas pengalihan ini menempatkan penerjemah pada posisi yang sangat penting

dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila ilmu

pengetahuan dan teknologi dipahami sebagai bagian dari budaya, secara tidak

langsung penerjemah turut serta dalam proses alih budaya.

Seorang penerjemah harus mempunyai kompetensi dalam dua bahasa dan

budaya atau komunikasi lintas budaya, serta memiliki pengetahuan deklaratif dan

(3)

pengetahuannya tentang teori terjemahan, strategi dan teknik. Sementara

prosedural berhubungan dengan praktik menerjemahkan dikaitkan dengan teknik

menerjemahkan. Menurut Baker (1991) bahwa pilihan padanan selalu bergantung

pada tidak hanya pada sistem bahasa atau sistem yang sedang ditangani

penerjemah, tetapi juga bagaimana cara, baik penulis teks dan penerjemah

memanipulasi sistem bahasa bersangkutan.

Berkaitan dengan pernyataan di atas, penelitian ini mengambil bidang

penerjemahan yang penerjemahnya memiliki kompetensi dalam dua bahasa yaitu

bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, budaya atau komunikasi lintas budaya, serta

memiliki pengetahuan deklaratif dan prosedural tentang terjemahan.

Penerjemahan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia mempunyai

dua budaya yaitu budaya yang dimiliki penerjemah yang mempengaruhi cara

pemahaman makna teks yang akan diterjemahkan dan budaya penulis buku yaitu

budaya Jerman. Penerjemah adalah orang Indonesia dan menerjemahkan sebuah

teks bahasa Jerman, untuk hal itu diperlukan pemahaman budaya bahasa Jerman.

Penerjemah tidak memaksakan budayanya sebagai orang Indonesia ke dalam teks

bahasa Jerman karena bahasa Indonesia dan bahasa Jerman memang budaya yang

berbeda.

Sebaliknya jika penerjemah adalah orang Jerman dan menerjemahkan

sebuah teks bahasa Indonesia, maka diperlukan pemahaman budaya orang

Indonesia. Penerjemah tidak memaksakan budayanya sebagai orang Jerman ke

dalam teks bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia dan bahasa Jerman berbeda

(4)

Menerjemahkan teks bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia juga

mengalami permasalahan tata bahasa. TSu seperti teks dalam bahasa Jerman yang

menggunakan sarana grammatikal sebaiknya menggunakan bantuan sarana

leksikal dalam terjemahan. Contoh dalam bahasa Jerman Hagemann (2005:8):

Mein Vater hatte für vier Wochen keinen Führerschein

Saya ayah mempunyai untuk empat minggu tidak ada SIM

(ayahku sudah empat minggu tidak mempunyai SIM)

Kalimat di atas harus diterjemahkan dengan bantuan sarana leksikal

sehingga artinya menjadi “ayahku sudah empat minggu tidak mempunyai SIM”.

Kata hatte adalah bentuk grammatikal kala Präteritum atau bentuk lampau yang

tidak ada dalam sistem grammatikal bahasa Indonesia sehingga penerjemahannya

menggunakan sarana leksikal dengan menambahkan kata sudah yang

menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah terjadi. Teknik penerjemahan yang

digunakan dalam hal ini adalah teknik penerjemahan penambahan yaitu dengan

menggunakan tambahan kata sudah.

Tata bahasa Jerman sangat berbeda dengan tata bahasa Indonesia, yang

sudah tentu sangat berpengaruh pada penerjemahannya ke dalam bahasa

Indonesia, seperti pada grammatikal kala perfekt dalam bahasa Jerman

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka sudah pasti akan terjadi

pergeseran struktur karena kata kerjanya harus diletakkan pada akhir kalimat,

contoh dalam bahasa Jerman Hagemann (2005:26):

Ich hab dich auch schon mal gesehen

Aku kata kerja bantu kamu juga sudah pernah melihat

(5)

Kata gesehen adalah kata kerja ke tiga (Partizip II) yang berasal dari kata

sehen. Kata kerja ketiga atau Partizip II digunakan dalam bentuk grammatikal

kala Perfekt dan posisi kata tersebut harus diletakkan diakhir kalimat atau setelah

objek. Demikian halnya dengan Plusquamperfekt, yakni kata kerja yang

kejadiannya lebih dulu terjadi dari kala Perfekt atau Präteritum.

Plusquamperfekt banyak didapat pada cerita-cerita tertulis seperti dalam

buku cerita remaja “Johnny schweigt”. Berbeda dengan kalimat Perfekt yang

biasanya sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Hal ini senada dengan

pendapat Götze-Lüttich (2004:102) yang menyatakan bahwa kalimat

Plusquamperfekt adalah “Wie das Perfekt drückt das Plusquamperfekt

“Vorvergangenheit” den Vollzug einer Handlung / eines Geschehens aus,

allerdings nicht für Gegenwart oder Zukunft, sondern ausschliesslich für die

Vergangenheit” (Kalimat Plusquamperfekt adalah sama seperti juga kalimat

Perfekt yang peristiwa kejadiannya sudah berlangsung, bukan waktu sekarang

atau masa yang akan datang melainkan dalam bentuk lampau).

Contoh:

Ich hatte gerade den Fernsehapparat eingeschaltet,

Saya kata kerja bantu TV menghidupkan

da klingelte das Telefon

ketika itu berbunyilah telpon

(Setelah saya hidupkan TV, bunyilah telpon).

Lebih lanjut Götze-Lüttich (2004:102) mengungkapkan bahwa kalimat

Plusquamperfekt bisa didampingi kata penghubung “Das Plusquamperfekt steht

(6)

dem Verhältnis des Perfekt zum Präsens. Das wird deutlich in temporalen

Nebensätzen” (Kalimat Plusquamperfekt bisa menunjukkan perbandingan waktu

bentuk lampau yaitu perbandingan antara kalimat Perfekt ke bentuk sekarang).

Kalimat tersebut jelas terlihat di dalam penggunaan anak kalimat dengan

menggunakan kata penghubung waktu. Contoh:

Nachdem wir gegessen hatten, rauchte er eine Zigarette

Setelah kami makan telah, merokok dia sebatang rokok

(Setelah kami makan, dia merokok sebatang rokok)

Penerjemahan buku “Johnny schweigt” cukup menantang khususnya

dalam menerjemahkan suatu kalimat yang mengandung nilai-nilai budaya Jerman,

misalnya dalam kalimat Hagemann (2005:59) “Fischers Fritze fischt frische

Fische”. Kalimat tersebut adalah kalimat yang biasanya digunakan untuk melatih

kelenturan lidah dalam bahasa Jerman atau yang di sebut Der Zungenbrecher.

Disebut der Zungenbrecher karena banyak terdapat kata-kata yang bunyinya

hampir sama sehingga sulit untuk mengucapkannya atau dalam bahasa Jerman

“das wegen vieler ähnlicher Laute schwierig auszusprechen ist” Jehle-Marwitz

(2003:1223).

Kalimat bahasa Indonesia “ular melingkar di pagar pak Umar”, juga

termasuk der Zungenbrecher karena kalimat tersebut banyak terdapat kata-kata

yang bunyinya hampir sama sehingga sulit untuk mengucapkannya dengan cepat

dan berulang-ulang, sehingga sering kali terjadi kesalahan dalam pengucapanya.

Sama halnya dengan kalimat dalam bahasa Jerman “Fischers Fritze fischt frische

(7)

baik dari depan mau pun dari belakang maka orang Jerman sendiripun sering

melakukan kesalahan dalam pengucapannya kalau tidak terlatih.

Kalimat “Fischers Fritze fischt frische Fische” telah diterjemahkan

dengan mengunakan metode penerjemahan faithful translation atau penerjemahan

setia. Penerjemah mempertahankan kalimat “Fischers Fritze fischt frische

Fische” di dalam BSa agar pembaca Indonesia memahami bahwa kalimat tersebut

adalah kalimat untuk melatih kelenturan atau pengucapan dalam bahasa Jerman

atau dalam bahasa Jerman disebut der Zungenbrecher.

Buku “Johnny schweigt” adalah sebuah buku cerita tentang remaja. Tokoh

utama dalam buku ini adalah John, John adalah salah satu siswa pertukaran

pelajar yang berasal dari Inggris, John dan teman-temannya yang berasal dari

Inggris diberi kesempatan selama tiga minggu untuk tinggal dengan keluarga

Jerman di Jerman untuk belajar bahasa Jerman.

Sikap John sangat berbeda dengan teman-temannya yang lain, dia sangat

pendiam. Hal itu membuatnya sangat sulit menguasai bahasa asing dalam hal ini

bahasa Jerman. Sementara itu keluarga tempat tinggal John di Jerman sudah

berusaha dengan berbagai cara supaya John mau berbicara dan dalam usaha

tersebut pula banyak hal-hal lucu yang terjadi yang membuat daya tarik tersendiri

untuk membacanya.

Buku berbahasa Jerman yang menceritakan tentang remaja sangat jarang

dijumpai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, oleh karena itu peneliti tertarik

untuk mengkaji dan menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia karena sampai saat ini buku tersebut belum ada terjemahannya dalam

(8)

Selain itu buku “Johnny schweigt” ini mengandung nilai pendidikan

dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Jerman terutama tentang sikap

pembelajar bahasa asing (bahasa Jerman). Pembelajar bahasa asing harus banyak

berbicara dalam bahasa Jerman karena berbicara adalah salah satu dari empat

kompetensi bahasa yang penting. Berbicara seseorang dapat melatih

pengucapannya dalam bahasa Jerman sehingga pengucapannya menjadi fasih.

Buku ini diterbitkan oleh penerbit yang terkenal yaitu penerbit

Langenscheidt pada tahun 2005. Buku ini masih tergolong baru sehingga

bahasanya masih relevan sampai sekarang dan dijadikan buku bacaan di Goethe

Institut (Goethe Institut adalah pusat kebudayaan Jerman yang terdapat di

berbagai negara salah satunya adalah Indonesia yang berlokasi di Jakarta) jadi

tentulah buku ini sudah banyak dibaca orang diseluruh dunia.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menerjemahkan buku

Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya peneliti menganalisis

terjemahan buku tersebut untuk mengetahui metode penerjemahan yang

digunakan penerjemah, dan pergeseran apa saja yang terjadi dalam

penerjemahan tersebut.

Disamping itu, terjemahan buku tersebut dinilai tingkat kesepadanan

terjemahannya oleh dua informan kunci yang mempunyai kompetensi dalam dua

bahasa yaitu bahasa Jerman dan Indonesia dan memiliki keahlian dalam bidang

(9)

1.2.Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana terjemahan buku “Johnny schweigt” dalam bahasa

Indonesia?

1.2.2. Metode penerjemahan apa saja yang digunakan penerjemah dalam

menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia?

1.2.3. Jenis pergeseran (shift) apa saja yang terjadi pada penerjemahan

buku “Johnny schweigt”?

1.2.4. Bagaimana tingkat kesepadanan terjemahan buku “Johnny schweigt”?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1.3.1. Menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia

1.3.2. Mendeskripsikan metode penerjemahan apa saja yang digunakan

penerjemah dalam menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke

dalam bahasa Indonesia

1.3.3. Mendeskripsikan pergeseran apa saja yang terjadi pada

penerjemahan buku “Johnny schweigt”

(10)

1.4. Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah

manfaat yang dibedakan menjadi manfaat teoritis dan praktis

1.4.1. Manfaat Teoretis

Sebagai pengayaan khasanah terjemahan cerita remaja yang berasal

dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan bacaan bagi pembaca bahasa Indonesia tentang cerita

remaja yang berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Jerman

2. Memberikan petunjuk praktis bagi para penerjemah dalam

menggunakan metode penerjemahan

3. Memberikan pemahaman tentang pergeseran (shift) dalam

penerjemahan

4. Memberikan petunjuk praktis dalam menilai kesepadanan terjemahan

1.5. Klarifikasi Makna Istilah

1. Terjemahan adalah produk atau hasil dari suatu penerjemahan Hoed (2006:23)

2. Penerjemahan adalah proses atau suatu kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks sumber ke dalam teks sasaran

Nababan (2003:24)

(11)

Teks sumber (TSu) adalah teks yang merujuk pada teks yang

akan diterjemahkan yaitu teks bahasa Jerman dan teks sasaran

(TSa) adalah teks yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu teks

bahasa Indonesia

4. Bahasa Sumber (BSu) dan Bahasa sasaran (BSa)

Bahasa Sumber (BSu) adalah bahasa yang merujuk pada bahasa

yang diterjemahkan yaitu bahasa Jerman sedangkan bahasa

sasaran (BSa) adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan

yaitu bahasa Indonesia. “The source language is the language you

are working from whereas the target language is the language

you are working into” Samuelsson-Brown (1995:17)

5. Metode Penerjemahan adalah prinsip yang mendasari cara kita menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk

(jenis) terjemahannya Menurut Bell dalam Hoed (2006:55).

6. Pergeseran (Shift) adalah perubahan linguistik yang terjadi antara teks sumber dan teks sasaran Catford (1965:73)

7. Buku cerita remaja “Johnny schweigt” karya Bernhard Hagemann adalah buku cerita remaja yang berjumlah 84 halaman yang terbagi ke dalam 11 Bab dengan ukuran lebar buku 11 cm dan

panjang 18 cm. Buku ini juga mengandung nilai-nilai pendidikan

dalam pembelajaran bahasa asing dalam hal ini bahasa Jerman.

Buku ini langsung diterbitkan oleh penerbit terkenal yaitu penerbit

Langenscheidt pada tahun 2005 dan menjadi bahan bacaan di

(12)

yang terdapat di berbagai negara seperti Indonesia yang berlokasi

di Jakarta) jadi buku ini masih tergolong baru sehingga bahasanya

masih sangat relevan sampai sekarang dan juga ceritanya yang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk mengatasi situasi dominatif tersebut maka diperlukan pemberdayaan secara sadar yang harus dilakukan oleh civitas akademika. Pemberdayaan itu dapat dimulai dan

Dari permasalahan di atas, kami mencoba membangun aplikasi yang tidak hanya menampilkan informasi atribut-atribut tempat wisata dan sarana prasarananya, melainkan juga

Pengaruh Model Pendekatan Taktis Dan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Dasar Sepak Takraw PadaB. Siswa Kelas VIII SMPT

As seen from the prior experimental investigations to find the laminar burning velocities [1-2,5,12-17], the laminar burning velocities of biogas-air mixtures

Pemahaman Sikap dan Unjuk Kerja Hygiene Sanitasi Siswa Dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan di SMK Bidang Keahlian Tata Boga.. Kompetensi Higiene-Sanitasi Siswa

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pendidikan Khusus. ©

Pengaruh Lingkungan Belajar Dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Stenografi Di SMKN Pasundan 3 Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia |